Category: Bisnis.com

  • Kapolri Ungkap 10.999 Personel Telah Dikerahkan untuk Penanganan Bencana Sumatra

    Kapolri Ungkap 10.999 Personel Telah Dikerahkan untuk Penanganan Bencana Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan saat ini personel yang telah disiagakan di Sumatra mencapai 10.999 personel.

    Sigit mengemukakan sepuluh ribuan personel itu disebarkan untuk wilayah terdampak bencana di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

    “Kekuatan personel Polri yang kita deploy ada 10.999 personel. Di mana kita bagi di Polda Aceh, Polda Sumut, dan Polda Sumbar,” ujar Sigit dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    Dia menambahkan, tim Disaster Victim Identification (DVI), trauma healing 82 personel hingga siaga Brimob untuk tiga wilayah Sumatra yang terdampak sebanyak 2.321 personel.

    Selain itu, sarana dan prasarana berupa pesawat hingga empat helikopter juga turut diterjunkan Polri dalam operasi bantuan ini. Secara terperinci, satu kapal di Polda Aceh dan Sumatra Barat, dua kapal di Sumatra Utara.

    Selanjutnya, tiga helikopter di Aceh, kemudian di Sumut ada dua pesawat Fokker dan CN serta empat helikopter, serta satu helikopter di Sumatra Barat.

    “Ini nanti digunakan untuk mengangkut logistik yang akan kita salurkan ke wilayah-wilayah yang terdampak. Kemudian kita juga mengirimkan K-9 untuk Aceh, Sumut, dan Sumbar,” imbuhnya.

    Selain itu, total bantuan bahan pangan seperti 224 ton beras, gas LPG, 44 genset, pompa air 239 unit hingga solar panel 19.000 unit.

    “Selanjutnya kami telah melayani kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan kesehatan. Ada 24.439 korban yang sudah kami layani, termasuk pemeriksaan DVI 1.015 korban bencana. Mungkin itu yang bisa kami tambahkan,” pungkasnya.

  • Prabowo Tegaskan APBN Siap Tangani Bencana, Berkat Kebijakan Efisiensi

    Prabowo Tegaskan APBN Siap Tangani Bencana, Berkat Kebijakan Efisiensi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah disiapkan untuk mendukung penanganan bencana dan berbagai program prioritas pemerintah.

    Kesiapan anggaran tersebut, menurut Prabowo, merupakan hasil dari kebijakan efisiensi belanja yang diterapkan sejak awal pemerintahannya.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat membuka Sidang Kabinet Paripurna bersama Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    “Anggaran APBN sudah kita siapkan dan saya katakan bahwa anggaran ini kita siapkan karena memang uangnya ada,” ucapnya dalam forum itu.

    Presiden Ke-8 Ri itu mengatakan, pemerintah berhasil menghemat ratusan triliun rupiah melalui kebijakan efisiensi, sekaligus menekan potensi kebocoran dan praktik korupsi dalam pengelolaan anggaran negara.

    Menurutnya, kebijakan tersebut sempat menuai kritik dan penolakan, meski efisiensi justru menjadi amanat konstitusi.

    “Dan uangnya ada karena justru pemerintah kita yang saya pimpin, di awal pemerintah kita, kita menghemat ratusan triliun. Yang saya diserang, saya dimaki-maki bahwa efisiensi ini salah,” tuturnya.

    Prabowo menegaskan prinsip efisiensi berkeadilan telah ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan dan efisiensi yang berkeadilan.

    Presiden menegaskan, dengan kondisi keuangan negara yang lebih sehat, pemerintah siap bekerja lebih keras dan memastikan seluruh program berjalan efektif demi kepentingan rakyat.

    Dengan efisiensi tersebut, Presiden menyebut pemerintah kini memiliki ruang fiskal yang cukup kuat, termasuk pada penghujung tahun anggaran, untuk membiayai berbagai kebutuhan mendesak, salah satunya penanganan bencana di sejumlah daerah.

    “Ada yang menggerakkan menentang efisiensi. Dengan efisiensi kita punya kemampuan, kita punya kekuatan sekarang. Jadi, saudara-saudara, kita sudah siap. Terima kasih. Kita sudah siapkan,” pungkas Prabowo.

  • Pemulihan BTS Aceh Terdampak Banjir Capai 87,8%, Operator Diminta Tambah Genset

    Pemulihan BTS Aceh Terdampak Banjir Capai 87,8%, Operator Diminta Tambah Genset

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut 87,8% menara pemancar atau base transreceiver station (BTS) di Aceh sudah diperbaiki setelah terdampak bencana banjir dan longsor pada 26 November 2025 lalu. 

    Meutya menyebut pemulihan menara BTS di Aceh tidak secepat dari dua provinsi lainnya yang turut terdampak bencana, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Bahkan, pemulihan menara BTS di Sumatra Utara sudah mencapai 97%, sedangkan Sumatra Barat 99%. 

    Meutya memerincikan bahwa total menara BTS yang terdampak pada 26 November 2025 sebanyak 3.735 menara. Sampai dengan saat ini, jumlah yang sudah pulih mencapai 3.283 BTS atau 87,8%. Akan tetapi, kondisinya belum menyala. 

    “Namun tentu nyalanya diperlukan aliran listrik yang stabil atau genset,” ungkapnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025). 

    Sementara itu, total menara BTS yang belum pulih mencapai 452 unit akibat belum diperbaiki atau belum bisa dijangkau. Jumlahnya setara dengan 12% dari total menara pemancar yang ada di Aceh. 

    “Jadi sekali lagi BTS yang recover 87%, namun sekali lagi catatan untuk bisa beroperasi melihat dari ketersediaan listrik yang stabil,” terang mantan Ketua Komisi I DPR itu. 

    Di sisi lain, terdapat 2.194 menara BTS yang saat ini dalam status operasional. Adapun daerah-daerah di Aceh seperti Bener Meriah, Takengon dan Aceh Tamiang diakui memerlukan tindakan lebih lanjut.

    Dari pihak operator telekomunikasi, Meutya menyebut telah meminta para operator untuk mengirim lebih banyak genset agar menara BTS yang sudah diperbaiki bisa langsung menyala. 

    “Solusi sementaranya adalah kami dorong untuk pengiriman genset lebih banyak lagi. Kami selalu mengimbau untuk percepatan-percepatan terus di tengah kondisi yang masih sulit, mereka commit. Jadi kalau melihat targetnya kapan ya mungkin tadi yang kami sampaikan, juga bergantung kepada ketersediaan lainnya, termasuk listrik,” pungkas Meutya.

  • PDN 18 Bulan Tak Beroperasi, Mastel Ungkap Tahapan Pengujian

    PDN 18 Bulan Tak Beroperasi, Mastel Ungkap Tahapan Pengujian

    Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menjabarkan sejumlah tahapan tes yang harus dilewati Pusat Data Nasional (PDN) Cikarang sebelum dinyatakan layak untuk dioperasikan. 

    Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno mengatakan, setelah infrastruktur PDN selesai dibangun, tahapan berikutnya yang krusial adalah pelaksanaan tes kesisteman. Hal ini penting karena PDN masuk dalam kategori infrastruktur kritikal nasional.

    “Apalagi dimaksudkan untuk dipakai pemerintahan pusat dan daerah, dan kementerian lembaga,” kata Sarwoto kepada Bisnis pada Senin (15/12/2025).

    Sarwoto menjelaskan, tes kesisteman mencakup pengujian menyeluruh terhadap kapasitas, layanan, keandalan operasional, serta aspek keamanan. 

    Dia menambahkan, belajar dari insiden gangguan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), perlu adanya kesamaan pandangan mengenai pentingnya penerapan prinsip diversity dan redundancy untuk mengantisipasi potensi gangguan.

    Dia menekankan aset pemerintah semestinya difokuskan untuk memberikan manfaat layanan yang terukur melalui indikator kinerja utama (Key Performance Indicator atau KPI), bukan semata-mata mengejar potensi keuntungan.

    “Bagaimanapun level keamanan siber PDN pemerintah tetap harus mengikuti standar minimal yang ada misalnya arsitektur keamanan bertingkat, standar ISO/IEC27001, CSA Star untuk Clouds, hingga Index KAM,” katanya.

    Meski demikian, Sarwoto menilai perlu kehati-hatian dalam menyimpulkan apakah pembangunan PDN yang belum beroperasi tersebut menimbulkan kerugian atau tidak. 

    Menurutnya, hal tersebut harus dilihat dari kesesuaian antara perencanaan dan realisasi proyek. 

    Dia menambahkan, proses pengadaan pemerintah kerap dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sumber anggaran murni, hibah, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), serta model belanja modal (capex) dan belanja operasional (opex). 

    Faktor-faktor tersebut memiliki dampak yang berbeda terhadap pemanfaatan infrastruktur. 

    “Mastel berpendapat perlunya memanfaatkan kapasitas dan potensi PDN nasional dalam rangka efisiensi dan efektivitas dengan syarat dan standar tertentu,” kata Sarwoto.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan penilaian PDN oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) masih berlangsung sehingga fasilitas tersebut belum dapat dioperasikan.

    Direktur Jenderal Teknologi Pemerintah Digital Komdigi Mira Tayyiba mengatakan perkembangan PDN saat ini masih berada pada tahap evaluasi keamanan oleh BSSN.

    “Untuk PDN doakanlah. Kami sudah siap tetapi kan masih dinilai sama BSSN. [kenapa lama?] Ya kan ada remedial segala sudah kayak orang ujian,” kata Mira kepada Bisnis, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Dengan kondisi tersebut, proses penilaian kelayakan PDN di Cikarang tercatat telah berlangsung lebih dari satu tahun. 

    PDN sendiri dirancang sebagai fasilitas pusat data pemerintah untuk menempatkan, menyimpan, mengolah, dan memulihkan data instansi pusat maupun daerah secara terpusat sebagai tulang punggung Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).

  • KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau terkait Kasus Pemerasan dan Gratifikasi

    KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau terkait Kasus Pemerasan dan Gratifikasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Plt. Gubernur Riau, SF Hariyanto terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintahan Provinsi Riau.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan penggeledahan ini merupakan tindak lanjut dari penangkapan Gubernur Riau, Abdul Wahid yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Benar, tim sedang melakukan giat penggeledahan di rumah dinas SFH, Plt. Gubernur Riau. Terkait penyidikan perkara dugaan tindak pemerasan dan gratifikasi di lingkungan pemerintah provinsi Riau, yang bermula dari kegiatan tertangkap tangan pada awal November lalu,” kata Budi dalam keterangan tertulis.

    Kendati demikian, Budi belum menyampaikan apa saja barang bukti yang telah diamankan untuk mendalami perkara tersebut.

    Pada perkara ini, Abdul Wahid diduga meminta ‘jatah preman’ sebesar Rp7 miliar. Fee berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp71,6 miliar, menjadi Rp177,4 miliar. Ada kenaikan Rp106 miliar.

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry selaku Sekda PUPR PKPP Riau mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. 

    Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan melalui Arief, agar Ferry mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar.

    Atas perintah Arief, uang tersebut didistribusikan untuk driver pribadinya sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300juta.

    KPK juga menetapkan tersangka dan menahan Abdul Wahid, M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

  • Eksekutif Global Ragukan Informasi AI, Tidak Transparan hingga Penjelasan Terbatas

    Eksekutif Global Ragukan Informasi AI, Tidak Transparan hingga Penjelasan Terbatas

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemimpin data global meragukan informasi yang disajikan kecerdasan buatan (AI) karena kurangnya visibilitas terhadap cara AI mengambil keputusan. 

    Laporan “Global AI Confessions Report: Data Leaders Edition” dari Dataiku, The Universal AI Platform™, mengungkap 95% pemimpin data mengaku tidak memiliki pemahaman penuh atas proses pengambilan keputusan AI yang digunakan di organisasi mereka. 

    Laporan ini disusun berdasarkan survei The Harris Poll terhadap lebih dari 800 eksekutif senior bidang data di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. 

    Hasilnya menunjukkan meskipun 86% responden menilai AI telah menjadi bagian dari operasi sehari-hari, masih terdapat kekhawatiran besar terkait lemahnya tata kelola, minimnya kemampuan penjelasan (explainability), serta adanya kepercayaan yang keliru terhadap kemampuan AI. 

    Bahkan, hanya 19% pemimpin data yang secara konsisten meminta agen AI untuk menunjukkan proses kerjanya sebelum digunakan, sementara 52% pernah menunda atau membatalkan implementasi agen AI tertentu karena keterbatasan penjelasan.

    Kondisi ini menempatkan Chief Information Officer dan Chief Data Officer pada posisi yang serba tertekan. 

    Di satu sisi, mereka kerap mendapat pengakuan atas keberhasilan implementasi AI, namun di sisi lain juga menjadi pihak yang paling berisiko disalahkan ketika teknologi tersebut menimbulkan kerugian bisnis. 

    Tekanan tersebut diperparah oleh kekhawatiran akan keberlangsungan karier, di mana 60% pemimpin data mengaku cemas kehilangan pekerjaan apabila AI gagal memberikan hasil nyata dalam dua tahun ke depan. 

    Co-founder and Chief Executive Officer Dataiku Florian Douetteau mengatakan temuan paling mengkhawatirkan dari laporan ini adalah perusahaan di seluruh dunia sedang mempertaruhkan masa depan mereka pada sistem AI yang belum sepenuhnya mereka percayai. 

    Kabar baiknya, lanjut dia, sebagian besar kegagalan inisiatif AI disebabkan oleh hambatan umum yang bisa diatasi melalui peningkatan keterjelasan, keterlacakan (traceability), dan tata kelola yang kuat. 

    “Itulah cara AI bisa beralih dari sekadar sensasi [hype] menjadi sebuah dampak nyata bagi bisnis,” kata Florian dalam keterangan resmi pada Senin (15/12/2025). 

    Masalah kepercayaan terhadap AI juga tercermin dari pengalaman nyata perusahaan. Dalam setahun terakhir, 59% responden menyebut halusinasi atau ketidakakuratan AI telah menimbulkan persoalan bisnis. 

    Walaupun 82% percaya AI mampu melampaui kemampuan atasan mereka dalam analisis bisnis, sebanyak 74% menyatakan akan kembali ke proses manual apabila tingkat kesalahan AI melampaui 6%. 

    Hampir seluruh pemimpin data, atau 89%, juga mengakui ada setidaknya satu fungsi bisnis yang tidak akan pernah sepenuhnya mereka serahkan kepada AI. 

    Perbedaan pandangan antara pemimpin data dan Chief Executive Officer turut menjadi penghambat pemanfaatan AI secara optimal. 

    Laporan ini dibandingkan dengan “Global AI Confessions Report: CEO Edition” yang dirilis sebelumnya, yang menunjukkan optimisme tinggi dari kalangan CEO. Sebaliknya, hanya 39% pemimpin data menilai jajaran eksekutif puncak benar-benar memahami AI. 

    Sebanyak 68% percaya para eksekutif melebih-lebihkan tingkat akurasi AI, dan 73% menilai mereka meremehkan kompleksitas dalam mencapai reliabilitas AI sebelum masuk tahap produksi.

    Kesenjangan tersebut dinilai menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak proyek AI masih terjebak di fase proof-of-concept atau uji coba. 

    Taruhannya tidak kecil, karena 56% pemimpin data memperkirakan akan ada Chief Executive Officer yang kehilangan jabatan pada 2026 akibat strategi AI yang gagal. Survei ini dilakukan secara daring pada 20–29 Agustus 2025 dan melibatkan total 812 responden. 

    Seluruh responden merupakan pemimpin data di perusahaan besar dengan pendapatan tahunan minimal US$1 miliar, atau setara sekitar Rp15 triliun per tahun, dengan jabatan mulai dari Vice President, Director, Managing Director, hingga jajaran eksekutif puncak atau C-suite.

  • Ancaman Siber di Sektor Industri Diprediksi Meningkat 2026, Transportasi-Logistik Jadi Target

    Ancaman Siber di Sektor Industri Diprediksi Meningkat 2026, Transportasi-Logistik Jadi Target

    Bisnis.com, JAKARTA – Ancaman siber terhadap sektor industri diproyeksi meningkat signifikan pada 2026, seiring penggunaan kecerdasan buatan oleh pelaku kejahatan digital. Serangan disebut akan menyasar logistik global dan rantai pasokan teknologi tinggi.

    Menurut prediksi Kaspersky, perusahaan keamanan siber dan privasi digital global, target serangan juga meluas ke sektor non-tradisional, seperti sistem transportasi cerdas, kapal, kereta api, angkutan umum, bangunan pintar, hingga komunikasi satelit.

    Kepala Kaspersky ICS CERT Evgeny Goncharov, menerangkan, pelaku ancaman mulai dari kelompok advanced persistent threat (APT), kelompok regional, aktivis peretas, hingga geng ransomware, diperkirakan akan semakin memusatkan aktivitasnya ke kawasan Asia, Timur Tengah, dan Amerika Latin. 

    Perkembangan operasi berbasis agen AI dan kerangka kerja berbahaya yang semakin otonom juga dinilai akan menurunkan hambatan untuk kampanye serangan industri dalam skala besar.

    “Industri menghadapi lingkungan di mana serangan menjadi lebih cepat, lebih cerdas, dan semakin asimetris daripada sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan, Senin (15/11/2025).

    Tahun ini saja, Kaspersky menyelidiki kampanye seperti Salmon Slalom, yang menargetkan perusahaan manufaktur, telekomunikasi, dan logistik melalui phishing canggih dan sideloading Dynamic Link Library (DLL). Kemudian, ada operasi spionase Librarian Ghouls yang membahayakan sekolah teknik dan lingkungan desain industri. 

    “Serangan-serangan ini menunjukkan bahwa rantai pasokan multinasional dan ekosistem teknologi lokal sama-sama berisiko, dan setiap perusahaan industri harus berasumsi bahwa mereka sudah menjadi target dan bertindak sesuai dengan itu,” tegas Goncharov.

    Tidak dipungkiri, tekanan terhadap ekosistem industri global masih berlanjut sepanjang 2025 seiring meningkatnya kompleksitas ancaman siber. Lanskap ini tercermin dari masih tingginya proporsi komputer industri atau industrial control systems (ICS) yang terpapar malware, meskipun terdapat indikasi perbaikan bertahap pada sisi pertahanan organisasi.

    Menurut laporan Kaspersky Security Bulletin terbaru, pangsa komputer industri yang mengalami serangan malware berada di kisaran 21,9% pada kuartal I 2025 dan menurun menjadi sekitar 20% pada kuartal III. Penurunan ini mengindikasikan adanya penguatan keamanan siber secara gradual, di tengah metode serangan yang terus berevolusi dan semakin canggih.

    Secara geografis, ancaman tidak tersebar merata. Afrika, Asia Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, dan Asia Selatan tercatat sebagai wilayah dengan pangsa perangkat komputer industri yang paling sering menjadi sasaran serangan.

    Dari sisi sektoral, paparan serangan siber juga menunjukkan perbedaan signifikan. Industri biometrik menempati posisi teratas dengan 27,4% objek berbahaya yang diblokir pada komputer industrinya. Posisi berikutnya ditempati sektor otomatisasi bangunan sebesar 23,5%, tenaga listrik 21,3%, konstruksi 21,1%, rekayasa dan integrasi teknologi operasional (OT) 21,2%, manufaktur 17,3%, serta minyak dan gas 15,8%.

    Data tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh sektor kritikal masih menjadi target utama pelaku kejahatan siber, terutama industri yang sangat bergantung pada sistem terhubung dan infrastruktur digital.

    Dilihat dari tren serangan, penyerang semakin agresif memanfaatkan celah pada rantai pasokan dan hubungan tepercaya, seperti vendor lokal, kontraktor, hingga penyedia layanan penting termasuk operator telekomunikasi. Pendekatan ini digunakan untuk menembus perimeter keamanan tradisional yang dinilai semakin sulit ditembus secara langsung.

    Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam serangan siber mengalami lonjakan signifikan. AI dimanfaatkan tidak hanya sebagai kamuflase malware, tetapi juga sebagai penggerak operasi intrusi melalui agen otonom. 

    Pada saat yang sama, serangan terhadap peralatan OT yang terhubung langsung ke internet turut meningkat, terutama pada lokasi terpencil yang masih mengandalkan firewall lama dan belum dirancang untuk menghadapi ancaman modern berbasis internet.

    Goncharov menyampaikan, seiring proyeksi ancaman siber yang meningkat signifikan pada 2026, industri sebaiknya melakukan penilaian keamanan sistem OT secara berkala guna mengidentifikasi dan menutup celah siber. 

    Selain itu, pengelolaan kerentanan berkelanjutan dan pembaruan tepat waktu terhadap komponen utama jaringan OT dinilai krusial untuk mencegah gangguan produksi yang berpotensi menimbulkan kerugian besar.

    Penggunaan solusi deteksi dan respons ancaman lanjutan, termasuk endpoint detection and response (EDR), serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan keamanan OT, juga menjadi faktor kunci. 

    “Pelatihan keamanan OT khusus untuk staf keamanan TI dan personel OT adalah salah satu langkah kunci yang membantu mencapai hal ini,” tutur Goncharov.

  • Zarof Ricar Tiba di KPK Ngaku Dimintai Keterangan untuk Hasan Hasbi

    Zarof Ricar Tiba di KPK Ngaku Dimintai Keterangan untuk Hasan Hasbi

    Bisnis.com, JAKARTA – Zarof Ricar tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025). Dia mengaku dimintai keterangan terkait mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Hasan Hasbi.

    Dari pantauan Bisnis di lokasi, Zarif tiba pukul 10.44 WIB menggunakan mobil tahanan KPK dengan tangan diborgol. Kepada wartawan dia mengatakan diperiksa terkait Hasan Hasbi.

    “Jadi dimintai keterangan mengenai pak Hasbi,” kata Zarof.

    Zarof membantah menitipkan sejumlah kasus kepada Hasan Habi.

    Terpisah, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan Zarof terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung.

    Pemeriksaan Zarof dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA.

    Dalam putusan kasasi, Hasbi Hasan sudah divonis bersalah menerima suap Rp11,2 miliar serta gratifikasi Rp630 juta terkait pengurusan perkara di MA. Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

    Sedangkan, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).

    Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

  • Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menutup celah hukum penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, tetapi dalam penerapannya menuai perdebatan karena bersinggungan dengan aturan sektoral dan kebijakan internal Polri.

    Hasil dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta kembali menjadi panggung bagi satu perdebatan lama yang tak pernah benar-benar selesai sejak Reformasi 1998 sejauh mana batas antara polisi dan jabatan sipil dalam negara demokratis.

    Ketukan palu Ketua MK Suhartoyo menandai dibacakannya Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang secara tegas menyatakan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian selama masih berstatus aktif.

    Frasa kunci yang dipersoalkan mengenai “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Putusan ini langsung mengguncang satu praktik yang selama bertahun-tahun berlangsung nyaris tanpa perdebatan serius penempatan perwira aktif Polri di kementerian dan lembaga sipil.

    Namun, sebagaimana banyak putusan MK lainnya, palu hakim tidak otomatis mengakhiri polemik. Dia justru membuka babak baru perdebatan tafsir, benturan regulasi, dan tarik-menarik kepentingan antara supremasi sipil dan kebutuhan koordinasi negara.

    Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyebut keberadaan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sebagai sumber ketidakpastian hukum.

    Norma tersebut, menurut MK, justru memperluas makna Pasal 28 ayat (3) yang sejatinya sudah tegas bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

    “Penambahan frasa tersebut memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun bagi aparatur sipil negara di luar kepolisian,” ujar Ridwan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    MK juga menilai frasa itu berpotensi melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan satu kalimat penjelasan, seorang polisi aktif dapat menduduki jabatan yang tertutup bagi warga sipil lain.

    Putusan ini tidak bulat. Dua hakim Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah menyampaikan dissenting opinion. Hakim Arsul Sani mengajukan concurring opinion. Namun, mayoritas hakim bersepakat bahwa norma penugasan Kapolri telah melampaui batas konstitusional.

    Gugatan Warga dan Bayang-bayang Dwifungsi

    Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, dua warga negara yang memandang praktik penugasan polisi aktif di jabatan sipil sebagai ancaman serius bagi netralitas aparatur negara.

    Dalam permohonannya, mereka menyinggung sederet contoh: anggota Polri aktif yang menduduki posisi strategis di KPK, BNN, BNPT, BSSN, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan tanpa mengundurkan diri atau pensiun.

    Menurut para pemohon, praktik ini tidak hanya menciptakan ketimpangan kesempatan bagi warga sipil, tetapi juga membuka kembali bayang-bayang dwifungsi Polri sebuah konsep yang secara ideologis ingin dikubur pasca-Reformasi.

    Polisi, dalam kerangka negara demokratis, memang ditempatkan sebagai alat negara yang bersifat sipil. Namun, ketika seragam kepolisian tetap melekat di ruang-ruang birokrasi sipil, garis pembatas itu kembali kabur.

    Legislator: Hormati MK, Tapi Jangan Tergesa

    Di Senayan, putusan MK disambut dengan sikap hati-hati. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem Rudianto Lallo menyatakan menghormati putusan MK, tetapi menilai implementasinya tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa penyelarasan regulasi.

    “Putusan MK itu ya kita menghormati. Tapi tidak serta-merta diberlakukan begitu saja. Kita harus lihat dulu norma-norma yang ada di undang-undang lain,” ujarnya, Jumat (13/11/2025).

    Rudianto menyoroti bahwa UU Polri masih memberikan ruang penugasan perwira aktif, selama berkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilakukan atas perintah Kapolri. Dengan pendekatan acontrario, dia menilai jabatan yang relevan dengan tugas kepolisian masih dimungkinkan diisi perwira aktif.

    Bagi Rudianto, penugasan lintas lembaga justru bagian dari penguatan sinergi antarinstitusi, sejalan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 tentang fungsi keamanan negara.

    Namun, sikap ini juga menegaskan satu hal: putusan MK belum sepenuhnya menjadi titik temu, melainkan awal dari perdebatan legislasi baru.

    Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025

    Di tengah dinamika itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah lebih dulu menandatangani Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi.

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa peraturan tersebut masih sejalan dengan regulasi yang berlaku, bahkan setelah putusan MK.

    Menurut Trunoyudo, sejumlah aturan masih membuka ruang penugasan, antara lain mulai dari UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya Pasal 28 ayat (3); UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang memungkinkan jabatan tertentu diisi anggota Polri; dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

    Berdasarkan regulasi tersebut, Polri mencatat 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota Polri, mulai dari Kemenko Polkam hingga lembaga strategis seperti BNN, BIN, BSSN, OJK, PPATK, dan KPK.

    Untuk mencegah rangkap jabatan, Polri melakukan mutasi struktural, menjadikan perwira tersebut sebagai pati atau pamen dalam penugasan khusus.

    Namun, di titik inilah polemik kembali mengeras apakah pengalihan jabatan administratif dapat menghapus status “polisi aktif”?

    Mantan Kapolri Badrodin Haiti melihat persoalan ini secara lebih lugas. Menurutnya, implementasi putusan MK sepenuhnya berada di tangan Kapolri.

    “Kalau secara hukum, sudah banyak pakar yang bicara. Bunyinya jelas dan harus dilaksanakan. Tapi dilaksanakan atau tidak, itu tergantung Kapolri,” ujarnya.

    Badrodin mengingatkan bahwa sejak pemisahan TNI dan Polri pada 2000, polisi secara formal sudah menjadi bagian dari sipil. Namun, dalam praktik, kultur kepolisian masih belum sepenuhnya mencerminkan civilian police.

    “Budaya militernya masih kental. Ini sering menjadi problem dalam pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat,” katanya.

    Pandangan senada sebelumnya pernah disampaikan Mahfud MD, mantan Ketua MK dan mantan Menko Polhukam. Dalam berbagai kesempatan, Mahfud menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, serta harus menjadi rujukan utama dalam penataan relasi sipil-militer-polisi.

    Menurut Mahfud, penempatan aparat bersenjata aktif di jabatan sipil berpotensi melahirkan konflik kepentingan dan distorsi tata kelola demokrasi.

    “Kalau mau jabatan sipil, ya lepaskan dulu status kepolisian. Itu prinsip negara hukum,” kata Mahfud.

    Data Mabes Polri menyebutkan sekitar 300 anggota Polri aktif saat ini menduduki jabatan manajerial di kementerian dan lembaga. Angka itu berasal dari total 4.132 personel yang ditugaskan di luar struktur Polri.

    Di ruang publik, sentimen masyarakat relatif jelas. Survei big data Continuum INDEF menunjukkan 83,96 persen publik mendukung putusan MK, sementara 16,04 persen bersikap kritis.

    Menariknya, publik juga menuntut prinsip yang sama diberlakukan pada institusi lain, terutama TNI.

    Polemik polisi aktif mengisi jabatan sipil sesungguhnya bukan sekadar soal tafsir hukum. Dia adalah cermin dari ketegangan lama dalam demokrasi Indonesia: antara kebutuhan koordinasi negara dan tuntutan supremasi sipil.

    Putusan MK telah memberi garis tegas di atas kertas. Namun, bagaimana garis itu ditegakkan dalam praktik, akan menentukan arah reformasi kepolisian ke depan.

    Apakah Indonesia akan melangkah menuju polisi sipil sepenuhnya, atau tetap membiarkan ruang abu-abu tempat seragam dan jabatan sipil saling bertukar? Jawaban itu, kini, bukan lagi di tangan hakim konstitusi melainkan di ruang kebijakan, kepemimpinan, dan keberanian menegakkan prinsip negara hukum.

  • KPK Panggil Zarof Ricar jadi Saksi pada Kasus TPPU di Mahkamah Agung

    KPK Panggil Zarof Ricar jadi Saksi pada Kasus TPPU di Mahkamah Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Zarof Ricar (ZR) terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung.

    Pemeriksaan dijadlwakan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025). Zarif diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA.

    “KPK menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Sdr. ZR, Mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, dalam kapasitas sebagai saksi, pada penyidikan perkara dugaan tipikor/TPPU terkait pengurusan perkara di MA,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (15/12/2025).

    Budi belum bisa menjelaskan detail materi pemeriksaan hingga Zarof diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah. Adapun perkara ini berkaitan dengan kasus Hasbi Hasan, mantan Sekretaris MA.

    Dalam putusan kasasi, Hasbi Hasan sudah divonis bersalah menerima suap Rp11,2 miliar serta gratifikasi Rp630 juta terkait pengurusan perkara di MA. Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

    Sedangkan, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).

    Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.