Category: Beritasatu.com Regional

  • Jembatan Bailey Teupin Mane Selesai, Akses Bireuen-Bener Meriah Pulih

    Jembatan Bailey Teupin Mane Selesai, Akses Bireuen-Bener Meriah Pulih

    Bireuen, Beritasatu.com – Jembatan bailey Teupin Mane, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Aceh sudah selesai dibangun dan kembali dibuka untuk umum. Dengan selesainya jembatan sementara ini, maka konektivitas vital antara Bireuen dengan Kabupaten Bener Meriah mulai pulih. 

    Sebelumnya akses kedua kabupaten terputus total setelah Jembatan Teupin Mane putus dihantam banjir bandang serta tanah longsor pada akhir November 2025, sehingga lalu lintas perekonomian dan distribusi logistik tersendat.

    Juru Bicara Posko Penanganan Bencana Hidrometeorologi Aceh Murthalamuddin mengatakan jembatan darurat ini merupakan solusi cepat pascabanjir dan tanah longsor yang merusak infrastruktur pada jalur tersebut.

    “Alhamdulillah, jembatan bailey Teupin Mane sudah rampung dan sudah bisa dilalui oleh kendaraan dari kedua arah. Pembangunan ini adalah respons cepat  Pemerintah Aceh untuk mengatasi terputusnya jalur utama ini,” kata Murthalamuddin, Minggu (14/12/2025).

    Murthalamuddin menjelaskan, Pemerintah Aceh berharap agar pembangunan jembatan bailey sebagai penghubung antara Kabupaten Bireuen–Bener Meriah secepatnya rampung. Di antaranya mengoptimalkan upaya pembukaan dan perbaikan akses jalan secara menyeluruh menuju daerah pedalaman, khususnya ke Bener Meriah dan Aceh Tengah.

    “Setelah jembatan bailey ini rampung, fokus kita selanjutnya adalah mengoptimalkan pembukaan akses jalan, terutama menuju Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Hal ini untuk memastikan kelancaran distribusi logistik dan mobilitas warga di kawasan dataran tinggi Gayo,” ucap Murthalamuddin. 

    Sebelumnya, terputusnya jembatan permanen Teupin Mane telah menyebabkan gangguan signifikan, terutama dalam distribusi logistik dan aktivitas warga sehari-hari. Pengguna jalan terpaksa menggunakan jalur alternatif yang jauh lebih sulit dan memakan waktu.

    Dengan rampungnya jembatan bailey ini, jalur transportasi kembali lancar sehingga memungkinkan aktivitas perekonomian dan mobilitas warga kembali normal. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat menyampaikan apresiasi tinggi atas respons cepat dan kerja keras tim penanganan bencana dalam mendirikan jembatan darurat tersebut.

    Meskipun bersifat sementara, Murthalamuddin berharap agar jembatan bailey ini diharapkan mampu menopang beban lalu lintas sambil menunggu pembangunan kembali jembatan permanen yang lebih kokoh di lokasi yang sama.

    “Kami mengimbau kepada seluruh pengguna jalan, khususnya pengemudi truk dan kendaraan logistik, untuk mematuhi batas tonase yang tertera pada rambu-rambu di sekitar jembatan. Ini demi kepentingan bersama agar jembatan bailey ini dapat berfungsi optimal hingga jembatan permanen selesai dibangun,” tegas Murthalamuddin.

  • Pasutri Pengusaha Sembako di Tanggamus Ditemukan Meninggal Penuh Luka

    Pasutri Pengusaha Sembako di Tanggamus Ditemukan Meninggal Penuh Luka

    Tanggamus, Beritasatu.com – Pasangan suami istri (pasutri) pengusaha sembako di Kabupaten Tanggamus, Lampung, ditemukan tewas bersimbah darah di dalam rumahnya. Kedua korban diduga kuat menjadi korban pembunuhan karena mengalami sejumlah luka akibat senjata tajam. Meski demikian, polisi memastikan tidak ada barang berharga di rumah korban yang hilang.

    Peristiwa tersebut terjadi di Desa Way Pring, Kecamatan Pugung. Korban diketahui bernama Rohimi (54) dan istrinya Suryanti (50). Keduanya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di rumah mereka.

    Kedua korban pertama kali ditemukan oleh anaknya pada Minggu (14/12/2025) sekitar pukul 01.30 WIB. Saat itu, anak korban baru pulang ke rumah dan mendapati kedua orang tuanya telah tergeletak bersimbah darah.

    Melihat kondisi tersebut, anak korban langsung berteriak meminta pertolongan hingga mengundang perhatian warga sekitar. Warga kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

    Petugas kepolisian yang tiba di lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan sejumlah barang bukti.  Kedua korban mengalami sejumlah luka akibat senjata tajam di bagian wajah, kepala, serta beberapa bagian tubuh lainnya.

    Adik korban, Nur Apriyanti (42), mengatakan kedua korban mengalami luka akibat senjata selama ini kedua korban tidak memiliki masalah dengan siapa pun dan dikenal baik oleh lingkungan sekitar.

    “Setahu kita, kedua korban tidak pernah ada masalah dengan siapa pun. Ayuk (kakak) saya orangnya baik sama siapa saja, sama saudara maupun dengan tetangga. Kalau ada tetangga yang mau hutang, pasti dikasih,” tutur Nur Apriyanti.

    Sementara itu, tetangga korban, Ahmad (44), mengaku baru mengetahui kejadian tersebut setelah dibangunkan warga sekitar. Menurut Ahmad, sebelum kejadian kondisi di rumah korban terlihat normal dan tidak terdengar keributan maupun teriakan.

    Hingga Minggu petang, jenazah kedua korban masih berada di RS Bhayangkara Polda Lampung untuk proses autopsi. Polres Tanggamus menyatakan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dan belum dapat memastikan motif di balik pembunuhan tersebut. 

  • Perbaikan Infrastruktur Sumatera, AHY: Prioritas Jalur Transportasi

    Perbaikan Infrastruktur Sumatera, AHY: Prioritas Jalur Transportasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan pemerintah membutuhkan anggaran sekitar Rp 51 triliun untuk memulihkan infrastruktur di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh yang rusak akibat bencana alam.

    Agus Harimurti Yudhoyono menjelaskan, berdasarkan estimasi awal dari Kementerian Pekerjaan Umum, dana tersebut diperlukan untuk pembangunan kembali infrastruktur dasar, terutama jalan, jembatan, serta penyediaan air bersih. Estimasi tersebut masih bersifat dinamis dan akan terus diperbarui seiring perkembangan kondisi di lapangan.

    “Dari sisi Kementerian Pekerjaan Umum, estimasi awal, sekali lagi akan terus di-update karena kondisi akan terus berkembang,” kata dia seperti dilansir dari Antara.

    Ia menegaskan, perbaikan infrastruktur dasar seperti jalan menjadi salah satu prioritas utama karena akses darat merupakan penghubung vital dalam distribusi logistik maupun pengiriman alat berat untuk proses pembangunan.

    “Tanpa jalur transportasi, maka bantuan logistik atau kemanusiaan seberapa besar pun akan sulit untuk didistribusikan secara cepat, padahal itu yang paling harus didahulukan,” kata AHY.

    Selain infrastruktur, pemerintah juga tengah mendata jumlah rumah warga yang rusak atau hilang akibat banjir dan tanah longsor. Berdasarkan laporan Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait, tercatat sekitar 112.000 unit rumah mengalami kerusakan hingga hancur.

    Agus Harimurti Yudhoyono menjelaskan, kerusakan rumah tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yakni rusak ringan, rusak sedang, rusak berat, serta hanyut atau hilang. Ia meminta kementerian terkait untuk memetakan jenis kerusakan secara detail karena kebutuhan biaya perbaikan setiap unit rumah akan berbeda-beda.

    Pemerintah, kata dia, terus berupaya mempercepat pemulihan infrastruktur dan ribuan rumah terdampak melalui berbagai bentuk kolaborasi, termasuk dengan TNI AD yang telah membangun sejumlah jembatan darurat di wilayah bencana. Menurutnya, sinergi antara Kemenko Infrastruktur, TNI, dan Polri telah berjalan baik dan terbukti efektif di lapangan.

    Dengan kolaborasi yang kuat antarkementerian dan lembaga, Agus Harimurti Yudhoyono optimistis proses pemulihan pascabencana dapat berlangsung lebih cepat. Ia juga berharap dukungan masyarakat terus mengalir agar upaya pemerintah dalam memulihkan infrastruktur di wilayah terdampak dapat berjalan optimal.

  • Rumah Tertimbun Lumpur, Korban Banjir Pidie Jaya Butuh Cangkul-Sekop

    Rumah Tertimbun Lumpur, Korban Banjir Pidie Jaya Butuh Cangkul-Sekop

    Meureudu, Beritasatu.com – Banyak korban banjir bandang di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh sangat membutuhkan bantuan peralatan penanganan lumpur, seperti sekop dan cangkul, untuk membersihkan rumah mereka dari timbunan lumpur.

    “Kami membutuhkan alat, seperti sekop, cangkul, dan lainnya untuk membersihkan timbunan lumpur yang menimbun hampir sebagian besar rumah warga di desa ini,” kata Dahlan (68), korban banjir bandang di Pidie Jaya, Minggu (14/12/2025).

    Dahlan adalah warga Gampong Geunteng, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya. Pensiun guru itu kini mengungsi di meunasah, tidak jauh dari rumahnya.

    Ia mengatakan lumpur sisa banjir bandang akibat luapan Krueng (Sungai) Meureudu akhir November 2025 menimbun rumahnya dan warga lainnya dengan ketinggian berkisar sepinggang hingga sedada orang dewasa.

    “Saat ini, setiap hari kami mengeruk timbunan lumpur dengan alat seadanya, tetapi tidak maksimal. Kami butuh sekop, cangkul, dan alat lainnya untuk mengeruk timbunan lumpur tersebut,” ujar Dahlan dikutip dari Antara.

    Ia juga mengaku tidak mampu mempekerjakan orang lain untuk mengeruk lumpur serta membersihkan rumahnya yang terkena banjir bandang.

    “Kami tidak sanggup membersihkan rumah dengan tenaga sendiri. Begitu juga untuk mengupah orang lain, kami tidak ada uang. Upahnya mencapai Rp 200.000 per orang,” kata dia.

    Keuchik (Kepala Desa) Geunteng Usman mengatakan warga terdampak banjir bandang di desa tersebut 697 jiwa atau 220 keluarga, sedangkan warga mengungsi 553 jiwa atau 697 keluarga.

    “Saat ini, warga mengungsi di empat titik, di antara meunasah setempat, kantor kepala desa, dan tempat lainnya di sekitar desa. Selain itu, juga ada dua dapur umum melayani makanan korban banjir setiap harinya,” katanya.

    Terkait dengan rumah terdampak bencana, kata dia, 158 rumah rusak berat, sedang, dan ringan. Semua rumah tersebut tertimbun lumpur hingga ketinggian mencapai 2,5 meter.

    “Kami berharap bantuan alat-alat seperti sekop dam cangkul untuk membersihkan lumpur di rumah warga. Jika rumah bisa dibersihkan dari material banjir, maka warga bisa secepatnya pulang,” katanya.

  • Pengungsi Korban Banjir di Pidie Jaya Butuh Tenda dan Fasilitas MCK

    Pengungsi Korban Banjir di Pidie Jaya Butuh Tenda dan Fasilitas MCK

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Pengungsi korban bencana banjir bandang dari Gampong Manyang Cut, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh berharap bantuan tenda khusus perempuan atau hunian sementara, karena saat ini mereka mengungsi ke kompleks kantor Pemkab Pidie Jaya.

    “Kami sangat berharap adanya bantuan tenda agar para perempuan bisa tinggal dan tidur di kampung sendiri,” kata Koordinator Posko Pengungsi Banjir Bandang Dusun Meunasah Krueng Baroh, Armiati di Meureudu, Minggu (14/12/2025).

    Ia menjelaskan warga gampong itu terpaksa tinggal di Kantor Serbaguna Teungku Chik Pante Geulima Cot Trieng, Kecamatan Meureudu atau sekitar 3 kilometer dari desa asal tempat tinggal mereka.

    Ia mengatakan warga terkadang harus berjalan 3 kilometer untuk pulang ke kampungnya untuk makan dan kembali ke kompleks perkantoran untuk tidur pada malam hari.

    “Mohon kami dibantu tenda agar kami bisa tidur di sini dan tidak perlu bolak-balik dari kampung ke lokasi posko yang ada di kompleks kantor bupati,” kata Armiati dikutip dari Antara.

    Dia mengatakan dengan tersedia tenda tersebut, mereka dapat tinggal di kampung sendiri serta menjaga harta benda mereka yang masih terendam lumpur banjir bandang.

    Selain kebutuhan tenda atau hunian sementara, para pengungsi juga meminta fasilitas sanitasi dasar berupa ruangan untuk mandi, mencuci, dan buang air besar atau mandi cuci kakus (MCK).

    “Fasilitas dasar MCK ini juga sangat diperlukan karena rumah dan fasilitas yang ada saat ini tertimbun tanah dan masih tergenang banjir,” katanya.

    Ia mengatakan untuk pemenuhan kebutuhan makanan saat ini memadai, sedangkan hal yang diperlukan secara mendesak berupa tenda atau hunian sementara serta fasilitas dasar MCK.

    Meunasah Krueng Baroh, Meunasah Cut, dan Meunasah Blang, terdampak bencana alam, belum lama ini, sedangkan Meunasah Krueng Baroh salah satu dusun paling parah terdampak banjir pada akhir November 2025.

    Ia menyebutkan 350 kepala keluarga atau 1.200 jiwa di gampong tersebut mengungsi.

  • Gubernur Sherly Tjoanda: Tak Boleh Ada Sekolah Tertinggal di Malut

    Gubernur Sherly Tjoanda: Tak Boleh Ada Sekolah Tertinggal di Malut

    Ternate, Beritasatu.com – Gubernur Maluku Utara (Malut) Sherly Tjoanda menargetkan tidak ada satu pun sekolah di Maluku Utara yang tertinggal. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut berkomitmen mendukung penuh transformasi pendidikan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) serta pengembangan infrastruktur pendidikan yang memadai.

    “Kami akan memastikan percepatan pembangunan, pendampingan sekolah, dan penyelarasan data sehingga tidak ada satu pun sekolah yang tertinggal,” kata Sherly Tjoanda di Ternate, dikutip dari Antara, Minggu (14/12/2025).

    Pernyataan tersebut disampaikan saat mendampingi kunjungan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti ke SMK I N Ternate. Kunjungan ini turut dihadiri Wakil Gubernur Maluku Utara Sarbin Sehe sebagai bagian dari sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam memajukan sektor pendidikan.

    Sherly menegaskan komitmennya untuk menjaga hubungan erat dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) agar setiap kebutuhan sekolah di Maluku Utara dapat direspons secara cepat, tepat, dan berkelanjutan.

    Kunjungan mendikdasmen ke Maluku Utara tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut program revitalisasi satuan pendidikan. Program ini bertujuan memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan berkualitas guna mendukung proses belajar-mengajar yang optimal.

    Dalam peninjauan di SMK I N Ternate, Mendikdasmen Abdul Mu’ti bersama Gubernur Sherly Tjoanda dan Wakil Gubernur Sarbin Sehe melihat langsung progres renovasi sejumlah fasilitas sekolah. Beberapa sarana dan prasarana yang ditinjau antara lain 15 unit MCK (toilet), tiga ruang kelas di lantai satu, serta tujuh ruang kelas di lantai tiga.

    Selain itu, peninjauan juga mencakup pekerjaan rehabilitasi plafon, pengecatan, instalasi listrik, partisi atap, hingga kondisi meja dan kursi siswa. Revitalisasi tersebut diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman, nyaman, dan representatif bagi peserta didik.

    Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyampaikan, kunjungan kerjanya ke Maluku Utara bertujuan meninjau langsung pelaksanaan program revitalisasi satuan pendidikan serta digitalisasi pembelajaran di wilayah tersebut.

    Menurutnya, program revitalisasi dan digitalisasi pendidikan di Maluku Utara telah berjalan dengan baik. Seluruh program yang dilaksanakan dinilai benar-benar bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan, sejalan dengan visi nasional pendidikan bermutu untuk semua.

    Sebagai informasi, kunjungan mendikdasmen ke Maluku Utara juga dirangkaikan dengan kegiatan Silaturahmi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah bersama Pendidik SMA/SMK/SLB se-Maluku Utara yang digelar secara hybrid dan berpusat di SMAN 4 Ternate sejak Sabtu (13/12/2025).

    Melalui kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah Provinsi Maluku Utara optimistis pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dapat terwujud, sehingga tidak ada sekolah yang tertinggal dalam proses pembangunan pendidikan nasional.

  • Dampak Banjir Aceh: Aliran Sungai Bergeser dan Ancaman Baru Warga

    Dampak Banjir Aceh: Aliran Sungai Bergeser dan Ancaman Baru Warga

    Pidie Jaya, Beritasatu.com – Banjir bandang dan tanah longsor menyebabkan perubahan drastis alur Sungai Meureudu atau Merdu. Aliran sungai kini mengarah ke Desa Meunasah Lhok, mengancam permukiman, sekolah, dan dayah. Warga mendesak normalisasi sungai segera.

    Peristiwa yang terjadi sejak Selasa (26/11/2025) ini tidak hanya menyeret kayu gelondongan ke permukiman, tetapi juga mengubah total arah aliran Sungai Merdu. Dampak semakin parah setelah banjir bandang susulan menerjang wilayah tersebut pada Minggu (30/11/2025).

    Pascabanjir susulan, aliran Sungai Merdu dilaporkan bergeser drastis. Sungai yang semula mengalir ke belakang kompleks Dayah Al-Munawarah Pocut Imum Mukim Al-Aziziyah (Dapima) di Gampong Blang Cut, Kecamatan Meurah Dua, kini berbelok tajam ke arah Desa Meunasah Lhok.

    Pergeseran alur sungai ini menimbulkan kekhawatiran besar. Beberapa fasilitas umum dan permukiman warga diperkirakan terdampak langsung. Bangunan seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) An Nur, Dayah Tgk Chik Pante Geulima, dan seluruh permukiman di Gampong Meunasah Lhok berada dalam ancaman jalur sungai baru.

    Seorang warga Blang Cut, Mustaqim, membenarkan kondisi tersebut. Ia menuturkan aliran sungai yang lama kini telah dangkal, sehingga potensi bahaya tetap mengintai.

    “Kalau banjir susulan datang, besar kemungkinan sungai yang sudah dangkal itu akan aktif kembali dan airnya bisa masuk ke desa kami,” ujar Mustaqim.

    Ia juga menambahkan, adanya aliran sungai baru yang terbentuk secara alami akibat banjir bandang di wilayah desanya menimbulkan ancaman baru bagi keselamatan infrastruktur dan warga sekitar.

    Hingga kini, warga berharap adanya penanganan dan normalisasi aliran sungai yang cepat dari pemerintah daerah. Penanganan ini dianggap krusial untuk mencegah dampak kerusakan yang lebih besar jika curah hujan tinggi kembali mengguyur wilayah Pidie Jaya.

  • 19 Hari Pascabanjir Aceh, Dayah di Pidie Jaya Masih Terkubur

    19 Hari Pascabanjir Aceh, Dayah di Pidie Jaya Masih Terkubur

    Pidie Jaya, Beritasatu.com – Sudah 19 hari berlalu sejak banjir bandang dan longsor melanda Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Namun, hingga kini, sejumlah fasilitas pendidikan masih tertimbun lumpur tebal. Salah satunya adalah Dayah Al-Munawarah Pocut Imum Mukim Al-Aziziyah (Dapima) yang berlokasi di Gampong Blang Cut, Kecamatan Meurah Dua.

    Pantauan di lokasi menunjukkan belum terlihat satu pun alat berat yang dikerahkan untuk membersihkan area dayah. Aktivitas pembersihan masih dilakukan secara terbatas oleh beberapa santri dan guru dengan peralatan sederhana, seperti cangkul dan sekop.

    Pimpinan Dayah Al-Munawarah, Tgk Mustaqim menceritakan detik-detik awal terjadinya banjir bandang yang nyaris merenggut nyawa para guru dan santri. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (25/11/2025) sekitar pukul 21.30 WIB, saat aktivitas pengajian masih berlangsung.

    “Awalnya kami mengira ini banjir biasa, seperti tahun lalu. Tidak terlalu parah,” ujar Tgk Mustaqim, Minggu (14/12/2025).

    Namun, kondisi berubah drastis. Debit air terus meningkat dan disertai kayu-kayu besar yang hanyut hingga masuk ke area dayah. Demi keselamatan, para pengelola segera memulangkan seluruh santri ke rumah masing-masing.

    Sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, ketinggian air kembali dicek dan ternyata semakin parah. Sejumlah guru yang masih bertahan di lokasi terpaksa menyelamatkan diri dengan naik ke genteng meunasah dan loteng pondok pengajian.

    Di tempat itulah mereka bertahan selama lima hari lima malam.

    “Kami pikir air masih banjir biasa. Namun, setelah turun, kami terkejut. Air itu ternyata membawa lumpur yang sudah padat, bercampur kayu,” tuturnya.

    Lumpur setinggi hingga 3 meter menutupi hampir seluruh bangunan dayah. Sungai yang berada tepat di belakang kompleks dayah pun dipenuhi kayu-kayu besar dan menjadi pusat terjangan banjir bandang.

    Selama terjebak di atas atap, para guru hanya mengandalkan air hujan untuk bertahan hidup. Tidak ada persediaan makanan sama sekali.

    “Kami minum air hujan sedikit demi sedikit. Kalau makanan memang tidak ada,” kata Tgk Mustaqim lirih.

    Seluruh santri, sekitar 200 orang putra dan putri, telah dipulangkan sejak awal kejadian. Di lokasi, hanya tersisa beberapa orang guru serta sejumlah mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) Universitas Abulyatama yang ikut terjebak.

    “Kira-kira ada 10 orang lebih di sini, bertahan dalam hujan,” tambahnya.

    Hingga hari kelima pascabencana, tidak satu pun tim evakuasi atau SAR yang berhasil masuk ke lokasi dayah.

    “Mungkin karena medannya berat, atau alasan lain, kami tidak tahu,” ujarnya.

    Dengan sisa tenaga yang ada, para guru akhirnya memutuskan turun untuk mencari makanan pada hari kelima. Setelah kondisi fisik sedikit membaik, mereka justru kembali ke Gampong Blang Cut untuk membantu mengevakuasi warga lanjut usia dan orang sakit.

    Evakuasi dilakukan pada Sabtu (28/12/2025) sekitar pukul 21.00 WIB menggunakan perahu menuju Gampong Beringin, lokasi tempat tim SAR telah bersiaga.

    Kerusakan di Dayah Al-Munawarah tergolong sangat parah. Selain bangunan pondok pengajian yang terdiri dari tiga kelas santri putri dan empat kelas santri putra, musala juga tertimbun lumpur setinggi sekitar 2,5 meter. Sebanyak 21 unit sepeda motor terkubur di dalam lumpur, bersama berbagai aset dayah, seperti tenda, sound system, dan perlengkapan belajar lainnya.

    “Sungai persis di belakang dayah kami. Ini pusat airnya,” jelas Tgk Mustaqim.

    Hingga hari ke-19 pascabanjir bandang dan longsor, pihak dayah mengaku belum menerima bantuan pembersihan dari Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.

    “Dari awal banjir sampai sekarang, kami belum melihat tindak lanjut dari pemerintah daerah. Untuk ke depan, kami juga belum tahu,” katanya.

    Sementara itu, upaya pembersihan lokasi dayah sejauh ini hanya dilakukan secara swadaya oleh para guru dan santri yang mulai kembali sejak hari kelima pascabencana.

    Di tengah lumpur yang mengeras dan bangunan yang nyaris tak berbentuk, Dayah Al-Munawarah masih menunggu uluran tangan agar aktivitas pendidikan dan pengajian dapat kembali berjalan seperti sebelum banjir bandang itu datang tanpa ampun.

  • 11 Pengungsi Banjir di Agam Keracunan, Dinkes Turun Tangan

    11 Pengungsi Banjir di Agam Keracunan, Dinkes Turun Tangan

    Lubuk Basung, Beritasatu.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Agam, Sumatera Barat, melakukan investigasi terkait dugaan keracunan yang dialami 11 warga terdampak bencana hidrometeorologi yang tinggal di lokasi pengungsian Jorong Labuah, Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Sabtu (13/12/2025).

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, Hendri Rusdian mengatakan pihaknya telah memerintahkan Puskesmas Maninjau untuk turun langsung ke lapangan guna menelusuri penyebab keracunan tersebut.

    “Saya telah memerintahkan Puskesmas Maninjau untuk melakukan investigasi ke lapangan dalam mencari penyebab keracunan 11 warga yang merupakan korban terdampak banjir bandang yang tinggal di lokasi pengungsian di Jorong Labuah, Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya,” kata Hendri Rusdian di Lubuk Basung, dikutip dari Antara, Minggu (14/12/2025).

    Ia menjelaskan, tim Puskesmas Maninjau mulai melakukan pemeriksaan ke lokasi pengungsian pada Minggu pagi. Dalam proses investigasi tersebut, petugas kesehatan akan mengambil sejumlah sampel makanan yang dikonsumsi para korban selama berada di pengungsian.

    Berdasarkan keterangan sementara dari para korban, makanan yang dikonsumsi berasal dari dapur umum serta makanan tambahan berupa pecel lele.

    “Penyebab keracunan ini belum dapat dipastikan, sehingga kami melakukan investigasi ke lapangan,” ujarnya.

    Hendri menuturkan, 11 korban yang terdiri dari anak-anak, perempuan dewasa, dan laki-laki mengalami gejala mual, muntah, diare, serta pusing pada Sabtu (13/12/2025). Kondisi tersebut membuat para korban harus segera mendapatkan penanganan medis.

    Namun, akibat akses jalan dari Sungai Batang menuju Puskesmas Maninjau terputus karena banjir bandang yang melanda wilayah tersebut pada Kamis (27/11/2025), seluruh korban langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lubuk Basung.

    Setibanya di RSUD Lubuk Basung, para korban mendapatkan perawatan intensif dari tim medis. Hasilnya, kondisi kesehatan korban berangsur membaik.

    “Sebanyak 10 orang sudah diperbolehkan pulang pada Minggu setelah kondisi mereka stabil,” kata Hendri.

    Sementara itu, satu korban lainnya masih mengalami dehidrasi dan memerlukan perawatan lanjutan di rumah sakit.

    “Mudah-mudahan satu korban yang masih dirawat juga segera membaik sehingga dapat segera pulang,” ujarnya.

    Dinkes Agam mengimbau pengelola dapur umum dan pihak terkait untuk selalu memperhatikan kebersihan serta keamanan pangan bagi para pengungsi. Investigasi ini diharapkan dapat memastikan penyebab keracunan sekaligus mencegah kejadian serupa terulang di lokasi pengungsian lainnya.

  • Sekolah Jadi Pengungsian, Siswa SMAN 1 Ketambe Ujian di Lantai

    Sekolah Jadi Pengungsian, Siswa SMAN 1 Ketambe Ujian di Lantai

    Kutacane, Beritasatu.com – Banjir bandang yang melanda Kabupaten Aceh Tenggara dua pekan lalu menyebabkan puluhan rumah warga di Kecamatan Ketambe hanyut. Hingga kini, sejumlah warga masih bertahan di lokasi pengungsian karena rumah mereka rusak berat dan tidak dapat dihuni.

    Salah satu lokasi yang digunakan sebagai tempat pengungsian adalah Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Ketambe. Gedung sekolah tersebut dimanfaatkan untuk menampung warga terdampak banjir yang kehilangan tempat tinggal.

    Di tengah kondisi tersebut, aktivitas belajar mengajar di SMAN 1 Ketambe tetap berjalan. Para siswa yang tengah memasuki masa ujian semester memilih mengikuti ujian di lantai sekolah demi menjaga kenyamanan para pengungsi yang menempati ruang kelas.

    Pantauan di lokasi menunjukkan, siswa-siswi mengerjakan soal ujian dengan duduk di lantai koridor dan area terbuka sekolah. Langkah ini dilakukan agar ruang kelas yang digunakan pengungsi tetap kondusif dan tidak terganggu aktivitas akademik.

    Kepala SMAN 1 Ketambe, Ilyas mengatakan, kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan meski sekolah dijadikan tempat pengungsian.

    “Aktivitas belajar mengajar tetap kita laksanakan, apalagi ini sudah memasuki waktu siswa melaksanakan ujian,” ungkap Ilyas.

    Ia menjelaskan, dari delapan ruang kelas yang tersedia, lima ruangan saat ini digunakan untuk menampung para pengungsi banjir.

    “Untuk proses ujian sendiri, guru dan siswa bersepakat dilaksanakan di lantai sekolah demi memberi kenyamanan bagi para pengungsi,” tutur Ilyas.

    Menurutnya, pihak sekolah siap menyesuaikan kondisi apabila jumlah pengungsi bertambah. Koordinasi dengan dinas pendidikan akan terus dilakukan untuk memastikan kegiatan pendidikan tetap berjalan tanpa mengesampingkan aspek kemanusiaan.

    “Jika terdapat pengungsi lainnya yang akan tinggal di sekolah, tentu kami akan menyediakan ruangan serta berkoordinasi dengan dinas pendidikan,” pungkasnya.

    Sementara itu, salah satu pengungsi bernama Sindi mengaku memilih mengungsi di sekolah karena kondisinya lebih aman dan tertutup. Ia menyebut rumahnya hanyut dan tidak ada harta benda yang sempat diselamatkan, termasuk pakaian sekolah anak-anaknya.

    “Kami sekeluarga memilih sekolah ini karena lebih nyaman dan tertutup. Sebelumnya, kami berada di pengungsian Balai Desa Lawe Sigala-Gala. Karena ruangnya terbuka, anak saya sempat sakit,” ungkap Sindi.

    Sindi menambahkan, kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar terpaksa tidak masuk sekolah karena merasa minder akibat tidak memiliki pakaian dan perlengkapan belajar.

    “Kami berharap ada bantuan untuk mendirikan rumah seperti semula, serta pakaian sekolah anak dan perlengkapan belajar,” harapnya.