Category: Beritasatu.com Ekonomi

  • Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Bakal Kurangi Daya Saing Produk UMKM

    Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Bakal Kurangi Daya Saing Produk UMKM

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty meminta pemerintah untuk mengkaji ulang pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada Januari 2025. Pemerintah, kata dia, perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, meskipun PPN tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Kami memahami maksud Pemerintah untuk peningkatan pendapatan, tapi sekarang gejolak ekonomi sudah banyak berdampak signifikan ke rakyat. Pikirkan juga nasib jutaan UMKM yang akan terdampak, termasuk pekerja yang hidup dari sana,” ujar Evita dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).

    Menurut Evita, PPN yang meningkat akan membuat harga barang dan jasa juga akan naik sehingga daya beli masyarakat akan terpengaruh khususnya bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah. Padahal, kata dia, sektor UMKM akan sangat bergantung pada stabilitas daya beli masyarakat. Kalau daya beli menurun, sudah pasti produk UMKM cenderung turun seiring dengan naiknya harga jual.

    “UMKM berisiko mengalami penurunan penjualan yang signifikan, mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan arus kas dan keseimbangan keuangan usaha mereka. Jika ini dipaksakan pada waktu yang tidak tepat maka masyarakat akan makin sulit terimbas dampak ikutannya, dan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih rendah dari target semula,” jelas Evita.

    Evita mengakui ada sejumlah barang yang dikecualikan dari kenaikan PPN 12 persen, seperti barang-barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, layanan kesehatan, transportasi dan lainnya. Hanya saja, kata dia, ada banyak barang yang terdampak imbasnya, termasuk produk lokal yang akan menjadi lebih mahal dari sebelumnya.

    “Tentunya ini mengurangi daya saing produk UMKM di pasar. Situasi ini akan membuat konsumen memilih produk impor yang lebih murah dan mengakibatkan ketimpangan pasar serta mempersulit UMKM untuk mempertahankan pangsa pasar mereka,” jelas dia.

    Evita menilai pemerintah memiliki ruang untuk kembali mengkaji ulang PPN 12 persen, meski merupakan amanat dari UU HPP. Hal ini masih dimungkinkan mengingat dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP disebutkan bahwa PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

    “Jadi pemerintah masih bisa punya kewenangan untuk mengubahnya, misalkan melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR. Pemerintah harus bijaksana melihat kondisi ekonomi yang masih sulit bagi masyarakat,” tutur Evita.

    Evita berharap pemerintah fokus pada pembenahan sistem administrasi pajak dan efisiensi belanja negara akan lebih bermanfaat bagi perekonomian ketimbang membebani UMKM dengan kenaikan pajak.

    “Pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif yang lebih inklusif dan berorientasi pada keberlanjutan sektor UMKM. Daripada menaikkan PPN, pemerintah dapat mengoptimalkan sumber pendapatan lain melalui perbaikan sistem perpajakan yang lebih efektif,” pungkas Evita.

  • Mayoritas Fraksi DPR Minta Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda dan Dipertimbangkan Lagi

    Mayoritas Fraksi DPR Minta Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda dan Dipertimbangkan Lagi

    Jakarta, Beritasatu.com – Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan menunda pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang rencananya berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Meskipun kenaikan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), DPR menilai pemerintah masih memiliki ruang hukum untuk menunda pemberlakuan PPN 12% tanpa perlu merevisi UU HPP.

    Penyebab utama DPR mendesak penundaan ini adalah kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini masih tertekan. Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Dolfie OFP, mengungkapkan pemerintah tidak perlu ragu untuk menunda bahkan menurunkan PPN 12%, karena dalam UU HPP sudah diatur mekanisme penentuan tarif PPN dalam kisaran 5% hingga 15%.

    “Tidak perlu revisi UU HPP, karena sudah ada mekanisme di dalam undang-undang,” kata Dolfie di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024). Ia menilai situasi ekonomi saat UU HPP disusun pada 2021 berbeda dengan keadaan ekonomi saat ini, yang tengah tertekan oleh inflasi dan daya beli masyarakat yang lesu.

    Senada dengan Dolfie, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PKB, Muhammad Hanif Dhakiri, juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan kenaikan PPN 12%. Menurut Hanif, kebijakan ini dirasa membebani masyarakat, terutama dunia usaha dan UMKM, yang saat ini sedang berjuang menghadapi ketidakpastian ekonomi.

    “Ekonomi sedang lesu dan daya beli masyarakat terus tertekan. Tarif PPN ini akan dirasakan oleh semua orang, terutama kalangan UMKM dan masyarakat umum,” jelas Hanif.

    Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, juga menilai kebijakan tersebut kontraproduktif dengan kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, Herman Khaeron dari Fraksi Partai Demokrat mengingatkan pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, terutama daya beli masyarakat, jika kenaikan PPN 12% tetap dilaksanakan.

    Beberapa anggota DPR lainnya, seperti Ahmad Najib Qodratullah dari Fraksi PAN, juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang kebijakan ini sebelum diputuskan. Ia menilai kebijakan kenaikan PPN tersebut bisa membebani masyarakat yang sudah menghadapi pelemahan ekonomi.

    Namun, Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Misbakhun, mengungkapkan keputusan terkait kenaikan PPN 12% sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Ia optimistis pemerintah akan mempertimbangkan aspirasi masyarakat dalam membuat keputusan terkait kebijakan ini.

    Selain itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Hekal, menyatakan perubahan atau penundaan kebijakan PPN harus melalui pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah, mengingat kebijakan ini sudah diatur dalam UU HPP.

    Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Jiddan, mengimbau agar pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat terkait kenaikan PPN ini. Sosialisasi yang jelas penting agar masyarakat tidak salah paham tentang kebijakan tersebut, dan mengetahui sektor-sektor mana saja yang akan terkena dampak, serta sektor mana yang dikecualikan seperti sektor kesehatan dan pendidikan.

    Kenaikan tarif PPN merupakan amanat dari UU HPP yang disahkan pada 2021 dengan tujuan untuk memperkuat sistem perpajakan, meningkatkan kepatuhan, dan menambah penerimaan negara. Kementerian Keuangan memperkirakan kenaikan PPN menjadi 12% dapat menambah pendapatan negara hingga Rp 250 triliun per tahun, yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.

  • Nasdem Minta Pemerintah Masif Sosialisasi PPN 12 Persen agar Publik Paham Secara Utuh

    Nasdem Minta Pemerintah Masif Sosialisasi PPN 12 Persen agar Publik Paham Secara Utuh

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Jiddan, meminta pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya, untuk melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2025. Menurut Jiddan, sosialisasi yang masif ini sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.

    “Ini untuk diberikan pemahaman kembali bahwa pemerintah sangat pro-rakyat. Tidak semua sektor dikenakan kenaikan, hanya beberapa sektor saja. Sektor kesehatan, pendidikan, kebutuhan bahan pokok, dan sektor sosial tetap tidak dinaikkan,” ujar Jiddan dalam rekaman video yang diterima Beritasatu.com, Kamis (21/11/2024).

    Menurut Jiddan, sosialisasi dan edukasi tersebut bisa dilakukan melalui kantor-kantor pajak di seluruh daerah di Indonesia. Kementerian Keuangan, kata dia, bisa mengundang berbagai stakeholder yang terkait dengan kenaikan PPN 12% tersebut.

    “Saya meminta kepada Menteri Keuangan agar isu terkait PPN ini dapat dipahami dengan baik melalui kantor-kantor pajak di seluruh Indonesia. Edukasi dan sosialisasi perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Forkopimda, narasumber yang kompeten, pelaku usaha, dan sektor-sektor lain yang terkait,” tegas Jiddan.

    Kenaikan tarif PPN ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021. UU tersebut bertujuan memperkuat sistem perpajakan, meningkatkan kepatuhan, dan menambah penerimaan negara. Sebelumnya, tarif PPN telah naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022, dan akan mencapai 12% pada Januari 2025.

    Kementerian Keuangan memperkirakan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% dapat menyumbang tambahan pendapatan negara hingga Rp 250 triliun per tahun, yang nantinya akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.

  • Demokrat Minta Pemerintah Kaji Secara Komprehensif Kenaikan PPN 12 Persen

    Demokrat Minta Pemerintah Kaji Secara Komprehensif Kenaikan PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, meminta pemerintah untuk melakukan kajian komprehensif terkait kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2025. Menurut Herman, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, terutama daya beli masyarakat, jika kenaikan PPN 12% tetap diterapkan.

    “Dalam setiap kebijakan negara yang berdampak pada publik, tentu harus dilaksanakan dengan kajian yang komprehensif, salah satunya adalah mempertimbangkan daya beli masyarakat,” ujar Herman kepada wartawan, Kamis (21/11/2024).

    Herman menegaskan, banyak aspek yang harus dipertimbangkan sebelum pemberlakuan kenaikan PPN menjadi 12%. Salah satunya adalah daya beli masyarakat, karena dengan kenaikan ini, akan menjadi beban berat bagi rakyat.

    “Pemerintah tentu membutuhkan tambahan pendapatan negara, namun sebaiknya mencari inovasi lain, misalnya dari PNBP dan cukai, atau dengan meningkatkan investasi dan ekspor, sehingga tidak meningkatkan beban masyarakat,” tambah ketua DPP Partai Demokrat ini.

    Lebih lanjut, Herman mengatakan bahwa pihaknya menyerahkan keputusan tersebut kepada pemerintah, apakah akan menunda atau tetap memberlakukan kenaikan PPN 12% pada 1 Januari 2025. Menurutnya, jika pemerintah memutuskan untuk menunda kebijakan ini, hal tersebut dapat dilakukan tanpa harus merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Keputusan ini adalah domain pemerintah, tergantung pada keputusan mereka. Jika PPN 12% ditunda, tidak perlu ada revisi UU,” pungkas Herman.

  • Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Akan Memperkecil Akses Masyarakat untuk Membeli Rumah

    Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Akan Memperkecil Akses Masyarakat untuk Membeli Rumah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha sektor properti yang tergabung dalam asosiasi Real Estate Indonesia (REI) menilai, dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang bakal berlaku pada 2025 akan semakin memperkecil akses masyarakat untuk membeli rumah.

    “Ketika PPN itu menjadi 12% pada tahun depan, maka pasti memberi beban yang besar kepada masyarakat. Dalam artian, memperkecil akses mereka untuk membeli (properti),” tutur Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto dalam “Investor Market Today ” diIDTV, Kamis (21/11/2024).

    Joko melanjutkan, target backlog juga otomatis akan mengalami koreksi karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan harga properti lebih tinggi. Terlebih daya beli masyarakat terhadap produk properti belum bertumbuh, Ia meminta hal ini yang harus sama-sama diperhatikan.

    Oleh sebab itu, Joko berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa secara bijak melihat sinkronisasi antar regulasi.

    “Kita sedang akan ada program tiga juta rumah era Prabowo-Gibran untuk memberikan stimulus dan dimaksudkan untuk memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi dari sektor properti. Namun, kemudian ini ada kenaikan (PPN), jadi ada anomali atau kontraproduktif,” jelasnya.

    Dengan demikian, semestinya ekosistem (environment) itu harus dibenahi terlebih dahulu baik secara kebijakan dan anggaran, sehingga pembangunan tiga juta rumah tersebut bisa segera berjalan. Kemudian pertumbuhan bisa terealisasikan yang berimplikasi pada distribusi pendapatan yang ikut terkerek.  

    Diketahui, skema kenaikan PPN berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN telah berangsur naik sejak 2020 dari level 10%. Kemudian pada level 11% yang berlaku pada 1 April 2022 lalu dan akan kembali ditingkatkan pada 1 Januari 2025 ke level 12%.

    Apabila pemerintah tetap menaikkan PPN 12% pada Januari 2025 mendatang, maka dampaknya masyarakat akan semakin sulit untuk memiliki rumah.
     

  • PPN Naik Jadi 12 Persen, Bos Properti Ingatkan Backlog Rumah di Indonesia Masih Besar

    PPN Naik Jadi 12 Persen, Bos Properti Ingatkan Backlog Rumah di Indonesia Masih Besar

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum DPP Asosiasi Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto menilai, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) ke level 12% akan menghambat upaya untuk menekan backlog atau kekurangan hunian yang terjadi di Indonesia.  Awalnya, ia menyatakan belum bisa menghitung dampak yang bakal dirasakan oleh 185 industri turunan pada sektor properti akibat kenaikan PPN 12%.

    Menurutnya, para pelaku usaha di sektor ini perlu melakukan penghitungan ulang sehingga ketika PPN itu benar ditingkatkan di pada 2025 mendatang, sehingga dampak negatifnya dapat diminimalisir oleh industri. Namun, Joko mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki kepentingan untuk mengatasi backlog.

    “Backlog rumah di Indonesia ini masih besar dan terakhir sesuai dengan data zonasi itu mencapai 9,9 juta. Namun, pada akhir 2024 ini kecenderungannya sudah di atas 10 juta lagi,” beber Joko Suranto dalam “Investor Market Today” IDTV, Kamis (21/11/2024).

    Joko melanjutkan, dengan adanya kenaikan PPN 12% ini akan memperkecil akses masyarakat untuk bisa membeli rumah. Terlebih di tengah kondisi sektor properti yang belum pulih sepenuhnya. Hal itu tercermin dari pemberian stimulus PPN DTP oleh pemerintah sampai akhir 2024.

    “Namun, kemudian ini ada kenaikan (PPN), jadi ada anomali dan kontraproduktif. Apalagi program tiga juta rumah itu dimaksudkan untuk memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi dari sektor properti,” ucap dia.

    Diketahui, skema kenaikan PPN berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN telah berangsur naik sejak 2020 dari level 10%. Kemudian pada level 11% yang berlaku pada 1 April 2022 lalu dan akan kembali ditingkatkan pada 1 Januari 2025 ke level 12%.

    Apabila pemerintah tetap menaikkan PPN 12% pada Januari 2025 mendatang, maka pengusaha properti menyebut kebijakan itu akan menambah angka backlog rumah di Indonesia.

  • Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR menilai rancangan undang undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, harus berdasarkan pada analisis kebutuhan fiskal negara dan target yang jelas. Ia menyebut jangan sampai tax amnesty menjadi jalan pintas untuk tingkatkan penerimaan negara.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri mengatakan, tanpa reformasi sistem perpajakan yang mendasar, kebijakan ini berisiko memperkuat ketidakpatuhan pajak dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan.

    “RUU tax amnesty tidak boleh hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan penerimaan negara. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan diiringi reformasi sistem pajak yang menyeluruh agar memberikan dampak positif jangka panjang,” ujar Hanif, Kamis (21/11/2024).

    Indonesia telah melaksanakan dua kali program tax amnesty sebelumnya, yaitu pada 2016-2017 dan 2022. Dua program tersebut berhasil meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga meninggalkan tantangan dalam menjaga kepercayaan wajib pajak.

    Hanif menggarisbawahi tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, tax amnesty harus menjadi bagian dari reformasi sistem perpajakan yang lebih luas. Program ini harus diiringi penguatan basis data wajib pajak, percepatan digitalisasi pajak, dan penegakan hukum yang tegas.

    “Reformasi ini penting untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih kredibel dan mampu mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela,” kata Hanif.

    Kedua, pembahasan RUU ini perlu dilakukan secara transparan dan didasarkan pada kebutuhan yang jelas. Pemerintah harus menyajikan data dan analisis akurat mengenai dampak fiskal dan proyeksi manfaat dari kebijakan ini. Ketiga, kebijakan ini harus menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

    “Jangan sampai tax amnesty menciptakan ketimpangan atau persepsi bahwa ketidakpatuhan dapat diampuni tanpa konsekuensi. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pajak,” ujarnya.

    Kendati demikian, RUU tax amnesty juga punya urgensi, yaitu menarik dana yang mungkin cukup besar yang selama ini berada di luar sistem keuangan negara, untuk mendongkrak penerimaan, mendorong pertumbuhan, dan memperkuat keuangan negara.

    Black money hasil praktik dari underground economy dan transfer pricing dari ekspor yang di parkir di luar negeri, menjadi potensi besar yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perekonomian formal.

    Hanif menyebut, semua harus dikalkulasi, sehingga plus minus dan desain dari tax amnesty harus dikaji secara mendalam. Walaupun telah masuk Prolegnas, ia menyebut pembahasan RUU ini tetap bergantung pada relevansi dan urgensinya.

    “Jika setelah dikaji manfaatnya tidak optimal atau justru merugikan, maka pembahasan RUU tax amnesty ini dapat ditunda atau bahkan dikeluarkan dari Prolegnas. Kalau manfaatnya besar ya kita lanjutkan,”  pungkas Hanif.

  • Pasar Saham Global Hari Ini Cenderung Melemah

    Pasar Saham Global Hari Ini Cenderung Melemah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar saham global hari ini, Kamis (21/11/2024) sebagian besar melemah saat pasar bereaksi terhadap laporan pendapatan Nvidia yang kembali melampaui ekspektasi analis.

    Namun, saham teknologi di Tokyo mengalami penurunan setelah sebelumnya menguat karena ekspektasi terhadap laporan tersebut. Saham Nvidia sendiri turun 2,5% dalam perdagangan setelah jam kerja.

    Dilansir dari AP, indeks CAC 40 Prancis turun 0,2% menjadi 7.186,09 pada awal perdagangan, sementara indeks DAX Jerman naik 0,2% ke level 19.030,65. Indeks FTSE 100 Inggris juga naik 0,2% menjadi 8.104,43.

    Di  Asia, indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,9% dan ditutup pada 38.026,17. Saham produsen peralatan semikonduktor Advantest Corp turun 1,6%, sementara Tokyo Electron melemah 0,4%.

    Indeks S&P/ASX 200 Australia turun tipis 0,1% ke 8.323,00, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan juga melemah kurang dari 0,1% menjadi 2.480,63. Indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,5% ke 19.601,11, dan Shanghai Composite naik kurang dari 0,1% ke 3.370,40.

    Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management mencatat, respons pasar saham global hari ini terhadap hasil Nvidia tidak begitu signifikan, sebagian besar karena posisi pasar yang telah terbentuk sebelumnya. Ia juga menyoroti tantangan jangka panjang yang dihadapi perusahaan.

    “Pertanyaan pentingnya adalah, di mana posisi Nvidia sekarang? Penerapan AI ke berbagai sektor berisiko menjadi kontraproduktif jika teknologi ini dipaksakan pada tugas yang kurang sesuai,” kata Ines menanggapi pergerakan pasar saham global hari ini yang dipengaruhi Nvidia. 

  • Berbalik Arah, IHSG Hari Ini Ditutup Berkurang 39 Poin

    Berbalik Arah, IHSG Hari Ini Ditutup Berkurang 39 Poin

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) berbalik arah pada perdagangan hari ini, Kamis (21/11/2024). IHSG dibuka di zona merah, tetapi berhasil berada di zona hijau hingga penutupan sesi I.

    IHSG menutup perdagangan bursa hari ini, turun 39,422 poin atau 0,55% menjadi 7.140. Sebanyak 231 saham menguat, 319 saham melemah, dan 244 saham stagnan.

    Volume perdagangan hari ini mencapai 16,8 miliar lembar saham dengan transaksi Rp 9,7 triliun dan frekuensi mencapai 1,126 juta kali.

    Saham sektoral pada perdagangan IHSG hari ini mayoritas ditutup melemah. Saham konsumsi nonprimer turun tertinggi mencapai 0,92%, diikuti saham keuangan melemah 0,80%, properti turun 0,80%, dan transportasi melemah 0,71%.

    Namun, ada saham sektoral yang naik, yakni infrastruktur menguat 0,94%, kesehatan bertambah 0,41%, dan teknologi naik 0,27%.

    Sementara, saham unggulan dalam kelompok LQ45, Jakarta Islamic Index (JII), dan Investor33 juga melemah, dengan masing-masing minus 1,02%, 0,24%, dan 0,93%.

    Saat IHSG hari ini melemah, mayoritas bursa kawasan Asia juga berada di zona merah. Nikkei 225 Index (Tokyo) turun 0,85%, Hang Seng Index (Hong Kong) melemah 0,53%, dan Straits Times (Singapura) berkurang 0,14%. Sedangkan Shanghai Composite (Shanghai) naik tipis 0,07%.  

  • Sambut Kuartal IV Tahun 2024, Snapcart Ungkap Marketplace Pilihan Brand Lokal dan UMKM

    Sambut Kuartal IV Tahun 2024, Snapcart Ungkap Marketplace Pilihan Brand Lokal dan UMKM

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebagai bagian integral dari ekosistem ekonomi digital, marketplace memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam memperkuat daya saing produk lokal. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA oleh Google1, pada tahun 2023, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$ 82 miliar dan menargetkan realisasi US$ 110 miliar pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan potensi marketplace sebagai salah satu katalis penting dalam pertumbuhan ekonomi lokal serta peningkatan daya saing nasional. Maka dari itu, para pemain e-commerce seperti Tokopedia, TikTok Shop, Shopee, dan Lazada sepertinya masih menjadi medium yang dapat memperkokoh peluang dan kesempatan untuk para brand lokal dan UMKM.

    “Dalam lanskap e-commerce Indonesia yang kian kompetitif, upaya para pemain utama berlomba menawarkan inisiatif program, strategi inovatif, layanan, serta fitur interaktif semakin menarik untuk di telusuri,” ujar Senior Research Manager Snapcart Helena Suri.

    Pada kuartal empat tahun 2024, sekaligus menyambut Festival Belanja Akhir Tahun, Snapcart meluncurkan riset bertajuk “Marketplace Pilihan UMKM: Pengalaman Berjualan Terbaik”. Berlangsung dalam kurun tiga bulan terakhir, penelitian yang dilakukan dengan metode daring ini diikuti oleh 250 responden dari kalangan pelaku usaha lokal, berusia 24 hingga di atas 35 tahun yang tersebar di berbagai area di Indonesia.

    “Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis marketplace pilihan UMKM dan brand lokal, serta mengukur kontribusi mereka dalam meningkatkan daya saing ekonomi digital secara keseluruhan sekaligus memberikan wawasan mengenai tingkat kepuasan, preferensi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mereka,” jelas Helena.

    Snapcart Indonesia, perusahaan riset pasar terkemuka mengungkapkan aspek-aspek utama yang mempengaruhi brand lokal dan UMKM dalam memilih platform e-commerce untuk berjualan. Di antaranya pemilihan platform e-commerce untuk berjualan meliputi berbagai aspek, dengan persebaran preferensi seperti jaringan usaha yang luas, praktis bisa menjalankan bisnis di mana saja, proses membuka toko di marketplace mudah, banyak promo dan gratis ongkir yang bisa menarik konsumen, serta pilihan metode pembayaran yang bisa memudahkan. Aspek-aspek tersebut tidak hanya memperkuat daya tarik, tetapi juga memberikan nilai lebih lewat pengalaman berjualan yang lebih efisien dan efektif.

    Hal ini pun memperkuat performa brand lokal dan UMKM, yang dapat dilihat pada indikator. Dengan besarnya jangkauan konsumen yang dimiliki oleh suatu platform, hal ini memiliki pengaruh signifikan dalam kontribusi profit penjualan. Sejalan dengan data tersebut, Shopee menempati peringkat pertama sebagai e-commerce yang memberikan keuntungan bagi penjual dengan persentase 71%. Diikuti dengan Tokopedia (12%), TikTok Shop (11%), Lazada (3%), dan lainnya (2%).

    Platform E-Commerce yang Paling Banyak Menghadirkan Peluang bagi Brand Lokal serta UMKM

    Akhir tahun kerap menjadi momentum besar dalam berbelanja online. Para pemain e-commerce pun berlomba-lomba mengadakan kampanye belanja akhir tahun, angka kembar, penawaran besar-besaran hingga berbagai inovasi yang dapat mendukung para penjual untuk memanfaatkan momentum tersebut.

    Memilih platform e-commerce yang tepat dan mengoptimalkan program yang dihadirkan, mengambil peran penting bagi brand lokal dan UMKM untuk tumbuh di tengah persaingan yang ketat. Jika diamati lebih lanjut, kedudukan Shopee dalam memberikan pengalaman holistik berjualan bagi brand lokal dan UMKM sejalan dengan penilaian terhadap berbagai faktor pendukung, mulai dari program kampanye, variasi kategori produk, metode pembayaran, hingga opsi layanan pengiriman. Adapun persebarannya:

    Shopee menjadi e-commerce yang dipilih oleh pelaku usaha. (Snapcart)

    “Melalui data ini, terlihat bahwa Shopee menjadi e-commerce yang dipilih oleh pelaku usaha untuk berjualan khususnya dengan keunggulan seperti penawaran berbagai layanan dan program yang dapat memenuhi kebutuhan mereka,” tambah Helena.

    Tren Live Shopping: Primadona Baru Kanal Penjualan Pelaku Usaha di Era Digital

    Dalam lanskap e-commerce yang terus berkembang, tren live streaming dan video singkat kini menjadi kanal penjualan yang semakin digandrungi oleh brand lokal dan UMKM. Tren ini memanfaatkan konten video, baik yang disiarkan langsung maupun yang dikemas kreatif, menciptakan pengalaman belanja real-time yang mendekati suasana toko fisik namun tetap fleksibel secara digital. Hasil riset ini menunjukkan bahwa fitur interaktif berbalut hiburan ini memungkinkan konsumen untuk melihat produk dalam konteks yang lebih nyata, sehingga mampu mendorong keputusan pembelian yang lebih cepat.

    Data Snapcart mengungkapkan bahwa Shopee dipilih oleh (67%) konsumen sebagai aplikasi dengan fitur hiburan live streaming dan video pendek yang paling mendukung penjualan, sementara TikTok Shop mengikuti dengan (18%), Tokopedia (11%), Lazada (2%), dan lainnya (2%). 
    Sejalan dengan penilaian sektor lainnya, brand lokal dan UMKM menunjukkan preferensi yang jelas dalam memilih fitur live streaming di berbagai platform e-commerce. Fitur-fitur yang dihadirkan, telah menjadi bagian dari strategi utama pemasaran bagi brand lokal dan UMKM karena dilihat dapat membawa pengaruh signifikan khususnya dalam lalu lintas pembeli.

    “Tren live streaming kini menjadi primadona baru dalam kanal penjualan digital, menghadirkan pengalaman belanja yang lebih interaktif dan autentik. Platform yang sukses menghadirkan fitur live streaming secara optimal seperti Shopee Live telah memberikan peluang besar bagi pelaku usaha untuk berinteraksi langsung dengan konsumen, meningkatkan kepercayaan, dan memperkuat loyalitas pelanggan.

    Di sisi lain, fitur seperti Tokopedia Play dan TikTok Shop turut menawarkan keunikannya, mendorong pelaku usaha untuk berinovasi dalam menjangkau dan berinteraksi dengan audiens mereka. Menjadi aspek penting menjelang momentum besar akhir tahun ini. Para pemain pun semakin unjuk gigi dalam menghadirkan keunggulan-keunggulan pada fitur interaktifnya.” tambah Helena.

    Berbicara mengenai pengalaman jual-beli interaktif, fitur inovatif lainnya yang juga populer adalah integrasi konten kreator atau influencer langsung di dalam platform. Fitur ini memungkinkan penjual untuk terhubung dengan konten kreator yang memberikan rekomendasi, ulasan, dan bahkan demo produk mereka lewat kreasi konten kreatif dan edukatif.

    Tidak hanya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha lokal, fitur  konten kreator turut membuka peluang bagi para content creator untuk meraih penghasilan sambil mempromosikan produk-produk lokal karya UMKM. Menariknya, riset ini menunjukan Shopee (67%), kembali menempati posisi teratas pilihan penjual sebagai aplikasi belanja online yang menyediakan layanan terkoneksi dengan konten kreator. Diikuti oleh TikTok Shop (18%), Tokopedia (10%), Lazada (2%), serta lainnya (2%).

    “Banyak pembeli yang lebih mempercayai rekomendasi Influencer dibanding iklan tradisional, yang mendorong mereka untuk membeli lebih banyak dan meningkatkan nilai keranjang belanja. Salah satu yang menarik disini untuk diulas adalah Program Affiliasi,” ungkap Helena.

    Program pemasaran berbasis komisi yang menghubungkan calon pembeli dengan produk melalui link refferal khusus ini, menjadi program yang diproyeksi memegang peran penting dalam peta persaingan e-commerce di Indonesia. Sebanyak 70% responden memilih Shopee sebagai e-commerce yang memiliki program afiliasi/affiliate (Shopee Affiliate Program) yang paling membantu meningkatkan penjualan. Diikuti Tiktok Shop (14%), Tokopedia (11%), Lazada (2%), dan lainnya (2%).

    Membangun Masa Depan E-commerce dengan Dukungan Maksimal untuk Penjual Lokal

    Keberhasilan sebuah marketplace tidak hanya dapat diukur dari pengalaman pembelinya, tetapi juga seberapa besar dukungan yang diberikan kepada penjual lokal. Platform yang berfokus pada pemberdayaan brand lokal & UMKM, khususnya penjual lokal, memberikan dampak positif pada ekonomi lokal dan komunitas.

    Berbagai platform e-commerce terus berinovasi menghadirkan ekosistem jual-beli yang semakin inovatif dan interaktif. (Snapcart)

    Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan membangun ekosistem e-commerce yang kuat membutuhkan lebih dari sekadar penyediaan ruang jual beli. Dukungan maksimal untuk penjual lokal menjadi kunci utama, mengingat konsumen yang semakin peduli terhadap produk lokal.

    Lewat pendekatan yang tepat, e-commerce tidak hanya akan menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif dan memberikan dampak positif jangka panjang.

    “Kemunculan pelaku baru dan pergeseran preferensi belanja masyarakat telah mewarnai perkembangan industri belanja online di tanah air. Menjelang penghujung akhir tahun ini, kita menyaksikan kemajuan yang semakin pesat dan beragam dari berbagai platform e-commerce yang terus berinovasi menghadirkan ekosistem jual-beli yang semakin inovatif dan interaktif. Kami berharap hasil riset ini dapat menjadi wawasan baru untuk menciptakan masa depan industri e-commerce yang inklusif dan sehat,” tutup Helena.