Category: Beritasatu.com Ekonomi

  • Menkeu Purbaya Bakal Panggil Himbara Soal Dana Kopdes Macet

    Menkeu Purbaya Bakal Panggil Himbara Soal Dana Kopdes Macet

    Jakarta, Beritasatu.com- Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan siap turun tangan jika penyaluran pembiayaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih belum juga terealisasi dalam waktu dekat.

    Ia menekankan, kendala pencairan dana pembiayaan dari Himbara bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari mekanisme penilaian perbankan sebelum mencairkan dana pinjaman ke koperasi.

    “Bukan dari saya kan, dari Himbara-nya. Saya enggak tahu seperti apa harusnya dia diskusi dengan Himbara-nya. Saya pikir itu kan pasti perbankan yang melihat dan menilai kan proyeknya profitable atau enggak karena mereka dasarnya profesional kan, komersial dan profesional,” ujar Purbaya saat ditemui di kawasan Tendean, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Ia menyebut akan memanggil langsung pihak Himbara jika dalam waktu satu pekan belum ada progres dalam pencairan pembiayaan untuk Kopdes.

    “Jadi saya enggak tahu seperti apa masalahnya, tetapi nanti harusnya kalau seminggu enggak jalan maka saya ketemu mereka deh,” tegasnya.

    Sebelumnya, pemerintah sudah mengalokasikan dana ke sejumlah perbankan Himbara yang nantinya bisa diakses oleh kopdes nelalui skema pinjaman kredit. Namun, Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengakui masih ada koperasi binaannya yang masih kesulitan dalam mengakses pembiayaan pinjaman dari Himbara.

    Ia menjelaskan, hambatan terutama terjadi karena bank masih memproses proposal bisnis dari setiap koperasi untuk memastikan proyek yang diajukan memenuhi syarat bankable dan visible.

    Selain itu, perubahan regulasi juga sempat menunda proses pencairan setelah PMK Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman untuk Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dibatalkan. Saat ini, Kementerian Keuangan disebut tengah menyiapkan regulasi pengganti sebagai pedoman baru bagi perbankan.

  • Coretax Telan Biaya Fantastis, Negara Lain Lebih Efisien?

    Coretax Telan Biaya Fantastis, Negara Lain Lebih Efisien?

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebuah video unggahan dari akun Instagram @fuaditrockz ramai diperbincangkan publik setelah menyoroti besarnya biaya proyek core tax administration system atau Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Dalam video tersebut, pemilik akun, Fuadit Muhammad, mengungkapkan keheranannya terhadap nilai proyek yang mencapai Rp 110 miliar hanya untuk tahap quality assurance (QA) atau pengujian sistem.

    Fuadit menilai biaya tersebut terlalu tinggi jika dibandingkan dengan hasil dan performa aplikasi Coretax saat ini yang dinilainya belum optimal. Ia menyebut meski proyek ini melibatkan perusahaan besar, hasil akhirnya masih menunjukkan banyak bug dan eror.

    “Nilai Rp 110 miliar itu cuma untuk QA-nya doang , buat testing aplikasinya, tetapi hasilnya eror dan bug-nya masih banyak banget,” ujar Fuadit, dikutip Beritasatu.com, Rabu (29/10/2025).

    Lebih lanjut, ia menegaskan persoalannya bukan terletak pada kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, melainkan pada sistem kerja dan mekanisme proyek yang melibatkan konsultan besar.

    “Bahkan orang awam pun tahu, tampilannya masih banyak eror, responsnya lambat, dan sistemnya belum optimal,” tambahnya.

    Siapa Perusahaan di Balik Coretax?

    Berdasarkan informasi dari situs resmi DJP, konsorsium LG CNS-Qualysoft terpilih sebagai pemenang tender pengadaan Coretax dengan nilai kontrak mencapai Rp 1,228 triliun, termasuk pajak.

    Pengumuman ini dilakukan oleh PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia (PwC) sebagai agen pengadaan dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.03/2020 tertanggal 1 Desember 2020 tentang Penetapan Pemenang Tender Dua Tahap dengan Prakualifikasi Pengadaan Sistem Integrator Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    Nilai proyek yang mencapai Rp 110 miliar hanya untuk tahap quality assurance (QA) Coretax. – (Pajak.go.id/Tangkapan Layar)

    Proyek ini merupakan bagian dari langkah strategis reformasi sistem administrasi perpajakan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.

    Konsorsium LG CNS-Qualysoft bertugas menyediakan solusi commercial off the shelf (COTS) dan mengimplementasikan teknologi tersebut untuk menggantikan sistem lama DJP yang sudah digunakan sejak 2002.

    Selain itu, PT Deloitte Consulting, bagian dari jaringan Deloitte global yang berbasis di Inggris, juga ditunjuk sebagai pemenang tender layanan konsultasi owner’s agent-project management and quality assurance (QA). Nilai kontraknya mencapai Rp 110,3 miliar termasuk pajak. Tugasnya memastikan keberhasilan proyek melalui pengelolaan manajemen proyek, vendor, kontrak, serta penjaminan kualitas.

    Banyak negara di dunia telah lebih dahulu mengimplementasikan sistem administrasi pajak digital seperti Coretax atau dikenal sebagai core tax administration system (CTAS).

    Sistem ini dirancang untuk memodernisasi layanan pajak, meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak. Berikut perbandingan beberapa negara yang telah menerapkannya.

    Sistem Pajak Digital di Berbagai Negara

    1. Singapura (IRAS)

    Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) telah lama menerapkan sistem pajak digital terintegrasi yang bertujuan meningkatkan efisiensi serta transparansi layanan publik.

    Meski demikian, biaya spesifik pembangunan sistem IRAS tidak pernah dipublikasikan secara terbuka. Alasannya, sistem tersebut sudah beroperasi sejak 1992 dan terus diperbarui secara bertahap, sehingga menjadi proyek jangka panjang dan bukan proyek tunggal dengan biaya tertentu.

    Sama seperti Coretax di Indonesia, sistem IRAS berfungsi mengurangi beban administratif dan meminimalkan kesalahan manusia. Kesuksesan digitalisasi pajak Singapura ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak negaranya.

    2. Malaysia (MyTax)

    Malaysia mengembangkan platform pajak digital bernama MyTax, yang fokus pada peningkatan kepatuhan, transparansi, serta kemudahan administrasi perpajakan. Namun, tidak ada data publik mengenai biaya pengembangannya.

    MyTax memudahkan wajib pajak dalam melaporkan serta membayar pajak secara daring, sekaligus mempercepat proses administrasi yang sebelumnya dilakukan secara manual.

    Walau perincian biaya spesifik tidak tersedia, kemungkinan besar proyek ini didanai melalui anggaran transformasi digital nasional yang lebih luas milik Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN), sejalan dengan fokus Pemerintah Malaysia terhadap agenda digitalisasi sektor publik.

    3. Finlandia (Valmis)

    Valmis (dalam bahasa Finlandia berarti siap atau ready) menjadi proyek modernisasi pajak terbesar dalam sejarah Finlandia. Negara ini mengganti lebih dari 70 sistem lama dengan sistem baru berbasis commercial-off-the-shelf (COTS).

    Reformasi ini juga disertai pembaruan undang-undang perpajakan serta penyederhanaan proses internal.

    Proyek yang dimulai pada 2012 ini memakan waktu 8 tahun dan melibatkan sekitar 5.000 orang, termasuk 960 pegawai otoritas pajak dan 400 konsultan.

    Implementasi Valmis dibagi menjadi lima tahap, dari pengelolaan data pelanggan hingga sistem pajak properti, dengan peluncuran terakhir pada 2019.

    Total anggaran program Valmis diperkirakan mencapai 170 juta euro atau sekitar Rp 3,29 triliun. Proyek ini berhasil dijalankan tanpa mengganggu proses pemungutan pajak nasional selama masa transisi.

    4. Selandia Baru (Start)

    Pada 2015, Selandia Baru memulai reformasi besar pada sistem perpajakannya yang telah digunakan sejak 1980-an. Pemerintah meluncurkan sistem baru bernama Simplified Tax and Revenue Technology (Start) yang bertujuan menciptakan administrasi pajak digital dan memungkinkan wajib pajak mengelola kewajibannya secara mandiri.

    Berdasarkan laporan audit, estimasi biaya proyek Start berkisar antara NZ$ 1,3 miliar (sekitar Rp 12,56 triliun) hingga NZ$ 1,9 miliar (Rp 18,35 triliun) dalam periode sekitar 10 tahun.

    Transformasi dilakukan secara bertahap dalam empat fase (2016-2022). Setiap fase memigrasikan layanan pajak secara sistematis, mulai dari GST, withholding tax, hingga pajak penghasilan dan bea masuk.

    Pada 30 Juni 2022, sistem Start telah diimplementasikan sepenuhnya dan menjadi tulang punggung digitalisasi perpajakan di negara tersebut.

    5. Arab Saudi (FATOORA)

    The Saudi Zakat, Tax, and Customs Authority (ZATCA) di Arab Saudi meluncurkan program nasional fully automated tax operations and online reporting application (FATOORA) yang menggantikan sistem faktur manual menjadi faktur digital.

    Kata fatoora (فَاتُورَة) berasal dari bahasa Arab yang berarti invoice atau faktur. Nama program ini digunakan oleh ZATCA untuk menamai program nasional e-invoicing (faktur elektronik) yang resmi diluncurkan pada 4 Desember 2021.

    Program FATOORA dilaksanakan dalam dua tahap utama. Tidak ada angka resmi yang diumumkan sebagai biaya tunggal proyek FATOORA, meskipun diakui bahwa biaya kepatuhan dan integrasi sistem dapat bervariasi tergantung pada skala bisnis.

    Tahap pertama, yang dimulai pada 2021, mewajibkan seluruh wajib pajak untuk berhenti menggunakan faktur manual dan beralih ke perangkat lunak faktur yang memenuhi standar ZATCA.

    Selanjutnya, pada tahap kedua tahun 2023, sistem faktur digital diintegrasikan langsung dengan portal ZATCA, sehingga memungkinkan pertukaran data elektronik secara aman dan efisien antara penjual dan pembeli.

    Transformasi ini menunjukkan komitmen kuat Arab Saudi dalam membangun ekonomi digital yang transparan, modern, dan sesuai standar internasional.

    Mengapa Tidak Ada Angka Proyek Tunggal?

    Banyak negara tidak memublikasikan angka biaya proyek digitalisasi pajak secara spesifik karena sifatnya merupakan program jangka panjang dan bertahap. Anggaran untuk modernisasi sistem biasanya berasal dari alokasi tahunan organisasi atau kementerian, mencakup belanja modal (capex), biaya operasional (opex), kontrak vendor, konsultan, serta lisensi perangkat lunak.

    Hanya beberapa negara, seperti Selandia Baru, yang membuat business case publik berisi angka proyek secara terperinci, sementara negara lainnya memandangnya sebagai inisiatif berkelanjutan dalam reformasi pajak nasional.

    Kontroversi biaya proyek Coretax sebesar Rp 110 miliar untuk tahap QA membuka diskusi penting tentang efektivitas dan akuntabilitas proyek digital pemerintah. Meskipun bertujuan memodernisasi sistem perpajakan, transparansi dan hasil implementasi tetap menjadi indikator utama keberhasilan.

  • 8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menetapkan aturan baru terkait penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

    Kini, wajib pajak dapat mengajukan penghapusan NPWP apabila sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

    Ketentuan ini resmi tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang menggantikan regulasi sebelumnya PER-04/PJ/2020.

    Aturan baru ini merupakan bagian dari penyederhanaan sistem administrasi perpajakan digital. Jumlah kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP kini disederhanakan dari 13 menjadi delapan kelompok utama.

    Kelompok Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP

    Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, berikut delapan kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP secara resmi melalui sistem DJP:

    1. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia

    Apabila seorang wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, maka NPWP dapat dihapus karena seluruh kewajiban perpajakan dianggap telah selesai.

    2. Orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selamanya

    Wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan Indonesia secara permanen dan tidak lagi memiliki sumber penghasilan di dalam negeri berhak menghapus NPWP-nya. Hal ini berlaku untuk penduduk maupun bukan penduduk yang tidak lagi memiliki kewajiban pajak di Indonesia.

    3. Wajib pajak warisan belum terbagi

    Setelah seluruh proses pembagian warisan selesai, NPWP atas nama warisan belum terbagi dapat dihapus. Entitas tersebut tidak lagi memiliki objek perpajakan setelah harta warisan diserahkan kepada ahli waris.

    4. Wajib pajak badan yang telah dilikuidasi atau dibubarkan

    Badan usaha yang sudah menghentikan kegiatan operasionalnya, baik karena pembubaran, penggabungan, atau likuidasi, dapat menghapus NPWP setelah seluruh kewajiban perpajakan dipenuhi dan diverifikasi oleh DJP.

    5. Bentuk usaha tetap (BUT) yang telah menghentikan kegiatan di Indonesia

    Perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui BUT dan telah menutup operasinya di Indonesia juga dapat mengajukan penghapusan NPWP.

    6. Badan berbentuk kerja sama operasi (KSO) yang tidak lagi memenuhi kriteria

    Jika kerja sama operasi (joint operation) tidak lagi memenuhi kriteria sebagai entitas wajib pajak, maka NPWP-nya dapat dihapus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    7. Instansi pemerintah yang tidak lagi menjadi pemotong atau pemungut pajak

    Instansi pemerintah yang dibubarkan, digabung, atau tidak lagi memiliki fungsi sebagai pemotong/pemungut pajak dapat menghapus NPWP. Hal ini mencakup instansi yang tidak lagi beroperasi atau kehilangan kewenangan perpajakannya.

    8. Wajib pajak dengan lebih dari satu NPWP

    Jika seseorang atau badan memiliki lebih dari satu NPWP, DJP akan menghapus salah satu di antaranya untuk menghindari duplikasi data. Sebelum penghapusan dilakukan, DJP akan memverifikasi identitas dan aktivitas perpajakan wajib pajak tersebut.

    Cara Menghapus NPWP Secara Online Lewat Sistem Coretax

    Dengan hadirnya sistem Inti Perpajakan Coretax, proses penghapusan NPWP kini dapat dilakukan sepenuhnya secara digital tanpa perlu datang langsung ke kantor pajak. Berikut langkah-langkah pengajuannya:

    1. Login ke sistem Coretax

    Kunjungi laman resmi Coretax DJP. Jika belum memiliki akun, pilih daftar di sini untuk registrasi baru.

    2. Akses menu deregistration

    Setelah login, masuk ke menu portal dan pilih submenu deregistration & revocation.

    3. Pilih jenis penghapusan

    Pada bagian case management, pilih TIN deregistration (penghapusan NPWP) pada kolom type of deregistration.

    4. Isi data kuasa atau wakil (jika ada)

    Jika pengajuan dilakukan oleh kuasa wajib pajak, centang kotak representative dan isi data sesuai surat kuasa resmi.

    5. Verifikasi identitas wajib pajak

    Sistem akan menampilkan data identitas wajib pajak secara otomatis berdasarkan catatan DJP.

    6. Lengkapi alasan penghapusan NPWP

    Isi kolom alasan sesuai kondisi, seperti meninggal dunia, perusahaan bubar, atau NPWP ganda.

    7. Pernyataan dan pengiriman

    Centang bagian taxpayer statement, lalu klik submit. Permohonan akan dikirim ke petugas pajak untuk diproses.

    8. Unduh bukti pengajuan

    Setelah pengajuan berhasil, unduh proof of receipt sebagai bukti resmi bahwa permohonan telah diterima oleh DJP.

    Proses Verifikasi dan Waktu Penghapusan NPWP

    Setelah permohonan dikirim, DJP akan melakukan verifikasi terhadap seluruh data wajib pajak. Pemeriksaan mencakup status kegiatan usaha, laporan SPT terakhir, serta penyelesaian kewajiban pajak.

    Bila seluruh dokumen dinyatakan lengkap dan valid, NPWP akan dihapus secara resmi dari sistem administrasi nasional.

    Umumnya, proses verifikasi hingga penghapusan NPWP memerlukan waktu beberapa minggu hingga satu bulan, tergantung kelengkapan dokumen dan validasi data.

  • IHSG Sesi I Hari Ini 29 Oktober 2025 Turun Tipis

    IHSG Sesi I Hari Ini 29 Oktober 2025 Turun Tipis

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak melemah tipis pada akhir sesi I perdagangan Rabu (29/10/2025). IHSG turun 6,05 poin atau 0,07% ke level 8.086,57 setelah bergerak di rentang 8.042–8.115 sepanjang sesi.

    Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), total 16,19 miliar saham telah diperdagangkan dengan nilai transaksi mencapai Rp 9,27 triliun dari 1,32 juta kali transaksi. Sebanyak 316 saham menguat, 326 saham melemah, dan 164 saham stagnan.

    Mayoritas sektor saham tertekan pada penutupan sesi I. Sektor industri memimpin pelemahan dengan koreksi 1,13%, diikuti sektor teknologi 1,05%, properti 0,45%, infrastruktur 0,44%, dan kesehatan 0,29%.

    Sebaliknya, penguatan terjadi pada sektor barang baku yang naik 2,4%, transportasi 1,53%, barang konsumsi non-primer 0,96%, energi 0,4%, dan keuangan 0,26%.

    Sementara itu, bursa saham Asia mayoritas bergerak positif. Indeks Nikkei (Jepang) melonjak 2%, Straits Times (Singapura) melemah tipis 0,07%, sementara Shanghai Composite (China) naik 0,39%. Bursa Hong Kong (Hang Seng) hari ini libur perdagangan.

  • BEI Incar Kenaikan Laba 18 Persen pada 2026

    BEI Incar Kenaikan Laba 18 Persen pada 2026

    Jakarta, Beritasatu.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan laba bersih tumbuh 18,02 persen menjadi Rp 300,81 miliar dari Rp 254,9 miliar pada rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) 2025 revisi.

    Hal tersebut merupakan salah satu hasil rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) BEI Tahun 2025 pada digelar pada Rabu (29/10/2025) yang dihadiri oleh 92 pemegang saham atau 100 persen dari jumlah pemegang saham pemilik hak suara.

    “Jumlah Pendapatan BEI diproyeksikan naik sebesar 9,54 persen menjadi Rp 1,94 triliun dari RKAT 2025 revisi sebesar Rp 1,77 triliun,” ungkap Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nuramad dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/10/2025).

    Terhadap seluruh proyeksi keuangan tersebut, cost to income ratio perseroan adalah 80,5 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata sejak 2015.

    “Perseroan juga telah memperhitungkan kecukupan belanja investasi pada tahun 2026, tercermin dari total kas, setara kas, dan aset keuangan lainnya yang masih terjaga di atas Rp 3,41 triliun atau naik 8,62 persen dari RKAT 2025 revisi,” ucap dia.

    Atas seluruh kegiatan perseroan tahun depan, proyeksi posisi total aset perseroan akan mencapai Rp 7,49 triliun dengan total ekuitas lebih dari Rp 6,41 triliun pada akhir tahun 2026.

    Selain itu, BEI melakukan penyusunan RKAT 2026 dengan penetapan sejumlah asumsi berdasarkan kondisi makro ekonomi. Asumsi tersebut di antaranya adalah tren suku bunga global, kebijakan ekonomi pemerintah baru, serta potensi peningkatan dari sisi perusahaan tercatat dan investor pasar modal.

    Oleh karena itu, BEI menyusun beberapa asumsi RKAT 2026 antara lain RNTH pada tahun 2026 mencapai Rp 14,5 triliun dengan jumlah hari bursa sebanyak 239 hari.

    Selanjutnya, jumlah pencatatan efek pada tahun 2026 menjadi 555 efek yang terdiri atas dari pencatatan efek saham, emisi obligasi, dan pencatatan efek lainnya meliputi exchange-traded fund (ETF), dana investasi real estate (DIRE), dana investasi infrastruktur (Dinfra), dan efek beragun aset (EBA), serta emisi waran terstruktur.

    “Investor pasar modal baru sejumlah 2 juta investor baru,” jelas dia. 
     

  • Utang RI Capai Rp 9.138 T, Menkeu Purbaya: Masih di Bawah Standar

    Utang RI Capai Rp 9.138 T, Menkeu Purbaya: Masih di Bawah Standar

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan posisi utang Indonesia yang mencapai Rp 9.138,05 triliun atau setara 39,86% terhadap produk domestik bruto (PDB) masih berada pada level yang aman.

    Dalam kegiatan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025), Purbaya menjelaskan lembaga pemeringkat internasional menilai kemampuan fiskal suatu negara berdasarkan dua indikator utama, yakni rasio defisit terhadap PDB (deficit to GDP ratio) dan rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio).

    “Indonesia masih di bawah standar kedua indikator tersebut,” kata Purbaya.

    Sebagai perbandingan, Uni Eropa dalam Maastricht Treaty menetapkan ambang batas defisit sebesar 3% terhadap PDB. Sementara itu, defisit Indonesia masih terjaga di bawah batas tersebut, yakni Rp 371,5 triliun atau 1,56% terhadap PDB per 30 September 2025.

    Begitu pula dengan rasio utang yang berada di level 39,86%, jauh di bawah ambang batas rasio utang 60% terhadap PDB yang ditetapkan Maastricht Treaty.

    “Jadi, dengan standar internasional yang paling ketat pun, kita masih prudent,” ujar Purbaya.

    Ia menegaskan, pemerintah akan menjaga agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak melampaui batas defisit 3%.

    “Dalam waktu dekat tidak akan berubah. Tidak akan saya ubah itu, akan saya jaga terus baik tahun ini maupun tahun depan,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Purbaya menyebut evaluasi terhadap rasio utang dan pendapatan negara baru akan dilakukan bila pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 8%.

    “Kalau tumbuh 7%, misalnya, kami pertimbangkan. Perlu enggak kita kurangi pajak, atau perlu enggak kita kurangi atau tambah utang untuk tembus 8%? Namun kan hitungannya jelas di atas kertas. Kalau sudah 7% saya naikkan sedikit, orang juga senang,” katanya.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menjelaskan total utang Indonesia per Juni 2025 mencapai Rp 9.138,05 triliun.

    Dari jumlah tersebut, Rp 1.157 triliun berasal dari pinjaman, sementara Rp 7.980,87 triliun berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

    Suminto menambahkan, mulai tahun ini pemerintah akan merilis data utang secara triwulanan, bukan bulanan seperti sebelumnya.

    Langkah ini dilakukan untuk memastikan statistik utang lebih kredibel dan konsisten dengan data PDB nasional yang dirilis setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

  • Purbaya Ogah Lanjutkan Skema Burden Sharing dengan BI

    Purbaya Ogah Lanjutkan Skema Burden Sharing dengan BI

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan enggan melanjutkan skema pembagian beban bunga (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

    “Saya semaksimal mungkin tidak akan memakai burden sharing itu,” ujar Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Menurutnya, Istana Presiden tidak pernah meminta penerapan skema tersebut. Ia menilai kebijakan burden sharing berpotensi mengaburkan batas antara kebijakan fiskal dan moneter yang seharusnya dijaga secara independen.

    “BI dipisahkan dari pemerintah agar berdiri sebagai bank sentral independen. Dengan begitu, politik dan pergantian pemerintahan tidak akan memengaruhi kebijakan bank sentral yang berdampak jangka panjang,” jelas Purbaya.

    Meski demikian, mantan ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui skema burden sharing dapat diterapkan pada kondisi krisis tertentu. Namun, ia menegaskan pentingnya menjaga batas antara kebijakan fiskal dan moneter.

    “Biarkan moneter di pihak moneter, jalan sendiri sesuai pakemnya. Saya akan jalan dengan pakem-pakem fiskal,” tegasnya.

    Sebelumnya, pada September lalu, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sempat mengumumkan rencana penerapan burden sharing untuk Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan dalam program Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP).

    Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Keputusan Bersama (KB) tentang Tambahan Bunga dalam Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah untuk mewujudkan Asta Cita terkait ekonomi kerakyatan.

    Mekanisme burden sharing dilakukan dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran setelah dikurangi imbal hasil penempatan pemerintah di lembaga keuangan domestik.

    “Kesepakatan ini mulai berlaku tahun 2025 hingga program pemerintah tersebut berakhir,” tulis pernyataan bersama Kemenkeu dan BI, Senin (8/9/2025).

    Dalam praktiknya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di BI.

    Kemenkeu dan BI juga menegaskan, pelaksanaan skema ini akan menerapkan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik, transparansi, serta akuntabilitas sesuai ketentuan perundang-undangan untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

  • Menteri Ara Lapor Prabowo Rumah Subsidi Capai 205.000

    Menteri Ara Lapor Prabowo Rumah Subsidi Capai 205.000

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai 205.000 unit per Oktober 2025.

    Perkembangan terkait program rumah subsidi itu disampaikan Maruarar selepas menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    “Kami sampaikan bahwa rumah subsidi dari kuotanya 350.000 juga terserap cukup banyak, per hari ini sekitar 205.000,” ujar Maruarar dalam konferensi pers.

    Pemerintah sendiri telah menetapkan kuota rumah subsidi melalui program FLPP sebanyak 350.000 unit pada 2025. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu yang mencatat kuota rumah subsidi berjumlah 220.000 unit.

    Ara, sapaan Maruarar, mengatakan bahwa penyerapan rumah subsidi yang saat ini menyentuh angka 205.000 unit sudah cukup baik. Pemerintah, katanya, juga terus mendorong penyerapan rumah subsidi agar dapat menyentuh kuota maksimal yang disediakan pada 2025.

    Menurut Ara, rumah subsidi merupakan salah satu program yang pro rakyat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Melalui program ini, masyarakat dapat menerima beragam manfaat, salah satunya bunga flat 5%.

    Lebih lanjut, Ara menyebut program tersebut juga berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan sekaligus menggerakkan dan membantu pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan bahwa setiap rumah subsidi rata-rata dikerjakan oleh lima orang. Jika kuota 350.000 rumah subsidi terserap, maka setidaknya ada 1.750.000 orang yang bekerja.

    “Kemudian rumah subsidi juga proyeknya, pasti itu ada truk yang membawa barang dari toko material, karena tidak mungkin tiba-tiba datang. Toko material juga berisi barang industri, ada semen, pasir, kaca, keramik, cat, dan segala macam. Itu menggerakkan ekonomi,” tambahnya.

    Melalui program rumah subsidi, pemerintah berkomitmen membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki hunian layak dengan harga terjangkau. Program ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu kunci pemerataan ekonomi nasional.

  • IHSG Tembus 32.000 Bukan Ramalan tetapi Perhitungan Matang

    IHSG Tembus 32.000 Bukan Ramalan tetapi Perhitungan Matang

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa prediksinya mengenai indeks harga saham gabungan (IHSG) yang bisa mencapai level 32.000 bukan sekadar ramalan. Ia mengatakan, proyeksi tersebut merupakan hasil perhitungan ekonomi yang matang.

    “Jadi saya tebak-tebak manggis, bukan bertapa, bukan. Itu hitungan ekonomi yang ada persamaan matematiknya,” kata Purbaya dalam acara sarasehan 100 ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Ia menjelaskan, proyeksi tersebut berangkat dari pola historis pergerakan ekonomi nasional yang terus mengalami pertumbuhan dalam setiap siklus bisnis. Berdasarkan pengamatannya selama lebih dari dua dekade, indeks saham cenderung tumbuh empat hingga lima kali lipat dari posisi awal dalam periode sekitar sepuluh tahun.

    “Orang bilang saya bohong atau ngomong sembarangan, tetapi itu berdasarkan pengalaman 20-25 tahun terakhir. Dari awal sampai akhir siklus bisnis, pertumbuhannya rata-rata 4-5 kali. Jadi saya pikir sistem perilaku pasar (behavioral system) tidak banyak berubah, kira-kira segitulah,” ujar mantan direktur utama PT Danareksa (Persero) itu.

    Purbaya mengaku, optimisme tersebut juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan publik terhadap perekonomian. Dalam teori makroekonomi, kata dia, terdapat konsep self-fulfilling prophecy dengan ekspektasi positif bisa mendorong ekspansi bisnis dan peningkatan konsumsi masyarakat.

    “Jadi membangun trust (kepercayaan) itu penting. Kalau orang berharap ekonomi bagus, bisnis akan ekspansi, konsumen juga akan belanja,” ujarnya.

    Karena itu, Purbaya percaya diri memproyeksikan IHSG akan terus menguat. Ia memperkirakan indeks bisa mencapai 9.000 pada akhir 2025 dan menembus 32.000 dalam sepuluh tahun mendatang.

    “Kalau ditanya gimana IHSG? Indeks to the moon, saya bilang. Itu menciptakan optimisme juga. Akhir tahun ini berapa? 9.000. Kalau sepuluh tahun lagi? 32.000,” ucapnya.

    Purbaya mengungkapkan, langkah pemerintah menempatkan dana Rp 200 triliun di perbankan beberapa waktu lalu juga dilakukan untuk memperkuat ekspektasi positif itu. Kebijakan tersebut bukan hanya simbolik, tetapi langsung diikuti tindakan nyata agar dampaknya segera terasa di sistem keuangan.

    Namun, ia menyatakan bahwa optimisme tidak bisa hanya dibangun lewat kata-kata tanpa langkah konkret. Purbaya bahkan mengaku sudah menyiapkan berbagai langkah lanjutan untuk mendorong ekonomi terus maju.

    “Kalau saya kan enggak cuma ngomong. Ada langkah lanjutan, lanjutan, lanjutan, lanjutan. Nanti langkah sebagiannya belum dibuka, kecuali Anda bayar saya untuk buka informasi tersebut, ” ucapnya dengan nada bercanda.

    Menurut Purbaya, penguatan IHSG yang terjadi belakangan ini juga menunjukkan bahwa pasar merespons positif langkah dan sinyal kebijakan pemerintah. Ia menilai, kepercayaan pelaku pasar terbentuk karena pernyataan yang disampaikan selalu diikuti implementasi kebijakan konkret.

    “Jadi yang ingin saya ajarkan adalah seperti ini, yang ingin saya ajarkan publik bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang menarik. Kalau Anda belajar dengan baik, Anda bisa mencapai level yang tadi, yang tinggi sekali, yang seolah-seolah mendekati dukun. Itu kira-kira,” tandasnya. 

  • Utang RI Capai Rp 9.138 T, Menkeu Purbaya: Masih di Bawah Standar

    Menkeu Purbaya Pamerkan Topi 8 Persen, Apa Maknanya?

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mencuri perhatian seusai memamerkan topi bertuliskan 8% kepada awak media di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Tulisan 8% pada topi tersebut bukan sembarang angka. Purbaya menjelaskan, simbol itu merujuk pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto untuk dicapai dalam beberapa tahun mendatang.

    “Ini target pertumbuhan presiden untuk ekonomi Indonesia, 8%. Ini target Pak Presiden ya, bukan target saya,” ujar Purbaya kepada awak media.

    Purbaya menambahkan, target itu bukan sekadar angka, melainkan tekad kolektif seluruh kementerian dan lembaga kabinet Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih cepat.

    “Nanti kita wujudkan dalam waktu beberapa tahun ke depan,” imbuhnya.

    Sebelumnya Purbaya sempat tampil mencolok di hadapan awak media dengan memakai jaket berwarna biru gelap bertuliskan 8% di kantornya, Selasa (21/10/2025).

    Jaket tersebut langsung menarik perhatian karena merujuk pada target ambisius Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8% di masa pemerintahannya.