Banyuwangi (beritajatim.com) – TNI Angkatan Laut Banyuwangi berkolaborasi dengan Kodim 0825 bersama BTN Baluran berhasil gagalkan tindakan illegal fishing.
Komplotan yang terdiri dari empat orang itu diketahui telah beroperasi dan diintai selama tiga tahun. Empat orang yang ditangkap, yakni berinisial KR, NF, JM, dan M. Keseluruhannya adalah warga Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi.
Tersangka KR berperan merakit dan mengebomkan perairan yang menjadi target. Ia sekaligus merupakan pimpinan dan otak komplotan pelaku.
Tersangka NF bertugas menyurvei wilayah perairan yang menjadi target. Ia mencari perairan yang dihuni banyak ikan sekaligus aman dari pantauan orang banyak.
Berikutnya, tersangka JM bertugas mengambil ikan hasil pengeboman. Komplotan ini memang bekerja secara bergantian. Setelah tersangka KR mengebom perairan menaiki perahu, ia akan segera pergi membawa seluruh barang bukti di kapalnya.
Untuk tersangka JM akan datang menggunakan kapal lain untuk menyelam memungut ikan-ikan yang telah mati akibat di bom.
Sementara tersangka terakhir, M, bertugas sebagai juru kemudi perahu dan operator kompresor angin.
Dari penjelasan yang diterima melalui acara press conference, Kamis (6/3/5), Danlanal Banyuwangi Letkol Laut (P) Hafidz menjelaskan, kasus perlahan mulai terkuak sejak 30 Desember 2024. Melalui informasi yang didapat bahwa aksi pelaku mulai dijalankan namun butuh waktu panjang untuk melakukan penangkapan.
“Akhirnya kami mulai melakukan pemantauan, sampai pada 31 Januari lalu pelaku berhasil kami tangkap dengan berbagai barang bukti, termasuk hasil ikan yang kami kirim ke lab,” ujarnya.
Letkol Laut (P) Hafidz menjelaskan, melalui aksi yang dijalankan sebanyak 3 kali dalam seminggu tersebut, pelaku dapat mengambil keuntungan sebesar dua kali lipat gaji UMR di Banyuwangi. Sedangkan untuk para pekerja, mereka mendapatkan upah hingga mencapai Rp 300.000 dalam sekali bekerja.
Dari aksi pengeboman ikan tersebut, diketahui berdampak cukup negatif dan sangat merugikan. Salah satunya semakin merusak ekosostem terumbu karang dan berkurangnya ikan di laut.
“Meski melakukan strategi pemantauan, pelaku tidak langsung tertangkap. Karena beberapa kali pelaku mengubah warna perahu untuk mengelabui petugas. Hebatnya mereka merakit bom sendiri, dengan membeli barang keperluan melalui online shop,” jelasnya.
Menurut Letkol Laut (P) Hafidz, kasus illegal fishing menjadi salah satu fokus yang telah ditangani sejak tahun 2024. Gencarnya penangkapan oknum illegal fishing dianggap penting karena berdampak sangat buruk. Diketahui, dalam satu kali pengeboman ikan getaran yang di hasilkan sangat dahsyat. Akibatnya tentu menghasilkan kerusakan ekosistem dan habitat laut yang cukup lama.
Dari kasus tersebut aparat hukum menerapkan Pasal 85 setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan atau menggunakan alat penangkap ikan dan atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya.
Pelaku penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
“Untuk pelaku yang saat ini tertangkap sudah beroperasi selama 3 tahun. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi laut yang selama ini kita jaga bisa dirusak begitu saja. Tentu tindakan tegas harus diambil untuk memberi efek jera, selain kepada pelaku juga terhadap yang lain,” pungkasnya. [tar/ian]