Sumenep (beritajatim.com) – Sebanyak 54 karyawan PT Sumekar, perusahaan milik daerah (BUMD) Sumenep yang bergerak di sektor transportasi laut, mogok kerja lantaran gaji mereka tak dibayarkan hampir dua tahun. Salah satu karyawan, Ahmad Muni Budiarto, menyebut bahwa ketidakjelasan hak karyawan telah berlangsung cukup lama dan berdampak serius terhadap kehidupan mereka.
“Bukan cuma saya yang tidak digaji. Totalnya ada 54 karyawan yang tidak dibayar. Ada yang 22 bulan tidak dibayar, ada yang 20 bulan,” ungkapnya, Rabu (7/5/2025).
Tak hanya soal gaji, karyawan juga harus menanggung beban lain. Ahmad, yang akrab disapa Didik dan menjabat sebagai Manager Kepegawaian di PT Sumekar, mengungkapkan bahwa iuran BPJS Kesehatan juga telah menunggak selama sembilan bulan. Akibatnya, para karyawan dan keluarganya tidak lagi bisa menikmati layanan kesehatan tanpa membayar sendiri.
“Jadi kalau kami ada yang sakit, atau anggota keluarga ada yang sakit, ya kami harus membayar sendiri. Sudah gak terima gaji, kalau sakit harus bayar sendiri,” keluhnya.
Ia merinci bahwa total tunggakan gaji sejak 2021 hingga April 2025 mencapai sekitar Rp 3 miliar. Kondisi tersebut bukan karena tidak dibayar sama sekali, melainkan karena pola pembayaran yang tidak menentu. “Kadang tiga bulan sekali digaji. Ada yang empat bulan. Tapi kalau ditotal ya hampir 2 tahun kami tidak digaji. Karena itulah, kami mengadu ke DPRD agar bisa mendapatkan perhatian,” jelasnya.
Aksi mogok kerja juga dilakukan oleh para Anak Buah Kapal (ABK) Dharma Bahari Sumekar (DBS) III, yang menyebabkan kapal tidak beroperasi selama tiga pekan terakhir. Didik menyadari dampaknya terhadap masyarakat kepulauan, namun menegaskan bahwa bekerja tanpa kepastian gaji bukanlah solusi.
“Kapal tidak bisa berlayar karena ABK mogok. Kami paham ini bisa mengganggu kelancaran transportasi yang akan ke kepulauan. Tapi bagaimana lagi? Sulit bagi kami untuk bisa bekerja tanpa digaji bertahun-tahun,” ujarnya.
Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat, menyatakan keprihatinannya dan berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus ini dengan memanggil pihak-pihak terkait.
“Kalau memang benar seperti itu kondisinya, ini tidak bisa dibiarkan. Hak karyawan harus diberikan. Apalagi ini BUMD. Harusnya bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain. Bukan malah seperti ini,” tegasnya.
Komisi II DPRD Sumenep berencana segera memanggil Pemkab Sumenep dan manajemen PT Sumekar untuk membicarakan dan mencari solusi atas permasalahan ini. [tem/beq]









