Surabaya (beritajatim.com) – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesias (PMII) kembali menegaskan komitmennya dalam membentuk kader yang tangguh menghadapi berbagai tantangan zaman. Pada 17 April 2025 menandai peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-65, sebuah tonggak sejarah kontribusi besar terhadap dinamika intelektual, sosial, dan politik bangsa bagi PMII.
Sebagai organisasi yang berlandaskan semangat Ahlussunnah wal Jamaah, PMII terus menanamkan nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Dalam refleksi harlah kali ini, M. Syaiful Adhim selaku Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, Bidang Kaderisasi Penataan & Pendistribusian SDM, menyampaikan pentingnya kesiapan PMII menghadapi era baru.
“Di tengah arus globalisasi dan transformasi digital yang semakin cepat, PMII dihadapkan pada tantangan baru yang membutuhkan adaptasi, inovasi, dan konsistensi dalam perjuangan,” ucap M. Syaiful Adhim.
Harlah ke-65 bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan momen reflektif untuk menilai sejauh mana PMII berperan sebagai ruang kaderisasi dan agen perubahan sosial. Ia menekankan bahwa PMII kini harus menjadi organisasi yang adaptif terhadap zaman.
“Dari masa ke masa, PMII menjadi ruang dialektika antara pemikiran keislaman, keindonesiaan, dan semangat progresif kaum muda. Kini, dengan hadirnya era disrupsi digital, geopolitik yang dinamis, hingga krisis iklim dan kesenjangan sosial global, PMII perlu memperkuat kapasitas kader untuk menjawab persoalan-persoalan dunia masa kini,” lanjut pria asal Gresik tersebut.
Syaiful menyoroti perlunya kader PMII mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan literasi teknologi. Ia menekankan bahwa retorika semata tidak cukup untuk menjawab kompleksitas zaman.
“Tantangan masa depan global tidak bisa dijawab hanya dengan retorika ideologis. PMII perlu melahirkan kader-kader yang mampu berpikir kritis, memiliki literasi teknologi dan digital, serta memahami dinamika global secara utuh. Pendidikan kader harus diarahkan untuk menciptakan pemimpin masa depan yang inklusif, berwawasan global namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai lokal dan keislaman yang rahmatan lil ‘alamin,” jelasnya.
Di tengah polarisasi sosial dan ketegangan ideologis, PMII dinilai memiliki posisi strategis untuk menjaga nilai-nilai moderasi, toleransi, dan dialog antarbudaya. Peran ini menurutnya menjadi krusial dalam menjaga keutuhan bangsa dan turut menciptakan harmoni global.
“Di tengah ketegangan ideologi dan polarisasi sosial yang menguat di banyak belahan dunia, PMII memiliki peran strategis sebagai penjaga nilai moderasi, dialog antarbudaya, dan semangat kebersamaan. Ke depan, PMII tidak cukup hanya menjadi penonton perubahan, tetapi harus menjadi aktor utama yang turut membentuk arah masa depan Indonesia dan dunia,” tegas Syaiful.
Ia menutup pernyataannya dengan seruan optimistis di momen harlah ke-65 PMII.
“Dengan semangat Harlah ke-65, mari kita kuatkan tekad untuk menjadikan PMII sebagai kekuatan transformatif, yang terus hadir memberi solusi, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan berkontribusi aktif dalam menjawab tantangan global,” tutupnya. [fiq/ian]









