Category: Antaranews.com Ekonomi

  • Pos Indonesia Jayapura buka gerai pangan murah

    Pos Indonesia Jayapura buka gerai pangan murah

    ANTARA – PT Pos Indonesia cabang utama Jayapura membuka gerai pangan murah yang menjual beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan di Bumi Cenderawasih. Executive General Manager Kantor Pos Cabang Utama Jayapura, Kusnadi pada Jumat (18/7), mengatakan gerai pangan murah ini untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan beras SPHP dengan harga terjangkau di bawah harga pasar. (Laksa Mahendra/Yovita Amalia/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kopi jadi komoditas andalan Kopdes Merah Putih di Aceh Tengah

    Kopi jadi komoditas andalan Kopdes Merah Putih di Aceh Tengah

    ANTARA – Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Aceh Tengah, Provinsi Aceh, menjadikan komoditas kopi sebagai andalan usaha di 295 Koperasi Desa Merah Putih. Wilayah ini memiliki sekitar 81 ribu hektare lahan kopi, yang mampu menghasilkan hingga 2 ton per hektare setiap tahunnya, dengan jenis kopi arabika dan robusta. (Try Vanny S/Yovita Amalia/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Menggairahkan sektor riil di tengah longgarnya kebijakan moneter

    Jakarta (ANTARA) – Bank sentral Indonesia semakin menunjukkan keyakinan kuat dalam mengarahkan kebijakan moneternya yang pro-growth. Sejak awal tahun, penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) terhitung sudah tiga kali dilakukan.

    Penurunan masing-masing sebesar 25 basis point (bps) yang terjadi pada Januari, Mei, dan Juli sehingga kini berada pada level 5,25 persen. Bahkan, ruang penurunan BI-Rate masih terbuka hingga akhir 2025.

    Secara teori, pelonggaran moneter semestinya mendorong gairah kredit. Namun yang perlu diingat, penurunan BI-Rate tidak otomatis langsung menurunkan suku bunga kredit perbankan dan tidak seketika menggerakkan sektor riil.

    Transmisi kebijakan moneter memang memiliki jeda waktu atau lag effect yang bervariasi antarsektor. Penyesuaian di pasar uang biasanya terjadi lebih cepat, hanya dalam hitungan minggu. Untuk suku bunga dana, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan hingga perubahan BI-Rate benar-benar tercermin.

    Sementara itu, transmisi ke suku bunga kredit berjalan lebih lambat, bahkan bisa memakan waktu hingga satu tahun. Adapun efeknya terhadap perekonomian nasional diperkirakan baru benar-benar terasa sekitar satu setengah tahun setelah pelonggaran moneter.

    Bank Indonesia (BI) mencatat, efek penurunan BI-Rate sudah terasa di pasar uang. Namun, suku bunga kredit perbankan masih tinggi yaitu 9,16 persen pada Juni 2025 atau tidak jauh berbeda dari 9,18 persen pada Mei 2025. Suku bunga deposito 1 bulan juga meningkat, dari 4,81 persen pada Mei 2025 menjadi 4,85 persen pada Juni 2025.

    Kinerja penyaluran kredit juga belum bergairah. Pada Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77 persen year on year (yoy) atau menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).

    Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, perkembangan tersebut dari sisi penawaran bukan disebabkan masalah likuiditas mengingat rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tergolong tinggi, yakni 27,05 persen pada Juni 2025. Dari sisi penawaran, lambatnya penyaluran kredit turut dipengaruhi oleh sikap hati-hati perbankan.

    Di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025, bank justru cenderung menahan diri dalam menyalurkan kredit. Sebagai gantinya, dana lebih banyak dialihkan ke surat-surat berharga, sementara standar penyaluran kredit (lending standard) pun diperketat.

    Untuk mendorong kredit, seluruh upaya dilakukan bank sentral secara all out. BI juga menempuh strategi makroprudensial yang terus dioptimalkan, salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) melalui pengurangan giro wajib minimum (GWM). Pemberian insentif ini ditujukan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.

    “Bank Indonesia terus all out untuk mendorong pertumbuhan kredit,” kata Perry.

    Dengan suku bunga kredit dan kinerja kredit yang belum menunjukkan sinyal positif, selanjutnya pertanyaan pun muncul mengenai seberapa efektif transmisi kebijakan bank sentral terhadap sektor riil.

    Masalah struktural

    Menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, transmisi BI-Rate ke bunga kredit memang cenderung lambat akibat beberapa faktor struktural di pasar perbankan.

    Faktor ini seperti risiko kredit yang tinggi dan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang masih tebal. Bank belum terlalu agresif menurunkan bunga kredit karena profitabilitas perlu dijaga, terutama di tengah tekanan biaya dana yang juga meningkat.

    Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perbankan (PKEP) Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengemukakan bahwa NIM perbankan saat ini telah mengalami penurunan signifikan dibanding beberapa tahun lalu.

    Jika dahulu margin bisa mencapai angka yang tinggi, kini hanya berkisar di angka 4 persen. Penurunan ini menandakan bahwa ruang profitabilitas bank sudah cukup sempit, sehingga mereka cenderung lebih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru.

    Dalam kondisi ini, bank juga lebih memilih menempatkan dana pada surat-surat berharga yang menawarkan imbal hasil menarik dengan risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan kredit.

    Karena itu, meskipun likuiditas di industri perbankan relatif longgar, penyaluran kredit tetap tidak optimal. Imbal hasil dari instrumen keuangan seperti surat utang pemerintah atau instrumen pasar uang dianggap lebih kompetitif dibanding margin dari kredit komersial.

    Dari sisi permintaan, dunia usaha juga belum menunjukkan minat tinggi untuk mengambil kredit. Ketidakpastian ekonomi global dan domestik membuat pelaku usaha memilih menunda ekspansi.

    Sejumlah BUMN yang biasanya menjadi penggerak permintaan kredit juga belum banyak mengajukan pembiayaan karena tengah fokus pada efisiensi dan konsolidasi internal. Kondisi ini mencerminkan bahwa sisi permintaan kredit belum pulih secara optimal.

    Pandangan ini sejalan dengan Ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, yang menekankan bahwa lambatnya pertumbuhan kredit tidak bisa dilepaskan dari lemahnya kondisi sektor riil.

    Ia menjelaskan bahwa transmisi kebijakan moneter melalui penurunan BI-Rate hanya akan efektif apabila sektor riil merespons positif. Namun, dalam kenyataannya, daya beli masyarakat masih lemah, kepercayaan konsumen belum sepenuhnya pulih, dan dunia usaha menghadapi tekanan biaya produksi serta ketidakpastian pasar.

    Dalam situasi seperti ini, meskipun bank siap menyalurkan kredit, permintaan dari sisi debitur tidak mencukupi.

    Riefky juga menyoroti sejumlah hambatan struktural yang memperburuk kondisi ini, mulai dari iklim investasi yang belum ramah, birokrasi yang panjang, hingga regulasi yang tidak konsisten.

    Semua ini menciptakan lingkungan usaha yang mahal dan berisiko tinggi, sehingga pelaku usaha lebih memilih menahan diri daripada memperluas bisnis melalui pembiayaan dari perbankan.

    Secara keseluruhan, lambatnya penurunan bunga kredit dan terbatasnya pertumbuhan kredit tidak semata-mata disebabkan oleh faktor suku bunga acuan, tetapi terutama karena belum pulihnya sisi permintaan kredit akibat lemahnya sektor riil.

    Dalam situasi ini, efektivitas kebijakan moneter berpotensi tereduksi karena terbatasnya respons dari sisi permintaan kredit.

    Bahkan pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan suku bunga acuan belum mampu mendorong ekspansi kredit secara signifikan apabila dunia usaha masih enggan berekspansi karena prospek pertumbuhan yang belum meyakinkan.

    Sejumlah bank juga disebut merevisi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2025, menyesuaikan target pertumbuhan kredit agar lebih realistis dari sebelumnya yang optimistis tumbuh dua digit.

    Oleh karena itu, penguatan sektor riil menjadi prasyarat utama agar transmisi kebijakan moneter dan pertumbuhan kredit benar-benar dapat dirasakan oleh perekonomian secara lebih luas dan berkelanjutan.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wamendag dorong UMKM Kediri kembangkan produk bernilai tambah tinggi 

    Wamendag dorong UMKM Kediri kembangkan produk bernilai tambah tinggi 

    Produk seperti tenun ikat, batik, kerajinan kayu, dan anyaman bukan hanya sebagai barang dagangan, tetapi juga menjadi platform…,

    Kediri (ANTARA) – Kementerian Perdagangan mendorong agar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengembangkan produk bernilai tambah tinggi.

    Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri mengungkapkan tentang sebuah paradigma baru yang harus diadopsi pelaku usaha. Hal itu berkaitan dengan bagaimana produk UMKM lokal tidak berhenti sebagai produk sederhana, tetapi dapat menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi.

    “Produk seperti tenun ikat, batik, kerajinan kayu, dan anyaman bukan hanya sebagai barang dagangan, tetapi juga menjadi platform, yaitu titik permulaan untuk pengembangan inovasi dan desain kontemporer, pengembangan wisata, hingga sebagai komoditas ekspor,” kata Wamendag Roro saat di Kediri, Jawa Timur, Jumat.

    Lebih lanjut, Wamendag mengatakan bahwa perdagangan merupakan motor penggerak utama perekonomian kota.

    Lebih dari sekadar aktivitas jual beli, perdagangan membuka peluang usaha seluas-luasnya bagi warga, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan ekonomi lokal.

    Menurut dia, di sinilah peran pemerintah kota bersama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menjadi sangat penting, yaitu mendorong promosi lintas kota serta menggiatkan festival UMKM dan harmonisasi kebijakan daerah.

    Hal itu ditujukan agar produk lokal dapat beredar lebih mudah menembus batas-batas antarkota dan antarprovinsi.

    Kolaborasi antarkota, kata dia, yang difasilitasi Apeksi bukan hanya memperkuat perdagangan daerah, tetapi juga mendorong pemerataan pembangunan dan inovasi, serta menciptakan ekosistem usaha yang saling mendukung.

    Dirinya meyakini, Indonesia mempunyai warisan budaya luar biasa sebagai bangsa yang besar. Hal itu menjadi tugas bersama untuk menjadikan warisan ini sebagai sumber ekonomi kreatif, lapangan kerja, dan kebanggaan nasional.

    “Sebagai contoh sederhana, di Kementerian Perdagangan, kami menjalankan gerakan Gaspol atau Gerakan Kamis Pakai Lokal. Setiap Kamis, seluruh pegawai dianjurkan memakai produk lokal, mulai dari pakaian, aksesori, hingga tas dan sepatu,” kata Wamendag Roro.

    Menurut dia, langkah ini memang kecil, tapi pesannya besar yaitu mendorong permintaan, memperkuat pasar domestik, dan membangun rasa bangga terhadap produk UMKM.

    Gerakan sederhana ini diharapkan dapat mengembangkan potensi produk lokal yang sebagian besar dikembangkan oleh UMKM untuk terus berinovasi memenuhi kebutuhan dan selera aktivitas masyarakat mendatang.

    Wamendag juga menekankan, UMKM merupakan fondasi perekonomian Indonesia. Data yang diolah Kementerian Perdagangan menunjukkan lebih 15 persen dari total UMKM nasional berada di Jawa Timur.

    Hampir 10 juta unit UMKM yang menopang lebih dari 58 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi.

    Kontribusi UMKM, tambah dia, tidak hanya memperkuat ekonomi daerah, tetapi juga membuka jalan menuju pasar nasional dan global.

    Terkait hal itu, Kementerian Perdagangan juga rutin menggelar business matching (pitching dan temu buyer) bersama perwakilan perdagangan diberbagai negara.

    Nilai tersebut terdiri atas potensi transaksi sebesar USD 34,34 juta dan pesanan pembelian (purchase order) senilai USD 52,70 juta.

    Wamendag Roro menekankan, program-program nasional ini diharapkan dapat bersinergi dengan kebijakan dan inisiatif pemerintah kota di bawah payung Apeksi.

    Wamendag menghadiri rangkaian acara Musyawarah Komisariat Wilayah IV (Muskomwil) ke-13 Apeksi, pada 16-18 Juli 2025.

    Kota Kediri menjadi tuan rumah dalam kegiatan ini. Muskomwil merupakan ajang berdiskusi, berbagi ide, dan berkolaborasi dalam pengembangan perkotaan yang inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong kemajuan dan sinergi antardaerah demi masa depan yang lebih baik.

    Pewarta: Asmaul Chusna
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah salurkan 1,3 juta ton beras SPHP untuk tekan kenaikan harga

    Pemerintah salurkan 1,3 juta ton beras SPHP untuk tekan kenaikan harga

    Hari ini kita operasi pasar besar-besaran. Ini mengantisipasi agar harga beras turun, tidak naik di saat stok kita banyak,

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah resmi menyalurkan 1,3 juta ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk digelontorkan secara bertahap ke seluruh Indonesia.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa langkah ini diambil guna menekan gejolak harga beras di masyarakat.

    “Hasil Rakortas adalah yang pertama kita melepas 360 ribu ton untuk bantuan sosial. Yang kedua adalah kita lepas SPHP 1,3 juta ton. Seluruh Indonesia bergerak bersama-sama. Kami yakin 1-2 minggu harga beras dapat turun,” kata Mentan Amran saat peluncuran “Gerakan Pangan Murah Beras SPHP” di Jakarta, Jumat.

    Lebih lanjut, Mentan menegaskan, kebijakan ini merupakan arahan Presiden Prabowo Subianto agar negara hadir menjamin keterjangkauan pangan.

    “Hari ini kita operasi pasar besar-besaran. Ini mengantisipasi agar harga beras turun, tidak naik di saat stok kita banyak,” kata dia.

    Untuk mempercepat penyaluran, pemerintah menggandeng jaringan Bulog, PT Pos Indonesia, ID Food, PTPN, dan Pupuk Indonesia Holding Company.

    “Terima kasih kepada BUMN Pangan, ada di Dirut PTPN, ada Dirut Bulog, ID Food, PIHC, dan PT Pos sebagai terdepan menggerakkan SPHP. Kami berharap ini bisa digerakkan di seluruh Indonesia. Agar masyarakat menikmati harga yang baik di saat produksi meningkat,” kata Mentan.

    Selain itu, Amran mengungkapkan bahwa gerakan pangan murah ini dilakukan di 5.302 titik seluruh Indonesia.

    Beras SPHP dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET), yaitu Rp12.500 per kilogram untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, Sulawesi), Rp13.100 per kilogram untuk zona 2 (Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, Kalimantan), dan Rp13.500 per kilogram untuk zona 3 (Maluku, Papua).

    Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengapresiasi Gerakan Pangan Murah Beras SPHP yang merupakan sinergi antara Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, BUMN Pangan, PT Pos Indonesia, dan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

    “Jadi ini beras SPHP dengan harga Rp62.500 per kemasan, per kilogram Rp12.500. Mudah-mudahan ini bisa membantu menstabilkan harga yang di beberapa tempat ada kenaikan,” ujar Zulhas.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Paradoks pajak hiburan atas olahraga

    Paradoks pajak hiburan atas olahraga

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kebijakan yang kontroversial: pengenaan pajak hiburan sebesar 10 persen atas berbagai aktivitas olahraga komersial.

    Kebijakan ini dirinci secara eksplisit dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025, yang mencantumkan 21 jenis olahraga, termasuk padel, yoga, hingga sewa lapangan futsal, sebagai objek pajak hiburan.

    Di tengah semangat warga kota dalam mengadopsi gaya hidup sehat, langkah ini justru menimbulkan paradoks kebijakan: olahraga, yang sejatinya vital bagi kesehatan masyarakat, diposisikan sejajar dengan aktivitas hiburan seperti tontonan bioskop dan pergelaran musik.

    Aktivitas fisik teratur terbukti menjadi salah satu elemen paling efektif dalam mencegah penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas. Namun, mendorong aktivitas fisik bukan sekadar soal imbauan atau kampanye.

    Riset Nola M. Ries (2012) berjudul Legal and Policy Measures to Promote Healthy Behaviour: Using Incentives and Disincentives to Control Obesity menunjukkan bahwa ruang fisik yang memadai dan lingkungan yang mendukung berperan penting dalam meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan fisik. Keberadaan taman kota, jalur pejalan kaki, serta fasilitas olahraga merupakan penunjang utama gaya hidup sehat.

    Di kota-kota besar seperti Jakarta, di mana keterbatasan ruang terbuka masih cukup menantang, fasilitas olahraga komersial sering kali menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk tetap aktif. Namun kini, dengan adanya pajak hiburan atas fasilitas olahraga tersebut, biaya akses meningkat.

    Seseorang yang hendak mengikuti kelas yoga atau menyewa lapangan bulu tangkis harus membayar lebih mahal karena beban pajak tersebut. Dalam jangka panjang, kebijakan semacam ini berpotensi menghambat akses untuk mempertahankan gaya hidup sehat terutama bagi kelompok menengah ke bawah.

    Disinsentif bagi gaya hidup sehat

    Pajak memiliki daya pengaruh yang luar biasa terhadap perilaku. Ketika pemerintah mengenakan pajak atas konsumsi, secara tidak langsung itu menjadi sinyal terkait preferensi kebijakan pemerintah, yakni apa yang hendak dibatasi, dan apa yang ingin didorong.

    Combs dan Elledge (1979) ketika membahas pajak akomodasi (yang bahkan bukan hiburan) mengingatkan pentingnya prinsip ability-to-pay dalam kebijakan pajak konsumsi. Dalam hal ini, pajak semestinya tidak membebani secara tidak proporsional kelompok berpenghasilan rendah.

    Pajak atas olahraga justru bisa menjadi regresif, yakni mereka yang paling membutuhkan fasilitas olahraga akan paling terdampak oleh kenaikan biaya. Padahal, boleh jadi mereka adalah kelompok berpenghasilan rendah.

    Karenanya, 21 jenis olahraga yang dikenai pajak hiburan oleh Pemprov DKI layak untuk dievaluasi. Tidak semua jenis aktivitas tersebut bersifat hiburan murni atau mewah.

    Kegiatan seperti yoga, bulu tangkis, futsal, atau atletik jelas merupakan aktivitas partisipatif yang mendukung kebugaran dan sering kali dijalankan secara rutin oleh masyarakat sebagai bagian dari gaya hidup sehat.

    Sebaliknya, beberapa aktivitas memang layak masuk kategori hiburan atau eksklusif. Misalnya, jetski, bowling, biliar, ice skating, serta tenis atau lapangan tembak yang umumnya hanya diakses kelompok tertentu dengan daya beli lebih tinggi.

    Peninjauan selektif ini penting. Bukan berarti olahraga tidak mengandung aspek hiburan, tetapi ketika aspek partisipatif dan fungsi kesehatannya lebih dominan, perlakuan fiskalnya seharusnya berbeda.

    Lagipula, jika pemerintah sungguh ingin mengoptimalkan penerimaan daerah dari sektor ini, ada ruang untuk mendesain kebijakan yang lebih progresif, misalnya dengan mengenakan tarif lebih tinggi pada olahraga eksklusif dan membebaskan atau menurunkan tarif untuk olahraga publik atau komunitas.

    Gubernur Jakarta Pramono Anung pada Jumat (4/7), ketika menanggapi ramainya pemberitaan terkait pajak atas 21 objek olahraga menyebut bahwa daerah lain juga mengenakan pajak atas aktivitas olahraga. Pernyataan ini memang tidak sepenuhnya keliru, namun perlu dicermati konteks dan skalanya.

    Kota Yogyakarta, misalnya, hanya menetapkan delapan jenis aktivitas dalam Perda Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan Wali Kota Nomor 54 Tahun 2023, termasuk biliar, bowling, dan pusat kebugaran, tanpa merinci secara agresif seperti DKI Jakarta.

    Target penerimaan dari pajak hiburan olahraga di Yogyakarta pada APBD 2023 pun tergolong sangat kecil dibanding jenis pajak lain, yakni hanya sebesar Rp10.000.000 untuk Pajak Pertandingan Olahraga dan Rp34.000.000 untuk Pajak Biliar dan Bowling.

    Pendekatan serupa juga dilakukan oleh Kota Bandung melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024, yang tidak merinci objek olahraga secara terperinci seperti Jakarta. Dengan demikian, tidak fair jika kebijakan DKI yang sangat rinci dan luas pembebanannya disamakan begitu saja dengan daerah lain.

    Keseimbangan fiskal dan kesehatan

    Bila kita terjebak pada logika bahwa setiap layanan komersial layak dikenai pajak tanpa melihat fungsi sosialnya, maka akan ada banyak kebijakan yang secara tidak langsung justru merusak tujuan pembangunan itu sendiri. Seharusnya, untuk jenis olahraga yang fungsinya jelas dalam menjaga kesehatan dan bisa diakses masyarakat luas, pemerintah bisa menerapkan pendekatan insentif fiskal.

    Dalam risetnya, Ries (2012) bahkan menyebutkan bahwa beberapa yurisdiksi di Kanada dan AS telah mencoba skema kredit pajak atau subsidi bagi aktivitas fisik, dengan tujuan mendorong partisipasi lebih luas.

    Memang, skema semacam itu memiliki tantangan tersendiri, seperti efektivitas dan kompleksitas administratif. Namun, semangatnya penting untuk dipahami, bahwa negara hadir bukan hanya untuk menarik pajak, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem yang sehat bagi warganya.

    Salah satu opsi yang bisa dikembangkan adalah penyediaan fasilitas olahraga publik dengan skema retribusi yang akses atau tiketnya akan cukup terjangkau. Bahkan, pendapatan dari retribusi ini bisa menjadi alternatif sumber penerimaan daerah, yang mana itu lebih berkeadilan dan tetap mendukung tujuan kesehatan publik.

    Di sisi lain, kebijakan fiskal daerah juga tidak sepenuhnya dapat dilepaskan dari ketentuan pusat. Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) memang mencantumkan secara eksplisit bahwa jasa olahraga permainan adalah objek PBJT hiburan.

    Namun, semestinya kebijakan pelaksanaan di daerah tidak dilakukan secara over-generalisasi. Pemerintah daerah tetap memiliki ruang diskresi dalam merumuskan peraturan turunannya agar tidak kontraproduktif terhadap agenda kesehatan.

    Pajak pada akhirnya bukan sekadar instrumen penerimaan, melainkan juga signalling terkait nilai. Di tengah krisis kesehatan masyarakat akibat rendahnya tingkat aktivitas fisik penduduk kota, kebijakan fiskal harus menjadi bagian dari solusi, bukan justru sumber masalah. Jika pemerintah ingin menggenjot penerimaan, masih banyak sektor hiburan murni yang lebih layak untuk digarap.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun daerah lainnya perlu meninjau ulang kebijakan terkait pajak olahraga secara proporsional, dengan memetakan secara cermat mana saja jenis olahraga yang benar-benar layak dikenai pajak hiburan. Tanpa itu, semangat hidup sehat akan kandas di hadapan beban fiskal yang tidak proporsional. Pajak boleh bersandar pada asas konsumsi, tapi ia juga harus tunduk pada logika keadilan sosial.

    *) Ismail Khozen adalah Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia dan Manajer Riset Pratama Institute

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rokok ilegal kuasai 61 persen peredaran barang ilegal

    Rokok ilegal kuasai 61 persen peredaran barang ilegal

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menyatakan telah melakukan penindakan barang ilegal sebanyak 13.248 penindakan dengan nilai mencapai Rp3,9 triliun per Juni 2025, di mana 61 persennya didominasi oleh rokok ilegal.

    Dari segi jumlah penindakan, totalnya mengalami penurunan 4 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, jumlah batang rokok ilegal yang berhasil diamankan meningkat 38 persen.

    “Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas pengawasan dan efektivitas dalam proses penindakan,” kata Djaka dalam konferensi pers di Kediri, dikutip dari keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Ia menjamin pengawasan yang dilakukan Bea Cukai tidak hanya berhenti pada tahap penindakan, tetapi juga diperkuat dengan langkah-langkah lanjutan. Misalnya, penyidikan, pengenaan sanksi administratif, serta penerapan ultimum remidium.

    Seluruh upaya itu bertujuan untuk memastikan bahwa penindakan tidak hanya menimbulkan efek jera, tetapi juga berdampak nyata terhadap optimalisasi penerimaan negara.

    Upaya itu pun diterapkan secara konsisten dalam berbagai operasi, salah satunya adalah Operasi Gurita yang berlangsung sejak 28 April hingga 30 Juni 2025.

    Dalam kurun waktu tersebut, telah dilakukan sebanyak 3.918 penindakan dengan total barang hasil penindakan mencapai 182,74 juta batang rokok ilegal.

    Operasi itu juga menghasilkan tindak lanjut berupa 22 kali penyidikan, 10 sanksi administratif kepada pabrik dengan nilai sebesar Rp1,2 miliar, serta pengenaan ultimum remidium terhadap 347 kasus dengan total nilai Rp23,24 miliar.

    Sinergi pengawasan juga tercermin dari kinerja unit-unit vertikal Bea Cukai di daerah, seperti yang dilakukan oleh Kanwil Bea Cukai Jawa Timur II dan Bea Cukai Kediri.

    Diketahui, sepanjang tahun 2025 Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Timur II telah melaksanakan 511 kali penindakan di bidang kepabeanan dan cukai.

    Dari total penindakan tersebut, berhasil diamankan 54.643.707 batang rokok ilegal dan 18.134 liter minuman mengandung etil alkohol, dengan nilai barang mencapai Rp80 miliar dan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan senilai Rp48 miliar.

    Sementara itu, Bea Cukai Kediri sepanjang tahun 2025 telah melaksanakan 57 kali penindakan dengan total hasil tembakau ilegal sebanyak 29,03 juta batang rokok.

    Selain mengedepankan pendekatan represif, Bea Cukai juga menerapkan strategi pendekatan sosio-kultural sebagai bentuk pencegahan terhadap peredaran barang kena cukai ilegal.

    Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Timur II, misalnya, menggandeng tokoh agama dan masyarakat dalam memberikan edukasi kepada publik tentang pentingnya mendukung peredaran barang legal dan kewajiban membayar cukai.

    “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Peran aktif masyarakat, tokoh agama, dan pelaku usaha sangat krusial dalam membangun kesadaran kolektif bahwa membeli barang ilegal sama dengan merugikan negara. Melalui pendekatan yang humanis dan strategis ini, kami optimistis dapat menekan peredaran rokok ilegal secara signifikan,” tutur Djaka.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Kinerja kegiatan usaha meningkat pada triwulan II 2025

    BI: Kinerja kegiatan usaha meningkat pada triwulan II 2025

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat bahwa kinerja kegiatan dunia usaha terindikasi meningkat pada triwulan II 2025.

    “Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang tercatat sebesar 11,70 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan SBT pada triwulan sebelumnya sebesar 7,63 persen,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Ramdan mengatakan meningkatnya kegiatan dunia usaha tersebut didorong oleh kenaikan kinerja mayoritas lapangan usaha (LU), terutama LU administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sejalan dengan realisasi anggaran pemerintah sesuai pola seasonal-nya.

    Selain itu juga LU industri pengolahan dan LU penyediaan akomodasi dan makan minum sejalan dengan permintaan yang terjaga pada periode rangkaian libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) sepanjang triwulan II 2025.

    Kapasitas produksi terpakai pada triwulan II 2025 tercatat sebesar 73,58 persen, meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2025 yang sebesar 73,25 persen.

    Peningkatan tersebut terutama ditopang oleh LU pertambangan dan penggalian serta LU pengadaan listrik.

    Sementara itu, ia mengatakan kondisi keuangan dunia usaha secara umum juga tetap dalam kondisi baik pada aspek likuiditas maupun rentabilitas, dengan akses kredit yang tetap mudah.

    Berdasarkan survei BI, responden memprakirakan kegiatan usaha pada triwulan III 2025 melanjutkan peningkatan dengan SBT sebesar 11,98 persen.

    Kegiatan usaha diprakirakan meningkat terutama bersumber dari perbaikan kinerja LU konstruksi sejalan dengan dimulainya beberapa proyek, baik pemerintah maupun swasta serta LU pertambangan dan penggalian sejalan dengan terjaganya permintaan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Zulhas: Masalah beras oplosan diantisipasi lewat Kopdes Merah Putih

    Zulhas: Masalah beras oplosan diantisipasi lewat Kopdes Merah Putih

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan masalah beras oplosan diharapkan bisa diantisipasi melalui Koperasi Desa (Kopdes) atau Koperasi Kelurahan (Kopkel) Merah Putih.

    “Kita akan mencoba menyelesaikan secara permanen, kita membangun infrastruktur yang permanen, dengan apa? Koperasi Desa,” kata Zulkifli Hasan yang biasa disapa Zulhas di sela-sela acara “Gerakan Pangan Murah Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP)” di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, kehadiran Kopdes atau Kopkel dapat menjadi instrumen yang aman bagi distribusi beras untuk masyarakat.

    “Sehingga nanti kalau ada bantuan, ada SPHP, bisa masuk ke, selain (melalui gerai di) Pos (Indonesia), bisa masuk ke Kopdes. Nanti Kopdes itu kan ada di tiap desa,” ujar Zulhas.

    “Nah, jadi kita akan bangun permanen, memangkas tengkulak-tengkulak, memangkas permainan-permainan itu dengan permanen melalui Kopdes,” ujar dia.

    Dari hasil sidak dan investigasi yang dilakukan Satgas Pangan bersama jajaran Kementerian Pertanian, ditemukan 212 merek beras yang diduga merupakan beras oplosan, yakni campuran antara beras medium dan premium.

    Zulhas mengatakan pemerintah berupaya tegas untuk menindak para pelaku yang melakukan oplosan beras ini.

    “Kalau jualan A, ya A. Kalau B, ya B. Ya kan Jangan jadi sesuatu yang biasa. Itu melanggar, makanya tindak tegas. Dan pemerintah sedang melakukan upaya serius. Punya infrastruktur, ya. Satgas (Pangan) pasti tegas, ya,” kata Zulhas.

    “Kalau ada oplos, satgas-nya harus jalan terus. Nah, kita juga akan melakukan permanen dengan lahirnya nanti Kopdes di setiap desa,” ujar dia.

    Sementara itu, peluncuran program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang semula dijadwalkan pada 19 Juli 2025, diundur menjadi 21 Juli 2025 untuk memastikan partisipasi penuh dari berbagai elemen pemerintahan dan masyarakat.

    Hingga saat ini, tercatat sekitar 81 ribu Kopdes atau Kopkel Merah Putih sudah terbentuk, dengan 77 ribu di antaranya telah memiliki badan hukum koperasi.

    Selain persiapan peluncuran, pemerintah juga sedang melakukan penyempurnaan regulasi agar tidak ada hambatan dalam operasional Kopdes setelah diluncurkan.

    Adapun saat ini, sebanyak 103 Kopdes percontohan telah beroperasi dan tersebar di 38 provinsi serta 103 kabupaten.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mentan sebut butuh pertimbangan sebelum lakukan impor ke AS

    Mentan sebut butuh pertimbangan sebelum lakukan impor ke AS

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan membutuhkan pertimbangan dalam sebelum memutuskan impor produk-produk pertanian dari Amerika Serikat (AS).

    Hal ini menyusul penerapan tarif 19 persen terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Sementara sebaliknya, AS tidak dikenakan tarif bagi produknya yang masuk ke RI dan adanya kesepakatan Indonesia membeli produk agrikultur AS senilai 4,5 miliar dolar AS.

    “Itu (melakukan impor) tidak semerta-merta, kan? Kalau kita butuh impor, baru kita impor, kan? Itu ada rekomendasi dari (Kementerian) Pertanian, dari (Kementerian) Perdagangan. Itu kalau Indonesia butuh. Kalau gandum kan pasti butuh, kedelai masih butuh,” kata Mentan Amran saat ditemui di Jakarta, Jumat.

    Sebelumnya, Amran menyatakan Indonesia akan mengimpor produk pertanian AS yaitu gandum sebagai imbas dari kesepakatan dagang penurunan tarif resiprokal.

    Rencana impor ini pun ia nilai tidak berseberangan dengan program ketahanan pangan dalam negeri.

    Selain itu, ia menegaskan bahwa negara tetap hadir untuk melindungi petani dalam negeri, dengan meningkatkan produktivitas dalam negeri serta target swasembada pangan oleh pemerintah.

    “Petani tetap terlindungi. Selama produksi dalam negeri mampu, ya, masa impor?” kata dia.

    Lebih lanjut, Mentan mengatakan penurunan tarif dagang AS dengan nilai 19 persen juga memiliki dampak positif bagi Indonesia.

    “Itu salah satu yang sangat menguntungkan Indonesia adalah itu kita tarif 19 persen. CPO (crude palm oil/kelapa sawit) kita masuk ke Amerika,” kata Amran.

    “Kita bersyukur bahwa Presiden (Prabowo Subianto) luar biasa menego, nego awalnya berapa? 32 persen, sekarang turun menjadi 19 persen,” ujar dia menambahkan.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.