Catatan WCC Jombang, Mayoritas Korban Kekerasan Berstatus Pelajar, Keguguran sampai Putus Sekolah

Catatan WCC Jombang, Mayoritas Korban Kekerasan Berstatus Pelajar, Keguguran sampai Putus Sekolah

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG – Perempuan usia 16-18 tahun di Kabupaten Jombang paling sering menerima kekerasan seksual.

Dimana rata-rata korban masih duduk di bangku sekolah. 

Bahkan dalam beberapa kasus, ada beberapa korban kekerasan seksual di Kabupaten Jombang yang terpaksa harus putus sekolah karena mendapatkan stigma negatif. 

Direktur Women Crisis Center (WCC) Kabupaten Jombang, Ana Abdillah mengatakan jika kasus kekerasan seksual di Kabupaten Jombang sepanjang tahun 2024 mengalami peningkatan. 

Dari hanya 47 kasus di tahun 2023, menjadi 55 kasus di tahun 2024. Ana menjelaskan jika jenis kekerasan yang diterima beragam, seperti kekerasan terhadap anak, perkosaan, kekerasan terhadap istri, pelecehan seksual maupun pelecehan seksual non fisik. 

“Usai korban kekerasan paling banyak rentang diterima usia 16-18 tahun persentasenya 31 persen. Terbanyak yang terjadi,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Kamis (27/2/2025). 

Lebih lanjut, ia menjabarkan jika usai 16-18 tahun yang dominan menjadi korban kekerasan seksual itu masih kategori pelajar sekolah di tingkat SLTP sampai SLTA. 

“Ada 5 korban kekerasan terpaksa harus berhenti sekolah. 4 korban mengalami kehamilan tidak diinginkan, 1 korban mengalami tekanan psikologis karena kasusnya tersebar ke publik,” ungkapnya. 

Dari 4 korban yang mengalami kehamilan tidak diinginkan ini, 1 korban mengalami keguguran dan harus melanjutkan ke pendidikan kesetaraan. Sementara 3 korban kekerasan lainnya harus putus sekolah. 

Ana menjabarkan jika kasus kekerasan paling banyak terjadi di Kecamatan Jombang sebanyak 21 kasus. Diikuti Kecamatan Mojowarno dengan 16 kasus dan Kecamatan Diwek dengan 14 kasus. 

“Hubungan antara korban dan pelaku ini juga beragam. Paling banyak suami, ada 42 kasus, lalu pacar 16 kasus dan orang tua kandung atau tiri asal 13 kasus,” bebernya. 

Dalam catatannya, sepanjang tahun 2024, WCC Jombang mencatat ada 112 kasus kekerasan yang dialami perempuan.

Kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Kabupaten Jombang yang makin mengkhawatirkan juga tak luput dari pandangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang. 

Melalui Badan Pembentukan Peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Jombang godok Raperda. 

Raperda yang digodok ini yaitu tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ketua Bapemperda DPRD Jombang, Kartiyono. 

“Kami DPRD Jombang (Bapemperda) sedang berproses menggodok Raperda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Kamis (27/2/2025). 

Raperda ini merupakan sebuah upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang untuk menjawab berbagai aspirasi dari masyarakat terkait dengan terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak korban kekerasan.

Sejatinya, Kabupaten Jombang sudah memiliki Perda lama tentang hal ini, yakni Perda No 14 tahun 2008. 

“Namun memang di akui bahwa masih jauh dari apa yg menjadi harapan dan Kebutuhan. Nah di samping itu Pembentukan Perda Baru ini juga  merupakan langkah penyesuaian dengan regulasi atau peraturan yang lebih tinggi. Yang beberapa kali telah dilakukan perubahan, baik UU, PP, maupun Peraturan Menteri,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.