Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Buruh Kritisi Kenaikan PPN Jadi 12 Persen: Kalau Tidak Diiringi Kenaikan Upah Bakal Terjadi Krisis Ekonomi

Buruh Kritisi Kenaikan PPN Jadi 12 Persen: Kalau Tidak Diiringi Kenaikan Upah Bakal Terjadi Krisis Ekonomi

Jakarta, Beritasatu.com– Serikat pekerja meminta agar niat pemerintah untuk meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% harus diimbangi dengan kenaikan upah minimum. Apabila tidak diimbangi dengan kenaikan upah minimum maka daya beli masyarakat akan terpukul.

Kenaikan tarif PPN 12% dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.  Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 disebutkan tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022. Sedangkan tarif PPN 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

 “Kalau enggak diimbangi dengan kenaikan upah yang tinggi maka akan terjadi krisis ekonomi, ekonomi akan semakin terpuruk,  daya beli pekerja  menjadi lebih rendah lagi,” kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat saat dihubungi pada Senin (25/11/2024).

Pada saat yang sama pemerintah juga harus menjaga stabilitas harga pangan agar kesejahteraan masyarakat terjaga. Mirah mengatakan dalam formulasi penyusunan upah minimum pemerintah harus memasukan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga 60 item komponen hidup layak. Penyusunan upah minimum harus selaras dengan kondisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada 2025.

“Sebanyak 60 item komponen hidup layak itu harus diikutsertakan untuk dalam perhitungan formulasi upah minimum 2025. Terus kemudian juga kalau saya lihat kan belum sesuai permenaker untuk perhitungan UMP 2025 yang disusun oleh pemerintah,” tutur Mirah.

Sebelumnya, Direktur Riset bidang Makro Ekonomi, Kebijakan Fiskal dan Moneter Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto berpendapat penyesuaian tarif PPN dinilai tidak akan memberikan daya dorong  maksimal dalam mengumpulkan setoran penerimaan negara sekaligus mendongkrak rasio penerimaan negara  (tax ratio).  Apalagi  upaya memungut  PPN di Indonesia masih menggunakan skema tarif tunggal sehingga dianggap tidak adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan daya beli dan  kebutuhan antarkelompok barang dan jasa yang berbeda.

“Kalau tarif PPN naik, maka akan memberikan konsekuensi  yang terkait dengan transaksi yang dilakukan masyarakat. Kenaikan tarif memiliki konsekuensi terhadap kegiatan dan pergerakan ekonomi. Ujung-ujungnya lebih banyak ruginya daripada untungnya.  Jadi kalau bisa  tunda dahulu kenaikan PPN 12%,” terang Akhmad.