BUMN: TransJakarta

  • Syarat Pekerja Bergaji Rp 6,2 Juta Bisa Naik Angkutan Umum Gratis

    Syarat Pekerja Bergaji Rp 6,2 Juta Bisa Naik Angkutan Umum Gratis

    Jakarta

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperluas golongan penerima manfaat transportasi umum gratis. Kini, para pekerja baik swasta maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa memanfaatkan transportasi umum gratis jika memenuhi syarat.

    Gubernur DKI JAkarta Pramono Anung mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2025 tentang Pemberian Layanan Angkutan Umum Massal Gratis. Pekerja dengan gaji Rp 6,2 juta bisa menikmati angkutan umum gratis.

    “Saya sudah menandatangani dan mengeluarkan Pergub Nomor 33 untuk memperluas manfaat bagi 15 golongan. Untuk itu, para pekerja–artinya adalah yang Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun swasta- -dengan gaji maksimal 1,15 kali Upah Minimum Provinsi (UMP) atau sekitar Rp6,2 juta dapat mengajukan Kartu Layanan Transportasi Massal gratis, baik itu Transjakarta, MRT, dan LRT, termasuk Mikrotrans tentunya,” kata Pramono dikutip dari siaran persnya.

    Menurut Pramono, kebijakan ini diberlakukan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju penggunaan transportasi publik berkelanjutan. Sehingga dapat mengurangi dampak negatif lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

    “Harapan saya masyarakat yang memanfaatkan transportasi umum di Jakarta ini akan meningkat secara signifikan. Dan yang paling penting juga kalau itu akan meningkat, maka polusinya berkurang, kemacetannya juga berkurang, polusinya juga berkurang. Maka dengan demikian mudah-mudahan Jakarta akan semakin aman, nyaman, dan membuat penduduknya bahagia,” sebut Pramono.

    Selain mengurangi kemacetan, kebijakan ini diambil sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk mengurangi pengeluaran transportasi bulanan. Pada umumnya, para pekerja bisa menghabiskan sekitar 25-30% dari total pengeluaran bulanan untuk biaya transportasi.

    Bagaimana cara mendapatkan akses transportasi umum gratis? Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan, secara teknis, Kartu Layanan Gratis (KLG) transportasi massal dapat diajukan melalui PT Transjakarta dan Bank Jakarta sebagai penerbit kartu. Penerbitan dilakukan dengan sistem digital dan akan terintegrasi melalui suatu sistem yang akan dikelola oleh badan usaha. Sementara untuk pengajuan Kartu Pekerja Jakarta (KPJ) dapat mengajukan ke Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta/Bank Jakarta sebagai penerbit kartu.

    “Saat ini, pendaftaran KLG dapat dilakukan melalui aplikasi TransJakarta untuk 9 golongan meliputi proses pendaftaran, verifikasi, validasi data, produksi dan distribusi kartu, hingga aktivasi kartu dalam bentuk fisik maupun digital dan 6 golongan melalui Bank DKI. Kemudian, kartu bisa langsung digunakan,” terang Syafrin.

    Untuk pengajuan mendapatkan akses transportasi umum gratis, ada beberapa syarat yang harus dilengkapi. Syarat-syaratnya antara lain melampirkan dokumen administrasi berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk Provinsi DKI Jakarta; surat keterangan aktif bekerja; fotokopi Kartu Pekerja Jakarta; surat keterangan penghasilan; dan foto diri terbaru.

    Layanan angkutan umum massal gratis diberikan kepada 15 golongan masyarakat sebagai berikut:

    – Peserta didik pemegang Kartu Jakarta Pintar Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU)
    – Penerima bantuan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi anak
    – Penghuni rumah susun sederhana sewa
    – Tim penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kelompok PKK
    – PJLP dan pegawai non-ASN Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
    – ASN dan pensiunan PNS Provinsi DKI Jakarta
    – Penyandang disabilitas
    – Penduduk lanjut usia di atas 60 tahun
    – Veteran Republik Indonesia
    – Karyawan swasta pemegang Kartu Pekerja Jakarta
    – Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini (PAUD)
    – Penjaga rumah ibadah
    – Penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
    – Juru pemantau jentik, pengurus karang taruna, dasawisma, atau pengurus pos pelayanan terpadu, dan
    – Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Golongan yang bisa mendaftarkan diri melalui Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta yaitu penduduk ber-KTP Kepulauan Seribu, penerima bantuan raskin domisili Jabodetabek, anggota TNI/Polri, anggota veteran Republik Indonesia, penyandang disabilitas, lansia di atas 60 tahun, pengurus rumah ibadah, pendidik PAUD, petugas Jumantik, pengurus Karang Taruna, Dasawisma, dan Posyandu.

    Sementara untuk ASN Pemprov DKI, pensiunan ASN, tenaga kontrak Pemprov DKI, penerima KJP Plus, penghuni rusunawa, Tim Penggerak PKK, serta karyawan bergaji setara UMP dapat mendaftarkan diri lewat skema pendaftaran di Bank DKI.

    Pemegang kartu tidak boleh menyalahgunakan kartu layanan yang diterbitkan oleh PT Bank Jakarta seperti diperjualbelikan dan digunakan oleh orang atau pihak yang tidak berhak. Setiap penerima yang melanggar larangan penyalahgunaan kartu Layanan Angkutan Umum Massal gratis akan dikenakan sanksi berupa pencabutan fasilitas layanan dan baru dapat mendaftar kembali satu tahun sejak dilakukan pencabutan fasilitas.

    (rgr/din)

  • 5
                    
                        Menara Saidah, Bayangan Kemegahan yang Terbengkalai di Tengah Megaproyek Jakarta
                        Megapolitan

    5 Menara Saidah, Bayangan Kemegahan yang Terbengkalai di Tengah Megaproyek Jakarta Megapolitan

    Menara Saidah, Bayangan Kemegahan yang Terbengkalai di Tengah Megaproyek Jakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Di antara hiruk-pikuk kendaraan di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, berdiri sebuah menara yang seolah berhenti dalam waktu.
    Menara Saidah
    , dengan tiang-tiang korintus dan fasad bergaya Romawi klasik, kini hanya menjadi bayangan kemegahan masa lalu yang perlahan memudar di tengah pesatnya pembangunan Ibu Kota.
    Bangunan setinggi 28 lantai itu pernah menjadi simbol kemajuan kawasan bisnis Cawang pada awal 2000-an.
    Namun, hampir dua dekade berlalu, ia menjelma menjadi monumen bisu menggambarkan rumitnya tata kelola ruang Kota Jakarta dan lemahnya penegakan hukum terhadap aset-aset terabaikan.
    Penelusuran
    Kompas.com
    , Jumat (7/11/2025), menunjukkan bahwa Menara Saidah kini seperti artefak kota yang terlupakan.
    Di depan gedung, pagar seng berwarna abu-abu kusam setinggi dua meter membentang sepanjang sisi jalan, dengan tulisan besar berwarna merah:
    DILARANG MASUK
    .
    Setiap hari, orang-orang melintas hanya beberapa meter dari bangunan ini tanpa pernah benar-benar tahu apa yang tersisa di balik pagar itu.
    Begitu pagar seng dibuka oleh petugas keamanan, suasana berubah drastis. Sunyi. Hanya terdengar dengung mesin kendaraan dari kejauhan dan lolongan anjing penjaga di bawah naungan pohon besar yang tumbuh liar di depan lobi.
    Dua pos jaga kecil berdiri di sisi kanan dan kiri gerbang, terbuat dari kayu lapuk yang sebagian atapnya sudah bocor.
    “Kami jaga empat orang, siang malam bergantian,” ujar Juliadi (40), salah satu penjaga yang sudah bekerja di sana sejak 2014.
    “Tugasnya cuma jaga biar enggak ada yang masuk tanpa izin. Banyak anak muda penasaran, kadang nekat manjat pagar,” lanjutnya.
    Di halaman depan, lantai marmer yang dulu berkilau kini tertutup debu, pecahan genteng, dan dedaunan kering.
    Rumput liar tumbuh menembus sela ubin, membentuk lanskap alami yang menelan keanggunan desain arsitektur klasik Eropa yang dulu diagungkan.
    Fasad bangunan menampilkan enam pilar besar berwarna hijau tua dengan ukiran emas yang kini memudar. Ornamen berbentuk bunga teratai di atas atap lobi menghitam akibat jamur dan cuaca.
    Di bagian dalam lobi utama, dua patung klasik berwarna putih, satu berbentuk bust laki-laki dan satu lagi patung singa, duduk berdiri di tengah debu.
    Kedua patung itu kotor, tertutup jelaga dan sarang laba-laba, tetapi masih menjaga aura kemewahan masa lalu.
    Di langit-langit lobi, lukisan langit berwarna biru muda dengan awan putih masih tampak samar, diapit sisa ornamen emas di tepiannya.
    Lift yang dulu menjadi penghubung antar lantai kini hanya menyisakan poros besi vertikal tanpa kabin. Kabel-kabel menjuntai dari langit-langit, berkarat, dan sebagian putus.
    Dinding-dinding di sekitar tangga darurat mengelupas, menampakkan lapisan bata merah dan kerangka besi bangunan.
    Tangga sempit menuju lantai dua dan seterusnya tak diterangi cahaya. Udara terasa lembap dan berbau besi tua.
    Lantai atas tampak seperti ruang terbuka yang membisu. Beberapa ruangan kosong masih memiliki sisa meja, sebagian besar berdebu dan berkarat.
    Di salah satu ruangan yang menghadap Jalan MT Haryono, kaca jendelanya sudah pecah, memberikan pemandangan Kota Jakarta yang terus bergerak di luar sana, di antaranya LRT melintas, mobil melaju, dan gedung-gedung baru tumbuh di sekitarnya.
    Kontras itu terasa menyesakkan seolah Menara Saidah tidak hanya ditinggalkan secara fisik, tetapi juga secara makna. Ia berdiri tegak, tetapi tak lagi menjadi bagian dari kehidupan kota.
    “Dulu pernah ada yang mau syuting, tapi itu udah lama banget,” kata Juliadi lagi.
    “Pemerintah belum pernah datang lagi. Katanya mau direvitalisasi, tapi cuma rencana,” imbuhnya.
    Sementara di sisi belakang gedung, pemandangan tak kalah miris. Dinding pembatas yang roboh memperlihatkan kontras antara kemegahan dan kesederhanaan permukiman padat warga Cikoko Timur yang hanya berjarak beberapa meter dari fondasi bangunan berlantai 28 itu.
    Area parkir bawah juga bisa dilalui dengan tangga besi melingkar di sisi kanan gedung. Area parkir ini kosong dan gelap, hanya diiringi ilalang serta bunyi dedaunan yang bergesekan di sekitar bangunan.
    Menara Saidah bukan sekadar bangunan kosong. Ia menyimpan riwayat panjang kepemilikan yang berlapis.
    Bangunan ini awalnya dibangun oleh PT Hutama Karya pada 1998 atas pesanan Mooryati Soedibyo, pendiri Mustika Ratu, dengan nama Menara Gracindo.
    Beberapa tahun kemudian, gedung itu dilelang dan berpindah tangan ke keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim, pemilik Merial Group.
    Sang putra, Fajri Setiawan, melakukan renovasi besar-besaran, menambah jumlah lantai dari 18 menjadi 28 dan mengganti namanya menjadi Menara Saidah, mengabadikan nama sang ibu.
    Pada awal 2000-an, gedung ini sempat digunakan oleh beberapa lembaga negara, termasuk Sekretariat Panitia Pemilu 1999 (kini KPU) dan Kementerian Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
    Namun pada 2007, seluruh aktivitas perkantoran di dalam Menara Saidah berhenti. Beredar kabar bahwa gedung miring beberapa derajat.
    Pihak pengelola, PT Gamlindo Nusa, membantah isu tersebut dan menegaskan bahwa pengosongan dilakukan hanya karena masa sewa habis. Namun, sejak saat itu pintu gedung ditutup rapat.
    “Kalau bangunan sudah tidak dimanfaatkan, otomatis Sertifikat Laik Fungsi (SLF)-nya sudah tidak berlaku,” jelas Kartika Andam Dewi, Ketua Subkelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, saat dihubungi
    Kompas.com
    .
    “Pengawasan kami bergilir, dan Menara Saidah belum termasuk daftar 2025. Mungkin baru masuk di jadwal 2026. Karena belum ada laporan aduan atau aktivitas di sana, kami belum melakukan pengawasan lanjutan,” sambungnya.
    Andam menegaskan, Menara Saidah merupakan milik swasta, bukan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Karena itu, pemerintah daerah tidak bisa serta-merta melakukan penindakan atau revitalisasi tanpa koordinasi dan izin pemilik.
    “Kalau nanti ada laporan visual bahwa bangunan itu membahayakan, baru kami bisa melakukan survei insidental,” katanya.
    Fakta ini menunjukkan kerumitan persoalan hukum dan administrasi yang membelit Menara Saidah.
    Pemprov DKI tak punya kewenangan langsung, sedangkan pemilik tidak lagi menampakkan inisiatif untuk memanfaatkan aset yang nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah itu.
    Upaya menyelamatkan Menara Saidah sebenarnya pernah dibahas. Pada 2016, Pemprov DKI Jakarta sempat berencana mengambil alih pemanfaatan bangunan tersebut. Namun rencana itu urung terlaksana.
    Tawaran dari Universitas Satyagama pada 2011 juga kandas karena pemilik tak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung.
    Warga sekitar mengaku sudah terbiasa melihat bangunan itu diam tanpa perubahan.
    “Dulu waktu masih ramai, memang sempat katanya mau direnovasi gitu,” kata Siti (45), pedagang di Cikoko Timur belakang gedung Menara Saidah.
    “Sayang banget ya, bangunan segede itu nganggur. Kalau bisa dimanfaatin buat kantor pemerintah atau pusat UMKM kan enak,” ujarnya.
    Pandangan serupa disampaikan Puji (29), pengemudi ojek
    online
    yang sering melintas di sana.
    “Kalau siang enggak apa-apa, tapi kalau malam sepi banget. Lihat aja catnya udah pudar, kaca banyak yang retak. Padahal di seberang udah banyak gedung baru, tapi yang ini kayak ditinggalin gitu aja,” tuturnya.
    Menurut Puji, warga sering bertanya-tanya mengapa pemerintah membiarkan bangunan strategis di tengah kota itu terbengkalai begitu saja.
    “Katanya punya swasta, tapi masa iya enggak bisa dibenerin bareng-bareng? Jadinya kayak simbol Jakarta yang setengah maju, setengah berantakan,” tambahnya.
    Bagi sebagian warga, Menara Saidah telah kehilangan maknanya sebagai simbol kemajuan.
    “Sekarang malah kalah dan kayak monumen gagalnya tata kota. Kan di kelilingi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur juga, tapi jadi satu-satunya gedung yang tidak dihuni bertahun-tahun,” ujar Tio (41), pegawai kantoran di seberang Menara Saidah.
    Pengamat infrastruktur dan tata kota, Yayat Supriatna, mengatakan, persoalan Menara Saidah bukan semata bangunan mangkrak, melainkan mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam mengelola ruang kota.
    “Kelayakan bangunan itu yang paling penting adalah aspek keselamatan dan keamanan penggunaan. Kalau aman dan
    clear
    dari sengketa hukum, sebenarnya Menara Saidah sangat strategis,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    .
    Ia menilai, posisi gedung yang dekat dengan LRT, KRL, dan TransJakarta semestinya menjadi keunggulan.
    “Sangat cocok kalau dikembangkan jadi
    mixed-use building
    atau hunian
    transit oriented development
    (TOD),” katanya.
    Namun, Yayat mengingatkan bahwa revitalisasi baru bisa dilakukan jika aspek hukum dan keselamatan sudah tuntas.
    “Optimalisasi aset telantarnya harus
    clear and clean
    dulu. Kalau ada sengketa atau masalah struktur, itu harus diselesaikan dulu sebelum dibangkitkan kembali,” tegasnya.
    Yayat bahkan menilai, jika dibongkar dan dibangun ulang sebagai rumah susun terjangkau, lokasinya akan sangat diminati generasi muda yang membutuhkan hunian dekat transportasi publik.
    “Posisinya strategis banget. Dekat ke bandara, dekat ke Halim, dekat ke stasiun. Tapi ya, harus berani pemerintah turun tangan untuk memastikan kejelasan statusnya,” katanya.
    Menara Saidah kini hanya menjadi latar diam bagi perjalanan ribuan orang yang melintas setiap hari.
    Di bawahnya, bus TransJakarta melaju, LRT berderu di atas, dan KRL lewat di sampingnya, tanda Jakarta terus bergerak. Namun di tengah dinamika itu, satu bangunan dibiarkan membeku.
    “Kami enggak tahu siapa pemiliknya, siapa yang tanggung jawab. Pemerintah juga enggak pernah datang bahas. Jadinya kayak dibiarkan
    aja
    begitu,” ujar Wati (50), warga Cikoko Timur yang tinggal di belakang gedung sejak sebelum pembangunan.
    Bagi Wati, Menara Saidah bukan sekadar gedung kosong, melainkan simbol kota yang kehilangan arah dalam menata ruangnya.
    “Kalau enggak bisa difungsikan lagi, ya paling tidak dirapikan. Jangan dibiarkan kumuh begitu. Bikin kesan Jakarta ini kayak kota yang enggak dirawat,” katanya menutup percakapan.
    Menara Saidah, dengan segala kisah kemegahan dan kebisuannya, kini menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa tata kelola dan kepastian hukum hanyalah ilusi kemajuan.
    Ia berdiri tegak, tapi tanpa jiwa sebuah bayangan kemegahan yang terbengkalai di tengah megaproyek Jakarta yang terus berlari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Awal Pekan Senin 10 November 2025 Bertepatan Hari Pahlawan, Ganjil Genap Jakarta Tetap Berlaku

    Awal Pekan Senin 10 November 2025 Bertepatan Hari Pahlawan, Ganjil Genap Jakarta Tetap Berlaku

    Liputan6.com, Jakarta – Awal pekan ini bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025), namun aktivitas lalu lintas tetap berjalan normal dengan diberlakukannya aturan pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan pelat nomor.

    Sistem ganjil genap di Jakarta tetap diterapkan untuk mengatur kepadatan jalan raya pada Senin (10/11/2025) yang jatuh pada tanggal genap. Para pengendara diimbau untuk memperhatikan nomor pelat kendaraan agar tidak terkena sanksi tilang.

    Penerapan ganjil genap dilakukan pada dua rentang waktu, yakni pagi pukul 06.00–10.00 WIB dan sore hingga malam hari pukul 16.00–21.00 WIB. Dalam periode ini, kendaraan berpelat nomor genap dapat melintas di koridor tertentu, sementara kendaraan dengan pelat ganjil diminta mencari jalur alternatif atau menyesuaikan jadwal perjalanan di luar jam pemberlakuan.

    Aturan ini menjadi langkah strategis pemerintah daerah untuk menjaga kelancaran arus lalu lintas di tengah meningkatnya mobilitas warga pada awal minggu kerja.

    Yang perlu diingat, peraturan ganjil genap Jakarta ini hanya berlaku saat hari kerja Senin sampai Jumat dan tidak berlaku akhir pekan Sabtu Minggu serta tanggal merah hari libur nasional.

    Peraturan ganjil genap Jakarta ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap.

    Pelanggaran terhadap kebijakan ganjil genap Jakarta dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Ancaman hukuman berupa denda maksimal Rp 500.000 atau kurungan paling lama dua bulan tetap berlaku, termasuk bila pelanggaran terdeteksi oleh kamera pengawas yang tersebar di sejumlah titik.

    Selain itu, juga terdapat acuan dari Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2022 dan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 2022, yang semuanya menjadi dasar hukum pelaksanaan pengendalian lalu lintas di wilayah Jakarta.

    Penindakan terhadap pelanggar dengan sistem pemantauan berbasis kamera pengawas elektronik atau kamera Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) dan tilang elektronik saat ganjil genap Jakarta berlaku.

    Peringatan Hari Pahlawan yang bertepatan dengan hari kerja ini menjadi momentum untuk meningkatkan kedisiplinan dalam berkendara. Menghargai aturan lalu lintas dapat diartikan sebagai bentuk penghormatan terhadap semangat perjuangan para pahlawan yang menegakkan ketertiban dan tanggung jawab sebagai warga negara.

    Bagi pengendara yang terpaksa keluar rumah pada jam pemberlakuan ganjil genap, disarankan untuk menggunakan layanan transportasi umum seperti MRT, LRT, TransJakarta, atau KRL.

    Fasilitas ini kini semakin terintegrasi dan efisien, sehingga menjadi alternatif praktis untuk bepergian tanpa melanggar aturan.

    Selain itu, penggunaan aplikasi peta digital juga membantu pengemudi mencari rute alternatif bebas ganjil genap sekaligus memantau kondisi lalu lintas secara real-time.

    Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat, berdasarkan data kinerja lalu lintas terungkap ada peningkatan volume lalu lintas hingga 6,25%. Hal ini yang menjadi alasan Pemprov DKI melakukan penambahan ganjil genap menjadi 25 ruas jalan yang mulai berlaku…

  • 7
                    
                        Sejarah dan Rumitnya Status Kepemilikan Menara Saidah yang Tak Kunjung Direvitalisasi
                        Megapolitan

    7 Sejarah dan Rumitnya Status Kepemilikan Menara Saidah yang Tak Kunjung Direvitalisasi Megapolitan

    Sejarah dan Rumitnya Status Kepemilikan Menara Saidah yang Tak Kunjung Direvitalisasi
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Di antara padatnya arus kendaraan di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, berdiri sebuah bangunan megah yang seolah terjebak di masa lalu.
    Pilar-pilar tinggi bergaya Korintus, patung marmer khas Italia, serta ukiran Eropa klasik kini kusam tertutup debu dan lumut.
    Gedung itu adalah
    Menara Saidah
    , ikon arsitektur era 1990-an yang kini menjelma menjadi simbol stagnasi tata kota Jakarta.
    Menara Saidah bukan sekadar gedung, melainkan monumen ambisi modernisasi Jakarta di penghujung dekade 1990-an.
    Dibangun oleh PT Hutama Karya dan rampung pada 1998, menara ini menelan biaya sekitar Rp 50 miliar.
    Awalnya bernama “Gracindo Building” dan dimiliki oleh Mooryati Soedibyo, pendiri Mustika Ratu.
    Kepemilikan gedung kemudian berpindah ke keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim, pemilik Merial Group.
    Putranya, Fajri Setiawan, melakukan renovasi besar-besaran dengan menambah jumlah lantai dari 18 menjadi 28 dan mengganti nama menjadi “Menara Saidah”, mengabadikan nama sang ibu.
    Dikutip dari Arsip Harian
    Kompas
    (2 September 1999), gedung ini sempat menjadi kantor berbagai instansi penting, termasuk Sekretariat Panitia Pemilu 1999 (kini KPU) dan Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
    Kala itu, Menara Saidah menjadi pusat aktivitas bisnis dan pemerintahan. Bahkan, acara pernikahan artis Inneke Koesherawati dan Fahmi Darmawansyah digelar di sini pada 2004.
    Namun, di balik gemerlapnya, fondasi masalah mulai muncul.
    Tahun 2007 menjadi titik balik. Satu per satu penyewa hengkang setelah beredar kabar bahwa gedung miring beberapa derajat dan berisiko roboh.
    Hingga kini, tak pernah ada pernyataan resmi dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) mengenai kondisi struktur tersebut.
    Pihak pengelola PT Gamlindo Nusa membantah isu kemiringan. Mereka menegaskan bahwa pengosongan terjadi semata karena masa sewa
    tenant
    telah berakhir.
    Namun, sejak saat itu, akses ke Menara Saidah ditutup total untuk umum.
    Warga sekitar menyebut sempat ada renovasi kecil pada 2015, tetapi berhenti dua bulan kemudian. Rencana pemerintah untuk mengambil alih pada 2016 pun tak pernah terealisasi.
    Kini, Menara Saidah hanya dijaga empat satpam, dikelilingi pagar seng berkarat setinggi dua meter bertuliskan besar “
    Dilarang Masuk
    ”.
    Menurut Kartika Andam Dewi, Ketua Sub Kelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (CKTRP) DKI Jakarta, hingga kini belum ada perkembangan berarti terkait status hukum, kondisi bangunan, maupun kepemilikannya.
    “Sejauh ini belum ada
    update
    . Kalau tidak salah, satu atau dua tahun lalu sempat dibahas, tapi bukan di bawah kami. Sampai sekarang belum ada kabar terbaru lagi,” ujar Kartika kepada
    Kompas.com
    , Jumat (7/11/2025).
    Ia menjelaskan, Menara Saidah masih terdaftar sebagai bangunan swasta, bukan aset Pemprov DKI.
    Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pun kemungkinan sudah tidak berlaku karena bangunan tidak lagi digunakan.
    “Karena tidak ada permohonan penggunaan kembali, kami belum melakukan pengecekan lapangan lagi. Pengawasan rutin dilakukan bergilir, dan Menara Saidah kemungkinan baru masuk jadwal pengecekan pada 2026,” lanjutnya.
    Artinya, hingga kini tidak ada instansi pemerintah yang aktif memantau kondisi bangunan tersebut.
    Data perizinan lama bahkan disebut telah “terkubur” dalam arsip yang belum dibuka kembali.
    Pengamat tata kota Yayat Supriatna menilai, kasus Menara Saidah mencerminkan kegagalan tata kelola aset di Jakarta.
    “Masalah utamanya bukan sekadar bangunan miring atau tidak, tapi soal kepastian hukum dan tanggung jawab pengelolaan,” katanya.
    Menurutnya, lokasi Menara Saidah yang strategis, diapit jalur LRT, KRL, dan TransJakarta, seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai simpul transit atau kawasan hunian vertikal modern.
    “Kalau direvitalisasi, bisa jadi pusat
    co-housing
    atau apartemen terjangkau bagi generasi muda yang membutuhkan akses transportasi publik,” ujarnya.
    Namun, ia menegaskan, langkah revitalisasi baru bisa dilakukan jika status kepemilikan dan kelayakan struktur bangunan telah jelas.
    “Sebelum bicara pemanfaatan, harus
    clear and clean
    dulu. Apakah ada sengketa utang, piutang, atau korporasi yang belum selesai? Karena selama itu belum dituntaskan, pemerintah juga tidak bisa masuk,” tambah Yayat.
    Penelusuran
    Kompas.com
    memperlihatkan kontras mencolok. Dari luar, Menara Saidah tampak gagah; tetapi di balik pagar seng pembatas, yang terlihat hanyalah puing, rumput liar, dan debu.
    Lobi megah dengan enam pilar besar kini lusuh, catnya pudar, dan atapnya berlumut.
    Patung-patung marmer Eropa klasik masih ada, dua bust laki-laki dan satu patung singa putih, kini tertutup debu tebal.
    Lift tak berfungsi, kabel menggantung, dan tangga menuju lantai atas lembap serta gelap.
    Menurut Juliadi (40), satpam yang menjaga sejak 2014, bangunan dijaga empat orang secara bergantian.
    “Kami jaga biar enggak ada yang masuk sembarangan. Kadang ada anak muda atau mahasiswa penasaran mau lihat ke dalam. Tapi enggak boleh, bahaya,” katanya.
    Selama 10  tahun bertugas, ia belum pernah melihat tinjauan resmi dari pemerintah.
    “Pernah dengar mau direvitalisasi, tapi enggak jadi-jadi. Pemerintah juga belum pernah datang langsung ke sini,” ujarnya.
    Di permukiman belakang menara, kehidupan berjalan biasa. Warga sudah terbiasa melihat gedung besar itu sebagai pemandangan sehari-hari, meski menyimpan rasa kecewa dan harapan.
    Siti (45), pedagang nasi uduk, bercerita bagaimana ekonomi lesu setelah gedung itu kosong.
    “Dulu waktu masih ramai, saya bisa jual dua panci nasi uduk, sekarang paling separuh,” ujarnya.
    “Sayang banget ya, bangunan segede itu nganggur. Kalau bisa dimanfaatin lagi kan enak, buat kantor pemerintah kek, atau pusat UMKM,” tambahnya.
    Puji (29), pengemudi ojek
    online
    , menilai bangunan itu membuat kawasan tampak “setengah jadi.”
    “Catnya udah pudar, kaca banyak yang retak. Padahal di seberangnya banyak gedung baru. Ini kayak simbol Jakarta yang setengah maju, setengah berantakan,” katanya.
    Tio (41), karyawan swasta, menyebut Menara Saidah sebagai “monumen kegagalan tata kota.”
    “Waktu awal 2000-an, gedung ini kebanggaan. Sekarang dibiarkan kayak bangkai. Pemerintah kayak enggak tahu harus ngapain,” ujarnya.
    Bagi Wati (60), warga lama di sekitar gedung, ketidakjelasan sudah berlangsung terlalu lama.
    “Kami enggak tahu siapa pemiliknya, siapa yang harus tanggung jawab. Pemerintah juga enggak pernah datang bahas. Jadinya kayak dibiarkan aja begitu,” katanya.
    “Kalau enggak bisa difungsikan lagi, ya paling tidak dirapikan. Jangan dibiarkan kumuh begitu, bikin kesan Jakarta ini kayak kota yang enggak dirawat,” imbuhnya.
    Menara Saidah hanyalah satu dari puluhan gedung tidur di Jakarta yang belum tersentuh kebijakan revitalisasi.
    Data Pemprov DKI pada 2024 mencatat sedikitnya 19 bangunan bertingkat tak lagi difungsikan, sebagian besar berada di koridor bisnis lama.
    Namun, Menara Saidah menonjol karena letaknya strategis dan nilai historisnya tinggi.
    Sayangnya, ketidakjelasan kepemilikan, sengketa bisnis, dan status hukum membuatnya mandek.
    “Pemerintah tidak bisa begitu saja mengambil alih karena ini milik swasta. Tapi di sisi lain, tidak ada pihak yang aktif menjaga agar tidak membahayakan,” kata Yayat Supriatna.
    Fenomena ini menyoroti lemahnya mekanisme pengawasan aset swasta yang mangkrak.
    Banyak bangunan kosong luput dari prioritas, padahal berdampak besar terhadap estetika kota dan kehidupan sosial warga.
    Kini, Menara Saidah bukan lagi menara bisnis, melainkan menara kenangan, saksi bisu laju pembangunan kota yang terus berjalan tanpa arah yang jelas. Di balik pagar sengnya, waktu seolah berhenti.
    “Kalau bisa, jangan dibiarkan terus. Sayang, gedungnya bagus. Tapi sekarang cuma jadi cerita,” ujar Siti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Zidan, Peserta Job Fair Disabilitas, Resmi Bekerja di PT Transjakarta
                        Megapolitan

    10 Zidan, Peserta Job Fair Disabilitas, Resmi Bekerja di PT Transjakarta Megapolitan

    Zidan, Peserta Job Fair Disabilitas, Resmi Bekerja di PT Transjakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    PT Transjakarta memastikan bahwa Zidan (20), peserta Job Fair Disabilitas di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, resmi mulai bekerja pada Senin (10/11/2025).
    Kepastian itu disampaikan setelah proses rekrutmen yang dilakukan usai pertemuan antara
    Zidan
    dan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung beberapa hari sebelumnya.
    “Besok (Senin) adalah hari pertama Zidan menjadi bagian dari insan
    Transjakarta
    ,” ujar Kepala Departemen Humas dan CSR PT Transjakarta, Ayu Wardhani, saat dikonfirmasi Minggu (9/11/2025).
    Ayu menjelaskan, Zidan bergabung sebagai
    desainer grafis
    di Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Transjakarta.
    “Sebagai designer grafis, memperkuat tim komunikasi internal, Divisi SDM,” katanya.
    Sebelumnya, dalam kegiatan
    Job Fair Disabilitas
    di TIM, Gubernur Pramono Anung berjanji memberikan kesempatan kerja kepada Zidan. Saat itu, Zidan datang membawa surat lamaran kerja dalam map cokelat.
    Tubuhnya yang mungil—diperkirakan setinggi sekitar 120 cm—tidak mengurangi kepercayaan dirinya saat berbincang langsung dengan Pramono.
    “Kamu mau melamar pekerjaan apa? Komputer bisa?” tanya Pramono sambil membaca berkas lamaran, sebagaimana terlihat dalam unggahan akun Instagram @pramonoanungw.

    Insya Allah
    bisa Pak,” jawab Zidan singkat.
    Sebuah kiriman dibagikan oleh Pramono Anung (@pramonoanungw)
    Pramono kemudian menanyakan kemampuan desain grafis. Dengan nada mantap, Zidan menyampaikan bahwa ia juga menguasainya.
    “Desain grafis juga bisa,” katanya.
    Zidan merupakan warga Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Kini ia resmi bergabung sebagai tenaga profesional di Transjakarta dan akan menjalani tugas pertamanya pada Senin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cara Pakai QRIS Tap untuk Naik MRT, KRL hingga TransJakarta, Cek Daftar Bank dan Dompet Digital Pendukung

    Cara Pakai QRIS Tap untuk Naik MRT, KRL hingga TransJakarta, Cek Daftar Bank dan Dompet Digital Pendukung

    Liputan6.com, Jakarta – Asyik, warga Jabodetabek yang menggunakan transportasi umum kini bisa menikmati cara baru untuk membayar tiket atau naik KRL, MRT, TransJakarta, hingga LRT.

    Bila biasanya mengandalkan kartu uang elektronik atau kode QR, kini pengguna transportasi umum bisa memakai layanan QRIS Tap berbekal smartphone.

    Apa Itu QRIS Tap?

    QRIS Tap merupakan pengembangan dari layanan QRIS memanfaatkan teknologi Near Field Communication (NFC), di mana pengguna hanya perlu menempelkan ponsel ke mesin pemindai untuk melakukan pembayaran.

    Layanan QRIS Tap ini sendiri diluncurkan Bank Indonesia pada 14 Maret 2025, setelah melalui uji coba sejak 2024.

    Cara Pakai QRIS Tap di Smartphone

    Hal pertama dan paling penting adalah untuk memastikan smartphone yang dipakai memiliki fitur NFC, dan memiliki aplikasi pembayaran (dompet digital) yang sudah mendukung QRIS Tap ini.

    Saat ini, QRIS Tap baru bisa dipakai pengguna transportasi umum yang memiliki HP Android. Sementara untuk pemilik iPhone, tampaknya harus sedikit bersabar hingga fitur ini bisa digunakan.

    Lanjut ke cara pakai QRIS Tap, kamu bisa mengikuti langkahnya di bawah ini:

    Buka aplikasi mobile banking atau dompet digital yang sudah mendukung QRIS Tap, seperti Dana, GoPay, hingga BCA.
    Pilih menu QRIS, lalu aktifkan QRIS Tap. Di aplikasi Dana, kamu bisa tap “Pay” dan sapu layar ke kiri untuk munculkan pilihan QRIS Tap.
    Masukkan verifikasi PIN atau biometrik bila dibutuhkan.
    Setelah klik QRIS Tap, tempelkan HP ke mesin pemindai di gate atau pintu.
    Tunggu sesaat hingga muncul konfirmasi transaksi.

    Berdasarkan pengalaman tim Tekno Liputan6.com, masuk dan keluar stasiun KRL berlangsung sangat cepat dan mudah hanya dalam hitungan detik. 

    Tidak perlu munculkan kode QR atau pakai kartu fisik. Hanya saja, pastikan HP memiliki sinyal kuat dan saldo di dompet digital atau aplikasi mobile banking tersedia dan cukup untuk membayar.

     

  • Dari Job Fair, Zidan Pemuda Bertubuh Mungil Kini Diterima Kerja di Transjakarta

    Dari Job Fair, Zidan Pemuda Bertubuh Mungil Kini Diterima Kerja di Transjakarta

    GELORA.CO – Masih ingat dengan Zidan (20), pemuda bertubuh mungil yang sempat viral usai bertemu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di acara Job Fair & Upskilling Disabilitas di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, awal November lalu? Kini, mimpinya untuk bekerja di dunia desain akhirnya terwujud.

    Kini, pemuda dwarfisme dengan tinggi sekitar 120 sentimeter itu resmi menjadi bagian dari keluarga besar PT Transjakarta.

    “Betul, Zidan sudah diterima dan menjadi bagian dari insan Transjakarta mulai Senin 10 November 2025,” kata Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta Ayu Wardhani saat dihubungi kumparan, Sabtu (8/11).

    Ayu menjelaskan, Zidan bergabung sebagai desainer grafis di bawah Divisi SDM (Sumber Daya Manusia).

    “Kompetensinya desain dan akan memperkuat tim komunikasi internal Transjakarta. Sebagai desainer grafis di bawah divisi SDM,” ujarnya.

    Dalam video yang beredar di media sosial, Zidan juga mengucapkan terima kasih kepada Pramono dan juga masyarakat yang telah memberikan dukungan untuknya.

    Kisah perjalanan Zidan dimulai dari semangatnya yang besar dalam mencari pekerjaan. Pada Senin (3/11) lalu, ia datang ke Taman Ismail Marzuki dengan tumpukan map cokelat berisi berkas lamaran.

    Setiap stand perusahaan ia datangi satu per satu, berharap ada yang melihat kemampuannya. Upayanya itu tak sia-sia. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang hadir membuka acara memperhatikan Zidan.

    “Kamu mau melamar pekerjaan apa? Komputer bisa?” tanya Pramono.

    “Insyaallah bisa, Pak,” jawab Zidan mantap.

    “Desain grafis juga bisa?” lanjut Pramono.

    “Desain grafis juga bisa,” sahutnya penuh semangat.

    Percakapan singkat itu menjadi titik balik. Pramono lalu menyerahkan langsung berkas lamaran Zidan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta, Syaripudin. Di wajah Zidan tergambar senyum lebar.

    Pramono menegaskan, kesempatan kerja di Jakarta harus terbuka untuk semua pihak, tanpa diskriminasi.

    “Mungkin tingginya enggak sampai satu meter, dan saya sudah meminta Kepala Dinas Ketenagakerjaan untuk dibantu disalurkan,” ujar Pramono.

    Ia menambahkan, Pemprov DKI telah menyalurkan sekitar 150 penyandang disabilitas melalui program job fair serta membuka Kafe Difabis di sejumlah titik seperti Blok M dan Dukuh Atas.

    Kini, Zidan bukan lagi pencari kerja yang datang membawa map cokelat. Ia sudah punya meja kerja sendiri di kantor Transjakarta, tempat barunya untuk terus belajar, berkarya, dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk melangkah.

  • Karyawan bergaji Rp6,2 juta bisa naik Transjakarta hingga MRT gratis

    Karyawan bergaji Rp6,2 juta bisa naik Transjakarta hingga MRT gratis

    ini berlaku bukan hanya untuk ASN (Aparatur Sipil Negara), tetapi juga untuk swasta

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan karyawan dengan gaji maksimal sebesar 1,15 kali upah minimum provinsi (UMP) DKI atau Rp6,2 juta per bulan dapat naik Transjakarta, LRT Jakarta hingga MRT Jakarta tanpa dipungut biaya (gratis).

    UMP DKI Jakarta sendiri mencapai Rp5,3 juta.

    “Dapat mengajukan kartu layanan transportasi massal gratis, dan ini berlaku bukan hanya untuk ASN (Aparatur Sipil Negara), tetapi juga untuk swasta,” kata Pramono di Jakarta, Jumat.

    Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2025 tentang Pemberian Layanan Angkutan Umum Massal Gratis untuk 15 golongan, termasuk pekerja bergaji Rp6,2 juta per bulan.

    “Dulu ada 13 golongan. Tetapi secara signifikan sekarang ini diberlakukan bukan hanya untuk Transjakarta saja, tetapi juga untuk LRT dan MRT,” ujarnya.

    Dia meyakini dengan perluasan akses gratis transportasi umum dapat meningkatkan jumlah pengguna, yang bisa berimplikasi pada berkurangnya kemacetan dan polusi udara.

    Pramono menargetkan pemanfaatan transportasi umum di Jakarta dapat menyentuh angka 30 persen, naik enam persen dari capaian saat ini, yakni 24 persen.

    “Kalau bisa 30 persen saya yakin salah satu persoalan kemacetan, polusi, dan juga beberapa hal yang sekarang ini masih menjadi problem klasik Jakarta akan tertangani dengan baik,” katanya.

    Sebelumnya, dia menjelaskan alasan ASN di Pemprov DKI masuk ke dalam 15 golongan yang digratiskan yakni karena tak semua dari mereka memiliki gaji yang besar.

    Penjelasan ini diberikan lantaran warganet protes setelah tahu ASN masuk ke dalam 15 golongan yang bisa naik transportasi umum di Jakarta secara gratis. Sebab, menurut mereka, ASN sudah memiliki gaji cukup.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Top 3 News: Jusuf Kalla Ngamuk Lahannya Dirampok, Sebut Jangan Main-Main di Makassar

    Top 3 News: Jusuf Kalla Ngamuk Lahannya Dirampok, Sebut Jangan Main-Main di Makassar

    Liputan6.com, Jakarta – Founder & Advisor Kalla Group, Jusuf Kalla (JK), ngamuk lantaran lahannya diklaim PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD). Itulah top 3 news hari ini.

    Lahan seluas 16,4 hektare itu terletak di depan Trans Mall, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan. Mantan Wakil Presiden RI dua periode itu menegaskan bahwa lahan tersebut telah dibelinya langsung dari ahli waris Raja Gowa sejak tiga dekade lalu, saat kawasan itu masih termasuk wilayah Kabupaten Gowa.

    Dia menyebut kepemilikan tanah tersebut sah secara hukum, dilengkapi dengan sertifikat dan akta jual beli. Jusuf Kalla menuding pihak GMTD yang berafiliasi dengan Grup Lippo melakukan klaim sepihak tanpa dasar hukum yang jelas.

    Sementara itu, Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak menegaskan, penyelidikan dugaan rasuah proyek ketera cepat Whoosh akan terus berlanjut. Meskipun, Presiden Prabowo Subianto sudah menyatakan siap menanggung beban utang proyek tersebut.

    Tanak menjelaskan, sifat dari penyelidikan hanya untuk mengetahui ada tidaknya suatu perbuatan tindak pidana. Jika memang tidak ada, artinya case closed.

    Johanis Tanak percaya, Prabowo adalah seorang pro pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat dari amanatnya dalam Asta Cita ketujuh tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal memberikan fasilitas transportasi umum gratis bagi pekerja swasta dengan penghasilan di bawah Rp 6,2 juta per bulan.

    Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2025 tentang Pemberian Layanan Angkutan Umum Massal Gratis bagi 15 Kelompok Masyarakat Tertentu.

    Selain pekerja swasta, kebijakan ini mencakup pelajar, lansia, penyandang disabilitas, hingga ASN. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pekerja swasta yang memenuhi syarat dapat menikmati layanan gratis untuk Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Kamis 6 November 2025:

    Founder & Advisor Kalla Group, Jusuf Kalla (JK), ngamuk lantaran lahannya diklaim PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD). Lahan seluas 16,4 hektare itu terletak di depan Trans Mall, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan.

  • Cara Daftar Kartu Pekerja Jakarta Agar Bisa Gratis Naik Transjakarta, MRT, dan LRT

    Cara Daftar Kartu Pekerja Jakarta Agar Bisa Gratis Naik Transjakarta, MRT, dan LRT

    Proses pengajuan Kartu Pekerja Jakarta (KPJ) dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yang mudah. Langkah pertama adalah menyiapkan semua dokumen administrasi yang diperlukan, seperti fotokopi KTP, KK, NPWP, slip gaji, dan surat keterangan aktif bekerja. Setelah itu, pindai semua dokumen tersebut dan gabungkan menjadi satu file dalam format PDF.

    Selanjutnya, siapkan soft file pengajuan dengan mengunduh formatnya melalui tautan bit.ly/formatkpj. Isi formulir tersebut secara lengkap, termasuk NIK dan data sekolah anak jika relevan, lalu simpan dalam bentuk Excel. Setelah semua file siap, kirimkan file Excel yang sudah diisi dan hasil pindaian dokumen PDF ke email hikesja.nakertrans@jakarta.go.id, dengan tembusan (cc) ke kartupekerja.dkijakarta@yahoo.com. Pastikan menggunakan subjek email ‘pengajuankpj_nama perusahaan’.

    Sebagai alternatif, pendaftaran juga bisa dilakukan secara luring melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas (Sudin) di setiap wilayah, atau melalui federasi/perusahaan. Setelah pengajuan, Disnakertrans akan melakukan verifikasi data. Jika lolos seleksi, pemohon akan diminta membuka rekening di Bank DKI dengan minimal deposit Rp 50.000. Setelah itu, kartu akan didistribusikan di titik yang ditentukan. Terakhir, setelah memiliki KPJ aktif, ajukan Kartu Layanan Gratis (KLG) melalui situs TransJakarta untuk menikmati transportasi umum gratis.