BUMN: PT Timah Tbk

  • Respons Guru Besar IPB Usai Dipolisikan Terkait Hitung Kerugian Kasus Timah

    Respons Guru Besar IPB Usai Dipolisikan Terkait Hitung Kerugian Kasus Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar IPB Bambang Hero angkat bicara usai dipolisikan terkait penghitungan kerugian keuangan negara kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    Bambang mengungkapkan masih belum mendapatkan undangan dari kepolisian untuk mengklarifikasi terkait hal itu. Bahkan, dia juga baru mengetahui laporan itu dari awak media.

    “Karena yang muncul itu hanya tulisan-tulisan di media itu aja, yang bilang begini, yang bilang begitu, dan sebagian besar itu, itu tidak benar itu,” ujarnya, dikutip Minggu (12/1/2025).

    Meski demikian, Bambang menekankan bahwa telah melakukan penghitungan kerugian negara sesuai prosedur dan berdasarkan permintaan dari penyidik pidsus Kejagung.

    Apalagi, berdasarkan Permen LH No.7/2014, ahli lingkungan dan ahli valuasi ekonomi berhak menghitung kerugian lingkungan hidup.

    “Nah saya kan ahli lingkungan, boleh dong? Karena disitu kan dan atau bukan dan. Lalu palsunya itu dimana? Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu di persidangan mestinya dari awal sudah ditolak sama majelis,” imbuhnya.

    Lebih jauh, Bambang memastikan bahwa dirinya akan tetap menghormati hukum apabila laporan terkait penghitungan negara kasus timah tetap diproses.

    “Iya, silahkan aja, toh saya sudah laporkan juga ke Kejaksaan Agung karena mereka yang minta. Karena kan yang minta mereka, kecuali kalau saya misalnya ngarang-ngarang atau apa silahkan,” jelasnya.

    Tanggapan Kejagung

    Di lain sisi, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa Bambang sudah sesuai dalam memberikan keterangan atas dasar pengetahuannya sebagai ahli lingkungan.

    Dia juga menyatakan, hasil dari penghitungan kerugian lingkungan hidup oleh Bambang tidak ditelan mentah-mentah lantaran telah diolah oleh auditor negara.

    Di samping itu, hakim dalam putusannya telah sependapat dengan jaksa terkait dengan kerugian lingkungan hidup pada kasus timah merupakan kerugian negara.

    “Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tsb sehingga harus dilaporkan?” pungkasnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Bambang dilaporkan oleh kelompok Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) ke Polda Bangka Belitung.

    Kelompok masyarakat itu pada intinya menilai bahwa Bambang tidak berkompeten untuk menyatakan kerugian negara. Apalagi, kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun dinilai tidak jelas.

    Di samping itu, DPD Perpat Babel juga menuding bahwa penghitungan kerugian oleh Bambang telah berimbas kepada perekonomian Babel. Sebab, banyak perusahaan dan karyawan terdampak akibat kasus timah itu.

  • Guru Besar IPB Dipolisikan Buntut Sidang Harvey Moeis, Kejagung: Dia Punya Kapasitas

    Guru Besar IPB Dipolisikan Buntut Sidang Harvey Moeis, Kejagung: Dia Punya Kapasitas

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat suara seusai guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dipolisikan buntut kesaksiannya sebagai ahli dalam sidang kasus timah yang menjerat suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, Bambang Hero mempunyai kapasitas dan berpengetahuan untuk bersaksi dalam kasus tersebut.

    “Semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara,” katanya saat dihubungi Jumat (10/1/2025).

    Harli pun mempertanyakan pihak yang mempermasalahkan kesaksian guru besar IPB Bambang Hero terkait kerugian kasus timah mencapai Rp 300 triliun.

    Menurutnya, kerugian tersebut telah didasarkan atas sejumlah fakta. Termasuk fakta kerusakan lingkungan yang disebabkan korupsi tersebut.

    Harli menilai, apabila guru besar IPB Bambang Hero menyampaikan ada kerugian negara sebanyak Rp 300 triliun, maka hal itu sudah dihitung oleh jaksa penuntut umum.

    “Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 triliun, artinya pengadilan juga sependapat dengan JPU,” ungkapnya.

    Harli kembali menekankan Bambang Hero mempunyai kapasitas dan berpengetahuan untuk bersaksi dalam kasus tersebut. Dia mempertanyakan pihak yang melaporkannya.

    “Apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?” kata dia.

    Sebelumnya, guru besar IPB Bambang Hero Saharjo dipolisikan ke Polda Bangka Belitung (Babel) oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma.

    Guru besar IPB Bambang Hero menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022. Kemudian, guru besar IPB itu dipolisikan.
     

  • Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Erick Thohir Minta MIND ID Serius Hilirisasi – Page 3

    Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Erick Thohir Minta MIND ID Serius Hilirisasi – Page 3

    “Kami ingin sedikit mengulas apa saja pencapaian yang sudah kita lakukan di dalam grup Mind ID yaitu kalau kita lihat dari setiap komoditas, syukur alhamdulillah bahwasannya MIND ID dan para anggotanya, ada enam, sudah melakukan kegiatan hilirisasi,” ungkap Hendi dalam MindDialogue, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Misalnya, PT Timah Tbk yang sudah melakukan hilirisasi melalui smelter yang dibangunnya. Sehingga bijih timah bisa diproses menjadi tin ingot, tin chemical, hingga tin solder.

    Berikutnya, PT Aneka Tambang Tbk yang gandengan bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang membangun smelter alumina yang dikelola anak usahanya. Ini merujuk pada Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat.

    “Antam beserta Inalum sudah berkolaborasi melakukan integrasi hulu dan hilir. Jadi, Antam menyediakan bauksitnya terus mereka bersama berkolaborasi membentuk anak usaha yang sudah mendirikan smelter alumina. Ini merupakan sejarah bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya nanti aluminium yang diproduksi itu bisa dihasilkan murni di Indonesia,” tuturnya.

     

  • Kejagung Resmi Banding Vonis Helena Lim Cs

    Kejagung Resmi Banding Vonis Helena Lim Cs

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengajukan banding terhadap vonis Crazy Rich PIK, Helena Lim dalam kasus korupsi timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menilai vonis yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Tipikor ke Helena Lim belum setimpal.

    “Iya ajukan banding. Alasannya, putusan PN Tipikor belum memenuhi rasa keadilan hukum dan masyarakat,” ujar Harli saat dihubungi, Kamis (9/1/2025).

    Selain itu, dia menambahkan bahwa barang bukti yang telah dikembalikan kepada Helena Lim menjadi alasan lain pihaknya mengajukan banding.

    “⁠Ada beberapa barang bukti yg dalam outusan dikembalikan kepada terdakwa,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Helena telah divonis lima tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah (TINS). Helena juga dibebankan uang pengganti Rp900 juta subsider satu tahun penjara.

    Tuntutan itu lebih rendah dari permintaan jaksa penuntut umum yang meminta Helena agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

    Adapun, dalam dokumen banding yang diterima Bisnis, Kejagung juga turut menyatakan banding terhadap vonis terdakwa kasus timah lainnya.

    Banding itu diajukan kepada mantan Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020 Emil Ermindra dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan.

  • Hilirisasi Tambang Masif, Bos MIND ID Cemas Industrialisasi Belum Melaju

    Hilirisasi Tambang Masif, Bos MIND ID Cemas Industrialisasi Belum Melaju

    Bisnis.com, JAKARTA — Holding BUMN pertambangan, MIND ID mengungkap kecemasan industri pertambangan yang sudah masif melakukan hilirisasi, sementara industri manufaktur sebagai penyerap produk hilirisasi belum berkembang.

    Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, pihaknya telah berhasil mengolah berbagai komoditas tambang untuk bahan baku industri manufaktur, mulai dari bijih timah, tembaga, bauksit, hingga emas. 

    “Namun, kami sedikit cemas manufaktur dalam negeri belum terlalu exist yang bisa memanfaatkan bahan baku yang kita buat, kami mendukung tumbuhnya iklim manufaktur yang membuat produk jadi,” kata Hendi dalam agenda MINDialogue, Kamis (9/1/2025). 

    Dia menegaskan bahwa hilirisasi harus berjalan seiring dengan industrialisasi. MIND ID berkomitmen untuk dapat memasok bahan baku ke industri manufaktur di Indonesia. Sebab, jika hasil olahan komoditas tidak diserap manufaktur maka tidak akan jadi nilai tambah industri. 

    Untuk itu, pihaknya berharap ada kolaborasi strategis antara pertambangan dan manufaktur sehingga kita bawa manfaat lebih besar bagi pertumbuhan manufaktur nasional dan berkontribusi dalam mencapai target ekonomi 8%. 

    “Kami yakini program hilirisasi tidak jalan sendiri, namun harus disertai program industrialisasi, sayangnya mohon maaf kalau saya salah malah industrialisasi di Indonesia menurun khususnya di sektor yang menyerap bahan baku di dunia pertambangan,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, Hendi memerinci berbagai proyek hilirisasi yang telah dilakukan grup MIND ID dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, PT Timah Tbk yang sudah mengoperasikan smelter untuk pengolahan tin coal menjadi tin chemical, tin powder, dan tin solder. 

    Tak hanya itu, PT Antam Tbk yang berkolaborasi dengan Inalum mengintegrasikan hulu ke hilir dalam menyediakan pemrosesan bauksit dari Antam hingga smelter alumina. 

    “Ini sejarah untuk pertama kalinya aluminium di produksi itu bisa dihasilkan murni di Indonesia jadi Inalum sebelumnya sudah puluhan tahun mengimpor bahan baku, sekarang sudah mendirikan smelter alumina di Mempawah,” ujarnya. 

    Lebih lanjut, Antam juga melakukan hilirisasi smelter nikel di Pomalaa dan Halmahera Timur, serta akan ada pembangunan smelter RKEF baru yang didedikasikan untuk hilirisasi menuju ekosistem baterai EV. 

    “Kemudian tidak kalah, PT Vale Indonesia hilirisasi dengan adanya smelter HPAL di Sorowako, pembangunan HPAL smelter di berbagai lokasi,” tuturnya. 

    Di sisi lain, PT Freeport Indonesia juga telah membangun smelter tembaga di Gresik yang menjadi smelter terbesar untuk pembuatan katoda tembaga. 

    “Juga tidak kalah penting dengan adanya smelter tembaga maka bisa dimulai ada precious metal refinery yang akhirnya Indonesia bisa membuat produksi emas yang diekstraksi by product pemrosesan smelter tembaga,” jelasnya. 

    Beberapa waktu ke depan, pihaknya juga akan melakukan penambahan kapasitas di smelter alumina dan peningkatan kapasitas pemrosesan alumunium secara signifikan bahkan 3 kali besar yang ada di Kuala Tanjung.  

    “Ada rencana RKEF dan HPAL di berbagai tempat Vale dan Antam. Kita meningkatkan hilirisasi batu bara saat ini masih dalam tahapan prototyping di lab tapi synthetic graphite sudah dimungkinkan. Kita akan gali sinergi timah dan PTBA dilakukan. Yang namanya polysilikon bisa dihasilkan dari by proudct timah yaitu silika dan di-combine dengan derivatif dari produk batu bara yang olah PTBA,” pungkasnya. 

  • Komjak RI Dorong Jaksa Kejar Otak Kasus Timah

    Komjak RI Dorong Jaksa Kejar Otak Kasus Timah

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Kejaksaan (Komjak) RI jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk menuntaskan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam kasus Pengelolaan Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk Tahun 2015-2022.

    Menurut anggota Komjak RI Nurokhman, pihaknya secara aktif telah melakukan pemantauan dan pengawasan kasus yang menarik perhatian publik tersebut. Dia menjelaskan, dalam kasus tersebut ada 17 terdakwa yang telah divonis bersalah pada sidang tingkat pertama.

    Nurokhman menjelaskan, hasil putusan pengadilan di tingkat pertama tersebut, JPU telah berhasil membuktikan kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 300 triliun. Namun, denda dan pengembalian kerugian negara dari hasil putusan pengadilan terhadap 17 terdakwa hanya Rp 12,2 triliun.

    “180an triliun rupiah sisanya ke mana dan siapa yang menikmatinya,” ujar Nurokhman pada saat pers konference capaian kinerja Komjak tahun 2024 di kantor Komjak RI, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2024).

    Nurokhman yakin, Kejaksaan akan mengembangkan perkara tersebut dengan menjerat tersangka lainnya berdasarkan dari fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan baik korporasi maupun aktor intelektualnya.

    “Kita yakin jaksa penyidik akan menjadikan fakta persidangan dan putusan majelis hakim menjadi petunjuk untuk mengejar tersangka lainnya, di antaranya perkara korporasinya,” ujarnya.

    Dia mengatakan, jaksa penyidik perlu bekerja keras untuk mengejar siapa yang bertanggungjawab dan siapa saja yang menikmati hasil kejahatan yang telah terbukti mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun tersebut.

    “Publik tengah menunggu siapa mereka. Kita optimis jaksa penyidik mampu memburu aset-aset hasil kejahatan tersebut untuk pemulihan kerugian negara,” katanya.

    Dia menyebut, tim Komjak RI secara langsung juga melakukan pemantauan terhadap persidangan para Terdakwa yang disidangkan di PN Tipikor Jakarta Pusat. Dakwaan-dakwaan dan tuntutan pidana yang diajukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum terhadap para terdakwa sejumlah 17 orang di PN Tipikor Jakarta Pusat telah sampai pada tahap putusan. Putusan Majelis Hakim menyampaikan pertimbangan unsur kerugian negara.

    Kerugian negara yang mencapai 300T sebagaimana tuntutan JPU, umumnya Hakim mengatakan masing-masing Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama sebagaimana dakwaan yang diajukan JPU.

    “Kami sangat mendukung agar JPU menggunakan upaya hukum banding untuk melakukan penegakan hukum yang maksimal dan upaya consistent dalam rangka pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang,” tegasnya. [hen/ian]

  • MA soal Pengembalian Aset Helena Lim: Tak Terkait Kejahatan – Page 3

    MA soal Pengembalian Aset Helena Lim: Tak Terkait Kejahatan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menjelaskan aset terdakwa Helena Lim dikembalikan karena dinilai tidak ada kaitannya dengan kejahatan atau tindak pidana.

    “Kenapa dikembalikan? Pasti ada pertimbangan bahwa tidak ada kaitannya dengan tindak pidana,” kata Juru Bicara MA Yanto, di Gedung MA, Jakarta, Kamis (2/1/2025) seperti dilansir Antara.

    Helena Lim merupakan terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada kurun 2015–2022.

    Yanto menjelaskan bahwa pengembalian aset dapat dilakukan bila di persidangan terbukti tidak berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani.

    Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), telah diatur benda yang disita untuk suatu perkara dapat dikembalikan ke pemiliknya.

    Sementara itu, dia menjelaskan bahwa aset juga dapat disita sesuai dengan Pasal 39 dan 42 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Jadi, barang-barang bukti yang diajukan di persidangan yang diperoleh atau digunakan untuk melakukan tindak pidana, maka dapat disita untuk negara atau dimusnahkan atau untuk negara, seperti itu,” jelasnya.

     

  • Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    GELORA.CO  – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya yang dibacakan di persidangan telah menuntut terdakwa Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan keuangan negara Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun).

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Selain itu, jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

    Selain itu, JPU, juga menuntut Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Namun demikian, majelis hakim di pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Harvey dengan pidana 6,5 tahun penjara.

    Selain itu, Harvey juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Harvey juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Vonis itu pun memicu kontroversi di publik.

    Sejumlah tokoh bahkan mempertanyakan vonis yang dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa jaksa hanya menuntut Harvey mengganti rugi sebesar Rp210 miliar mengingat kerugian negara yang dihasilkan akibat perubatannya dan sejumlah pihak lainnya mencapai sekira Rp300 triliun.

    Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut?

    Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pun mengakui ada kesimpangsiuran terkait pembebanan uang pengganti kerugian negara Rp300 triliun itu.

    Ia menjelaskan ada tiga klaster perbuatan yang mengakibatkan kerugian.

    Pertama, kata dia, mengenai adanya kerja sama sewa alat atau smelter pihak swasta dengan PT Timah. 

    Kedua, lanjutnya, adanya perbuatan tentang transaksi timah dari PT Timah yang dilakukan penjualan oleh pihak swasta. 

    Ketiga, adalah terkait kerugia lingkungan akibat kerusakan ekosistem.

    Terkait kerusakan ekosistem, ungkapnya, hakim sependapat bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini adalah kerugian negara dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

    Namun, hal yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menanggung kerugian kerusakan lingkungan hidup tersebut.

    Oleh karena itu, ujarnya, berdasarkan alat bukti, penyidik memastikan peran dan berapa uang yang diterima masing-masing tersangka. 

    Ia mengatakan, hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum untuk melakukan pembebanan uang pengganti.

    Hal itu disampaikannya saat konferensi pers usai rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait Desk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola di Kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    “Oleh karena itu, hasil ekspose, Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini akan kita bebankan kepada perusahaan-perusahaan seusai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut. Dan itu juga sudah ada dalam putusan pengadilan,” kata Febrie.

    Korporasi atau perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SB), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), dan PT Venus Inti Perkasa (VIP).

    Kejaksaan pun telah menetapkan kelima perusahaan tersebut menjadi tersangka korporasi dalam kasus itu.

    Ia pun merinci pembebanan kerusakan lingkungan kepada kelima perusahaan itu berdasarkan alat bukti maupun keterangan ahli yang dilalukan pembuktian di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dan disetujui dalam putusan hakim.

    Berikut ini rinciannya:

    1.  PT RBT sebesar Rp38,5 triliun.

    2.  PT SB Rp23,6 triliun

    3.  PT SIP Rp24,3 triliun.

    4.  PT TIN Rp23,6 triliun.

    5.  PT VIP Rp42,1 triliun.

    “Ini jumlahnya sekitar Rp152 triliun. Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan oleh hakim dan itu menjadi kerugian negara, ini sedang dihitung oleh BPKP,” ujar Febrie.

    “Siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti dan tentunya akan segera kita sampaikan ke publik,” pungkasnya.

    Untuk Perbaiki Lingkungan 

    Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam kesempatan yang sama menjelaskan titik kerugian yang paling besar dalam kasus tersebut adalah kerusakan lingkungan.

    Ia pun bersyukur kerusakan lingkungan itu dapat dibuktikan oleh jaksa di dalam persidangan mengingat biasanya sangat sulit untuk membuktikan hal tersebut.

    “Kita bersyukur bahwa kerusakan lingkungan yang selama ini tidak tertanggulangi, Insyaallah dana ini apabila nanti bisa kita ambil dan kita bisa gunakan untuk perbaikan-perbaikan lingkungan,” kata  Burhanuddin.

    “Kalau teman-teman, misalnya untuk Timah datanglah ke Bangka lihat dari pesawat di bawah itu begitu rusak lingkungan itu. Itulah insyaallah dengan Dana dana yang ada apabila nanti dapat bisa dikembalikan kepada pemerintah untuk perbaikan lingkungan akibat dari pertambangan-pertambangan ini,” sambung dia.

    Rincian Kerugian Lingkungan

    Kejaksaan menggandeng Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo untuk menghitung kerugian kerusakan lingkungan akibat pada kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

    Untuk menghitung hal tersebut sejumlah instrumen dan metode digunakan, di antaranya melalui citra satelit maupun verifikasi ke lapangan.

    Berdasarkan hal itu, ditemukan total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung adalah 170.363.064 hektar.

    Namun, luas galian yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya 88.900,462 hektar.

    Sedangkan luas galian yang tidak mempunyai izin mencapai 81.462,602 hektar. 

    Penghitungan kemudian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan.

    Perhitungan dilakukan dengan membagi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

    Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271,06 triliun). 

    Jumlah tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 223,36 triliun. 

    Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) yakni biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 47,70 triliun.

    Baca juga: Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini?

    Bila semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, maka total kerugian akibat kerusakan lingkungan itu mencapai Rp 271,06 triliun

  • MA Sebut Vonis 6,5 Tahun Penjara Harvey Moeis Belum Inkrah, Publik Diminta Bersabar

    MA Sebut Vonis 6,5 Tahun Penjara Harvey Moeis Belum Inkrah, Publik Diminta Bersabar

    JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) meminta semua pihak bersabar mengenai vonis pidana untuk Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada kurun 2015–2022.

    “Jadi, mohon bersabar karena perkara itu diajukan banding oleh jaksa sehingga kami tunggu karena dengan diajukan banding maka putusan pengadilan menjadi belum inkrah, belum berkekuatan hukum tetap,” kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto di Gedung MA, Jakarta, Kamis 2 Januari, disitat Antara.

    Yanto menjelaskan bahwa vonis untuk terdakwa kasus korupsi tidak mengenal hukuman pidana hingga 50 tahun penjara.

    “Kalau masalah hukuman yang 50 tahun, hukum positif kita kan mengenalnya minimal setahun, terus maksimalnya bisa penjara seumur hidup. Kemudian kalau Pasal 2 ayat (1) (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, red) kan empat tahun, bisa 20 tahun. Atau seumur hidup dan dalam keadaan tertentu kan bisa hukuman mati,” jelasnya.

    Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, seperti korupsi saat terjadi bencana alam, krisis moneter, maupun pada terjadinya perang.

    “Jadi, kita tunggu saja putusan banding seperti apa,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Jakarta, Senin (30/12), mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.

    “Kalau sudah jelas-jelas melanggar, mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim-hakim, vonisnya jangan ringanlah,” kata Presiden.

    Presiden mengatakan bahwa rakyat mengerti kalau melakukan tindak pidana korupsi hingga ratusan triliun maka seharusnya vonisnya sekian tahun.

    “Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira,” ujar Presiden.

  • Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korporasi Korupsi Timah, Kerugian Rp150 Triliun!

    Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korporasi Korupsi Timah, Kerugian Rp150 Triliun!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 5 tersangka korporasi sebagai tersangka dalam kasus tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

    Jaksa Agung (JA) Burhanuddin mengatakan lima korporasi yang dijadikan tersangka itu yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

    “Pertama adalah PT RBT yang ke-2 adalah PT SB yang ke-3 PT SIP yang ke-4 TIN dan yang ke-5 VIP,” ujar Burhanuddin di Kejagung, Kamis (2/1/2025).

    Di lain sisi, Jampidsus Kejagung RI, Febrie Adriansyah mengatakan bahwa pihaknya telah memutuskan pembebanan uang kerugian negara kepada lima tersangka korporasi itu.

    Secara terperinci, kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun kasus timah ditanggung PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun.

    “Ini sekitar Rp152 triliun,” tutur Febrie. 

    Sementara itu, Febrie menyatakan pihak yang bertanggung jawab dari sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp119 triliun masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan hakim itu jadi kerugian negara sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti,” pungkasnya.