BUMN: PT Pertamina Hulu Energi

  • Kuasai 10% Cadangan Nikel RI, Antam Gandeng CATL Untuk Produksi Baterai

    Kuasai 10% Cadangan Nikel RI, Antam Gandeng CATL Untuk Produksi Baterai

    Jakarta

    PT Aneka Tambang Tbk (Antam) tercatat memiliki sumberdaya nikel konsolidasian sebesar 1.309,05 juta wet metric ton (wmt), terdiri dari 481,66 juta wmt bijih limonit dan 827,39 juta wmt bijih saprolit.

    Sumber daya ini berasal dari hasil eksplorasi perusahaan bersama entitas anak usaha yang dilaksanakan pada area eksplorasi nikel yang meliputi wilayah Pomalaa, Halmahera Timur, Konawe Utara, dan Pulau Gag.

    “Kita cuma menguasai kurang lebih 10% dari cadangan nasional, kurang lebih 1,3 miliar yang kita kuasai. Nah 10% ini harus benar-benar memberikan manfaat yang maksimal bagi bangsa dan negara karena kita ini BUMN,” kata Direktur SDM Antam, Achmad Ardianto dalam Energi Forum: Kesiapan Indonesia Menuju Swasembada Energi yang dipersembahkan detikcom bersama Komisi XII DPR, dan didukung SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi, dan ANTAM di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

    Menurutnya dengan jumlah sumberdaya sebanyak itu, perusahaan mampu turut serta mendukung pengembangan proyek-proyek hilirisasi berbasis nikel. Meski di saat yang bersamaan, penting bagi Antam untuk memastikan produk hasil olahan nikel perusahaan dapat terserap dengan baik oleh pasar.

    “Tantangan bagi kami di dunia usaha tentunya yang pertama adalah ingin memastikan bahwa kalau kita memproduksi suatu produk hilir, ini harus laku di pasar. Jangan sampai kita memproduksi suatu produk ternyata tidak ada yang milih,” ucapnya.

    Untuk menjamin produk hilirisasi nikel itu laku di pasar, Antam menjalin kerja sama strategis dengan Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) membangun fasilitas produksi baterai.

    “Tanpa kita mempunyai partner yang menguasai pasar tentu akan sulit bagi kita untuk bisa memastikan produk kita ini akan laku dan berhasil menguasai pasar di luar. Antam saat ini sudah bekerjasama dengan produsen baterai terbesar di dunia, CATL,” terangnya.

    Sebab menurutnya saat ini CATL merupakan salah satu produsen baterai terbesar di dunia. Di mana perusahaan asal China itu menguasai 34% pasar baterai untuk mobil listrik BYD, hingga baterai untuk produk-produk elektronik lainnya.

    “Mereka pegang 34% market share untuk baterai, itu di atasnya BYD, Panasonic, LG. Jadi artinya kita bisa melihat bahwa CATL sudah menjadi partner yang tepat,” papar Achmad.

    (fdl/fdl)

  • Tancap Gas PHE Gencarkan Eksplorasi, Produksi Minyak Januari Tembus 553.670 Barel

    Tancap Gas PHE Gencarkan Eksplorasi, Produksi Minyak Januari Tembus 553.670 Barel

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina berhasil membukukan produksi minyak sebesar 553.670 barel per hari (bopd) dan gas 2,826 juta kaki kubik per hari (MMscfd) sejalan dengan kegiatan eksplorasi yang terus digencarkan perusahaan.

    Dannif Danusaputro, Pth Direktur Utama PHE yang juga sebagai Direktur Keuangan dan Investasi PHE, mengatakan bahwa PHE berkomitmen dalam menjaga ketahanan energi dan memastikan ketersediaan energi nasional melalui peningkatan produksi minyak dan gas secara berkelanjutan.

    Pada Januari 2025, imbuhnya, PHE berhasil menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 2 sumur, sumur eksploitasi 70 sumur, workover 80 sumur, dan well service 3.016 sumur. PHE juga mencatatkan survei Seismik 3D seluas 164,29 kilometer persegi (km2). 

    Dia menjelaskan, PHE menjalankan berbagai strategi, termasuk eksplorasi wilayah baru, reaktivasi sumur yang belum berproduksi, serta penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk mengoptimalkan produksi migas.

    Tak hanya itu, PHE juga menerapkan teknologi seperti waterflood dan steamflood untuk meningkatkan efisiensi produksi dari sumur yang sudah beroperasi lama.

    Selain itu, percepatan proyek greenfield atau lapangan baru juga menjadi prioritas. “Kami berfokus pada eksplorasi wilayah baru, termasuk pengeboran di area laut dalam [deepwater] dan target yang lebih dalam dari sumur konvensional. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan cadangan energi tetap mencukupi di masa depan,” kata Dannif di Jakarta, Jumat (7/3/2025) malam.

    Sebagai gambaran, Subholding Upstream Pertamina saat ini berkontribusi 69% terhadap produksi minyak nasional dan 37% terhadap produksi gas nasional.

    Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2025, produksi minyak Pertamina ditargetkan mencapai 416.000 (bopd) dan produksi gas sebesar 2,536 MMscfd. 

    Ke depannya, PHE akan terus mendorong efisiensi operasi dan mencari peluang eksplorasi baru. “Dengan strategi yang tepat, industri migas Indonesia masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan terus menjadi pilar utama ketahanan energi nasional,” ujar Dannif.

    Potensi besar ini terlihat pada pencapaian PHE dalam eksplorasi migas pada 2024. Tahun lalu, realisasi temuan sumber daya migas kontijen 2C Recoverable Subholding Upstream Pertamina Group mencapai 652 juta barel standar minyak (MMboe) atau 2C Inplace sebesar 1.75 BBOE.

    Realisasi temuan cadangan eksplorasi pada tahun 2024 ini merupakan yang terbesar sepanjang lima belas tahun terakhir atau sejak tahun 2009, dan meningkat 34% jika dibandingkan dengan capaian tahun 2023 yang tercatat sebesar 488 MMboe. 

    Adapun, penemuan sumber daya migas kontijen 2C ini terutama didongkrak dari penemuan High Impact Discovery sumur Tedong (TDG)-001 di dalam Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP di Region IV Zona 13, dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 548 bcfg dan kondensat sebesar 13.51 mmbc.

    Pengeboran sumur Tedong (TDG)-001 merupakan rangkaian pengeboran di frontier area sekaligus pengembangan ekonomi kawasan Indonesia Timur di lima titik, yakni East Wolai (EWO)-001, West Wolai (WWO)-001, Julang Emas (JLE)-001, Yaki Emas (YKE)-001 dan Tedong (TDG)-001. 

    Selain sumur Tedong (TDG)-001, penemuan sumber daya migas di struktur Padang Pancuran (PPC)-1 yang secara administratif terletak di Sumatra Selatan dalam WK Jambi Merang juga turut mendongkrak realisasi temuan sumber daya kontijen 2C Subholding Upstream Pertamina Group di tahun 2024.

    Struktur ini ditemukan melalui sumur PPC-1 yang dibor sedalam 3.750 feet atau setara 1.143 meter dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 140.6 mmboe (2C Inplace 550 mmbo). Eksplorasi di struktur ini masih menyisakan 2-3 pemboran appraisal lagi.

    Dannif memaparkan, pada 2024 PHE berhasil menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 22 sumur. PHE juga mencatatkan survei Seismik 2D sepanjang 769 kilometer (km) dan Seismik 3D seluas 4.990 kilometer persegi (km2).

  • PHE Bukukan Produksi Minyak 553,67 Ribu Barel Per Hari Pada Januari 2025 – Halaman all

    PHE Bukukan Produksi Minyak 553,67 Ribu Barel Per Hari Pada Januari 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina berkomitmen dalam menjaga ketahanan energi dan memastikan ketersediaan energi nasional melalui peningkatan produksi minyak dan gas secara berkelanjutan. 

    Hal ini terlihat dari realisasi produksi pada Januari 2025. Produksi minyak PHE mencapai 553,67 ribu barel minyak per hari (MBOPD) dan produksi gas 2.826,56 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). 

    Pada Januari 2025, PHE berhasil menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 2 sumur, sumur eksploitasi 70 sumur, workover 80 sumur dan well service 3.016 sumur. PHE juga mencatatkan survei Seismik 3D seluas 164,29 kilometer persegi (km2). 

    Untuk mengoptimalkan produksi migas, PHE menjalankan berbagai strategi, termasuk eksplorasi wilayah baru, reaktivasi sumur yang belum berproduksi, serta penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Teknologi seperti waterflood dan steamflood diterapkan untuk meningkatkan efisiensi produksi dari sumur yang sudah beroperasi lama.

    Selain itu, percepatan proyek greenfield atau lapangan baru juga menjadi prioritas. 

    “Kami berfokus pada eksplorasi wilayah baru, termasuk pengeboran di area laut dalam (deepwater) dan target yang lebih dalam dari sumur konvensional. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan cadangan energi tetap mencukupi di masa depan,” ujar Pth Direktur Utama PHE yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Investasi PHE Dannif Danusaputro, Jumat (7/3/2025).

    Subholding Upstream Pertamina saat ini berkontribusi 69 persen terhadap produksi minyak nasional dan 37 persen terhadap produksi gas nasional. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2025, produksi minyak Pertamina ditargetkan mencapai 416 ribu barel minyak per hari (MBOPD) dan produksi gas sebesar 2.536 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). 

    Ke depan, PHE akan terus mendorong efisiensi operasi dan mencari peluang eksplorasi baru. 

    “Dengan strategi yang tepat, industri migas Indonesia masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan terus menjadi pilar utama ketahanan energi nasional,” tutur Dannif.

    Potensi besar ini terlihat pada pencapaian PHE dalam eksplorasi migas pada 2024. Tahun lalu, realisasi temuan sumber daya migas kontijen 2C Recoverable Subholding Upstream Pertamina Group mencapai 652 juta barel standar minyak (MMBOE) atau 2C Inplace sebesar 1.75 BBOE. 

    Realisasi temuan cadangan eksplorasi pada tahun 2024 ini merupakan yang terbesar sepanjang lima belas tahun terakhir atau sejak tahun 2009, dan meningkat 34 persen jika dibandingkan capaian tahun 2023 yang tercatat sebesar 488 MMBOE. 

    Penemuan sumber daya migas kontijen 2C ini terutama didongkrak dari penemuan High Impact Discovery sumur Tedong (TDG)-001 di dalam Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP di Region IV Zona 13, dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 548 bcfg dan kondensat sebesar 13.51 mmbc. 

    Pengeboran sumur Tedong (TDG)-001 merupakan rangkaian pengeboran di frontier area sekaligus pengembangan ekonomi kawasan Indonesia Timur di lima titik, yakni East Wolai (EWO)-001, West Wolai (WWO)-001, Julang Emas (JLE)-001, Yaki Emas (YKE)-001 dan Tedong (TDG)-001. 

    Selain sumur Tedong (TDG)-001, penemuan sumber daya migas di struktur Padang Pancuran (PPC)-1 yang secara administratif terletak di Sumatra Selatan dalam WK Jambi Merang juga turut mendongkrak realisasi temuan sumber daya kontijen 2C Subholding Upstream Pertamina Group di tahun 2024. 

    Struktur ini ditemukan melalui sumur PPC-1 yang dibor sedalam 3.750 feet atau setara 1.143 meter dengan sumber daya 2C Recoverable sebesar 140.6 mmboe (2C Inplace 550 mmbo). Eksplorasi di struktur ini masih menyisakan 2-3 pemboran appraisal lagi.

    Pada tahun 2024, PHE berhasil menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 22 sumur. PHE juga mencatatkan survei Seismik 2D sepanjang 769 kilometer (km) dan Seismik 3D seluas 4.990 kilometer persegi (km2). 

    PHE akan terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). PHE juga senantiasa berkomitmen Zero Tolerance on Bribery dengan memastikan pencegahan atas fraud dilakukan dan memastikan perusahaan bersih dari penyuapan.  
     

  • Dugaan Korupsi Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru

    Dugaan Korupsi Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru

    Dugaan Korupsi Pertamina, Modus Lama dengan Pemain Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kasus korupsi
    yang menggerogoti Pertamina dalam beberapa tahun terakhir mestinya menjadi momentum perbaikan bagi perusahaan minyak pelat merah itu. Sebab, persoalan rasuah yang terjadi dinilai masih menggunakan modus lama, hanya dilakukan oleh pemain baru.
    Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya terjadi enam kasus korupsi yang melibatkan perusahaan anak usaha BUMN itu, apa saja:
    1. Kasus LNG 2011-2014
    Pertama, kasus korupsi pengadaan
    liquified natural gas
    (LNG) di Pertamina periode 2011-2014 menyeret nama eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
    Karen disangkakan melakukan pembelian gas secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku seperti kajian komprehensif.
    Hal ini menyebabkan kargo LNG mengalami kelebihan suplai sehingga menyebabkan
    kerugian negara
    Rp 2,1 triliun.
    Atas perbuatannya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Karen dari 9 tahun penjara menjadi 13 tahun penjara, pada Jumat (28/2/2025).
    2. Kasus gratifikasi pengadaan minyak mentah PES
    Kedua, pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengungkap dugaan pemberian hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bambang Irianto selaku Managing Director periode 2009-2013 sebagai tersangka.
    Kasus dugaan suap ini menjadi salah satu kasus yang mendapat perhatian Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan KPK pada 2019 silam.
    Kasus ini mulai diselidiki KPK sejak Juni 2014. Namun, KPK baru berhasil menetapkan Bambang sebagai tersangka pada September 2019.
    Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar karena membantu pihak swasta terkait bisnis migas di lingkungan PES.
    3. Kasus dana pensiun Pertamina
    Ketiga, pada 2017, Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina periode 2013-2015 Muhammad Helmi Kamal Lubis ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina.
    Tak hanya Helmi, putra sulung pendiri Astra Internasional William Soeryadjaja, Edward Seky Soeryadjaya juga ditetapkan sebagai tersangka.
    Kasus tersebut bermula pada pertengahan 2014.
    Edward yang juga Direktur Ortus Holding Ltd berkenalan dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis.
    Perkenalan itu berlanjut dengan deal bisnis yakni permintaan agar dana pensiun Pertamina membeli saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
    Dari pertemuan itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis pun melakukan pembelian saham SUGI senilai Rp 601 miliar melalui PT Millenium Danatama Sekuritas.
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam pembelian saham SUGI tersebut sebesar Rp 599 miliar.
    4. Kasus penyalahgunaan investasi Blok BMG Australia
    Selanjutnya pada 2018, Kejaksaan Agung menetapkan eks Manajer MNA Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), berinisial BK terkait dugaan korupsi penyalahgunaan investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia oleh Pertamina tahun 2009.
    Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Kasus itu bermula saat PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd.
    Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009, dengan modal sebesar 66,2 juta dollar Australia atau senilai Rp 568 miliar dengan asumsi mendapatkan 812 barrel per hari.
    Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty. Ltd rata-rata sebesar 252 barrel per hari.
    Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petroleum, Sojitz, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/ npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.
    5. Kasus digitalisasi SPBU Pertamina
    Pada awal tahun 2025, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, perkara korupsi ini sedang bergulir di tahap penyidikan.
    “Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bulan September 2024,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
    Tessa mengatakan, KPK sudah menetapkan tersangka dalam dugaan korupsi digitalisasi SPBU PT Pertamina.
    Namun, ia tidak mengungkapkan identitas tersangka tersebut.
    “Sudah ada tersangkanya,” ujar Tessa.
    Dugaan korupsi digitalisasi PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 muncul pertama kali dalam jadwal pemeriksaan sejumlah saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
    6. Kasus tata kelola minya mintah 
    Terbaru, Kejaksaan Agung mengungkap perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Kasus korupsi ini menyeret nama beberapa petinggi Pertamina yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS).
    Lalu VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; pejabat di PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
    Kemudian beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW); Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
    Selanjutnya Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
    Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Dilansir dari keterangan
    Kejagung
    , PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-blend atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax.
    Pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025). “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina merupakan modus lama dengan pemain baru.
    “Ada seorang teman dari pemerintahan menyebutnya ini modus lama dengan pemain yang baru,” kata Sudirman dalam program Gaspol yang ditayangkan di kanal Youtube
    Kompas.com
    , Sabtu (2/3/2025).
    Sudirman mengatakan, celah korupsi di Pertamina dilihat dari tiga hal.
    Pertama, Pertamina merupakan pemegang pasar utama dibandingkan yang lain sehingga rentan terjadi tindakan culas.
    Kedua, Pertamina memiliki transaksi dengan volume yang besar sehingga marginnya semakin besar.
    “Marginnya begitu besar artinya dalam iklim yang serba suap menyuap itu sedang terjadi di mana-mana. Margin yang besar itu bisa dibagi untuk apa saja kan. Dari mulai orang-orang yang terlibat dalam pengadaan di dalam perusahaan Pertamina. Ini bukan tuduhan tapi ini analisis ya,” ujarnya.
    Terakhir, sikap pemerintah atas kasus
    korupsi Pertamina
    ini.
    Sebab, ia yakin bahwa korupsi dengan kerugian negara yang besar tidak dilakukan sendiri.
    “Ketiga adalah sikap dari para pemegang kekuasaan atau pemegang otoritas di sekitar Pertamina. Apakah itu Menteri BUMN, harus kita tanya sikapnya bagaimana terhadap ini. Kemudian Menteri Energinya bagaimana terhadap ini,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun 
                        Nasional

    5 Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun Nasional

    Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Skandal korupsi di
    Pertamina
    tak hanya terjadi pertama kali ini saja. Perusahaan pelat merah itu sudah beberapa kali digerogoti
    kasus korupsi
    .
    Berikut beberapa kasus korupsi di Pertamina:
    1. Tata kelola minyak mentah dan produk kilang
    Terbaru,
    Kejaksaan Agung
    mengungkap perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Kasus korupsi
    ini menyeret nama beberapa petinggi Pertamina, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS);
    Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; dan pejabat di PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
    Kemudian, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW);
    Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ); dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
    Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
    blending
    atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax. Pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
     
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    2. Pengadaan LNG
    Kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014 menyeret nama eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
    Karen disangkakan melakukan pembelian gas secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku, seperti kajian komprehensif.
    Hal ini menyebabkan kargo LNG mengalami kelebihan suplai sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
    Atas perbuatannya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Karen dari 9 tahun penjara menjadi 13 tahun penjara, pada Jumat (28/2/2025).
    3. Perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES
    Pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan pemberian hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte.Ltd (PES).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bambang Irianto selaku Managing Director periode 2009-2013 sebagai tersangka.
    Kasus dugaan suap ini menjadi salah satu kasus yang mendapat perhatian Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan KPK pada 2019 silam.
    Kasus ini mulai diselidiki KPK sejak Juni 2014. Namun, KPK baru berhasil menetapkan Bambang sebagai tersangka pada September 2019.
    Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar karena membantu pihak swasta terkait bisnis migas di lingkungan PES.
    4. Pengelolaan dana pensiun
    Pada 2017, Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina periode 2013-2015 Muhammad Helmi Kamal Lubis ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina.
    Tak hanya Helmi, putra sulung pendiri Astra Internasional William Soeryadjaja, Edward Seky Soeryadjaya juga ditetapkan sebagai tersangka.
    Kasus tersebut bermula pada pertengahan 2014. Edward yang juga Direktur Ortus Holding Ltd berkenalan dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis.
    Perkenalan itu berlanjut dengan deal bisnis, yakni permintaan agar dana pensiun Pertamina membeli saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
    Dari pertemuan itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis pun melakukan pembelian saham SUGI senilai Rp 601 miliar melalui PT Millenium Danatama Sekuritas.
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam pembelian saham SUGI tersebut sebesar Rp 599 miliar.
    5. Korupsi Investasi di BMG Australia
    Pada 2018, Kejaksaan Agung menetapkan seorang Manajer MNA Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), berinisial BK terkait dugaan korupsi penyalahgunaan investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia oleh Pertamina tahun 2009.
    Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Kasus itu bermula saat PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd.
    Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009, dengan modal sebesar 66,2 juta dollar Australia atau senilai Rp 568 miliar dengan asumsi mendapatkan 812 barrel per hari.
    Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty.Ltd rata-rata sebesar 252 barrel per hari.
    Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petroleum, Sojitz, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.
    6. Digitalisasi SPBU
    Pada 2025, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, perkara korupsi ini sedang bergulir di tahap penyidikan.
    “Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bulan September 2024,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
    Tessa mengatakan, KPK sudah menetapkan tersangka dalam korupsi
    digitalisasi SPBU
    PT Pertamina. Namun, ia tidak mengungkapkan identitas tersangka tersebut.
    “Sudah ada tersangkanya,” ujar Tessa.
    Adapun dugaan korupsi digitalisasi PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 muncul pertama kali dalam jadwal pemeriksaan sejumlah saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pilar Utama Industri Energi Nasional, Ini Profil Singkat Anak Perusahaan Pertamina

    Pilar Utama Industri Energi Nasional, Ini Profil Singkat Anak Perusahaan Pertamina

    Jakarta, Beritasatu.com – Anak Perusahaan Pertamina memegang peran krusial dalam memastikan ketahanan energi nasional, dari eksplorasi minyak dan gas hingga inovasi di bidang energi terbarukan. Sejak resmi ditetapkan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi pada 12 Juni 2020, PT Pertamina (Persero) terus menunjukkan dominasinya di industri.

    Dalam waktu singkat, perusahaan ini berhasil menempati peringkat pertama dalam daftar Fortune Indonesia 100 sebagai perusahaan terbesar di Indonesia. Keberhasilan ini tak lepas dari peran strategis seluruh lini bisnis, termasuk sinergi yang kuat antara unit usaha dan anak-anak perusahaannya.

    Lantas, siapa saja anak perusahaan Pertamina dan bagaimana kontribusi mereka dalam industri energi? Berikut ulasannya.

    1. PT Pertamina EP

    Didirikan pada tahun 2005, PT Pertamina EP berfokus pada sektor hulu minyak dan gas bumi. Kegiatan utamanya mencakup eksplorasi, eksploitasi, serta penjualan minyak dan gas hasil dari proses eksploitasi.

    2. PT Pertamina Geothermal Energy

    Berdiri sejak tahun 2006, PT Pertamina Geothermal Energy memiliki peran utama dalam pengelolaan serta pengembangan sumber daya panas bumi. Kegiatan yang dilakukan meliputi eksplorasi, eksploitasi, produksi uap, pembangkitan listrik, serta penyediaan jasa konsultasi, konstruksi, operasi, pemeliharaan, dan pengembangan teknologi di bidang panas bumi.

    3. PT Pertamina Hulu Energi

    Didirikan pada tahun 2002 dengan nama awal PT Aroma, perusahaan ini kemudian bertransformasi menjadi PT Pertamina Hulu Energi. Perusahaan ini bergerak dalam pengelolaan usaha sektor hulu minyak dan gas bumi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    4. PT Pertamina EP Cepu

    Awalnya merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina EP yang berdiri pada tahun 2005, PT Pertamina EP Cepu berubah status menjadi anak perusahaan Pertamina pada tahun 2007. Perusahaan ini bertanggung jawab atas kegiatan eksplorasi, eksploitasi, serta produksi di wilayah Blok Cepu.

    5. PT Pertamina EP Cepu ADK

    PT Pertamina EP Cepu ADK didirikan pada tahun 2013 sebagai bagian dari Pertamina. Perusahaan ini memiliki wilayah kerja di Alas Dara Kemuning, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

    6. PT Pertamina Drilling Services Indonesia

    Perusahaan ini bergerak dalam bidang layanan pengeboran (drilling services) untuk sumur minyak, gas, dan panas bumi. Kegiatannya mencakup pengeboran serta kerja ulang dan perpindahan lapisan sumur migas dan geotermal.

    7. PT Pertamina Internasional EP

    PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) merupakan anak perusahaan Pertamina Hulu Energi yang berfokus pada pengeboran minyak dan gas di luar Indonesia.

    8. PT Tugu Pratama Indonesia

    Didirikan pada tahun 2015, PT Tugu Pratama Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa asuransi umum dengan merek dagang ‘Tugu Insurance’.

    9. PT Pertamina Pedeve Indonesia

    Sebelumnya dikenal sebagai PT Pertamina Dana Ventura, PT Pertamina Pedeve Indonesia merupakan anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan yang berhubungan dengan energi.

    10. PT Pertamina Bina Medika

    Sebagai anak perusahaan yang bergerak di sektor kesehatan, PT Pertamina Bina Medika atau Indonesia Healthcare Corporation bertanggung jawab dalam penyediaan layanan kesehatan.

    Dengan keberagaman anak perusahaan yang dimiliki, Pertamina terus mengembangkan bisnisnya di berbagai sektor guna mendukung ketahanan energi nasional dan layanan bagi masyarakat. Anak usaha Pertamina memegang peranan penting dalam mendukung upaya besar perusahaan untuk memastikan ketersediaan energi yang stabil dan berkelanjutan di Indonesia.

  • Pertamina Hulu Energi Pacu Produksi Migas, Inovasi Jadi Kunci Wujudkan Asta Cita

    Pertamina Hulu Energi Pacu Produksi Migas, Inovasi Jadi Kunci Wujudkan Asta Cita


    PIKIRAN RAKYAT –
    PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus memacu produksi minyak dan gas nasional dengan strategi inovatif dan penerapan teknologi terbaru. Dalam acara Energy Outlook 2025 yang digelar Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) di Park Hyatt Jakarta pada Kamis (27/2/2025).

    Asep Samsul Arifin, Vice President Upstream Business Planning & Portfolio Management PHE, menegaskan bahwa inovasi menjadi kunci dalam menjaga ketahanan energi nasional serta mendukung visi Asta Cita pemerintah dalam membangun Indonesia yang mandiri dan berdaya saing di sektor energi.

    Menurut Asep, PHE saat ini berkontribusi 69% terhadap produksi minyak nasional dan 37% terhadap produksi gas nasional. Namun, tantangan utama di industri hulu migas adalah optimalisasi produksi dari lapangan yang telah lama beroperasi.

    “Sebagian besar lapangan di Indonesia sudah memasuki fase matang, sehingga diperlukan strategi baru agar produksi tetap optimal dan mendukung ketahanan energi nasional,” ujar Asep.

    Dalam mendukung Asta Cita ke-2, yaitu “Mewujudkan swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru,” PHE berkomitmen untuk memastikan ketersediaan energi nasional melalui peningkatan produksi minyak dan gas secara berkelanjutan. PHE menerapkan teknologi ramah lingkungan seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) /pengurasan tahap lanjut dan strategi eksplorasi yang efisien guna memastikan pasokan energi tetap stabil tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional tetapi juga sejalan dengan pengembangan ekonomi hijau dan biru.

    Sementara itu, strategi eksplorasi dan pengembangan energi nasional yang diterapkan oleh PHE juga sejalan dengan Asta Cita ke-5, yaitu “Mendorong hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.” Dengan meningkatkan pasokan minyak dan gas domestik, PHE mendukung industri hilir, termasuk pengolahan bahan bakar dalam negeri, petrokimia, dan gas industri. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor produk energi olahan dan memperkuat daya saing sektor industri nasional.

    Untuk mengatasi tantangan produksi, PHE menjalankan berbagai strategi, termasuk eksplorasi wilayah baru, reaktivasi sumur yang belum berproduksi, serta penerapan teknologi EOR. Teknologi seperti waterflood dan steamflood diterapkan untuk meningkatkan efisiensi produksi dari sumur yang sudah beroperasi lama.

    Selain itu, percepatan proyek greenfield atau lapangan baru juga menjadi prioritas. “Kami berfokus pada eksplorasi wilayah baru, termasuk pengeboran di area laut dalam dan target yang lebih dalam dari sumur konvensional. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan cadangan energi tetap mencukupi di masa depan,” ujar Asep.

    Ke depan, PHE akan terus mendorong efisiensi operasi dan mencari peluang eksplorasi baru. Asep menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah, industri, dan akademisi sangat penting untuk memastikan industri migas tetap berdaya saing.

    “Dunia energi sedang berubah, dan kita harus beradaptasi dengan inovasi serta efisiensi. Dengan strategi yang tepat, industri migas Indonesia masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan terus menjadi pilar utama ketahanan energi nasional,” pungkasnya.

    Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan Pertamina komitmen meningkatkan produksi migas dengan mengalokasikan Capex sekitar 62 persen di sektor hulu untuk mendukung mendukung swasembada energi nasional.

    “Pertamina terus menjalankan strategi pertumbuhan ganda dengan memperkuat bisnis eksisting dan membangun bisnis baru rendah karbon. Strategi ini harus dijalankan dengan inovasi tiada henti,” ujar Fadjar.

    Acara Energy Outlook 2025 ini menjadi ajang diskusi strategis bagi para pemangku kepentingan di sektor energi. Dengan tantangan global yang semakin kompleks, inovasi dan efisiensi menjadi dua faktor utama dalam menjaga keberlanjutan sektor migas Indonesia, sekaligus mewujudkan Asta Cita dalam membangun bangsa yang mandiri di bidang energi dan industri.

    PHE akan terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). PHE juga senantiasa berkomitmen Zero Tolerance on Bribery dengan memastikan pencegahan atas fraud dilakukan dan memastikan perusahaan bersih dari penyuapan. Salah satunya dengan implementasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang telah terstandardisasi ISO 37001:2016. PHE terus mengembangkan pengelolaan operasi yang prudent dan excellent di dalam dan luar negeri secara profesional untuk mewujudkan pencapaian menjadi perusahaan minyak dan gas bumi kelas dunia yang Environmental Friendly, Social Responsible dan Good Governance.

    Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • PHE gandeng lembaga multinasional untuk pengembangan CCS di Indonesia

    PHE gandeng lembaga multinasional untuk pengembangan CCS di Indonesia

    Ketika dunia beralih ke energi yang lebih bersih, Indonesia harus menemukan jalannya sendiri menuju masa depan yang berkelanjutan.

    Jakarta (ANTARA) – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menggandeng lembaga multinasional untuk pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) atau penyimpanan dan penangkapan karbon di Indonesia.

    Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan keahlian teknis PHE yang selaras dengan praktik-praktik terbaik global dan pengembangan model bisnis berkelanjutan untuk penyimpanan karbon.

    “Ketika dunia beralih ke energi yang lebih bersih, Indonesia harus menemukan jalannya sendiri menuju masa depan yang berkelanjutan. Kami melihat CCS sebagai bagian dari solusi utama,” ujar Direktur Keuangan dan Investasi PHE Dannif Utojo Danusaputro dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    “Melalui kerja sama ini kami dapat memanfaatkan keahlian global untuk mengembangkan solusi yang sesuai dengan lanskap energi Indonesia. Kemitraan ini menjadi langkah penting dalam mendorong proyek CCS yang dapat diterapkan secara efektif di Indonesia,” kata Dannif menambahkan.

    Melalui kerja sama tersebut, kata Dannif lagi, PHE akan mendapatkan bantuan teknis dan berbagi pengetahuan seputar praktik-praktik terbaik global, pengembangan model bisnis, dan aturan kerangka kerja.

    Selain itu, PHE juga bisa mendapatkan wawasan mengenai implementasi teknologi CCS yang efektif, mekanisme pembiayaan, dan pengamanan lingkungan, yang bisa menjadi fondasi bagi keberlanjutan industri CCS di Indonesia.

    Menurut Dannif, CCS sudah terbukti bisa mengurangi emisi industri dengan cara menangkap karbon dioksida yang dihasilkan dari sektor industri sebelum mencapai atmosfer dan menyimpannya dengan aman.

    Metode ini sangat penting bagi industri yang menghadapi tantangan untuk beralih sepenuhnya ke sumber energi terbarukan.

    Meskipun Indonesia memiliki potensi geologi yang besar untuk penyimpanan karbon dan pengembangan CCS dalam skala besar, namun hal tersebut memerlukan dukungan kebijakan yang kuat, keahlian teknis, serta investasi yang signifikan.

    Sebagai bagian dari inisiatif ini, ujar Dannif, PHE memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam rantai nilai CCS, menawarkan solusi penyimpanan dan transportasi CO2 kepada industri domestik dan internasional penghasil emisi.

    Hal itu sejalan dengan strategi Indonesia yang lebih luas untuk mendekarbonisasi sektor energi dan industrinya sambil memastikan keberlanjutan bisnis jangka panjang.

    PHE akan mengembangkan model bisnis CCS yang terintegrasi dengan transportasi, injeksi, dan pemantauan CO2 jangka panjang, dengan memanfaatkan keahliannya dalam operasi hulu migas serta penyimpanan geologi.

    Selain itu, PHE melihat peluang untuk memperluas portofolio bisnisnya dengan menyediakan layanan penyimpanan dan transportasi CO2, mendukung industri penghasil emisi dalam memenuhi tujuan dekarbonisasi mereka.

    Guna menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim dan mencegah titik kritis yang ekstrem, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) memperkirakan bahwa emisi karbon global harus diturunkan sebesar 43 persen pada tahun 2030.

    “Dengan mempercepat penerapan CCS, kerja sama ini tidak hanya akan membantu Indonesia memenuhi komitmen iklimnya, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” katanya lagi.

    Pewarta: Faisal Yunianto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tak Banyak yang Tahu! Ini Sejarah Pertamina dari Nol Hingga Jadi Penguasa Energi Nasional

    Tak Banyak yang Tahu! Ini Sejarah Pertamina dari Nol Hingga Jadi Penguasa Energi Nasional

    Jakarta, Beritasatu.com – Pertamina merupakan perusahaan minyak dan gas bumi milik negara yang memiliki peran strategis dalam sektor energi Indonesia dengan sejarah pembentukan panjang sejak masa penjajahan Belanda. Lantas, bagaimana perjalanannya?

    Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Pertamina mengelola berbagai produk, termasuk bahan bakar minyak (BBM) Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO, bahan bakar khusus (BBK), gas, non-BBM, serta petrokimia.

    Lantas, bagaimana sejarah perjalanan Pertamina dalam mengelola minyak dan gas bumi di Indonesia? Dilansir dari laman resmi Pertamina, berikut lengkapnya!

    Awal Mula Eksplorasi Minyak di Indonesia

    Eksplorasi minyak bumi di Indonesia dimulai pada tahun 1871 ketika Belanda melakukan pengeboran pertama di daerah Cirebon. Langkah ini kemudian diikuti dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, pada tahun 1885. Perusahaan-perusahaan minyak asing mendominasi industri perminyakan di Indonesia hingga kemerdekaan pada tahun 1945.

    Pascakemerdekaan, pemerintah Indonesia mengambil alih aset minyak dan gas bumi yang sebelumnya dikuasai Belanda dan Jepang. Langkah ini menjadi awal dari kemandirian energi nasional dan cikal bakal berdirinya Pertamina.

    Pembentukan Permina dan Pertamin

    Pada 10 Desember 1957, pemerintah mendirikan Perusahaan Minyak Nasional (Permina) berdasarkan SK Menteri Perindustrian Nomor 3177/M tanggal 15 Oktober 1957. Permina bertugas mengelola eksplorasi dan produksi minyak di dalam negeri sebagai upaya menggantikan dominasi perusahaan asing.

    Pada tahun 1959, pemerintah Republik Indonesia membeli saham NV Nederlands Indische Aardolie Maatschappij (NV NIAM) yang sebelumnya dimiliki Belanda dan Amerika Serikat. Saham ini kemudian dialihkan ke Permina dan perusahaan negara lain yang bergerak di sektor minyak dan gas, yaitu Pertamin.

    Penggabungan Permina dan Pertamin menjadi Pertamina

    Pada tahun 1968, pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Permina dan Pertamin menjadi satu entitas, yaitu Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). Penggabungan ini bertujuan untuk memperkuat sektor migas nasional serta meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.

    Pada tahun 1971, Pertamina ditetapkan sebagai tonggak industri migas nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Perusahaan ini bertanggung jawab dalam eksplorasi, produksi, serta distribusi minyak dan gas bumi di Indonesia.

    Perubahan Peran Pertamina dan Transformasi Menjadi Perseroan

    Seiring berjalannya waktu, pemerintah mengubah peran Pertamina agar lebih berorientasi pada bisnis dan efisiensi. Pada tahun 2001, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina tidak lagi memiliki kewajiban langsung dalam pelaksanaan PSO, melainkan beroperasi sebagai perusahaan yang mengikuti prinsip bisnis.

    Pada tahun 2003, Pertamina resmi bertransformasi menjadi perusahaan perseroan (persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi dalam menghadapi tantangan industri migas global.

    Restrukturisasi Pertamina-Holding dan Subholding

    Pada 12 Juni 2020, Pertamina mengalami transformasi besar dengan diterapkannya sistem Holding-Subholding di bawah Kementerian BUMN RI. Struktur baru ini membagi Pertamina menjadi enam subholding utama:

    Upstream Subholding: PT Pertamina Hulu Energi.Gas Subholding: PT Perusahaan Gas Negara.Refinery & Petrochemical Subholding: PT Kilang Pertamina Internasional.Power & NRE Subholding: PT Pertamina Power Indonesia.Commercial & Trading Subholding: PT Patra Niaga.Integrated Marine Logistics Subholding: PT Pertamina International Shipping.

    Dengan restrukturisasi ini, Pertamina semakin fokus dalam mengembangkan sektor energi dan mewujudkan kedaulatan energi nasional.

    Sejarah Pertamina mencerminkan perjalanan panjang dalam upaya mewujudkan kemandirian energi nasional. Dari eksplorasi minyak pertama oleh Belanda hingga menjadi perusahaan energi berskala global, Pertamina terus berkembang dan berinovasi.

  • 42 Kontraktor Migas Gunakan Gross Split, Ada yang Pakai Skema Terbaru?

    42 Kontraktor Migas Gunakan Gross Split, Ada yang Pakai Skema Terbaru?

    Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan saat ini terdapat 42 kontrak migas yang menggunakan skema kontrak bagi hasil gross split.

    Mengutip laman Kementerian ESDM, gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

    Kontrak gross split menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

    Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, dari 42 kontrak dengan skema gross split itu, sebanyak 25 sudah masuk tahap eksploitasi. Sementara itu, 17 sisanya masih eksplorasi.

    “Yang gross split yang eksplorasi 17, yang produksi 25,” kata Djoko dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Kamis (27/2/2025).

    Adapun, KKKS yang menggunakan skema gross split, di antaranya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan ENI East Sepinggan Ltd.

    Kendati demikian, seluruh kontrak itu belum ada yang menggunakan skema gross split terbaru. Artinya, ke-42 kontrak itu masih menggunakan skema gross split lama.

    Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro.

    “Gross split lama, belum ada yang baru,” katanya.

    Adapun, dalam skema gross split terbaru berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 13/2024 , kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor dapat mencapai 75%-95%. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga 0% pada kondisi tertentu.

    Skema Cost Recovery

    Sementara itu, untuk kontrak dengan skema cost recovery saat ini mencapai 123. Perinciannya, 43 eksplorasi dan 80 eksploitasi.

    KKKS yang menggunakan skema cost recovery di antaranya, yakni ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), PT Pertamina Hulu Mahakam, PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java, dan PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES).

    Lalu, PetroChina International Jabung Ltd. (PCJL), Medco E&P Natuna Ltd, Medco E&P Grissik Ltd, dan BP Berau Ltd.

    Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, dengan skema gross split maupun cost recovery negara sama-sama untung.

    “Negara tidak pernah rugi dan selalu untung, cuma kita pengen untungnya kalau bisa sebesar-besarnya,” kata Djoko.

    Dia pun menyebut, cost recovery dan gross split memiliki kelebihan masing-masing. Khusus gross split, keuntungannya pemerintah tidak perlu mengawasi cost, tender, dan sebagainya.

    Menurutnya, pemerintah hanya perlu mengawasi produksinya saja. Oleh karena itu, Djoko menilai kedua skema di atas merupakan pilihan yang sama-sama baik bagi KKKS maupun pemerintah.

    “Jadi tergantung investor mau yang gross split atau cost recovery. Cuma kita pengen ini pemerintah sedapat mungkin kita kontrol cost-nya supaya keuntungan negara itu lebih besar,” tutur Djoko.