BUMN: PLN

  • Tarif Listrik Terbaru PLN per kWh, Berlaku Oktober-Desember 2025

    Tarif Listrik Terbaru PLN per kWh, Berlaku Oktober-Desember 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak mengubah tarif listrik bagi pelanggan PT PLN (Persero) untuk Triwulan IV (Oktober-Desember) 2025.

    Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Tri Winarno, menjelaskan bahwa penetapan Tarif Tenaga Listrik (Tariff Adjustment) yang disediakan PT PLN (Persero) diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024. Dalam beleid tersebut, penyesuaian tarif listrik dilakukan setiap 3 (tiga) bulan dengan mengacu pada realisasi parameter ekonomi makro, yaitu kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).

    “Dengan menggunakan realisasi ekonomi makro untuk Tariff Adjustment Triwulan IV Tahun 2025 dimana secara akumulasi pengaruh perubahan ekonomi makro tersebut seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik. Namun untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan tarif listrik tetap atau tidak naik,” ujar Tri beberapa waktu yang lalu.

    Selain pelanggan nonsubsidi, tarif listrik bagi pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan. Pemerintah tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan sosial, rumah tangga miskin, industri kecil, serta pelanggan dengan pemanfaatan listrik untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    “Pemerintah berkomitmen menghadirkan listrik yang andal, terjangkau, dan berkeadilan. Dengan mempertahankan tarif listrik hingga akhir tahun ini, kami ingin memberikan kepastian dan menjaga stabilitas bagi masyarakat serta dunia usaha,” ungkap Tri.

    Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan salah satu wujud nyata dari Pemerintah melalui PLN dalam menjaga daya beli masyarakat Indonesia. Ia juga menegaskan komitmen perseroan untuk terus memberikan pelayanan listrik yang andal kepada seluruh pelanggan.

    “Keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong perekonomian nasional. PLN siap mendukung penuh dengan terus menjaga keandalan pasokan listrik serta meningkatkan mutu pelayanan bagi seluruh pelanggan,” ujar Darmawan.

    Darmawan menambahkan, selain terus menjaga keandalan pasokan listrik, PLN juga terus melakukan langkah-langkah efisiensi biaya operasional dan meningkatkan akses kelistrikan bagi masyarakat.

    Berikut daftar tarif listrik untuk 13 pelanggan non subsidi selama Triwulan IV-2025 atau Oktober-Desember 2025:

    1. Golongan R-1/TR daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.

    2. Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    3. Golongan R-1/ TR daya 2.200 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    4. Golongan R-2/ TR daya 3.500-5.500 VA, Rp 1.699,53 per kWh.

    5. Golongan R-3/ TR daya 6.600 VA ke atas, Rp 1.699,53 per kWh.

    6. Golongan B-2/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.

    7. Golongan B-3/ Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    8. Golongan I-3/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    9. Golongan I-4/ Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas, Rp 996,74 per kWh.

    10. Golongan P-1/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.699,53 per kWh.

    11. Golongan P-2/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.522,88 per kWh.

    12. Golongan P-3/ TR untuk penerangan jalan umum, Rp 1.699,53 per kWh.

    13. Golongan L/ TR, TM, TT, Rp 1.644,52 per kWh.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gelar IDC 2025, AMSI Soroti Kedaulatan AI hingga Kemandirian Digital Nasional

    Gelar IDC 2025, AMSI Soroti Kedaulatan AI hingga Kemandirian Digital Nasional

    Jakarta (beritajatim.com) – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) kembali menyelenggarakan ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan, pada 22–23 Oktober 2025.

    Tahun ini, IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, yang menyoroti pentingnya kedaulatan dan kemandirian industri media dalam menghadapi gelombang transformasi digital berbasis kecerdasan buatan (AI).

    Dua pembicara kunci akan hadir, yakni Menteri Hukum Republik Indonesia Supratman Andi Agtas dan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria.

    Dalam kesempatan tersebut, AMSI juga akan menyerahkan dukungan simbolis terhadap revisi UU Hak Cipta dan Proposal Indonesia untuk Copyright & Digital environment, yang diharapkan menjadi langkah strategis dalam memperkuat kedaulatan digital serta melindungi ekosistem media dari ketimpangan distribusi nilai ekonomi konten di era AI.

    Selain kedua pembicara utama, IDC 2025 menghadirkan beragam narasumber lintas sektor, antara lain:

    • Martin Hartono (CEO GDP Venture)
    • Willson Cuaca (Co-Founder & Managing Partner East Ventures)
    • Angela Tanoesoedibjo (CEO iNews Media Group)
    • Anggini Setiawan (Communications Director TikTok Indonesia)
    • Arya Dwi Paramita (Corporate Secretary PT Pertamina Persero)
    • Erik Somba (CEO Valid News)
    • Qaris Tajudin (Direktur Tempo Institute)
    • Dwi Eko Lokononto (CEO Berita Jatim)
    • Hana Novitriani (Vice President ICE IDN Media)

    Selama dua hari, para pembicara dengan kepakaran dan pengalaman di bidangnya akan berbagi pandangan tentang peluang dan tantangan industri digital di tengah kemajuan teknologi AI.

    Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika mengatakan, tema Indonesia Digital Conference tahun ini sengaja dipilih terkait kedaulatan AI karena semua pemangku kepentingan industri kita harus memahami kunci untuk selamat dari disrupsi teknologi ini.

    “Tanpa kedaulatan AI, semua sektor industri dan bisnis kita, terutama ekosistem informasi dan media, bisa mengalami krisis eksistensial.” ujarnya

    Perkembangan AI membawa risiko disrupsi bagi industri media, namun juga membuka peluang bisnis dan inovasi baru. Media berbasis digital dituntut untuk mampu beradaptasi, meningkatkan kinerja organisasi, serta tetap menjaga kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi agar tercipta ekosistem digital yang inklusif dan demokratis.

    Ketua Panitia Indonesia Digital Conference 2025, Ismoko Widjaya mengatakan, kondisi bisnis industri media digital hari ini sangat menantang. Mulai dari disrupsi AI, perubahan algoritma, sampai dengan badai PHK.

    Indonesia Digital Conference (IDC 2025) dengan tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital” ini menghadirkan narasumber-narasumber yang ekspertis bahkan market leader di industrinya masing-masing.

    “Semoga dengan hadirnya IDC AMSI 2025 dapat memberikan angin segar, solusi, sekaligus harapan bagi industri media digital agar tak cuma bisa bertahan di industri ini tapi juga bisa tumbuh dan berkelanjutan.” ujarnya

    IDC 2025 juga akan menghadirkan sesi-sesi yang memberikan wawasan praktis kepada media, termasuk tentang strategi mendapatkan pendanaan dan menemukan model bisnis baru yang berkelanjutan di era digital.

    Selain diskusi panel, hari kedua IDC 2025 akan diisi dengan workshop tematik yang mempertemukan media arus utama (mainstream) dan media baru (new media) untuk memperkuat kolaborasi dan kapasitas di tengah perubahan lanskap digital.

    Sebagai penutup rangkaian kegiatan, AMSI akan menganugerahkan AMSI Award 2025, penghargaan bagi media yang menunjukkan komitmen tinggi dalam berinovasi dan menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi teknologi.

    Event IDC dan AMSI Awards 2025 yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia ini juga mendapatkan dukungan dari PT Astra International Tbk, Djarum Foundation, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero), PT Harita Nickel, PT AlamTri Resources Indonesia Tbk., PT Telkom Indonesia Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Indofood Sukses Makmur, Mining Industry Indonesia atau MIND ID, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Merdeka Copper Gold Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Indosat Tbk., dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. [ian]

  • Dari Sumsel untuk Negeri: Tiga Dekade Medco E&P Jadi Penopang Energi Rendah Emisi – Page 3

    Dari Sumsel untuk Negeri: Tiga Dekade Medco E&P Jadi Penopang Energi Rendah Emisi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta PT Medco E&P Indonesia turut andil dalam menjaga ketahanan energi nasional. Sumbangan utamanya disalurkan untuk produksi pupuk, listrik, hingga jaringan gas kota di Sumatera Selatan.

    South Sumatera Block (SSB) kelolaan Medco E&P telah beroperasi selama tiga dekade, sejak pengembangannya di 1990-an. Dari lokasi ini, gas disalurkan ke PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri), PT PLN (Persero), hingga PT Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk jaringan gas kota.

    “Medco E&P beroperasi dengan standar keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan yang tinggi untuk memastikan pasokan energi nasional tetap andal. Kami akan terus mendukung agenda Pemerintah dalam menjaga ketahanan energi melalui operasi yang aman dan efisien,” ujar Irfan Eka Wardhana, VP Operation Onshore Asset Medco E&P Indonesia, di Soka Station, Sumatera Selatan, ditulis Senin (20/10/2025).

    Sebagai gambarannya, sepanjang 2024, blok ini mencatat produksi minyak sebesar 2.320 barel per hari (BOPD) dan gas 53,62 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Saat ini, ada 139 sumur aktif yang dikelola melalui dua area operasi utama, Western Field dan Eastern Field.

    Demi menjaga keberlanjutan produksi, Medco E&P tengah mengembangkan dua proyek utama, yakni Flamboyan Rengas dan Arung Nowera melalui kegiatan pengeboran sumur. Harapannya langkah ini bisa mempertahankan tingkat produksi migas di wilayah kerja yang meliputi tujuh kabupaten di Sumatera Selatan.

     

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Prabowo Subianto resmi satu setahun dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) sejak Minggu (20/10/2025).

    Sepanjang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, para penegak hukum baik itu Kejagung, KPK hingga Polri telah banyak mengungkap kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

    Salah satu penindakan korupsi yang paling disorot itu saat menetapkan saudagar minyak tersohor di Indonesia, yakni Riza Chalid dalam kasus tata kelola minyak dan produk kilang periode 2018-2023.

    Berikut daftar 10 kasus korupsi yang ditindak parat penegak hukum sepanjang satu tahun pemerintahan Prabowo

    1. Kasus Ronald Tannur dan Zarof Ricar

    Pasca tiga hari Prabowo jadi Presiden, Kejagung telah menetapkan tiga hakim PN Surabaya atas vonis bebas yang dijatuhkan dalam perkara penganiayaan hingga tewas Ronald Tannur terhadap kekasihnya Dini Sera.

    Tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Erintuah Damanik, dan Mangapul, dan Heru Hanindyo. Perkara ini berkembang hingga menetapkan tiga tersangka lainnya mulai dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.

    Selanjutnya, pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat; mantan Hakim Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono, dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Dalam perkara ini, pihak Ronald Tannur telah ‘kong kalikong’ dengan Rudi dalam mengatur majelis hakim dengan menunjuk Erintuah Cs. Singkatnya, usai adanya praktik suap ini majelis hakim menetapkan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur.

    Hal itu terbukti usai mereka resmi divonis tujuh tahun untuk Erintuah dan Mangapul, serta Heru dihukum 10 tahun pidana. Sementara itu, Lisa Rachmat 11 tahun dan kini diperberat menjadi 14 tahun di PT DKI.

    Selanjutnya, Meirizka tiga tahun pidana dan Zarof Ricar divonis 16 tahun penjara dan diperberat menjadi 18 tahun penjara di PT DKI dalam sidang banding.

    Selain itu, saat proses penegakan hukum perkara ini, korps Adhyaksa telah menyita aset sebesar Rp920 miliar hingga emas 51 kg di kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta.

    Uang itu diduga dikumpulkan Zarof lantaran terkait kasus gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung selama 2012-2022.

    2. Tom Lembong di Kasus Gula

    Masih di bulan yang sama saat Prabowo dilantik, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara importasi gula di Kemendag pada periode 2015-2016.

    Dalam perkara ini Tom disebut telah melakukan praktik korupsi yang menguntungkan korporasi melalui kebijakannya untuk mengimpor gula saat menjadi Mendag. Total ada 11 tersangka termasuk dari sembilan bos swasta dan Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus.

    Kemudian, Tom dinyatakan bersalah dan divonis 4,5 tahun pidana dalam perkara ini. Namun, bak tersambar petir di siang bolong, Tom telah mendapatkan pengampunan melalui abolisi yang diberikan Prabowo.

    Tom pun telah dibebaskan dari penjara menjelang HUT ke-80 RI atau tepatnya pada Jumat (1/8/2025). Dalam pernyataan perdananya usai keluar penjara, Tom menyampaikan apresiasi kepada Prabowo dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan abolisi tersebut.

    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.

    3. Kasus Eks Dirjen Kemenkeu Isa

    Kejagung telah menetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).

    Isa ditetapkan sebagai tersangka atas kaitannya sebagai Kepala Biro Asuransi pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2006-2012.

    Dalam dakwaannya, Isa terseret kasus ini lantaran telah selaku Kabiro Bapepam-LK telah memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan.

    Padahal, Isa mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. Perbuatannya itu kemudian dinilai telah merugikan keuangan negara.

    Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa eks Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata telah merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi Jiwasraya.

    Kerugian keuangan negara itu dihitung berdasarkan reinsurance fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity sejumlah Rp50 miliar pada 12 Mei 2010.

    Kemudian, reinsurance fund ke Best Meridian Insurance Company sejumlah Rp 24 miliar pada 12 September 2012; dan reinsurance fund II ke Best Meridian Insurance Company sebesar Rp 16 miliar pada 25 Januari 2013.

    4. Tata Kelola Minyak dan Produk Kilang

    Pada awal tahun, publik dihebohkan oleh kasus tata kelola minyak pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Bukan tanpa sebab, kasus ini disorot lantaran sempat ada isu bahwa praktik dugaan korupsi ini ada kegiatan mengoplos BBM. Namun, isu tersebut telah terbantahkan dalam dakwaan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

    Total, ada 18 tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini mulai dari dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp285,1 triliun.

    5. Riza Chalid jadi Tersangka

    Masih di kasus tata kelola minyak, pengusaha minyak kesohor Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (10/7/2025). Riza termasuk pada 18 tersangka yang ditetapkan sebelumnya.

    Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

    Dalam dakwaan anaknya, Kerry Adrianto. Riza Chalid juga diduga telah diuntungkan dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 sebanyak Rp2,9 triliun bersama anak dan koleganya. Keuntungan itu diperoleh dari penyewaan terminal BBM.

    Adapun, korps Adhyaksa menyatakan bahwa pihaknya bersama Hubinter Polri telah berkoordinasi dengan Interpol pusat untuk menetapkan status red notice terhadap Riza. Proses red notice itu dilakukan setelah Riza Chalid ditetapkan sebagai buron dalam kasus ini.

    6. Kasus Dugaan Korupsi Sritex

    Masih dalam setahun Prabowo menjabat, Kejagung juga telah mengusut kasus Sritex. Secara total telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke Sritex Group.

    Belasan tersangka itu mulai dari, eks Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); mantan Dirut Bank Jateng, Supriyatno (SP); eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) hingga duo Lukminto sebagai bos Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL).

    Dalam perkara ini, bos Sritex diduga telah ber kongkalikong untuk mendapatkan kredit dari sejumlah bank termasuk bank daerah. Namun, seharusnya izin kredit itu tidak bisa diterima. Pasalnya, berdasarkan informasi dari lembaga pemeringkatan kredit, Sritex berada di bawah standar perusahaan yang bisa diberikan pinjaman dana.

    Di samping itu, uang pinjaman ini juga diduga dibelanjakan untuk aset non produktif perusahaan seperti aset tanah di Solo dan Yogyakarta.

    Penyidik korps Adhyaksa juga menyatakan kerugian negara yang timbul dari kasus dugaan korupsi ini menjadi Rp1,08 triliun.

    7. Kasus Suap Vonis CPO Korporasi 

    Dalam perkara suap ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka yakni eks Kepala PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto dan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

    Kemudian, tiga hakim non-aktif di pengadilan PN Jakarta Pusat mulai dari dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin juga turut dilimpahkan hari ini.

    Selain itu, advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS), serta Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY) turut menjadi tersangka.

    Kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng. Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

    8. Kasus Obstruction of Justice

    Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam perkara perintangan ini. Empat tersangka, yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); eks Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam catatan Bisnis, terdapat tiga kasus yang baru diduga dirintangi oleh para tersangka. Mulai dari, kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Pada intinya, keempat tersangka itu bekerja sama dalam membuat narasi negatif untuk menyudutkan kinerja penyidik khususnya pada perkara korupsi timah, importasi gula dan fasilitas impor crude palm oil alias CPO.

    9. Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/10/2025) dalam kasus pengadaan terkait Chromebook periode 2019-2022.

    Nadiem ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat menjadi Mendikbudristek. Dia memiliki peran penting dalam dugaan korupsi. Pasalnya, pendiri Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Secara terperinci perannya dalam kasus ini mulai dari melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Nadiem juga diduga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

    Adapun, Nadiem juga telah melakukan upaya hukum untuk melepaskan status tersangkanya melalui gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (23/9/2025).

    Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    Sebab, penetapan tersangka Nadiem oleh penyidik Kejagung telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku, artinya status tersangka Nadiem tetap sah dan tidak digugurkan.

    Selain Nadiem, Kejagung juga telah menetapkan tersangka lainnya yakni, Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.
    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini.

    Adapun, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan Mark up dari selisih harga kontrak diluar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    10. Kasus PLTU Halim Kalla

    Polri melalui Kortastipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018. Total ada empat tersangka dalam perkara ini mulai dari eks Dirut PLN Fahmi Mochtar.

    Kemudian, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 sekaligus Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    Kasus ini bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 di Kalimantan Barat. PLTU itu nantinya akan memiliki output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Dalam proyek itu, tersangka Fahmi Mochtar (FM) diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan salah satu penyedia.

    Modusnya, mulai dari panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga yakni PT Praba Indopersada dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Atas perbuatan tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun (jika pengeluaran dollar PLN dihitung dengan kurs saat ini).

    Perinciannya, kerugian negara itu dihitung dengan pengeluaran dana PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 (Rp1,03 triliun) yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat atas pembangunan PLTU 1 Kalbar yang mangkrak.

  • Cuaca Ekstrem di Bondowoso, Pohon Tumbang Timpa Pengendara Mobil di Jalan Raya Ijen

    Cuaca Ekstrem di Bondowoso, Pohon Tumbang Timpa Pengendara Mobil di Jalan Raya Ijen

    Bondowoso (beritajatim.com) – Cuaca ekstrem disertai angin kencang melanda wilayah Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Senin (20/10/2025) pagi. Sekitar pukul 07.11 WIB, sebuah pohon tumbang di jalan raya Ijen, tepatnya di Dusun Tengger, Desa Sukorejo, hingga menimpa mobil pikap yang tengah melintas.

    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Bondowoso, Kristianto, membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, laporan awal diterima oleh Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) BPBD melalui pesan WhatsApp dari warga sekitar.

    “Begitu menerima laporan, tim TRC langsung bergerak ke lokasi bersama unsur TNI, Polri, dan perangkat desa. Pohon yang tumbang menutup jalan raya Ijen dan sempat mengganggu arus lalu lintas,” jelas Kristianto.

    Akibat peristiwa itu, pengendara mobil pikap bernama Amsidi, warga Dusun Bata Timur, Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin, mengalami luka robek serta patah di bagian lutut dan tulang ekor. Korban sempat mendapatkan perawatan di Puskesmas Sumberwringin sebelum dirujuk ke RS Bhayangkara Bondowoso untuk penanganan medis lebih lanjut.

    Proses penanganan dilakukan oleh BPBD Bondowoso bersama unsur Pemerintah Desa Sukorejo, Polsek dan Koramil Sumberwringin, PLN, Perhutani, serta masyarakat setempat. Evakuasi pohon tumbang berjalan lancar dan arus lalu lintas kembali normal sekitar pukul 10.00 WIB.

    Kristianto menegaskan, pihaknya terus memantau perkembangan cuaca ekstrem di wilayah Bondowoso mengingat potensi hujan deras disertai angin kencang masih tinggi dalam beberapa hari ke depan.

    “Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, terutama yang tinggal di wilayah perbukitan atau yang banyak pepohonan di tepi jalan. Pastikan kondisi lingkungan sekitar aman,” ujarnya. [awi/beq]

  • PLN sambung listrik gratis bagi 171 warga prasejahtera di Tulungagung

    PLN sambung listrik gratis bagi 171 warga prasejahtera di Tulungagung

    Surabaya (ANTARA) – PT PLN (Persero) melakukan penyambungan listrik gratis bagi 171 warga kurang mampu di berbagai desa di Tulungagung, Jawa Timur, dalam rangka menghadirkan akses listrik yang merata hingga pelosok negeri.

    “PLN terus menunjukkan komitmennya untuk hadir memberi terang dan membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat,“ kata General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur Ahmad Mustaqir di Surabaya, Minggu.

    Selain penyambungan listrik gratis, kegiatan ini juga diisi dengan penyerahan 25 paket sembako kepada warga sekitar, sebagai wujud kepedulian sosial PLN terhadap masyarakat.

    Tak hanya itu, PLN juga memberikan bantuan operasional kepada Pondok Pesantren Darussalam serta Yayasan Panti Asuhan Aisyiyah Siti Fatimah Tulungagung disertai dengan penyerahan bantuan alat tulis bagi para santri dan anak-anak panti.

    Direktur Retail dan Niaga PT PLN (Persero) Adi Priyanto berharap dengan hadirnya listrik di rumah-rumah warga maka dapat membuka peluang ekonomi, pendidikan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

    “Ini merupakan wujud nyata kepedulian PLN untuk membantu masyarakat yang belum menikmati listrik,” kata Adi.

    Sementara itu, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo pun mengapresiasi langkah PLN yang telah memberikan sambungan listrik gratis kepada masyarakat yang akan mampu mendorong kehidupan warga menjadi lebih baik.

    “Semoga sambungan listrik ini menjadi cahaya bagi kehidupan yang lebih baik,” ujar Gatut.

    Rasa syukur juga disampaikan oleh Parno (50) yaitu salah satu penerima manfaat bantuan penyambungan listrik gratis yang mengaku rumahnya dapat menikmati penerangan listrik untuk pertama kalinya.

    “Terima kasih atas bantuan pemasangan listrik gratis sekarang kami bisa lebih nyaman dalam beraktivitas karena sudah ada listrik. Sebelumnya kami menyalur listrik dari tetangga,” kata Parno.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemprov Sulsel-PLN gelar lomba masak dengan alat listrik

    Pemprov Sulsel-PLN gelar lomba masak dengan alat listrik

    Makassar, Sulsel (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) menggelar Electric Cook Fest atau lomba memasak menggunakan peralatan rumah tangga berbasis listrik.

    Kegiatan ini menjadi wujud semangat dalam memperkenalkan gaya hidup serba listrik yang aman, efisien, dan ramah lingkungan.

    General Manager PLN UID Sulselrabar Edyansyah di Makassar, Sabtu, menjelaskan kegiatan ini menjadi bagian dari upaya PLN dalam mengampanyekan electrifying lifestyle, sebuah gaya hidup modern yang memanfaatkan energi listrik untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.

    “Lewat lomba memasak ini, kami ingin menunjukkan bahwa listrik bukan hanya penerangan. Kini listrik menjadi sumber energi utama yang memudahkan aktivitas rumah tangga, termasuk memasak,” ujar Edyansyah.

    Lomba masak yang diikuti 60 peserta yang berasal dari forkopimda dan instansi se-Provinsi Sulawesi Selatan, bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan energi ramah lingkungan.

    Para peserta beradu kreativitas dalam menyajikan hidangan lezat dengan menggunakan air fryer, panci elektrik dan peralatan listrik lainnya.

    “Selain lebih cepat, bersih, dan aman, penggunaan alat masak listrik juga lebih hemat energi,” ujar Edyansyah.

    Kegiatan ini berlangsung dalam rangkaian pameran UMKM yang dilaksanakan Pemprov Sulsel di Monumen Mandala, Kota Makassar, Sabtu, dihadiri Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Fatmawati Rusdi serta Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Sulawesi Selatan Naoemi Octarina.

    Ia menambahkan melalui kegiatan ini, PLN optimistis masyarakat semakin sadar manfaat elektrifikasi yang tidak hanya mendukung produktivitas, tetapi juga membantu mengurangi emisi karbon dan menjaga lingkungan.

    “Kami ingin mengajak seluruh masyarakat Sulawesi Selatan untuk mulai beralih ke gaya hidup serba listrik. Mari gunakan energi yang lebih bersih, efisien, dan aman untuk masa depan yang berkelanjutan,” sebut Edyansyah.

    Selain kompetisi memasak, acara juga dimeriahkan dengan demo produk alat masak listrik, talkshow edukatif tentang efisiensi energi, serta pameran layanan PLN Mobile yang memudahkan pelanggan dalam mengakses berbagai kebutuhan kelistrikan.

    Peserta lomba mengaku antusias dan terinspirasi untuk beralih ke peralatan listrik. Salah satunya ialah Murni, yang mengungkapkan memasak dengan peralatan listrik terasa lebih hemat, efisien, dan praktis.

    “Alhamdulillah di rumah saya sudah pakai alat listrik untuk memasak, lebih bersih dan lebih baik untuk kesehatan. Pakai peralatan listrik itu lebih hemat dan simpel,” ujarnya.

    Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman turut mengapresiasi dukungan PLN terhadap UMKM dan Andalan Hati Expo UMKM Sulsel Maju dan Berkarakter 2025 dalam rangka memperingati Hari Jadi ke 356 tahun Sulawesi Selatan.

    Melalui kegiatan seperti ini, kata dia, masyarakat dapat merasakan langsung kemudahan dan kenyamanan menggunakan peralatan listrik yang ramah lingkungan.

    “Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendukung penuh upaya PLN dalam mempercepat transisi energi menuju penggunaan alat listrik di berbagai aspek kehidupan,” ujarnya.

    Pewarta: Nur Suhra Wardyah
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Konstitusionalisasi dan Profesionalisme BUMN

    Konstitusionalisasi dan Profesionalisme BUMN

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menginginkan BUMN dikelola dengan standar internasional, kalau perlu menarik profesional dari berbagai negara, dari luar Indonesia, untuk memimpin BUMN. Pernyataan yang sama juga diberikan Jokowi saat menjadi Presiden Indonesia, pada tahun 2017. Kedua Presiden nampaknya “gemas” melihat BUMN tidak kunjung jaya. Suka atau tidak, ini adalah sinyal dari CEO Indonesia, bahwa kinerja BUMN masih buruk.

    Memang, kinerja BUMN tidak kunjung cemerlang. Tahun 2024 dividen BUMN tercatat Rp85,5 triliun, naik dibandingkan tahun 2024 yang sebesar Rp81,2 triliun. Total aset BUMNpadatahun 2024 Rp10.950 triliun, naik 5,3% yoy dari Rp10.402 triliun pada tahun 2023.

    Artinya, Dividend to Assets Ratio “hanya” 0,78%. Tidak berubah dari tahun sebelumnya, padahal diketahui ada beberapa perusahaan yang bahkan memberikan hampir seluruh labanya menjadi dividen, karena kebutuhan keuangan Pemerintah. Dividend to Assets Ratio atau seberapa besar bagian aset perusahaan yang “dikembalikan” kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, yang dapat menunjukkan seberapa agresif perusahaan dalam membagikan dividen dibandingkan mempertahankan aset untuk reinvestasi.

    Rasio yang berguna untuk melihat apakah aset perusahaan benar-benar menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Serta, juga dapat dipakai untuk menunjukkan stabilitas keuangan, karena perusahaan dengan rasio dividen terhadap aset yang konsisten biasanya memiliki arus kas yang stabil dan struktur keuangan yang sehat.

    Ada kemungkinan, terjadi white collar fraud, di mana manajemen mengambil hak lebih dari yang sewajarnya, baik melalui gaji, tunjangan, bonus, hingga tantiem. Presiden memerintahkan untuk menghapus bonus tahunan atau tantiem bagi dewan komisaris BUMN. Penghapusan yang baru saja dilakukan ini diklaim menghemat dana hingga US$500 juta atau sekitar Rp8,31 triliun per tahun.Tentu saja, masalah yang lebih besar dalah BUMN kita secara rerata mengalami undermanaged.

    Dilaporkan, total laba konsolidasi BUMN tahun 2024 tercatat sebesar Rp304 triliun, turun dari tahun 2023 sebesar Rp327 triliun.Artinya, return on asset (ROA) BUMN pada tahun 2024 adalah 2,77%; turun dari 3,14% dari tahun sebelumnya. ROA yang wajar untuk perusahaan di Indonesia umumnya adalahdi atas 5%, dengan nilai di atas 20% dianggap sangat baik.Patokan ideal dapat bervariasi tergantung industrinya, sehingga ROA yang baik juga perlu dibandingkan dengan perusahaan sejenis dalam industri yang sama.
    Panduan umum untuk ROA yang wajar. Namun, secara umum dapat dikatakan nilai di atas 5% dianggap ROA yang sehat dan efisien dalam menggunakan aset.Di atas 20% dianggap sangat baik, menunjukkan profitabilitas yang tinggi dari total aset yang dimiliki.Di bawah 5% dianggap perusahaan dengan intensitas aset yang tinggi atau kurang efisien, namun angka ini bisa berbeda tergantung industri. Jika kita bandingkan keraguan tahun 2024, maka selisih ROA terhadap nilai minimum yang seharusnya dicapai adalah 2,23% terhadap total asset, maka pada tahun 2024 BUMN mengalami value asset destruction lebih kurang Rp 244,18 trilyun, hampir sebesar total aset PT Telkom pada akhir tahun 2024 yangRp 299,67 trilyun.
    Artinya, 44,5% terhadap asset value creation yang Rp 548 trilyun.

    Jumlah BUMN yang tercatat pada tahun 2024 adalah47 BUMN, yang merupakan hasil dari proses konsolidasi dari 114 BUMN sebelumnya.Jumlah ini masih akan terus berkurang karena target Kementerian BUMN adalah merampingkannya menjadi 30 perusahaan yang tergabung dalam 11 klaster (holding) hingga tahun 2034. Secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan -yang sebenarnya sudah tidak dimasukkan pada nomenklatur BUMN-terdapat 1.046 BUMN. Dari seluruh BUMN, sekitar53% (554 perusahaan) mengalami kerugian, sementara 47%, (492) untung .Total keuntungan besar berasal dari sebagian kecil BUMN, di mana 97% dari total dividen BUMN berasal dari hanya 8 perusahaan: BRI, Mandiri, Mind-Id (Pertambangan), Pertamina, Telkom, BNI, PLN, dan Pupuk Indonesia.

    Mengapa, Karena, Bagaimana

    Pertanyaan ini digunakan untuk mencari apa yang salah, dan bukan siapa yang salah, menemukan akar masalah, dan memperoleh solusi yang efektif. Ini adalah inti metode root cause analysis (RCA), untuk menemukan masalah dari masalah mengapa BUMN berkinerja kurang membanggakan -untuk melembutkan istilah “tidak berkinerja”.

    Pertanyaan “mengapa yang pertama” adalah “mengapa BUMN berkinerja buruk”. Jika menggunakan RCA, ternyata akar masalahnya bukanlah tentang kinerjanya sendiri, melainkan alat ukur kinerja. Artinya, kita tidak boleh mengukur kompetensi ikan dengan mengukur kemampuannya memanjat pohon; atau mengukur kompetensi monyet dengan menilai berapa lama dapat menyelam dalam air. Alat ukur kinerja BUMN yang dipergunakan oleh Kementerian BUMN dan para konsultan manajemen bisnis, termasuk dari kampus terkemuka di Indonesia, adalah kriteria kinerja bisnis murni, yaitu laba dan keberlanjutan laba tersebut. Jadi, semua BUMN dianggap sebagai perusahaan pencipta laba saja.

    Tidak salah, karena pasal 33 UUD 1945 ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi, artinya berbasiskan persaingan pasar, dalam arti semua pelaku bersaing secara bebas, kalau perlu sempurna-bebas. BRI, BNI, Mandiri, Telkom, BUMN kontruksi dan properti, konsultan, berada pada zona ini. Namun, konstitusi menyebutkan tiga pelaku bisnis, terutama BUMN, yang berada pada zona yang berbeda. Adalah BUMN yang berada pada zona ” penting bagi negara” (ayat 2), termasuk di dalamnya industri militer, industri strategis, dan mungkin juga pos, ataupun perkebunan dan kehutanan, karena mengusai lahan yang sangat luas; zona “menguasai hajat hidup orang banyak” (ayat 2), termasuk transportasi massal, kelistrikan, air bersih, hingga limbah; dan zona “kekayaan alam” (ayat 3), termasuk minyak & gas, panas bumi, hingga pertambangan.

    Sesat pikir alat ukur ini adalah jenis hasty generalizationatauovergeneralization logical fallacy. Sama seperti Nasarudin Hoja memelihara burung srigunting. Suatu hari ia menangkap burung dara, dan menganggapnya sebagai srigunting yang cacat. Maka diguntinglah ekor dan sayapnya supaya sama dengan srigunting. Demikian juga Kementerian BUMN dan para cerdik-cendekia melihat BUMN. Jadi, jawabanya “mengapanya” adalah karena Pemerintah menggunakan satu ukuran untuk semua barang. Padahal ada yang perlu diukur dengan meter, kubik, liter, barrel, bahkan gas bumi diukurnya dengan MMBtu (Million British Thermal Units).

    BUMN “demokrasi ekonomi” diukur dengan kriteria bisnis murni. BUMN sumberdaya alam diukur dengan kriteria bisnis ditambah dengan beban biaya untuk generasi masa depan yang tidak lagi menuai kekayaan alam yang sudah diekstraksi hari ini dan kemarin. BUMN penting bagi negara dinilai dari keefektivannya mengungkit (leverage) kekuatan ekonomi nasional dari sektor strategis yang diampunya. BUMN hajat hidup orang banyak dari mutu dan efisiensi layanan. Solusinya, harus ada kebijakan tentang alat ukur kinerja yang asimetrik, berbeda dari satu kluster BUMN ke yang lain.

    Mengapa terjadi demikian, dan ini adalah “mengapa yang ke dua”. Karena pembuat kebijakan tidak mengerti (atau mungkin tidak mau mengerti) Pasal 33 UUD 1945. Baik karena menggampangkan, atau karena pengaruh dari lembaga lain yang lebih kuat, baik lembaga nasional maupun internasional. Solusinya adalah bentuk tim revisi UU BUMN (setelah terakhir dikoreksi dengan UU No. 1/2025) yang mengerti konstitusi dan setiap untuk menjalankan konstitusi, dan perbaiki undang-undang BUMN sesegera mungkin, agar kesalahan tidak semakin membesar.

    Pasalnya, hari ini kesalahannya sudah sangat besar. Holdingisasi BUMN dibuat tanpa mengerti (baca: tanpa peduli) amanat konstitusi. Terlebih semenjak pembuat kebijakannya mempunyai defisit tentang konsep konstitusi dan kebangsaan. Sejak urusannya hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya, dengan cara apa pun. Khas perilaku pemilik bisnis swasta -berbeda jika yang bersangkutan adalah manajer profesional di perusahaan, entah swasta atau BUMN. Tidak salah, jika ia mengurus usahanya sendiri. Namun, tidak pada tempatnya saat mengurus usaha milik rakyat. Benar, BUMN bukan “Badan Usaha Milik Nenek Lu”, tetapi menjadi “Badan Usaha Milik Nenek Gue”.

    “Mengapa ke tiga” adalah tidak adanya good governance di Kementerian BUMN. Pasca reformasi (1999 dan seterusnya), sangat mudah dan sangat sering seorang Dirut diberhentikan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Di jaman SMS, ada seorang Dirut BUMN diberhentikan melalui SMS oleh Menterinya. Padahal tidak ada kasus korupsi, kinerja BUMN yang dipimpinnya baik. Kemudian, Menteri mendadak menunjuk staf yang bertugas mencatat notulen rapat suatu BUMN, menjadi Direktur di perusahaan yang sedang dibahas. Ada juga Dirut yang pagi-pagi dirinya tahu kalau diberhentikan dari sebuah berita di media online. Ada juga, dan ini masih “segar”, di mana Direksi yang diundang rapat oleh Kementerian, nampaknya dengan mendadak, dan rapatnya secara daring. Setelah dibuka, disampaikan oleh Kementerian bahwa para Direksi diberhentikan terhitung hari itu. Semua prinsip tata kelola yang baik lenyap, berganti dengan feodalisme yang dibungkus narasi-narasi tentang kemodernan dan keprofesiolan. Mungkin ibarat pemilik toko kelontong yang bisa melakukan sesuka-hatinya. L’état, c’est moi. Negara adalah saya. Aturan adalah saya. Solusinya, jangan hanya BUMN yang harus di-GCG-kan, tetapi Kementerian dan Menterinya juga lebih harus di-G(C)G-kan.

    “Mengapa ke empat” adalah politisasi BUMN. Ada yang mengatakan BUMN rawan korupsi. Mungkin benar. Namun, hemat saya, yang dikorupsi jauh dari sekedar uang, namun profesionalisme. Adalah 165 politisi yangmenjadi komisaris BUMN, yang terdiri dari 104kader partaipolitik dan 61 orang dari kelompokrelawan. Apapun alasannya, termasuk membuat selembar surat keterangan bermaterai, mengaku bukan politisi/relawan, ujungnya tetap sama: partai politik. Apa yang hendak dikatakan lagi. Solusinya, buang jauh-jauh politisasi BUMN, masukkan kembali profesionalisasi. Tiadakan politisi di BUMN. Berikan waktu kepada mereka untuk dikelola oleh para profesional dengan cara profesional. Jika mau hebat, jangan pernah menjadikan BUMN sebagai organisasi partisan. Ini penyakit utama yang menyebabkan BUMN remuk di masa Orde Baru.

    “Mengapa ke lima” adalah birokratisasi BUMN. Disebutkan sebanyak 32wamenyang rangkap jabatan sebagaikomisaris BUMN, dan entah berapa puluh Dirjen, Deputi, dan pejabat Negara lain yang merangkap komisaris BUMN. Kalau perusaaan swasta, tidak mengapa, namun ketika masuk BUMN, maka birokratisasi BUMN terjadi -bahkan setengah politisasi karena para birokrat senior (eselon 1) rerata adalah pejabat semi-politik. Lagi-lagi, ini juga penyakit utama yang menyebabkan BUMN remuk di masa Orde Baru. Solusinya, lakukan debirokratisasi; jangan angkat birokrat dan pejabat ASN dan AMN/APN (Aparatur Militer, Aparatur Kepolisian) yang aktif, menjadi komisaris BUMN, mulai Dirjen, Deputi, hingga Wakil Menteri/Kepala Badan. Para pejabat pemerintahan yang berkualitas tinggi dan berintegritas, setelah pensiun, dapat diangkat menjadi pejabat komisaris BUMN, paling banyak dua kali, termasuk kalau berganti BUMN. Itu adalah “hadiah” untuk pelayanannya yang baik dan bermutu tinggi.

    “Mengapa ke enam” adalah jangan ada KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme di BUMN. Jelas, sudah disepakati, BUMN harus menjadi agen yang corruptive-proof. Tidak mudah, karena ada kondisi di mana transaksi bisnis di BUMN terjadi di luar, bahkan “di atas” BUMN. Tidak bisa, misalnya Danantara atau Kementerian BUMN, bahkan kementerian teknis yang sangat berkuasa, mungkin seperti ESDM, ikut membuat keputusan operasional korporasi di BUMN. Kolusi masih bisa, misalnya mengangkat teman dan kolega menjadi pejabat, padahal tidak kompeten. Juga, termasuk meniadakan nepotisme politik dalam BUMN, misalnya mengangkat keluarga dari pejabat negara/pemerintahan dalam jabatan BUMN, padahal yang bersangkutan tidak kompeten. Bahkan, meskipun kompeten, tetap dilarang, karena pasti ada konflik kepentingan yang merusak profesionalitas pengelolaan BUMN. Tidak ada lagi pemanggilan BUMN oleh lembaga politik seperti DPR, seperti yang lazim dilakukan selama ini. Jika ada masalah, maka yang harus menanggung -untuk dipanggil-adalah “Bapak”nya, yaitu Menteri BUMN, dan/atau Danantara.

    Agenda

    Adalah benar jika Presiden Prabowo menyatakan bahwa untuk membuat BUMN berkinerja, bahkan kalau perlu mempunyai kelas internasional, maka pilihannya adalah mengundang masuk manajer profesional berkewarganegaraan bukan Indonesia menjadi pemimpin BUMN. Garuda sudah merekrut dua manajer dari luar Indonesia. BUMN China juga sudah melakukannya terlebih dahulu. Kita berharap, kebijakan tersebut benar-benar mengatasi masalah BUMN.

    Meski demikian, catatan kita adalah, supaya Pemerintah tidak membiasakan diri membuat kebijakan yang jump to conclusion. Karena, diskusi kita menemukan bahwa ada enam masalah penting di BUMN yang harus diselesaikan dahulu, atau setidaknya bersamaan, namun dalam waktu yang segera, di luar mencari pemimpin BUMN dari negara lain. Pertama, perbaiki, kalau perlu ganti, ukuran kinerja, menjadi ukuran yang sesuai. Kedua, perbaiki kebijakan (UU) BUMN menjadi UU yang konstitusional. Ketiga, pastikan Kementerian BUMN dan Danantara melaksanakan good governance, tanpa ada perkecualian. Keempat, jangan ada lagi politisasi BUMN. Kelima, jangan ada lagi birokratisasi BUMN. Keenam, jadikan BUMN menjadi lembaga yang bebas KKN.

    Pada saat saya membantu Menteri Tanri Abeng pada tahun 1998-1999, kami sangat yakin bahwa hanya menjadikan BUMN sebagai korporasi yang dimanajemeni secara profesional lah yang menjadikannya benar-benar sebagai kekayaan bangsa, dan bukan kekayaan kekuasaan. Dan, kami berhasil.

    Ada Robby Djohan yang menyelamatkan Garuda, dan kemudian memimpin merjer empat bank BUMN yang remuk menjadi satu bank yang sekarang menjadi salah satu Bank Mandiri. Ada Djokosantoso Moeljono yang memimpin pemulihan Bank BRI, yang sekarang menjadi salah satu yang terbesar.

    Ada Eri Riyana yang memimpin Timah. Tidak semuanya berhasil, namun implementasi manajemen profesional yang menjadi kunci keberhasilan revitalisasi BUMN, tanpa kecuali. Resep Inilah yang dipergunakan Singapura dan China, dan mereka berhasil. Hemat saya, pengalaman baik yang sudah pernah dilakukan, dan tetap relevan di negara pembanding terbaik (best practices), nampaknya perlu dijadikan sebagai inti kebijakan BUMN Indonesia sekarang ini.

    (hns/hns)

  • PLN Batam dan Konsorsium PP Teken Kontrak EPC PLTGU 120 MW Senilai Rp3,35 triliun

    PLN Batam dan Konsorsium PP Teken Kontrak EPC PLTGU 120 MW Senilai Rp3,35 triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN Batam bersama Konsorsium PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) – PT Atamora Teknik Makmur – PT Sinergi Pratama Sukses (SPA) resmi menandatangani kontrak Engineering, Procurement, and Construction (EPC) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Batam #1 berkapasitas 120 Megawatt (MW).

    Direktur Utama PLN Batam, Kwin Fo, menuturkan proyek senilai Rp3,35 triliun ini menjadi salah satu upaya PLN Batam dalam memperkuat keandalan listrik di wilayah Batam Bintan Karimun (BBK), kawasan industri strategis di Kepulauan Riau. 

    Dia menyebut, kolaborasi ini sebagai perwujudan nyata dari transformasi energi yang inklusif.

    “PLTGU Batam #1 bukan hanya proyek pembangkit, tetapi pondasi bagi ketahanan energi di kawasan industri paling dinamis di Indonesia. Kami bersyukur dapat menggandeng mitra nasional yang berintegritas dan berkompeten,” ujar Kwin melalui keterangan resmi dikutip Sabtu (18/10/2025).

    Sejak menjabat pada Maret 2025, Kwin Fo membawa arah baru bagi PLN Batam dengan menekankan tata kelola transparan, efisiensi operasional, dan perluasan portofolio energi bersih.

    “Kami ingin memperkuat kerja sama strategis dengan mitra industri besar, dan menjadikan Batam sebagai model kota energi berdaya saing tinggi di luar Jawa,” ujar Kwin. 

    Melalui skema Joint Operation (JO), konsorsium nasional ini menggabungkan kekuatan tiga perusahaan berpengalaman yakni PT PP (Persero) Tbk, PT Atamora Teknik Makmur dan PT Sinergi Pratama Sukses.

    Project Sponsor Konsorsium PP–Atamora–SPS Doliano M. Siregar menyampaikan bahwa kerja sama ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan profesionalisme industri nasional.

    “Kami berterima kasih atas kepercayaan PLN Batam dan seluruh tim pengadaan yang menjalankan proses tender dengan transparan dan fair. Kolaborasi ini menandai babak baru bagi industri nasional, di mana BUMN dan swasta saling melengkapi, bukan bersaing,” ujarnya.

    Asal tahu saja, PLTGU Batam #1 ditargetkan menjadi salah satu tulang punggung sistem kelistrikan Batam, memperkuat daya saing kawasan industri, serta mendukung ekspansi sektor-sektor strategis seperti logistik, manufaktur, dan data center.

    Dengan nilai investasi mencapai Rp3,35 triliun dan waktu penyelesaian konstruksi sekitar tiga tahun, proyek PLTGU Batam #1 akan menjadi salah satu penopang utama sistem tenaga listrik Batam dalam jangka panjang.

  • Wajah Ekonomi Politik dan Remiliterisasi di Balik Proyek MBG
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 Oktober 2025

    Wajah Ekonomi Politik dan Remiliterisasi di Balik Proyek MBG Nasional 18 Oktober 2025

    Wajah Ekonomi Politik dan Remiliterisasi di Balik Proyek MBG
    Alumnus Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota Dewan Pembina Wahana Aksi Kritis Nusantara (WASKITA), Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Saat ini aktif melakukan kajian dan praktik pendidikan orang dewasa dengan perspektif ekonomi-politik yang berkaitan dengan aspek sustainable livelihood untuk isu-isu pertanian dan perikanan berkelanjutan, mitigasi stunting, dan perubahan iklim di berbagai daerah.
    TULISAN
    artikel opini I Dewa Made Agung Kertha Nugraha (
    Kompas.id
    , 14/10/2025) berjudul “
    Yang Tak Terlihat Publik dari Program Makan Bergizi Gratis
    (MBG)” menampilkan wajah teknokrasi yang rapi dan meyakinkan.
    Ia menggambarkan MBG sebagai hasil kerja senyap para teknokrat, disusun dengan riset lintas lembaga dan dukungan institusi internasional.
    Namun, di balik narasi yang tampak ilmiah dan objektif itu, terselip dua persoalan besar yang justru harus dibicarakan: ekonomi politik di balik MBG dan remiliterisasi sektor pangan.
    Sebagai peneliti kebijakan publik sekaligus Tenaga Ahli Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nugraha menonjolkan sejumlah pilot project MBG—dari Warung Kiara di Sukabumi hingga proyek di Papua—sebagai bukti keberhasilan teknokrasi berbasis bukti (
    evidence-based policy
    ).
    Namun, contoh-contoh tersebut bersifat kasuistis, menarik tapi tidak mencerminkan wajah nasional dari pelaksanaan MBG yang kompleks dan problematik.
    Data Kementerian Keuangan (2025) menunjukkan realisasi anggaran MBG yang masih rendah: per Juli 2025 realisasi tercatat sekitar Rp 5 triliun atau hanya sekitar 7 persen dari pagu Rp 71 triliun, dan per 3 Oktober 2025 naik menjadi sekitar 29 persen, yakni Rp 20,6 triliun.
    Angka-angka ini menunjukkan penyerapan anggaran yang jauh dari target dan mengindikasikan lemahnya koordinasi pelaksanaan.
    Beberapa laporan dari BGN dan media juga menyorot masalah higienitas dapur dan verifikasi rantai pasok.
     
    Hingga saat ini sudah belasan ribu siswa yang keracunan makanan MBG, dan pemerintah pun sudah menutup 79 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bermasalah.
    Laporan dari beberapa kajian kelompok masyarakat sipil juga mengungkap berbagai kasus yang terjadi di sejumlah daerah terkait proyek MBG.
    Keterlambatan distribusi bahan pangan, menu dengan gizi kurang seimbang, masalah pengolahan makanan, hingga kasus keracunan bukanlah kasus insiden terpisah, melainkan terjadi secara sistematis (
    Kompas,
    22/09/2025).
    Fakta-fakta ini tak sejalan dengan klaim bahwa teknokrasi MBG “bekerja dalam senyap dengan empati sosial.” Diamnya sistem justru menyembunyikan cacat struktural dalam tata kelola anggaran dan pengawasan publik.
    Dengan total anggaran diperkirakan mencapai Rp 185,2 triliun per tahun (Bappenas, 2024), MBG bukan sekadar kebijakan gizi, melainkan proyek ekonomi politik raksasa yang menautkan tiga simpul kekuasaan sekaligus: negara, korporasi pangan, dan elite politik lokal.
    Dalam perspektif ekonomi politik, MBG dapat dibaca sebagai bentuk
    state-led market creation
    —negara menciptakan pasar baru dengan justifikasi moral “perbaikan gizi nasional.”
    Negara tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai market maker melalui intervensi anggaran, penugasan BUMN, dan pembentukan rantai pasok baru.
    Di balik jargon pemerataan dan kesejahteraan, terbuka ruang ekonomi bagi berbagai aktor besar: produsen pangan olahan, korporasi agribisnis, penyedia logistik, hingga kontraktor katering berskala nasional.
    Dari berbagai laporan publik menunjukkan sejumlah BUMN—seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, Telkom, PLN, PGN, dan Pupuk Indonesia—ditugaskan mendukung pelaksanaan MBG.
    Keterlibatan ini memperlihatkan bagaimana
    industrial food complex
    kini berkelindan dengan kebijakan sosial.
    Meski belum ditemukan adanya bukti publik yang mengonfirmasi keterlibatan langsung para donatur kampanye dalam rantai pengadaan MBG, yang dapat dipastikan: mekanisme pengadaan MBG membuka ruang ekonomi baru yang sangat besar dengan potensi konflik kepentingan. Hal inilah yang perlu diawasi melalui transparansi dan audit publik.
    Kebijakan yang semula diklaim berbasis bukti (
    evidence-based policy
    ) dapat berubah fungsi menjadi
    evidence-based politics
    —bukti dan data digunakan bukan untuk merancang kebijakan publik, tetapi untuk melegitimasi proyek kekuasaan.
    Bahasa teknokratis seperti
    pilot project, centre of excellence
    , atau
    nutritional innovation
    membangun ilusi rasionalitas, seolah semua keputusan diambil atas dasar ilmiah, padahal ia melayani logika akumulasi ekonomi-politik.
    Jika ditarik ke hulu, MBG juga merepresentasikan bentuk baru dari
    clientelistic state capitalism
    —kapitalisme negara yang mengandalkan relasi patronase politik.
    Pemerintah dapat diduga menjadi broker antara anggaran publik dan jaringan bisnis yang loyal. Dalam prosesnya, teknokrat berperan sebagai perantara ideologis yang mensterilkan aroma politik di baliknya.
    Dengan jumlah anggaran yang hampir setara dengan total belanja pendidikan dasar nasional, MBG menjadi instrumen elektoral paling efektif bagi rezim Prabowo–Gibran untuk mengonsolidasikan legitimasi di tingkat daerah.
    Di banyak provinsi, pengelolaan dapur MBG diserahkan kepada kontraktor lokal yang berafiliasi dengan partai atau jaringan militer-pemerintah (
    Tempo
    , 20/04/2025).
    Proyek ini memperkuat ekonomi politik patronase sekaligus memarginalkan usaha kecil, petani, dan pelaku pangan lokal yang tidak memiliki akses politik.
    Di sisi lain, logika teknokrasi MBG memperkuat ketergantungan pada komoditas impor seperti daging ayam, susu bubuk, dan gandum.
    Ini menunjukkan bahwa kedaulatan pangan—yang semestinya menjadi inti kebijakan gizi nasional—justru digantikan oleh kedaulatan logistik dan korporasi.
    Dengan demikian, kebijakan yang diklaim pro-gizi anak sebenarnya turut memperdalam ketimpangan struktur ekonomi pangan di tingkat nasional.
    Singkatnya, MBG adalah cermin dari apa yang disebut James C. Scott (1998) sebagai “state simplifications”—negara yang menyederhanakan kompleksitas sosial untuk memudahkan kontrol.
    Dalam hal ini, urusan gizi anak dipangkas menjadi urusan teknis dan logistik, padahal di dalamnya terkandung kepentingan politik, ekonomi, bahkan militer.
    Bagian lain dari tulisan Nugraha, menyiratkan pembenaran atas keterlibatan TNI dalam ekosistem ketahanan pangan nasional.
    Dalam kerangka ini, kerja militer diposisikan sebagai bagian dari “strategi adaptif” yang disebut selaras dengan filosofi OODA Loop (
    observe, orient, decide, act
    ) ala Prabowo.
    Namun, pendekatan ini problematik: ia membuka ruang bagi militer untuk bekerja di luar fungsi pertahanannya—suatu praktik yang seharusnya sudah ditinggalkan sejak era reformasi.
    Keterlibatan militer dalam program pangan bukan sekadar “koordinasi logistik”, tetapi langkah sistematis menuju remiliterisasi kebijakan sipil, mengingat latar belakang Presiden Prabowo yang berasal dari militer.
    Rencana pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan yang dikaitkan dengan pelaksanaan MBG (Kemhan, 2025) memperkuat sinyal itu.
     
    Setiap batalion akan ditempatkan di wilayah strategis untuk mendukung “ketahanan pangan daerah” dengan sumber daya dan lahan tersendiri.
    Di beberapa daerah, kebijakan ini menimbulkan konflik agraria, seperti di Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, di mana warga melaporkan perampasan lahan yang digunakan untuk membangun markas Batalion Teritorial Pembangunan 842/Badak Sakti (
    TribunBanten
    , 24/09/2025).
    Kebijakan semacam ini bukan hanya melanggar prinsip
    civilian supremacy
    , tetapi juga mengingatkan publik pada trauma lama Dwi Fungsi ABRI di masa Orde Baru—ketika militer berperan ganda di sektor sipil dan ekonomi.
    Jika tren ini berlanjut, MBG bisa menjadi pintu masuk bagi kembalinya kontrol militer atas urusan sipil dengan dalih “ketahanan pangan nasional.”
    Contoh baik seperti SPPG di Warung Kiara seharusnya tidak hanya dielu-elukan, tetapi dijadikan model yang diarusutamakan melalui regulasi nasional.
    Namun hingga Oktober 2025, pemerintah belum menerbitkan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG Nasional. Padahal, peraturan ini penting untuk memastikan mekanisme akuntabilitas lintas kementerian.
    Ketiadaan regulasi membuat MBG berjalan seperti
    policy by decree
    —tergantung pada arahan politik Presiden dan tim teknokrat di bawahnya. Ini bukan ciri negara hukum modern, melainkan pola lama pemerintahan berorientasi komando.
    Sementara itu, National Centre of Excellence (NCoE) yang digadang sebagai laboratorium kebijakan justru cenderung elitis dan minim partisipasi masyarakat sipil. Evaluasi publik yang seharusnya deliberatif berubah menjadi sekadar formalitas administratif.
    Jika MBG ditujukan untuk memperbaiki gizi anak sekolah, maka ukuran keberhasilannya bukan jumlah dapur atau volume logistik, melainkan peningkatan indeks gizi nasional. Aspek ini luput dari diskursus teknokrasi yang ditulis Nugraha.
    Teknokrasi yang menolak kritik atas nama profesionalisme justru kehilangan sisi etisnya. Ketika bahasa ilmiah dipakai untuk menutupi problem politik dan militerisasi kebijakan pangan, kita sedang menyaksikan kembalinya gaya lama Orde Baru dalam bungkus baru: teknokrasi tanpa demokrasi.
    MBG adalah gagasan mulia yang kini disandera dua hal: politik rente dan semangat remiliterisasi.
    Namun, kritik atasnya bukan penolakan terhadap cita-cita memberi makan anak bangsa, melainkan upaya menjaga agar gagasan itu tetap berada di rel demokrasi dan keadilan sosial.
    Negara memang perlu teknokrat, tetapi teknokrasi tanpa transparansi hanya melahirkan birokrasi yang beku. Negara juga butuh militer, tetapi militer tanpa batas sipil hanya melahirkan ketakutan.
    Demokrasi tumbuh bukan dari kesenyapan teknokrat atau disiplin barisan seragam, tetapi dari keberanian publik untuk bertanya, mengawasi, dan mengoreksi.
    Jika MBG benar-benar ingin menyehatkan anak-anak bangsa, maka hal utama yang harus disembuhkan adalah politik yang lapar kekuasaan, bukan sekadar perut yang kelaparan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.