BUMN: Perum BULOG

  • Ada Panen Raya, Bulog Prediksi Harga Beras Stabil Saat Ramadan dan Lebaran 2025 – Halaman all

    Ada Panen Raya, Bulog Prediksi Harga Beras Stabil Saat Ramadan dan Lebaran 2025 – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perum Bulog memprediksi harga beras akan stabil di momen Ramadan dan Lebaran 2025 karena berbarengan dengan panen raya pada Maret-April.

    Menurut Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso, harga beras tetap akan stabil mengingat pada panen raya ini stok akan melimpah.

    Pada saat momen Ramadan dan Lebaran, biasanya harga beras akan melambung tinggi karena permintaan juga meningkat. Sementara itu, di saat panen raya berlangsung, harga beras akan turun. 

    Dengan begitu, Arwakhudin memprediksi harga beras tetap akan stabil karena stok yang tersedia juga akan tinggi.

    “Permintaan tinggi, tapi barangnya juga tinggi, berarti kan enggak berpengaruh sebenarnya. Harapannya kita akan mendapatkan harga yang normal,” katanya di kantor Bulog, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2025).

    Pada panen raya ini, Bulog menargetkan untuk menyerap 1,4 juta ton setara beras atau 70 persen dari total target penyerapan beras 2025.

    Pada tahun ini, berdasarkan surat penugasan dari Badan Pangan Nasional yang diterima Bulog, mereka diminta menyerap sebanyak 2 juta ton beras.

    “Target kita di musim tanam yang pertama ini, kita bisa memenuhi setidaknya 70 persen dari target pengadaan dalam negeri untuk gabah beras,” ujar Arwakhudin.

    Arwakhudin menjelaskan, penyerapan beras pada panen raya tahun ini akan dibagi dalam tiga jenis komoditas.

    Pertama, berbentuk Gabah Kering Panen (GKP). Bulog akan membeli gabah langsung dari petani dengan menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru, yaitu sebesar Rp 6.500 per kilogram.

    Kedua, Bulog akan melakukan pengadaan Gabah Kering Giling (GKG). Mereka akan menggandeng kelompok tani untuk melakukan penyerapan.

    Ini nantinya akan disimpan dan diproses menjadi beras.

    Ketiga, Bulog akan melakukan pengadaan dalam bentuk beras.

    Arwakhudin menjelaskan pembagian pengadaan ini dilakukan karena masing-masing jenis komoditas memiliki kebutuhan yang berbeda.

    Beras diserap langsung untuk disalurkan, baik dalam bentuk bantuan pangan atau program SPHP.

    Sementara itu, GKG diserap karena bisa disimpan lebih lama sebelum diproses menjadi beras.

    Sedangkan GKP diserap langsung dari petani agar dapat memberikan manfaat bagi mereka.

    “Makanya kami menyediakan komoditas dalam gudang kita itu dalam tiga bentuk itu tadi. Jadi ada yang cepat, ada yang perlu proses, dan ada yang menyentuh petani,” ucap Arwakhudin.

    Panen raya pertama pada tahun ini merupakan hasil dari musim tanam yang dimulai pada Oktober 2024 hingga Maret 2025.

    Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memperkirakan gabah yang bisa dipanen pada masa panen raya Maret-April mencapai 13-14 juta ton atau 7 juta ton setara beras.

    Hasil panen ini memang tidak semuanya diserap oleh Perum Bulog, tetapi sebagian lainnya oleh penggilingan padi di seluruh Indonesia.

    Untuk itu, Arief meminta pada Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) menjadi mitra strategis pemerintah dan Perum Bulog untuk membantu penyerapan produksi dalam negeri sesuai HPP yang ditetapkan oleh pemerintah.

    “Salah satu kunci kesuksesan kita nanti saat panen raya adalah kesinambungan mulai dari on-farm, kemudian off-farm saat pascapanen. Jadi petani itu menanam bisa semangat, karena gabahnya dibeli dengan harga baik,” jelasnya.

  • Bulog Bakal Beli Gabah Petani Seharga Rp 6.500 Per Kg, tapi Ada Syaratnya – Halaman all

    Bulog Bakal Beli Gabah Petani Seharga Rp 6.500 Per Kg, tapi Ada Syaratnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perum Bulog menyatakan gabah dari petani akan dibeli sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru, yaitu seebsar Rp 6.500 per kilogram (kg), dengan syarat tertentu.

    Per 15 Januari 2025, HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani memang naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per kg.

    Namun, menurut Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso, pembelian gabah dengan harga tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada.

    “Terkait dengan HPP baru memang itu berlaku mulai tanggal 15 dan menjadi tugas kita semua untuk melakukan edukasi kepada produsen, dalam hal ini petani dan juga pasti gabungan kelompok tani, bahwa harga HPP itu adalah harga dengan persyaratan,” katanya di kantor Perum Bulog, Jakarta Selata, Jumat (17/1/2025).

    Arwakhudin menegaskan bahwa Bulog tidak berniat mempersulit petani. Namun, harga yang dibayarkan harus mencerminkan kualitas gabah yang diterima.

    “Tidak ada maksud Bulog untuk mempersulit pengadaan kepada Bulog, tapi memang Bulog ketika memberi harga itu harus sesuai dengan fakta, sesuai dengan fakta barang, kondisi real barang,” ujarnya.

    Untuk mendapatkan harga Rp 6.500 per kg, GKP yang dijual petani harus memiliki kualitas dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

    Jika gabah tidak memenuhi persyaratan ini, jumlah yang dibayarkan akan disesuaikan dengan ketentuan harga rafaksi yang tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Kepbadan) Nomor 2 Tahun 2025 tanggal 12 Januari 2025 tentang Perubahan Atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.

    “Ketika kadar air misalnya contoh itu di atas 25 persen, maka itu tentu harganya bukan Rp 6.500 lagi, menyesuaikan sesuai dengan struktur harga rafaksi yang sudah ditetapkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional,” ujar Arwakhudin.

    Berdasarkan Kepbadan Pangan Nasonal 2/2025, berikut adalah ketentuan harga yang berlaku:

    – GKP di luar kualitas 1 di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa 11-15 persen akan dibeli seharga Rp 6.200 per kg.

    – GKP di luar kualitas 2 di tingkat petani dengan kadar air 26-30 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen akan dibeli seharga Rp 6.075 per kg.

    – GKP di luar kualitas 3 di tingkat petani dengan kadar air 26-30 persen dan kadar hampa 11-15 persen akan dibeli seharga Rp 5.750 per kg.

  • Selain Jawa Barat, Daerah Ini Selalu Surplus Produksi Beras – Page 3

    Selain Jawa Barat, Daerah Ini Selalu Surplus Produksi Beras – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Perum Bulog menargetkan penyerapan beras hingga 1,4 juta ton pada musim panen di awal tahun 2025. Sedangkan untuk seluruh tahun ini, Perum Bulog menargetkan bisa membeli beras dari petani 3 juta ton.

    Berbeda dengan sebelumnya, pada penyerapan beras kali ini Bulog mulai akan membeli gabah petani sesuai harga pokok pembelian (HPP) terbaru. Yakni, di angka Rp 6.500 per kilogram (kg).

    “Dalam hal pengadaan selain relaksasi standar HPP petani itu berlaku,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arwakhudin Widiarso kepada awak media di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Jumat (17/1/2025).

    Widiarso menyebut, Perum Bulog akan menjalin kerja sama dengan petani hingga asosiasi untuk mengoptimalkan serapan produksi lokal.

    Adapun sejumlah wilayah yang siap memasuki musim panen raya di wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sulawesi Selatan.

    “Itu wilayah-wilayah yang selama ini surplus ya, kalau yang lainnya kan defisit,” tandasnya.

    Perintah Prabowo

    Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah akan menyerap hasil panen raya beras dari petani lokal. Harga pembelian pemerintah pun sudah ditetapkan naik jadi Rp 6.500 per kilogram (Kg).

    Pemerintah telah menetapkan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp 6.000/kg menjadi Rp 6.500/kg. Kebijakan ini tertuang melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan rafaksi gabah dan beras yang berlaku mulai 15 Januari 2025.

    Tidak hanya beras, pemerintah juga akan menaikkan Harga Acuan Pembelian (HAP) di tingkat produsen dari Rp 5.000/kg menjadi Rp 5.500/kg yang akan berlaku pada Februari 2025 mendatang.

    Reporter: Sulaeman

    Sumber: Merdeka.com

  • Bulog Targetkan Serap 1,4 Juta Beras saat Panen Raya Maret-April 2025 – Halaman all

    Bulog Targetkan Serap 1,4 Juta Beras saat Panen Raya Maret-April 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perum Bulog menargetkan untuk menyerap 1,4 juta ton setara beras atau 70 persen dari total target penyerapan beras 2025 di saat panen raya pertama yang akan berlangsung pada Maret-April 2025.

    Pada tahun ini, berdasarkan surat penugasan dari Badan Pangan Nasional yang diterima Bulog, mereka diminta menyerap sebanyak 2 juta ton beras.

    “Target kita di musim tanam yang pertama ini, kita bisa memenuhi setidaknya 70 persen dari target pengadaan dalam negeri untuk gabah beras,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso ketika ditemui di kantornya, Jumat (17/1/2025).

    Arwakhudin menjelaskan, penyerapan beras pada panen raya tahun ini akan dibagi dalam tiga jenis komoditas. 

    Pertama, berbentuk Gabah Kering Panen (GKP). Bulog akan membeli gabah langsung dari petani dengan menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru, yaitu sebesar Rp 6.500 per kilogram.

    Kedua, Bulog akan melakukan pengadaan Gabah Kering Giling (GKG). Mereka akan menggandeng kelompok tani untuk melakukan penyerapan. Ini nantinya akan disimpan dan diproses menjadi beras.

    Ketiga, Bulog akan melakukan pengadaan dalam bentuk beras.

    Arwakhudin menjelaskan pembagian pengadaan ini dilakukan karena masing-masing jenis komoditas memiliki kebutuhan yang berbeda.

    Beras diserap langsung untuk disalurkan, baik dalam bentuk bantuan pangan atau program SPHP.

    Sementara itu, GKG diserap karena bisa disimpan lebih lama sebelum diproses menjadi beras.

    Sedangkan GKP diserap langsung dari petani agar dapat memberikan manfaat bagi mereka.

    “Makanya kami menyediakan komoditas dalam gudang kita itu dalam tiga bentuk itu tadi. Jadi ada yang cepat, ada yang perlu proses, dan ada yang menyentuh petani,” ujar Arwakhudin.

    Panen raya pertama pada tahun ini merupakan hasil dari musim tanam yang dimulai pada Oktober 2024 hingga Maret 2025.

    Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memperkirakan gabah yang bisa dipanen pada masa panen raya Maret-April mencapai 13 juta ton-14 juta ton atau 7 juta ton setara beras.

    Hasil panen ini memang tidak semuanya diserap oleh Perum Bulog, namun sebagian lainnya juga akan diserap oleh penggilingan padi di seluruh Indonesia.

    Untuk itu, Arief meminta pada Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) menjadi mitra strategis pemerintah dan Perum Bulog untuk membantu penyerapan produksi dalam negeri sesuai HPP yang ditetapkan oleh pemerintah. 

    “Salah satu kunci kesuksesan kita nanti saat panen raya adalah kesinambungan mulai dari on-farm, kemudian off-farm saat pascapanen. Jadi petani itu menanam bisa semangat, karena gabahnya dibeli dengan harga baik,” jelasnya. 

  • Swasembada Pangan Terancam Jika Gabah Tak Optimal

    Swasembada Pangan Terancam Jika Gabah Tak Optimal

    Jakarta, FORTUNE – Menteri Pertanian Republik Indonesia (Mentan RI), Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa target Swasembada Pangan dapat terancam atau bermasalah jika Perum Bulog tak mampu menyerap Gabah milik petani secara maksimal. Dengan ketentuan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kg.

    “Yang paling penting hari ini adalah serap gabah sebagai kunci untuk swasembada. Kenapa? Karena serap gabah bermasalah, target swasembada juga akan terancam,” ungkap Amran dalam keterangannya, Rabu (15/1).

    Kemudian dia menjelaskan pembelian gabah sebesar Rp5.500 seperti yang terjadi saat ini di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bisa menyebabkan kerugian besar hingga Rp25 triliun. Hal itu karena terdapat selisih sebesar Rp1.000 per kg dari HPP, yakni Rp6.500 per kg.

    “Selisih Rp1.000 itu besar karena rencana target panen kita 25 juta ton. Artinya apa? Petani bisa kehilangan pendapatan petani hingga Rp25 triliun,” kata Amran.

    Dia menuturkan bahwa selisih Rp1.000 tersebut didapatkannya dari mendengar langsung dari petani di Kab. Bantul.

    “Artinya apa? Kalau selama 4 bulan ini panen puncak harganya dibawah HPP, ini bisa berdampak pada kerugian,” sambung Amran.

    Selain itu, lanjut dia, anggaran sektor pangan yang diberikan negara untuk membantu petani dapat habis dengan sia-sia. Oleh karena itu, jalan satu-satunya yang harus dilakukan saat ini adalah Bulog harus melakukan penyerapan gabah milik petani secara maksimal.

    Menurut Amran, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp145 triliun bakal sia-sia jika serapannya sebesar Rp5.500. Dia pun menyebut peran Bulog sangat strategis di sini dan mereka harus kerja keras untuk menyerap gabah petani karena ini merupakan perintah Presiden RI Prabowo Subianto yang tak bisa ditawar.

    “Wajib diserap selama gabah ada dan tidak boleh di bawah Rp6.500,” kata Amran.

    Dia menambahkan, sejauh ini pemerintah telah memberikan pelbagai bantuan serta fasilitas sarana-prasarana produksi yang cukup masif. Di antaranya kenaikan volume pupuk yang mencapai 9,5 juta ton dan bantuan benih, serta normalisasi irigasi yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) RI.

    “Alhamdulillah sekarang ini irigasi selesai, traktor, benih, pengolahan tanah, pupuk juga sudah dibereskan. Jadi tinggal serap gabah yang perlu dilakukan,” pungkas Amran.

  • Harga Gabah Lagi Anjlok, Bulog Diminta Lakukan Ini

    Harga Gabah Lagi Anjlok, Bulog Diminta Lakukan Ini

    Jakarta

    Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto bicara harga gabah di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta anjlok hingga Rp 5.500 per kilogram (kg). Padahal Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang berlaku saat ini sebesar Rp 6.500/kg.

    HPP itu telah naik dari sebelumnya Rp 6.000/kg dan yang terbaru berlaku mulai 15 Januari 2025. Hal ini dikatakan saat meninjau panen di Kabupaten Bantul bersama Menteri Pertanian, Rabu (15/1) kemarin.

    “Sangat disayangkan pada saat panen harga gabahnya turun dan ini tentunya akan merugikan petani karena harga yang ditetapkan Rp 6.500, tapi disini Rp 5.500,” ujar Titiek Soeharto, dalam keterangannya, dikutip Kamis (16/1/2025).

    Oleh karena itu, Titiek meminta Bulog untuk segera menyerap gabah petani dengan mengacu pada HPP. Pembelian gabah oleh Bulog menurutnya harus dilakukan untuk menjaga harga di petani.

    “Kami dari DPR menghimbau agar Bulog segera melaksanakan fungsinya menyerap berapapun panen yang dihasilkan petani supaya kerja keras petani, dan bantuan-bantuan yang diberikan Pemerintah tidak sia-sia,” tegasnya.

    Sementara itu, Titiek mengapresiasi kerja keras para petani dan juga respon cepat pemerintah dalam memberi bantuan sarana dan prasarana produksi sehingga rata-rata hasil panen saat ini mencapai kurang lebih 7,7 ton perhektare.

    “Hari ini kita menyaksikan bahwa para kelompok tani sudah ada yang mendapat combine harvester, kemudian pupuk dan hari ini kami menyaksikan hasil panen yang cukup besar yaitu 7,7 ton per hektare,” katanya.

    Di lokasi yang sama, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menyampaikan pembelian gabah sebesar Rp 5.500/kg seperti yang terjadi saat ini di Kabupaten Bantul bisa menyebabkan kerugian besar hingga Rp 25 triliun karena terdapat selisih sebesar Rp 1.000/kg.

    “Selisih Rp 1.000 itu besar karena rencana target panen kita 25 juta ton. Artinya apa? Petani bisa kehilangan pendapatan petani hingga Rp 25 triliun. Tadi kita dengar langsung dari petani harganya Rp 5.500. Artinya apa? Kalau selama 4 bulan ini panen puncak harganya di bawah HPP, ini bisa berdampak pada kerugian,” katanya.

    Selain itu, kata Amran, anggaran sektor pangan yang diberikan negara untuk membantu petani bisa habis dengan sia-sia. Karena itu, jalan satu-satunya yang harus dilakukan saat ini adalah melakukan penyerapan secara maksimal.

    Dia juga mengingatkan Perum Bulog untuk menyerap gabah dan beras secara maksimal. Apalagi terkait pembelian sesuai HPP merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.

    (ada/kil)

  • Swasembada Beras Bakal Bermasalah Gegara Harga Gabah Anjlok

    Swasembada Beras Bakal Bermasalah Gegara Harga Gabah Anjlok

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menekankan bahwa target swasembada bisa bermasalah apabila Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah tidak diterapkan oleh penggilingan dan Perum Bulog. Adapun HPP telah dinaikkan menjadi Rp 6.500 per kilogram (kg) mulai 15 Januari 2025.

    Sayangnya, banyak daerah yang harga gabahnya masih di bawah HPP. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bantul, harga gabah Rp 5.500/kg. Hal ini dikatakan saat kunjungan kerja panen raya di Kabupaten Bantul, Rabu, 15 Januari 2025.

    “Yang paling penting hari ini adalah serap gabah sebagai kunci untuk swasembada. Kenapa? Karena serap gabah bermasalah, target swasembada juga akan terancam,” ujar Amran, dikutip dari keterangannya, Kamis (16/1/2025).

    Amran mengatakan, pembelian gabah sebesar Rp 5.500/kg seperti yang terjadi saat ini di Kabupaten Bantul bisa menyebabkan kerugian besar hingga Rp 25 triliun karena terdapat selisih sebesar Rp 1.000/kg.

    “Selisih Rp 1.000 itu besar karena rencana target panen kita 25 juta ton. Artinya apa? Petani bisa kehilangan pendapatan petani hingga Rp 25 triliun. Tadi kita dengar langsung dari petani harganya Rp 5.500. Artinya apa? Kalau selama 4 bulan ini panen puncak harganya di bawah HPP, ini bisa berdampak pada kerugian,” katanya.

    Selain itu, kata Amran, anggaran sektor pangan yang diberikan negara untuk membantu petani bisa habis dengan sia-sia. Karena itu, jalan satu-satunya yang harus dilakukan saat ini adalah melakukan penyerapan secara maksimal.

    Dia juga mengingatkan Perum Bulog untuk menyerap gabah dan beras secara maksimal. Apalagi terkait pembelian sesuai HPP merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Anggaran APBN yang sebesar kurang lebih Rp 145 triliun itu akan sia-sia apabila serapannya Rp 5.500. Karenanya peran Bulog sangat strategis, Bulog harus kerja keras untuk menyerap gabah petani karena ini adalah perintah Bapak Presiden yang tidak bisa ditawar. Wajib diserap selama gabah ada dan tidak boleh di bawah Rp 6.500,” katanya.

    Amran menambahkan bahwa sejauh ini pemerintah telah memberi berbagai bantuan dan fasilitas sarana prasarana produksi yang cukup masif. Di antaranya adalah kenaikan volume pupuk yang mencapai 9,5 juta ton dan juga bantuan benih serta normalisasi irigasi yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    “Alhamdulillah sekarang ini irigasi selesai, traktor, benih, pengolahan tanah, pupuk juga sudah dibereskan. Jadi tinggal serap gabah yang perlu dilakukan,” ujar dia.

    (kil/kil)

  • Bocoran Isi Surat Mendag ke Sri Mulyani soal Minyakita Mahal

    Bocoran Isi Surat Mendag ke Sri Mulyani soal Minyakita Mahal

    Jakarta

    Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, buka suara soal usul relaksasi biaya wajib pungut untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ia kirimkan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi mahalnya harga Minyakita.

    Budi mengatakan, surat itu dikirimkan agar BUMN pangan seperti Perum Bulog dan ID FOOD dapat terus mendistribusikan Minyakita langsung kepada pengecer. Selama ini, katanya, banyak kendala distribusi Minyakita akibat wajib pungut.

    “Biaya wajib pungutan itu kan dibayar tahun depannya. Dibayar tahun depannya, langsung dipungut oleh BUMN. Sehingga, apa namanya, perusahaan ini kan harus bayar dulu. Bayar dulu baru nanti bisa dipakai lagi ke pemerintah nah ini agak ribet,” kata Budi kepada wartawan di di Gedung Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Melalui permohonan relaksasi biaya wajib pungut, Budi berharap penuh solusi atas tinggi harga Minyakita dapat diselesaikan. Untuk diketahui, harga eceran tertinggi (HET) Minyakita saat ini sebesar Rp 15.700 per liter.

    Sementara mengacu pada panel perdagangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata nasional Minyakita mencapai Rp 17.518 per liter pada pukul 11.58 WIB. “Nah kami sudah bicara soal itu, mudah-mudahan segera ada solusinya biar distribusi Minyakita itu lebih bersih,” ungkapnya.

    Ketika disinggung ihwal pemangkasan jalur distribusi Minyakita, Budi menekankan tidak ada perubahan. Ia mengatakan, saat ini jalur distribusi Minyakita masih dari produsen, distributor pertama (D1), distributor kedua (D2), pengecer, dan konsumen akhir.

    “Cuma tadi yang salah satu dievaluasi itu tadi yang Wapu (wajib pungut), ya, Wapu itu maksudnya kalau wajib pungut, kalau nanti yang produsen langsung ke BUMN, ya, sudah BUMN bisa langsung ke pengecer. Jadi fungsinya itu D1 kalau BUMN itu kan nanti D1 sehingga si produsen langsung dapet hak ekspor kan,” ujarnya.

    “Namun kalau swasta kan harus D2 baru dapat hak ekspor. Nah ini untuk memperpendek ya cuman ada kendala sedikit di wapu. Tapi saya pikir gak ada masalah,” tutupnya.

    Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan mengatakan pihaknya telah mendorong BUMN pangan untuk ikut mendistribusikan Minyakita agar harga jual komoditas tersebut sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter.

    Namun masih ada kendala BUMN pangan belum melakukan pendistribusian Minyakita. “Salah satu tantangan BUMN pangan agak susah melakukan distribusi Minyakita ini adalah karena mereka membutuhkan relaksasi wajib pungut” kata dia dalam rapat koordinasi inflasi dikutip dari YouTube Kemendagri, Senin (13/1/2025).

    Untuk itu, Budi Santoso mengirimkan surat kepada Sri Mulyani untuk memohon agar adanya relaksasi pungutan BUMN pangan. Surat tersebut telah dikirimkan sejak awal Januari. Kemendag mengharapkan permohonan itu dapat disetujui agar BUMN pangan ikut mendistribusikan Minyakita dengan harga jual sesuai HET.

    “Minggu lalu di awal Januari 2025, Menteri Perdagangan telah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk melakukan, memohon relaksasi wajib pungut BUMN pangan. Kami anggap sekiranya ini dapat diamini Kementerian Keuangan, agar dapat memperpendek rantai distribusi yang harusnya bisa membantu kontribusi harga jual Minyakita sesuai HET,” terangnya.

    (rrd/rrd)

  • Kepala Bapanas: Kunci kemandirian pangan berada di desa

    Kepala Bapanas: Kunci kemandirian pangan berada di desa

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai bahwa kunci kemandirian pangan terletak di desa, yang memegang peranan strategis sebagai ujung tombak penghasil pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.

    “Kami percaya bahwa kunci kemandirian pangan nasional itu berada di desa. Oleh karena itu, dalam menguatkan swasembada pangan, kami mendukung sepenuhnya inisiatif dari semua pihak yang mendorong produktivitas dan kemandirian pangan,” kata Arief saat menghadiri Peringatan Hari Desa dan Festival Bangun Desa Bangun Negeri di Desa Cisaat, Subang, Jawa Barat sebagaimana keterangan di Jakarta, Rabu.

    Dia menyampaikan bahwa Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menaruh aspek ketahanan pangan sebagai prioritas utama penunjang perwujudan swasembada pangan.

    “Guna mendukung itu, Bapanas turut berkomitmen untuk mendukung terwujudnya visi swasembada pangan tersebut. Salah satunya melalui penguatan desa sebagai basis utama kemandirian pangan,” ujarnya.

    Sebagaimana arahan Presiden Prabowo, lanjut Arief, swasembada pangan perlu didorong dari tingkat desa, misalnya dengan pengembangan lumbung pangan. Sebagai ujung tombak penghasil pangan, desa memegang peranan strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.

    Menurutnya, swasembada pun dapat dimulai dari tingkat desa yang mampu menunjang ketahanan pangan secara nasional.

    “Ini penting supaya cadangan pangan masyarakat desa selalu ada, sehingga hasil panen petani pun selalu terserap,” ujarnya.

    Berkaitan dengan itu, Bapanas telah memetakan untuk pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM). Berdasarkan survei klasifikasi LPM yang dilakukan sampai November 2024, total LPM yang aktif di seluruh Indonesia ada sebanyak 1.751 yang tersebar pada 34 provinsi.

    LPM terbanyak ada di Provinsi Jawa Timur dengan 337 LPM. Sedangkan provinsi terbanyak kedua yakni Jawa Barat dengan 189 LPM.

    “Sementara petani yang ada di Kabupaten Subang telah memiliki program kerja sama ‘Mitra Tani’ bersama Perum Bulog dengan total luasan mencapai 100 hektare,” ucapnya.

    Dia menerangkan, LPM merupakan tempat penyimpanan hasil produksi petani yang dikombinasikan dengan fasilitasi alat dan mesin pengolahan. Ini dibangun untuk memperkuat Cadangan Pangan Masyarakat (CPM) sebagai bagian dari Cadangan Pangan Nasional.

    Arief menuturkan bahwa dengan adanya CPM dapat membantu antisipasi tatkala terjadi paceklik, fluktuasi harga, dan bencana.

    Selain LPM, lanjut Arief, pengembangan pangan berbasis sumber daya lokal di desa juga akan digalakkan. Ini karena pangan lokal termasuk penting dan strategis.

    “Kita akan dorong sepenuhnya pemanfaatan pangan lokal sebagai strategi jangka panjang dalam mendukung swasembada pangan. Ini telah sesuai amanat dalam Perpres 81 Tahun 2024,” terang Arief.

    Arief menyatakan bahwa LPM juga menjadi salah satu fokus dalam arahan Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara mendorong pengembangan lumbung pangan nasional hingga dapat menyentuh ke tingkat desa.

    Senada, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan semangat Presiden Prabowo dalam mewujudkan swasembada pangan.

    “Ini baru tiga bulan, (tapi) kita sudah putuskan tidak impor beras. Bapak Presiden bilang semangat dulu, kerja keras dulu, usaha dulu. Jangan sedikit-sedikit impor,” kata Zulhas.

    Zulhas menegaskan pentingnya mengawal program swasembada pangan agar terlaksana segera, hal itu sesuai arahan Presiden Prabowo demi terwujudnya ketahanan pangan nasional.

    “Presiden cintanya kepada rakyat luar biasa. Jangan kita sia-siakan, walaupun 1 detik untuk terus berjuang bersama-sama menuju swasembada pangan, sehingga Indonesia menjadi negara yang maju,” tambah Zulhas.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bapanas: Penyaluran beras SPHP 50 kilogram hanya untuk wilayah 3TP

    Bapanas: Penyaluran beras SPHP 50 kilogram hanya untuk wilayah 3TP

    Memang di Papua, Bulog selama ini kebanyakan menggunakan kemasan 50 kg karena untuk pengemasan dan pengiriman dengan pesawat

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) kemasan 50 kilogram hanya untuk wilayah Indonesia timur, tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan (3TP).

    Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas Maino Dwi Hartono mengatakan rencana pendistribusian ini merupakan masukan dari Perum Bulog, yang mempertimbangkan terkait dengan biaya pengemasan dan pengiriman.

    “Memang di Papua, dari Bulog selama ini kebanyakan menggunakan kemasan 50 kilogram karena untuk pengemasan dan pengiriman melalui pesawat dan lainnya, mungkin sebagai kemudahan teknis di lapangan,” ujar Maino di Jakarta, Selasa.

    Lebih lanjut, penyaluran kemasan 50 kilogram atau kemasan curah di luar wilayah Indonesia timur dan 3TP harus berdasarkan rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga dan kebijakan lainnya.

    Menurut Maino, hal tersebut merupakan bagian dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Saya ingat betul pemeriksaan BPK, BPKP, kalaupun misal nanti ada curah dalam bentuk liter, harus disepakati. Memang di akhir harus sesuai harga eceran tertinggi (HET) penjual di tingkat grosir sesuai,” kata Maino.

    Sementara itu, Kepala Divisi Pengadaan Operasional dan Pelayanan Publik (POPP) Perum Bulog Rini Andrida mengatakan beberapa daerah 3TP, Papua dan Maluku sudah mulai meminta untuk penyaluran beras kemasan 50 kilogram.

    Menurut dia, hal ini harus segera direalisasikan lantaran harga beras di daerah tersebut mulai merangkak naik.

    “Pada saat ini ada beberapa daerah 3TP seperti Papua dan Maluku sudah meminta kita untuk memutuskan ini,” ujarnya.

    Ia juga menyampaikan sulit menjual beras SPHP sesuai HET lantaran biaya angkut menuju Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua cukup besar.

    “Daerah itulah yang sering merah, daerah 3TP yang perlu dibantu bagaimana pasar-pasar di sana menjadi hijau (stabil) dengan harga gudang dan ongkos angkut yang memadai,” kata Rini.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025