BUMN: Perum BULOG

  • Penampakan di Pasar: Beras SPHP di Lokasi Ini Belum Dijual, Ada Apa?

    Penampakan di Pasar: Beras SPHP di Lokasi Ini Belum Dijual, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Beras intervensi pemerintah lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum terpantau belum tersedia atau belum masuk di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dari hasil penelusuran CNBC Indonesia hari ini, Senin (28/7/2025), pedagang beras mengaku belum mendapat pasokan beras SPHP. 

    Karena itu, pedagang di pasar tersebut belum menjual beras SPHP. Sebelumnya, tanggal 10 Juli 2025, pemerintah mengumumkan telah menugaskan Perum Bulog melalui surat penugasan dari Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 173/TS.02.02/K/7/2025 per tanggal 8 Juli 2025 agar dapat melaksanakan penyaluran SPHP beras dalam 6 bulan ke depan, yakni Juli sampai Desember 2025. Target penyaluran stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk SPHP ini adalah 1.318.826.629 kilogram (kg). Hingga 22 Juli 2025, realisasi penyaluran beras SPHP adalah sebanyak 182.200 ton. 

    Seperti diketahui, beras SPHP adalah beras yang dikeluarkan pemerintah untuk mengintervensi pasar demi menekan laju kenaikan harga beras. Beras ini dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sama dengan beras medium.

    Mengutip data di situs resmi Panel Harga Badan Pangan adalah Rp12.500 per kg di Zona 1, Rp13.100 per kg di Zona 2, dan Rp13.500 per kg di Zona 3. Serta, untuk nasional berlaku HET Rp12.500 per kg. Sementara HET beras medium berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 5/2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras adalah Rp12.500 per kg di Zona 1, Rp13.100 per kg di Zona 2, dan Rp13.500 per kg di Zona 3. Sementara untuk nasional berlaku HET Rp12.500 per kg.

    Pengakuan Pedagang Beras

    Mamat, salah satu pedagang beras di Pasar Minggu mengatakan saat ini belum mendapatkan beras SPHP untuk dijual di tokonya. Padahal tahun lalu, ketika ada informasi pemerintah bakal menyalurkan SPHP, tokonya hanya beberapa hari setelah pengumuman langsung mendapatkan beras SPHP untuk dijual.

    “Hari ini belum ada beras SPHP ya, tumben aja. Biasanya setelah ada pengumuman pemerintah sudah salurkan SPHP,  ttak lama lakukan operasi pasar SPHP, barangnya langsung dikirim ke sini. Tapi kali ini berbeda, tidak tahu kenapa,” kata Mamat.

    “Ini juga belum disuruh untuk melampirkan KTP dan surat-surat lainnya, biasanya kan kalau operasi pasar dan mau menjual SPHP, disuruh untuk melampirkan hal-hal itu, tapi ini kita belum disuruh,” tambah Mamat.

    Senada, pedagang beras lainnya bernama Ujang juga mengaku belum mendapatkan beras SPHP. Daan, sambungnya, belum ada tanda-tanda adanya operasi pasar di Pasar Minggu, sehingga di tokonya pun belum ada beras SPHP.

    “SPHP belum ada mas, saya rasa di sini (Pasar Minggu), pedagang lain juga belum dapat. Biasanya kalau sudah ada kan kami pampang di depan toko. Ini belum ada tanda-tanda kami jual SPHP,” kata Ujang.

    Ujang mengatakan tak hanya di Pasar Minggu, beras SPHP juga belum ada di Pasar Induk Beras Cipinang, sehingga pihaknya belum menjual beras SPHP hari ini.

    “Di Pasar Induk (Pasar Beras Cipinang) saja belum ada kalau saya ke situ kemarin. Jadi bagaimana mau dijual di sini, tidak hanya saya saja, sepertinya pedagang lain di sini (Pasar Minggu) juga belum dapat SPHP. Mungkin yang disalurkan oleh pemerintah buat masyarakat dulu, yang lebih membutuhkan, alias bantuan beras lah,” terangnya.

    Foto: Penyaluran bantuan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum menjangkau seluruh pasar di Indonesia, terutama di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata)
    Penyaluran bantuan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum menjangkau seluruh pasar di Indonesia, terutama di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pangan kuat, negara berdaulat

    Pangan kuat, negara berdaulat

    Petani memilah jerami hasil giling padi saat panen di kawasan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (24/6/2025). Menurut data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah pertumbuhan ekonomi Jateng tercatat pada triwulan satu 2025 sebesar 4,96 persen year on year (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional sebesar 4,87 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong panen raya padi pada bulan Maret dan April. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nz.

    Pangan kuat, negara berdaulat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 28 Juli 2025 – 07:28 WIB

    Elshinta.com – Ketika Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo menutup sambutannya dalam acara penganugerahan inovasi benih dan bibit beberapa waktu lalu, satu kalimat sederhana namun menggugah dilontarkannya bahwa “Pangan kuat, negara berdaulat.”

    Pernyataan ini bukan sekadar slogan. Namun mencerminkan visi besar tentang betapa pentingnya kemandirian pangan dalam menjamin kedaulatan dan stabilitas sebuah negara.

    Pangan yang kuat berarti kemampuan bangsa untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri, tanpa ketergantungan berlebih terhadap impor.

    Ketika ketahanan ini dibangun secara sistematis dan berkelanjutan, negara tidak hanya mampu menjaga kestabilan harga, tetapi juga mampu mengantisipasi krisis global dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

    Kemandirian pangan memungkinkan negara menjaga kendali atas kebijakan pangannya sekaligus menjadi fondasi bagi tercapainya kedaulatan pangan.

    Ini sebuah kondisi ketika negara mampu secara mandiri mengatur sistem pangannya, menjamin hak rakyat atas pangan, serta memberi ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem pangan berbasis kearifan lokal.

    Peringatan ini sesungguhnya telah disuarakan jauh sebelumnya oleh Bung Karno. Sang Proklamator pernah menyatakan bahwa urusan pangan adalah soal hidup dan matinya sebuah bangsa. Hari ini, bangsa ini melihat betapa relevan dan visionernya peringatan itu.

    Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) bahkan telah berulang kali mengingatkan dunia akan ancaman krisis pangan global, terutama pascapandemi COVID-19 yang mengguncang sistem produksi dan distribusi pangan dunia.

    Faktor-faktor seperti perubahan iklim ekstrem, ledakan jumlah penduduk, hingga konflik sosial dan bencana kemanusiaan semakin memperkuat urgensi kita untuk bersiap dan berbenah.

    Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia tidak boleh lengah. Ambisi untuk menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045 tidak akan tercapai bila cadangan pangan nasional tidak diperkuat.

    Salah satu strategi krusial adalah memastikan cadangan pangan pemerintah tetap aman dan dikelola secara profesional.

    Indonesia patut belajar dari pengalaman dua tahun lalu, ketika cadangan beras pemerintah menipis drastis. Situasi itu menunjukkan ada yang tidak beres dalam tata kelola cadangan pangan.

    Perum Bulog sebagai operator pun dipertanyakan kapasitasnya dalam merespons kebutuhan negara akan cadangan pangan strategis.

    Apakah persoalannya hanya soal manajemen? Ataukah ada beban keuangan yang mengganggu fokus institusi ini dalam menjalankan fungsinya?

    Masalah seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Ketika tata kelola cadangan beras saja belum optimal, belum lagi tantangan produksi dalam negeri yang mulai melemah, serta daya beli petani yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi, maka sudah saatnya semua pihak bersinergi mencari solusi sistemik, bukan sekadar tambal sulam.

    Di sinilah peran Badan Pangan Nasional menjadi sangat strategis. Sesuai amanat Perpres Nomor 66 Tahun 2021, lembaga ini mengemban tanggung jawab besar dalam urusan pangan nasional.

    Sukses pelaksanaan

    Badan Pangan Nasional harus menjadi penggerak utama, merancang Grand Desain Pencapaian Kedaulatan Pangan yang dilengkapi roadmap dan tahapan teknokratik partisipatif.

    Namun desain yang baik tidak cukup tanpa pelaksanaan yang kuat. Karena itu, prinsip “Sukses Perencanaan sama dengan Sukses Pelaksanaan” harus menjadi mantra dalam setiap tahapan kerja.

    Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan dengan komitmen tinggi dan kompetensi mumpuni, bukan sekadar mengulang retorika lama yang belum menyentuh akar persoalan.

    Menariknya, saat ini juga sedang berkembang wacana strategis dari Presiden Prabowo mengenai transformasi kelembagaan Perum Bulog, dari Badan Usaha Milik Negara menjadi lembaga otonom pemerintah.

    Gagasan ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembalikan Bulog ke marwah aslinya: sebagai alat negara dalam menjaga stabilitas pangan, bukan sekadar entitas bisnis.

    Selama 36 tahun, Bulog pernah berfungsi sebagai lembaga pemerintah non-departemen. Ketika status itu hendak dikembalikan, artinya negara tengah merajut kembali kepercayaan pada mekanisme negara dalam urusan pangan.

    Namun, perubahan ini harus segera dirumuskan secara tepat melalui regulasi yang jelas agar Bulog dapat langsung melaksanakan fungsi-fungsi strategisnya di lapangan.

    Jika ditelisik lebih dalam, kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 memiliki tiga elemen penting mencakup hak negara dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri, jaminan hak rakyat atas pangan, serta hak masyarakat menentukan sistem pangan sesuai potensi lokal. Ketiganya adalah satu kesatuan. Tidak bisa dipisahkan.

    Sayangnya, hingga kini Indonesia belum mampu mewujudkan swasembada pangan secara utuh. Yang ada baru swasembada beras, itu pun fluktuatif, tergantung pada musim dan cuaca.

    Jagung, kedelai, gula, bawang putih, hingga daging sapi masih kita impor. Sementara pengertian pangan menurut UU sangat luas mencakup seluruh produk pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, baik olahan maupun segar, termasuk air dan bahan tambahan pangan.

    Ketahanan pangan di negeri ini juga sedang diuji. Ketersediaan mengalami penurunan, sementara harga di pasar melonjak tanpa kendali. Pemerintah tampak kesulitan menstabilkan harga.

    Padahal, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan dalam jumlah, mutu, dan akses yang aman, bergizi, terjangkau, serta tidak bertentangan dengan budaya dan agama masyarakat. Ini bukan perkara sederhana.

    Begitu pula dengan kemandirian pangan, yang diartikan sebagai kemampuan negara memproduksi pangan dari dalam negeri dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara bermartabat.

    Sayangnya, hingga kini, kemandirian pangan masih terasa sebagai wacana yang lebih sering menjadi hiasan pidato, ketimbang realitas yang bisa dibuktikan di lapangan.

    Jika swasembada, ketahanan, dan kemandirian pangan masih belum dicapai, tentu terlalu jauh membicarakan kedaulatan pangan sebagai tujuan akhir.

    Maka langkah terbaik adalah menjadikan ketiga fondasi tersebut sebagai pijakan menuju cita-cita besar itu.

    Dengan memperkuat sinergi antarinstansi, merombak sistem kelembagaan seperti Bulog, dan menyusun kebijakan pangan berbasis data dan kearifan lokal, bukan tidak mungkin Indonesia akan berdiri tegak sebagai negara yang benar-benar berdaulat secara pangan.

    Kedaulatan pangan bukan sekadar target pembangunan, tetapi hak hidup seluruh rakyat Indonesia. Dan dalam semangat itulah, kita perlu bergerak bersama. Karena pangan kuat, berarti negara berdaulat.

    Sumber : Antara

  • Perlu Efek Jera bagi Penjual Beras Oplosan Nakal

    Perlu Efek Jera bagi Penjual Beras Oplosan Nakal

    Jakarta, Beritasatu.com – Praktik pengoplosan beras dikhawatirkan dapat merusak efektivitas kebijakan pangan, menciptakan distorsi pasar, hingga membahayakan stabilitas sosial apabila dibiarkan meluas.

    Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengungkapkan, ketika masyarakat menemukan bahwa beras yang mereka beli tidak sesuai, maka akan timbul ketidakpercayaan.

    “Bahkan dari program subsidi yang pernah dilakukan uji tidak sesuai mutu atau bobot, maka kepercayaan publik terhadap negara sebagai penyedia pangan akan runtuh,” ujar dia seperti dilansir dari Antara, Minggu (27/7/2025).

    Dalam jangka panjang, dia mengatakan praktik ini dapat menciptakan ketidakstabilan harga dan memperbesar jurang antara regulasi dan kenyataan pasar. “Negara harus hadir secara tegas, tidak hanya dengan retorika, tetapi dengan sistem yang mampu menutup seluruh celah penyimpangan,” ujar Rizal.

    Menurutnya, modus beras oplosan terus hidup karena lemahnya pengawasan pada titik distribusi akhir, tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, serta longgarnya mekanisme kontrol atas mitra distribusi Perum Bulog.

    Dia menambahkan, rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang panjang dan tidak transparan, menciptakan ruang bagi aktor-aktor di hilir untuk menyisipkan praktik pengoplosan secara sistematis.

    “Ini diperburuk oleh absennya early warning system berbasis data, serta tidak adanya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola logistik dan sertifikasi penyalur. Selama logika ekonomi masih menguntungkan pelaku, dan sanksi tidak memberikan efek jera, sistem ini akan terus berputar,” ujar Rizal.

  • Praktik Beras Oplosan Terbongkar di Riau, Begini Modusnya

    Praktik Beras Oplosan Terbongkar di Riau, Begini Modusnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap praktik pengoplosan beras yang terjadi di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau.

    Dalam kasus tersebut, polisi telah menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka.

    Oknum tersebut menjual beras di kisaran Rp5.000–Rp7.000 per kilogram, atau lebih mahal dari yang seharusnya. Bahkan, diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, kualitas beras juga diduga berada di bawah standar mutu.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran menyebut praktik pengoplosan beras telah merusak program SPHP yang diatur dalam Undang-Undang No. 18/2012 tentang Pangan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.

    “Pengungkapan ini menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pangan, sesuai arahan yang kita diskusikan,” kata Amran dalam keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).

    Padahal, Amran menjelaskan bahwa program SPHP untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi.

    “Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi. Saya bangga Polda Riau bergerak cepat pasca diskusi kita,” ujarnya.

    Dia menjelaskan bahwa pemerintah memperketat pengawasan distribusi beras SPHP yang berlangsung di seluruh Indonesia dengan melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan jajaran kepolisian di daerah.

    Selain itu, Amran juga menyinggung temuan sebelumnya bahwa 212 merek beras di 10 provinsi bermasalah, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun akibat praktik serupa.

    “Kami akan terus bersinergi dengan Satgas Pangan Mabes Polri dan aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang bermain-main dengan pangan rakyat. Pelaku harus dihukum berat untuk efek jera,” ujarnya.

    Modus Operandi Beras Oplosan

    Untuk diketahui, operasi yang dipimpin Direktorat Reskrimsus Polda Riau di bawah Kombes Ade Kuncoro mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R.

    Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang (repacking) menjadi beras SPHP.

    Kedua, pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

    Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan bahwa barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

    “Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” ujar Herry.

    Herry menyampaikan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

    Respons Bulog soal Beras Oplosan di Riau

    Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani memastikan beras yang dioplos dalam bentuk kemasan SPHP di Riau bukanlah beras SPHP. Adapun, oknum ini telah diringkus oleh Direktorat Pinwil Khusus Polda Riau pada 24 Juli 2025.

    Rizal menuturkan, modus operasi yang dilakukan oknum ini adalah dengan membeli kantong beras SPHP bekas dengan mengisinya dengan beras seharga Rp8.000 per kilogram di Pelalawan.

    “Kemudian dengan beras yang Rp8.000 [per kilogram] itu ditambah lagi beras reject yang pecahan-pecahan itu, dimasukkan ke dalam beras SPHP, dimasukkan ke dalam kantong beras packing SPHP,” ujar Rizal saat ditemui di Koperasi Kelurahan Merah Putih Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (27/7/2025).

    Setelahnya, lanjut Rizal, oknum tersebut menjahit kemasan SPHP bekas dan menjualnya di pasar seharga Rp13.000 per kilogram.

    “Nah hasil pemeriksaan dan hasil penelitian bahwa yang bersangkutan mengaku itu [melakukan repacking]. Jadi bukan beras Bulog yang dijadikan oplosan, tapi kantongnya yang dipakai untuk jualan SPHP itu,” terangnya.

    Atas kejadian ini, Perum Bulog telah menerjunkan tim ke seluruh wilayah untuk mengontrol beras SPHP di pasaran, termasuk melibatkan Bintara Pembina Desa/Samudera/Angkasa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).

    Di samping itu, Bulog juga akan mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang menyediakan karung SPHP bekas dan melakukan repacking beras SPHP.

    “Dan kemudian juga kami libatkan teman-teman Koperasi Merah Putih juga untuk bantu-bantu ngawasin. Kalau ada yang nakal kasih tahu, laporin ke Satgas Pangan biar ada tindakan,” tandasnya.

  • Bos Bulog Geram, Karung Beras SPHP Dijual Bebas di Shopee dan TikTok-Tokopedia

    Bos Bulog Geram, Karung Beras SPHP Dijual Bebas di Shopee dan TikTok-Tokopedia

    Bisnis.com, JAKARTA — Perum Bulog mengaku geram dengan adanya  karung beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) bekas yang dijual secara bebas di platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee.

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengatakan penjualan karung beras SPHP merupakan tindakan ilegal, 

    “Bahaya itu. Nah ini makanya saya perintahkan Direktur Pengadaan hari ini untuk bertindak, jangan sampai ada jual-jual karung yang ilegal,” kata Rizal saat ditemui di Koperasi Kelurahan Merah Putih Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (27/7/2025).

    Rizal menyatakan Bulog akan mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang menyediakan karung SPHP bekas dan melakukan repacking beras SPHP.

    Berdasarkan pantauan Bisnis, terdapat beberapa penjual di Tokopedia yang menjual karung plastik beras SPHP laminasi ukuran 5 kilogram. Selain karung beras SPHP, penjual juga menjual karung plastik beras merek lain.

    Bisnis juga menemukan praktik penjualan karung SPHP di platform e-commerce Shopee, dengan harga satuan lebih murah. 

    Adapun Shopee dan TikTok-Tokopedia merupakan dua e-commerce terbesar di Indonesia saat ini dengan pangsa pasar di atas 20%. 

    Karung SPHP di Tokopedia

    Karung SPHP di Shopee

    Lebih lanjut, Rizal menuturkan, nantinya Bulog akan menambahkan hologram hingga identitas khusus yang menandakan bahwa beras tersebut merupakan beras SPHP asli. Dengan begitu, diharapkan masyarakat percaya dengan beras SPHP yang dipasarkan Bulog.

    “Nanti dari Direktur Pengadaan akan menambahkan hologram kah, atau id-id khusus kah, atau semacam kalau dulu ada semacam kertas yang ditempel di dalam itu. Sehingga nanti para pembeli beras SPHP itu yakin, oh ini beras betul-betul asli, berasnya Bulog. Kalau nggak ada tanda gini, berarti bukan beras Bulog nih, nah gitu,” tuturnya.

    Dia menyampaikan rencana penambahan hologram dan identitas khusus ini seiring dengan temuan beras oplosan yang dikemas ulang (repack) ke dalam kantong beras SPHP bekas di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau.

    Adapun, oknum ini telah diringkus Direktorat Pinwil Khusus Polda Riau pada 24 Juli 2025. Rizal mengungkap modus operasi yang dilakukan oknum ini adalah dengan membeli kantong beras SPHP bekas dengan mengisinya dengan beras seharga Rp8.000 per kilogram.

    “Kemudian dengan beras yang Rp8.000 [per kilogram] itu ditambah lagi beras reject yang pecahan-pecahan itu, dimasukkan ke dalam beras SPHP, dimasukkan ke dalam kantong beras packing SPHP,” tuturnya.

    Setelahnya, sambung Rizal, oknum bakal menjahit kemasan SPHP bekas dan menjualnya di pasar seharga Rp13.000 per kilogram.

    “Nah hasil pemeriksaan dan hasil penelitian bahwa yang bersangkutan mengaku itu [melakukan repacking]. Jadi bukan beras Bulog yang dijadikan oplosan, tapi kantongnya yang dipakai untuk jualan SPHP itu,” terangnya.

    Adapun, Rizal menyatakan Perum Bulog telah menerjunkan tim ke seluruh wilayah untuk mengontrol beras SPHP di pasaran, termasuk melibatkan Bintara Pembina Desa/Samudera/Angkasa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).

    “Dan kemudian juga kami libatkan teman-teman Koperasi Merah Putih juga untuk bantu-bantu ngawasin. Kalau ada yang nakal kasih tahu, laporin ke Satgas Pangan biar ada tindakan,” pungkasnya.

  • Pengamat Blak-blakan Syarat Foto KTP Persulit Penyaluran Beras SPHP

    Pengamat Blak-blakan Syarat Foto KTP Persulit Penyaluran Beras SPHP

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai syarat pembelian beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) yang diperketat justru mempersulit penyaluran program ini.

    Untuk diketahui, pemerintah melalui Perum Bulog akan menyalurkan beras SPHP periode Juli–Desember 2025 sebanyak 1,31 juta ton. Sementara itu, sampai dengan 21 Juli 2025 pukul 08.00 WIB, penyaluran beras SPHP baru mencapai 182.214 ton dari total pagu tahun 2025 sebesar 1,5 juta ton.

    Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan penyaluran beras SPHP tahun ini jauh lebih ketat agar penyaluran sesuai tujuan.

    Dia menjelaskan bahwa warga harus membawa KTP untuk keperluan foto dan diunggah di aplikasi Klik SPHP saat mitra menjual beras SPHP ke konsumen.

    Selain itu, pengecer juga harus menandatangani surat pernyataan di atas meterai. Namun, dia menuturkan bahwa persyaratan super ketat seperti ini belum diberlakukan pada tahun sebelumnya. 

    “Hampir bisa dipastikan karena skema super ketat ini yang membuat penyaluran SPHP seret,” kata Khudori dalam keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).

    Lebih lanjut, Khudori menyampaikan bahwa pengecer harus mendaftar dan direkomendasikan oleh dinas ketahanan pangan dan unit pengelola teknis (UPT) pengelola pasar sebelum menjadi mitra penyalur SPHP.

    Pendaftaran ini kemudian diajukan ke kantor pusat Perum Bulog untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, maka mitra harus mengunduh aplikasi Klik SPHP. Aplikasi ini juga dirancang untuk memesan beras SPHP.

    Namun, pengecer akan ditindak sesuai Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar jika melanggar ketentuan.

    Selain itu, pelanggaran oleh pengecer juga terancam hukuman sebagaimana tertuang dalam Pasal 139 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yakni sanksi penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

    “Akibat persyaratan ini, sejumlah calon pengecer mundur teratur. Mereka khawatir tak bisa memastikan beras di konsumen tak dijual lagi,” ujar Khudori.

    Di sisi lain, Khudori mengatakan bahwa harga beras terus naik. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga beras pada Juli 2025 merambat ke atas setiap minggunya.

    “Kalau harga terus naik itu pertanda pasokan beras di pasar terbatas. Beras SPHP yang diharapkan mengguyur pasar dalam jumlah besar, masif, dan menjangkau wilayah luas ternyata jauh dari harapan,” tuturnya.

    Dalam catatan Bisnis, Perum Bulog mewajibkan masyarakat mengunggah foto setiap melakukan pembelian beras SPHP agar tidak melakukan penyelewengan. Adapun, bukti foto ini nantinya harus diunggah ke dalam aplikasi Klik SPHP.

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengatakan syarat foto ini merupakan bentuk pengetatan Perum Bulog bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas). Pembeli beras SPHP juga dibatasi pembeliannya maksimal dua kemasan ukuran lima kilogram dan tidak boleh dijual kembali.

    “Setiap pembelian [beras SPHP] sekarang juga sudah diperintahkan itu difoto, siapa yang beli difoto dan difoto itu nanti di-upload di aplikasi,” kata Rizal dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Unggahan foto ini merupakan tanda bukti pembeli pernah membeli beras SPHP. “… sehingga apabila di kemudian hari ada pemeriksaan dan lain sebagainya, ada bukti-bukti otentik bahwa memang pembelian tersebut ada dokumentasinya dan lain sebagainya,” terangnya.

    Dia menjelaskan pengetatan syarat penyaluran beras SPHP dilakukan agar tidak dimanfaatkan oknum yang tak bertanggungjawab. Alhasil, Perum Bulog bersama Bapanas telah membuat aturan bahwa setiap ritel atau kios-kios yang menjual beras membuat surat pernyataan.

    “Surat pernyataan itu bahwa sanggup untuk tidak melanggar aturan sesuai dengan Juknis, dan yang kedua, apabila melanggar, siap diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” terangnya.

    Adapun, aturan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Rizal menyatakan pelanggaran terhadap penyaluran beras program SPHP bisa dikenai dendanya hingga Rp2 miliar atau hukuman penjara maksimal empat tahun.

    “Ini yang untuk memberikan shock therapy kepada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyelewengkan beras-beras SPHP ini,” ujarnya.

    Dia menjelaskan bahwa setiap pengecer wajib masuk dalam aplikasi klik SPHP dengan mencantumkan identitas berupa KTP hingga surat izin usaha. “Sehingga yang menyalurkan itu betul-betul teridentifikasi dengan baik, tidak ilegal ataupun yang diyakinkan pasti legal,” ujarnya.

    Selanjutnya, pemesanan dari masing-masing pasar pengecer maksimal sebesar dua ton. Namun, pengecer tidak boleh melakukan pemesanan jika stok beras SPHP belum terjual habis. “Kira-kira tinggal 10% atau tinggal 5% baru boleh pesan yang kedua kalinya,” pungkasnya.

  • Bulog Perumahan Bisa Tekan Harga Rumah Subsidi Lebih Murah – Page 3

    Bulog Perumahan Bisa Tekan Harga Rumah Subsidi Lebih Murah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengusulkan pembentukan badan khusus yang menjadi offtaker rumah subsidi, semacam Perum Bulog. Ia mengklaim hitungannya menunjukkan bahwa konsep ini bisa membuat harga jual rumah subsidi jadi lebih murah.

    Fahri menjelaskan, saat ini pengembang kerap kesulitan menjual rumah subsidi. “Bulog Perumahan” digadang-gadang mampu menjadi pemeran kunci untuk menyerap rumah subsidi tersebut, sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Konsepnya serupa dengan Perum Bulog yang menyerap komoditas seperti beras dan jagung.

    “Ya seperti Bulog juga, dia mengambil gabah dari petani, ya sama, ini juga mengambil dari produsen-produsen perumahan, yang membangun rumah sosial atau rumah subsidi di lokasi yang mendapatkan perizinan dari pemerintah,” kata Fahri di Kementerian BUMN, dikutip Sabtu (26/7/2025).

    Harga Lebih Murah 

    Fahri mengungkapkan, unsur subsidi pada rumah yang diserap “Bulog Perumahan” ini berasal dari harga tanah, bukan lagi subsidi berbasis cicilan seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saat ini. Fahri menghitung, harga jual rumah subsidi nantinya bisa lebih murah ketimbang harga saat ini.

    “Elemen subsidinya kita pindahkan dari subsidi cicilan kepada subsidi tanah, (harga rumah subsidi) akan jauh lebih murah,” tegasnya.

    Meski demikian, Fahri menyatakan bahwa saat ini disepakati untuk lebih dahulu mendalami usulan tersebut, termasuk mencari contoh terbaik di seluruh dunia.

    “Tadi terus terang kami sepakat bahwa kita akan mendalami dulu. Nanti antara tim kita perkuat dulu untuk mengambil best practice yang ada di seluruh dunia, sehingga kita bisa nanti tentu dengan izin Presiden ini bisa mulai dijalankan,” terangnya.

     

  • Kolaborasi BULOG dan TNI Terus Berlanjut Lewat Gerakan Pangan Murah di YONIF 328/Dirgahayu, Cilodong – Page 3

    Kolaborasi BULOG dan TNI Terus Berlanjut Lewat Gerakan Pangan Murah di YONIF 328/Dirgahayu, Cilodong – Page 3

    Sebagai bentuk komitmen terhadap program ini, Direktur Utama Perum BULOG, Ahmad Rizal Ramdhani, turun langsung meninjau pelaksanaan di lapangan. “Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya BULOG dalam memastikan tersedianya pangan pokok dengan harga terjangkau, khususnya bagi masyarakat dan keluarga besar TNI. BULOG mengucapkan terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya atas dukungan dari Jajaran TNI yang luar biasa kepada BULOG,” ungkap Rizal saat memberikan keterangan.

    Pada kegiatan ini, BULOG menyediakan sejumlah komoditas dengan harga stabil, yaitu Beras SPHP sebanyak 10 ton dengan harga Rp12.500/kg atau Rp62.500,00 per bag, Minyak Goreng Minyak Kita sebanyak 2 ton dengan harga Rp15.700/liter dan Gula Pasir sebanyak 1 ton dengan harga Rp17.500/kg. Pembelian beras SPHP dibatasi maksimal dua kemasan per konsumen. Mekanisme ini diterapkan agar beras SPHP dapat dijangkau oleh masyarakat lebih merata, tepat sasaran dan tidak diperjualbelikan kembali secara ilegal.

    Pihak TNI menunjukkan dukungan kepada BULOG dalam berbagai penugasan pemerintah, utamanya dalam dukungan logistik. “Kami sangat mendukung program ini, karena sangat dirasakan oleh masyarakat langsung, terlihat dari animo pengunjung baik masyarakat sekitar maupun keluarga besar TNI,” ujar Kasdivif 1 Kostrad, Brigadir Jenderal TNI Vivin Alvianto.

  • Wamen PKP Lapor Erick Thohir, Usul Bentuk Bulog Perumahan – Page 3

    Wamen PKP Lapor Erick Thohir, Usul Bentuk Bulog Perumahan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengusulkan pembentukan semacam “Bulog di sektor perumahan”. Usulan ini telah disampaikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir.

    Fahri menjelaskan, perlu ada badan khusus atau perusahaan yang bertindak sebagai offtaker (penyerap) dari rumah subsidi yang dibangun pengembang. Konsepnya tidak jauh berbeda seperti Perum Bulog yang menyerap hasil panen petani lokal.

    “Tinggal rumah, nih, rumah ini belum ada Bulog-nya, sehingga saya tadi mengajukan usulan kepada Menteri BUMN Pak Erick untuk memikirkan berdirinya Bulog untuk perumahan ini,” kata Fahri di Kantor Kementerian BUMN, dikutip Sabtu (26/7/2025).

    Fahri menyebut, perusahaan konstruksi kerap kebingungan menjual rumah subsidi. Padahal, angka backlog kepemilikan rumah disebut mencapai 10-15 juta unit. Untuk itu, diperlukan badan khusus yang menyerap langsung sebelum disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan.

    “Karena apa pun harus ada offtaker, supaya perusahaan-perusahaan konstruksi perumahan itu tidak perlu pusing. Katanya backlog ada 10 sampai 15 juta, tapi kok mesti pemasaran, kok mesti jungkir balik menjual, susah segala macam. Ini kan pasti ada masalah,” ucapnya.

    “Nah, masalahnya dalam usulan saya itu adalah hadirnya sebuah Bulog perumahan yang tentu nanti berasal dari BUMN yang ada,” sambungnya.

     

     

  • Pemerintah Bakal Hapus HET Beras Medium-Premium, Pedagang Lega! – Page 3

    Pemerintah Bakal Hapus HET Beras Medium-Premium, Pedagang Lega! – Page 3

    Diberitakan sebelumnya, Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (KPPIBC), Zulkifli Rasyid, telah meminta pemerintah mencabut HET untuk beras medium umum. Namun, dia sepakat HET tetap berlaku untuk beras cadangan Perum Bulog, yaitu Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

    Menurut Zulkifli, beras SPHP adalah barang yang disubsidi pemerintah, sehingga sudah sepatutnya diatur harga jualnya agar lebih murah didapatkan masyarakat. Namun, dia tak sepakat HET berlaku untuk beras umum, meskipun dalam kategori kualitas medium.

    “Sebab, beras Bulog itu adalah modal dan subsidi pemerintah jika sudah dilepas ke masyarakat. Misalnya, belinya Rp 12.500, dijual Rp 11.000, berarti ada subsidi pemerintah Rp 1.500 per kilo; itu saya setuju HET-nya. Tapi, saya tidak sependapat dengan beras lokal, atau beras yang berasal dari luar, yang diterapkan HET,” ungkap Zulkifli saat berbincang dengan Liputan6.com, di PIBC, Jakarta, pada Senin (14/7/2025).