BUMN: Pertamina Patra Niaga

  • BPH Migas sebut penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dorong sektor produktif

    BPH Migas sebut penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dorong sektor produktif

    BBM subsidi dan kompensasi diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor produktif dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan kompensasi secara tepat sasaran turut mendorong pengembangan sektor produktif.

    Menurut dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, penerbitan surat rekomendasi melalui aplikasi XStar BPH Migas bertujuan agar penyaluran pemanfaatan BBM subsidi dan kompensasi tepat sasaran bagi konsumen pengguna.

    “BBM subsidi dan kompensasi diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor produktif dan meningkatkan perekonomian masyarakat,” katanya dalam acara “Sosialisasi Penggunaan Aplikasi XStar BPH Migas”, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (23/4).

    Kegiatan tersebut dihadiri organisasi perangkat daerah (OPD) serta kepala desa di Lombok Barat.

    Saleh menyampaikan sektor pertanian, perikanan, peternakan, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Untuk menggerakkan kekuatan ini menjadi sektor yang produktif, pemerintah memberikan berbagai dukungan, seperti BBM subsidi dan khusus penugasan.

    “Dalam sektor produktif, peran BBM itu sangat penting yaitu menggerakkan roda-roda produksi. Program BBM subsidi atau solar dan BBM khusus penugasan atau pertalite ini menjadi program pemerintah yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya pula.

    Saleh melanjutkan sejalan dengan menggeliatnya sektor-sektor produktif, maka taraf hidup masyarakat diharapkan dapat meningkat.

    Saat ini, kesadaran masyarakat untuk maju dan berkembang semakin tinggi, antara lain terlihat dari semakin banyaknya petani, nelayan dan UMKM yang mengajukan surat rekomendasi BBM.

    “Perkembangan kesadaran masyarakat ini menjadi perhatian dari seluruh OPD. Di beberapa tempat termasuk nelayan, sekarang, banyak yang mengajukan permintaan pembangunan stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN). Mereka melihat potensi ekonomi di sektor produktif nelayan itu sangat besar, termasuk juga sektor pertanian dan lainnya,” kata Saleh.

    Aplikasi XStar BPH Migas juga memberikan kemudahan, baik bagi OPD selaku penerbit surat rekomendasi maupun konsumen pengguna.

    “Pemanfaatan aplikasi XStar terus disosialisasikan karena memberikan kemudahan dalam penerbitan surat rekomendasi. Kalau dulu nelayan atau petani ketika mengajukan permintaan surat rekomendasi harus datang langsung ke dinas terkait atau kepala desa, padahal lokasi tempat tinggalnya jauh dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mendapatkannya. Sekarang dengan sistem online ini, surat rekomendasi dapat langsung dikerjakan langsung saat itu juga. Yang penting, petani atau nelayan bersangkutan membawa semua dokumen-dokumen untuk diserahkan ke kepala desa atau dinas terkait dan akan segera diproses,” katanya menegaskan.

    Jangka waktu pemberlakuan surat rekomendasi yang semula satu bulan, kini telah diubah menjadi tiga bulan untuk mempermudah OPD melakukan evaluasi pemanfaatan BBM subsidi dan khusus penugasan tersebut apakah sudah tepat sasaran, tepat guna, dan tepat volume.

    “Sekarang, kami berikan jangka waktu tiga bulan. Untuk memudahkan sekaligus untuk mengevaluasi benar tidak petani atau nelayan kita ini menggunakan BBM sesuai kebutuhan. Pada saat misalnya tidak melaut, tentu saja kebutuhan BBM turun. Kami sudah membuat tabel yang sangat mudah bagi OPD untuk mengevaluasi usulan para pemohon ini. Kami berikan panduannya, pedomannya,” katanya lagi.

    Pada kesempatan yang sama, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Barat Lalu Najamudin menyampaikan, ketahanan pangan dan ketahanan energi menjadi komitmen Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global.

    Pemerintah Kabupaten Lombok Barat mendukung penggunaan aplikasi XStar dan QR code untuk pembelian BBM jenis solar dan pertalite agar subsidi pemerintah tepat sasaran, sekaligus mendukung sektor pertanian, perikanan dan konsumen lainnya.

    “Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan penggunaan energi oleh masyarakat kita ini tepat sasaran.Tidak terjadi penyelewengan penggunaan, tidak terjadi penimbunan segala macam. Karena kalau terjadi penimbunan, kasihan masyarakat kita yang sangat membutuhkan,” katanya lagi.

    Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman (kiri) saat monitoring penyediaan dan pendistribusian BBM subsidi dan kompensasi, di SPBU Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Selasa (22/4/2025). ANTARA/HO-BPH Migas

    Monitoring SPBU

    Selain melakukan sosialisasi aplikasi XStar kepada OPD dan kepala desa, Saleh juga melakukan monitoring penyediaan dan pendistribusian BBM subsidi dan kompensasi ke sejumlah SPBU,, di Kabupaten Lombok Tengah, Selasa (22/4).

    Dalam kunjungan di salah satu SPBU di Kecamatan Praya Timur, didapati sebagian besar konsumen merupakan petani yang menggunakan surat rekomendasi untuk membeli BBM subsidi dan kompensasi.

    “Alhamdulillah, banyak kegiatan ekonomi masyarakat di daerah ini yang membutuhkan BBM solar maupun pertalite. Kami sampaikan ke pihak SPBU agar melayani masyarakat sesuai prosedur, harus menggunakan surat rekomendasi. Volumenya juga harus tepat, dan betul-betul diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya,” katanya lagi.

    Sales Branch Manager PT Pertamina Patra Niaga Wilayah NTB Tommy Wisnu Ramdan menyampaikan pihaknya akan terus memberi edukasi kepada konsumen pengguna dan pihak SPBU ketentuan penggunaan surat rekomendasi.

    Di samping itu, ujarnya, berkoordinasi dengan OPD dan kepala desa agar menerbitkan surat rekomendasi sesuai dengan panduan dari BPH Migas.

    Pewarta: Kelik Dewanto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kejagung ungkap Relasi Karen Agustiawan dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Kejagung ungkap Relasi Karen Agustiawan dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa bekas Direktur Utama Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meneken kontrak dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM). 

    Dalam data pemilik manfaat atau beneficial owner yang dihimpun Bisnis, PT OTM adalah perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang banyak dikaitkan dengan pengusaha, Mohammad Riza Chalid atau Riza Chalid.

    Seperti diketahui, Andrianto Riza adalah salah satu tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Kasus ini ditengarai merugikan negara triliunan rupiah

    “Pada 2014 itu, yang bersangkutan [Karen] memberikan persetujuan terhadap kontrak yang berlangsung selama kalau nggak salah 10 tahun, terhadap kontrak storage,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, penyidik pada Jampidsus Kejagung masih perlu mendalami peran Karen pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang tersebut.

    Di samping itu, Harli juga tidak ingin berandai-andai soal Karen bakal diperkarakan pada kasus ini. Sebab, pembuktian untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab bakal bergantung penyidik.

    “Iya, semua itu berpulang bagaimana fakta hukumnya. Tapi bahwa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan untuk memperkuat ya, peran-peran dari para tersangka ini,” pungkasnya.

    Pemeriksaan Karen

    Sekadar informasi, Karen diperiksa pada Selasa (23/4/2025). Selain Karen, Kejagung juga turut memeriksa lima saksi lainnya.

    Adapun saksi yang diperiksa itu yakni, GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal; AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group; RS selaku Analyst Product ISC Pertamina; AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI; dan BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2021 di Kementerian Keuangan.

    “Tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa KA (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Adapun Karen sebelumnya divonis hukuman 13 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011—2021 yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Keenam saksi tersebut diperiksa untuk sembilan tersangka dalam kasus ini. “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

    Kejagung dalam kasus ini telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun 2018—2023.

    Sembilan tersangka itu, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

  • Kejagung Periksa Karen Agustiawan dalam Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Kejagung Periksa Karen Agustiawan dalam Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

    “Tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa KA (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Adapun Karen sebelumnya divonis hukuman 13 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011—2021 yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Selain itu, penyidik juga memeriksa lima saksi lainnya, yaitu:

    GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal.
    AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group.
    RS selaku Analist Product ISC Pertamina.
    AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI.
    BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dana kompensasi atas kekurangan penerimaan badan usaha akibat kebijakan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2021 di Kementerian Keuangan.

    Dikatakan oleh Kapuspenkum bahwa keenam saksi tersebut diperiksa untuk sembilan tersangka dalam kasus ini.

    “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

    Kejagung dalam kasus ini telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada tahun 2018—2023.

    Sembilan tersangka itu, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

  • Perkuat Industri Hilir, Pertamina Kembangkan Produk Petrokimia

    Perkuat Industri Hilir, Pertamina Kembangkan Produk Petrokimia

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina Petrochemical Trading (Pertachem), anak perusahaan Subholding Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga, mengambil peran strategis dalam pengembangan produk petrokimia yang bernilai tambah tinggi. Proyek ini diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam membangun ekosistem industri berbasis bahan baku dalam negeri.

    Green Coke sebagai salah satu portofolio yang dipasarkan Pertachem menjadi bagian penting dalam mendukung agenda hilirisasi nasional, membuka peluang investasi, serta memperkuat daya saing Indonesia di pasar regional dan global.

    Green Coke, atau yang dikenal juga sebagai Petroleum Coke, merupakan produk akhir dari proses pengolahan minyak bumi yang dihasilkan melalui pemanasan unit Delayed Coking Unit (DCU). Produk ini berbentuk padatan karbon berwarna hitam dan memiliki nilai energi yang tinggi. Di Indonesia, Green Coke diproduksi oleh Pertamina Group melalui fasilitas produksi di Refinery Unit II Dumai, PT Kilang Pertamina Internasional.

    Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap Green Coke di pasar nasional dan regional, pada bulan April 2025 ini, Direktur Utama PT Pertachem, Oos Kosasih menandatangani kerjasama perjanjian penjualan Green Coke dengan PT Indonesia BTR New Energy Material.

    Kolaborasi strategis bersama PT Indonesia BTR New Energy Material merupakan komitmen Pertachem pada hilirisasi produk baterai khususnya pada komponen anoda.

    Dijalankannya pasokan Green Coke dari Pertachem turut mendorong kemandirian bahan baku industri nasional. Inisiatif ini menjadi bagian dari perjalanan berkelanjutan kami dalam memperkokoh fondasi industri nasional yang tangguh dan mandiri.

    “Salah satu portfolio produk Pertachem, Green Coke menjadi bagian penting dalam rantai pasok energi. Pertachem hadir untuk memenuhi kebutuhan Green Coke yang tentunya hal ini diharapkan dapat mewujudkan swasembada energi nasional,” kata Oos Kosasih, dikutip Jumat (18/4/2025).

    Melihat potensi market terhadap produk Green Coke, Pertachem sangat optimis didukung dengan kestabilan pasokan dari Pertamina Grup, dalam memasarkan produk Green Coke ke pasar domestik dan regional. “Pemasaran Green Coke diproyeksikan akan mengalami tren positif yang signifikan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan anoda baterai di pasar global,” tambah Oos Kosasih.

    Green Coke memiliki peran penting untuk berbagai sektor industri skala besar diantaranya yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan Anoda Grafit Aritifisial (Komponen pembuatan Baterai seperti di Electric Vehicle, Electronic, dll); Bahan baku Calcined Coke (digunakan sebagai bahan pengurai pada pabrik alumunium; Reduktor dalam proses peleburan timah; Bahan penambah kadar karbon pada industri logam atau pelebur baja); Alternatif bahan bakar (digunakan sebagai alternatif efisien bahan bakar dalam proses industri, dikarenakan memiliki nilai kalori (Net Calorific Value) yang lebih tinggi.

    Green Coke yang dipasarkan oleh Pertachem hadir dengan spesifikasi unggul, yaitu dengan kadar sulfur rendah sebesar 0,5% (Low Sulphur) dan Ash Content hanya 0,1%. Selain itu, Green Coke juga memiliki nilai kalori (Net Calorific Value) yang lebih tinggi yaitu sekitar 7500 – 8500 Cal/kg. Dengan kandungan sulfur yang lebih rendah berkontribusi pada kualitas udara yang lebih baik dan dampak lingkungan yang lebih rendah.

    Selain memperkuat pemasaran dan penjualan produk Green Coke, Pertachem sebagai marketing arm produk petrokimia Pertamina, juga akan terus memperluas pengembangan jaringan pemasaran produk lainnya seperti Produk Chemical (Solvent, Paraffin Wax, Sulphur, Caustic Soda, Methanol, SMO, Calcium Carbonate, Purified Terephtalic Acid, dan lainnya); Produk Polymer (Polypropylene, Polyethylene, Polystyrene, Masterbatch, Polyvinyl Chloride, Polytehylene Terephtalate, dan Ethyl Vinyl Acetate); dan Produk Aromatic Olefin (Paraxylene, Benzene, Propylene, Orthoxylene).

    (pgr/pgr)

  • Bahan Baku Baterai Ini Jadi Andalan Indonesia Menuju Swasembada Energi!

    Bahan Baku Baterai Ini Jadi Andalan Indonesia Menuju Swasembada Energi!

    Jakarta: Perjalanan Indonesia menuju swasembada energi makin nyata. Salah satu pemain pentingnya? PT Pertamina Petrochemical Trading atau Pertachem, anak usaha dari PT Pertamina Patra Niaga. 
     
    Lewat produk petrokimia bernilai tambah tinggi seperti Green Coke, Pertachem ikut mendorong agenda hilirisasi industri nasional dan memperkuat ketahanan energi dalam negeri.

    Apa itu green coke?
    Green Coke, atau petroleum coke, adalah produk padat karbon hasil proses pemanasan minyak bumi melalui unit Delayed Coking Unit (DCU). Produk ini berwarna hitam, kaya energi, dan punya berbagai fungsi penting di sektor industri.
     
    Green Coke diproduksi oleh Pertamina Group di Refinery Unit II Dumai dan PT Kilang Pertamina Internasional. Produk ini bukan sekadar bahan bakar alternatif, tetapi juga bahan baku utama dalam pembuatan anoda baterai, pengolahan aluminium, logam, hingga sebagai penambah kadar karbon pada industri baja.

    Dengan kadar sulfur rendah (0,5 persen) dan ash content hanya 0,1 persen, Green Coke yang dipasarkan Pertachem juga ramah lingkungan dan punya nilai kalor tinggi (sekitar 7.500-8.500 Cal/kg). Kualitas ini membuatnya kompetitif di pasar global.
     

    Kolaborasi strategis menuju ekosistem energi mandiri
    Pada April 2025, Pertachem menandatangani perjanjian penjualan Green Coke dengan PT Indonesia BTR New Energy Material, salah satu produsen anoda terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. 
     
    Langkah ini jadi titik penting dalam rantai pasok energi, khususnya untuk mendukung pengembangan baterai kendaraan listrik dan perangkat elektronik.
     
    “Salah satu portfolio produk Pertachem, Green Coke menjadi bagian penting dalam rantai pasok energi. Pertachem hadir untuk memenuhi kebutuhan Green Coke yang tentunya hal ini diharapkan dapat mewujudkan swasembada energi nasional,” kata Direktur Utama PT Pertachem, Oos Kosasih dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 April 2025.
     
    Pertachem optimistis tren pasar Green Coke akan terus meningkat, seiring naiknya permintaan anoda baterai secara global. 
     
    “Pemasaran Green Coke diproyeksikan akan mengalami tren positif yang signifikan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan anoda baterai di pasar global,” tambah Oos Kosasih.
    Indonesia punya potensi jadi pemain kunci
    Sementara itu, Presiden Direktur PT Indonesia BTR New Energy Material, Wu Lei mengapresiasi dukungan Pertamina karena telah memenuhi bahan baku produksi anoda yaitu Green Coke. Kedepannya dengan meningkatnya produksi anoda hingga 160.000 ton per tahun, harapannya kerja sama ini dapat terus berlanjut dan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. 
     
    “Dengan kapasitas produksi tersebut Indonesia berpotensi menjadi pemain utama sebagai pemasok anoda di industri baterai global,” imbuh Wu Lei.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Jaga Layanan SPBU, Pertamina Hadirkan Bengkel Khusus Konsumen di Kalsel

    Jaga Layanan SPBU, Pertamina Hadirkan Bengkel Khusus Konsumen di Kalsel

    Liputan6.com, Balikpapan – Sebagai langkah konkret PT Pertamina Patra Niaga Region Kalimantan dalam merespons informasi masyarakat terkait gangguan performa kendaraan di wilayah Kaltim, berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (9/4/2025), Pertamina menyatakan komitmennya untuk menyediakan bengkel pemeriksaan khusus di 10 kota/kabupaten di Kalimantan Timur.

    Langkah ini merupakan bentuk kepedulian Pertamina terhadap konsumen, sekaligus upaya menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat. Bengkel tersebut akan difokuskan untuk memeriksa kendaraan yang mengalami masalah. “Kami ingin memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat tetap optimal, dan semua keluhan dapat ditindaklanjuti secara profesional. Saat ini tim kami sudah bergerak dalam proses penyediaan bengkel, terutama di Balikpapan, Samarinda, dan Bontang,” ujar Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Region Kalimantan, Edi Mangun.

    Dalam pelaksanaannya, Pertamina Patra Niaga juga menegaskan, seluruh proses penyediaan bengkel dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). “Penerapan prinsip GCG menjadi prioritas. Kami tidak ingin ada celah dalam proses ini, karena menyangkut integritas layanan kami kepada masyarakat,” tambahnya.

    Pihaknya juga menegaskan bahwa proses penyediaan bengkel akan diselesaikan dalam waktu dekat. Informasi lebih lanjut mengenai lokasi dan mekanisme layanan bengkel ini akan segera disampaikan secara resmi kepada masyarakat. “Dengan dibukanya bengkel-bengkel ini, diharapkan konsumen mendapatkan kejelasan dan solusi atas permasalahan kendaraan mereka. Pertamina juga menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan pengawasan dan mutu distribusi BBM di seluruh wilayah Kalimantan,” pungkasnya.

  • Proyek Gas Jadestone Senilai Rp2 Triliun di Jambi Resmi Beroperasi

    Proyek Gas Jadestone Senilai Rp2 Triliun di Jambi Resmi Beroperasi

    Bisnis.com, JAMBI — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung meresmikan Akatara Gas Processing Facility (AGPF) milik Jadestone Energy (Lemang) Pte. Ltd di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi pada Rabu (16/4/2025).

    Yuliot menyebut, investasi pada proyek yang berada di Wilayah Kerja Lemang tersebut mencapai US$130 juta atau setara Rp2,18 triliun (asumsi kurs Rp16.837 per US$).
     
    “Jadi nilai ini kalau kita bandingkan dengan proyek-proyek yang sejenis, ini adalah proyek yang relatif efisien,” kata Yuliot.

    Jadestone Energy plc adalah perusahaan hulu migas independen yang berfokus di kawasan Asia-Pasifik. Perusahaan ini memiliki portofolio aset yang sudah berproduksi dan terdiversifikasi di Australia, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

    Yuliot menyebut, proyek AGFP itu bisa menghasilkan gas pipa, LPG, dan kondensat. Dia pun berharap fasilitas tersebut dapat menekan impor LPG.

    Apalagi, 80% kebutuhan LPG dalam negeri saat ini masih berasal dari impor. Yuliot menuturkan, nilai impor LPG tersebut mencapai Rp500 triliun per tahun.

    “Jadi dengan adanya proyek Akatara yang akan menghasilkan gas, menghasilkan penyangga besar, yang berarti ini juga akan meningkatkan ketersediaan energi dalam negeri,” imbuh Yuliot.

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto memerinci, Akatara Gas Plant itu akan menjual gas pipa sebanyak 20,5 BButd kepada PT PLN Batam.

    Adapun, gas pipa itu akan dihargai US$5,6 per MMBtu. Lalu, fasilitas itu juga akan menjual LPG sebanyak 72 ton per hari kepada PT Pertamina Patra Niaga dan kepada PT Kimia Yasa sebanyak 108 ton per hari.

    Sementara itu, untuk kondensat akan dijual kepada PT Laban Raya Samodra sebanyak 1.000 bpd. 

    “Produksi LPG ini sangat kami syukuri karena dapat memperkuat produksi LPG dalam negeri, mengurangi impor, serta LPG dari lapangan ini dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Penyaluran dilakukan setiap hari,” imbuh Djoko.

    Dia juga menyampaikan, proyek ini dilaksanakan dengan jumlah pekerja mencapai 63 orang. Namun, pada saat konstruksi, proyek menyerap tenaga kerja hingga 1.600.

    “Dari TKDN [tingkat komponen dalam negeri] alhamdulillah mencapai 52%,” kata Djoko.

  • Resmi Turun! Harga Bahan Bakar Minyak BBM Rabu 16 April 2025, Berlaku di Seluruh Indonesia

    Resmi Turun! Harga Bahan Bakar Minyak BBM Rabu 16 April 2025, Berlaku di Seluruh Indonesia

    Resmi Turun! Harga Bahan Bakar Minyak BBM Rabu 16 April 2025, Berlaku di Seluruh Indonesia

    TRIBUNJATENG.COM – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) resmi mengalami penurunan harga.

    Melalui Subholding Comercial and Trading PT Pertamina (Persero) beberapa jenis BBM yang mengalami penurunan diantaranya BBM non subsidi Pertamax Series dan Dex Series.

    Penurunan harga tersebut berlaku per 29 Maret 2025, guna menyambut Hari Raya Idul Fitri 1446 H dan merupakan upaya untuk mendukung kelancaran arus mudik.

    Dilansir dari Kompas.com, melalui Mars Ega Legowo Putra selaku Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga menyampaikan bahwa penurunan harga ini merupakan kado dari Pemerintah maupun Pertamina untuk masyarakat.

    “Kami berharap kebijakan ini dapat membantu masyarakat menikmati perjalanan yang lebih nyaman dan terjangkau,” ujar Ega dalam siaran persnya, Sabtu (29/3/2025).

    Berikut Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pada April 2025:

    Provinsi Aceh 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200. 
    Pertalite: Rp 10.000

    Free Trade Zone (FTZ) Sabang 
    Pertamax: Rp 11.800 
    Dexlite: Rp 12.750
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sumatera Utara 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sumatera Barat 
    Pertamax: Rp 13.050 
    Pertamax Turbo: Rp 14.100 
    Dexlite: Rp 14.200 
    Pertamina Dex: Rp 14.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Riau 
    Pertamax: Rp 13.050 
    Pertamax Turbo: Rp 14.100 
    Dexlite: Rp 14.200 
    Pertamina Dex: Rp 14.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kepulauan Riau 
    Pertamax: Rp 13.050 
    Pertamax Turbo: Rp 14.100 
    Dexlite: Rp 14.200 
    Pertamina Dex: Rp 14.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Free Trade Zone (FTZ) Batam 
    Pertamax: Rp 11.900 
    Pertamax Turbo: Rp 12.850 
    Dexlite: Rp 12.900 
    Pertamina Dex: Rp 13.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Jambi 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Bengkulu 
    Pertamax: Rp 13.050 
    Pertamax Turbo: Rp 14.100 
    Dexlite: Rp 14.200 
    Pertamina Dex: Rp 14.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sumatera Selatan 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Bangka Belitung 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Lampung 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi DKI Jakarta 
    Pertamax: Rp 12.500
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Banten 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Jawa Barat 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Jawa Tengah 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi DI Yogyakarta 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Jawa Timur 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Bali 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Nusa Tenggara Barat
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Nusa Tenggara Timur 
    Pertamax: Rp 12.500 
    Pertamax Turbo: Rp 13.500 
    Pertamax Green 95: Rp 13.250 
    Dexlite: Rp 13.600 
    Pertamina Dex: Rp 13.900 
    Solar non subsidi: Rp 13.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kalimantan Barat 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kalimantan Tengah 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kalimantan Selatan 
    Pertamax: Rp 13.050 
    Pertamax Turbo: Rp 14.100 
    Dexlite: Rp 14.200 
    Pertamina Dex: Rp 14.500
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kalimantan Timur 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Kalimantan Utara 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sulawesi Utara 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Gorontalo 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sulawesi Tengah 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sulawesi Tenggara 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sulawesi Selatan 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Sulawesi Barat 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Maluku 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Maluku Utara 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Pertamax Turbo: Rp 13.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Barat 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Selatan 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Pegunungan 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Tengah 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Tengah 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900
    Pertalite: Rp 10.000

    Provinsi Papua Barat Daya 
    Pertamax: Rp 12.800 
    Dexlite: Rp 13.900 
    Pertamina Dex: Rp 14.200.
    Pertalite: Rp 10.000.

    (*)

  • Pertamina, Hyundai, dan Pemprov Jabar Kembangkan Proyek Hidrogen

    Pertamina, Hyundai, dan Pemprov Jabar Kembangkan Proyek Hidrogen

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina (Persero), Hyundai Motor Group, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkolaborasi untuk membangun ekosistem waste-to-hydrogen (W2H) di Bandung, Jawa Barat. Kolaborasi ini bertujuan memanfaatkan potensi produksi hidrogen rendah karbon dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Sarimukti.

    Biomethane yang dihasilkan dari TPA Sarimukti akan diangkut untuk diproses menjadi hidrogen di stasiun pengisian bahan bakar hidrogen menggunakan fasilitas Stasiun CNG milik Pertamina, proyek tersebut ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2027. Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Baru Pertamina, A. Salyadi D Saputra, menyatakan bahwa hidrogen bersih yang bersumber dari biogas di TPA Sarimukti dekat dari Bandung, Jawa Barat, akan disalurkan untuk dapat diproses menjadi hidrogen di Stasiun CNG.

    “Bersama Hyundai Motor Group dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pertamina akan mengembangkan Pilot Project ini melalui kolaborasi yang kuat. Kemitraan ini diharapkan memberikan manfaat untuk mewujudkan kemandirian energi dan menciptakan lapangan kerja baru,” ujar Salyadi dalam keterangan resmi, Selasa (15/4/2025).

    Kerjasama ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina untuk mempercepat transisi energi dan mencapai target Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat, sejalan dengan target jangka panjang perusahaan dalam mengembangkan teknologi bisnis rendah karbon.

    Hyundai Motor Group akan mempercepat inisiatif ini dengan menghadirkan teknologi modular reforming serta stasiun pengisian bahan bakar hidrogen. Hyundai juga akan mengembangkan kendaraan hidrogen di Indonesia.

    Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Sumasna, menambahkan bahwa pengelolaan sampah merupakan salah satu isu lingkungan utama di Jawa Barat. Dia berharap proyek Waste-to-Hydrogen bersama Pertamina dan Hyundai Motors dapat menjadi solusi yang efektif.

    “Melalui kolaborasi Waste-to-Hydrogen bersama Hyundai Motors Group, Pertamina, dan Provinsi Jawa Barat, kami berharap tidak hanya dapat mengatasi permasalahan lingkungan terkait metana, tetapi juga memperoleh manfaat dari potensi yang dimilikinya. Kami sangat berharap inovasi ini dapat diimplementasikan dengan baik di Jawa Barat dan ke depannya menjadi model bagi provinsi, kota, dan kabupaten lain yang juga menghadapi tantangan pengelolaan sampah serupa,” ujar Sumasna.

    Sebagai bagian dari kolaborasi untuk membangun ekosistem waste-to-hydrogen, Pertamina, Hyundai Motor Group, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan proyek-proyek yang berfokus pada pengurangan emisi, konversi sampah menjadi energi, dan pengembangan ekosistem mobilitas berbasis hidrogen. Inisiatif ini juga selaras dengan Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) Indonesia.

    Dalam jangka panjang, proyek-proyek ini berpotensi untuk masuk ke pasar hidrogen, yang sejalan dengan upaya berkelanjutan Pertamina dalam mendorong pemanfaatan energi bersih dan keberlanjutan.

    Perkembangan ekosistem hidrogen di Indonesia diharapkan dapat dipercepat melalui kolaborasi ini, dan proyek ditargetkan akan mulai beroperasi pada tahun 2029.

    Tiga subholding Pertamina akan terlibat dalam pelaksanaan proyek ini, yaitu Pertamina Power Indonesia, PGN, dan Pertamina Patra Niaga, masing-masing berkontribusi sesuai dengan bidang bisnis intinya.

    Untuk diketahui, kerjasama ini ditandatangani oleh Project Director I Divisi Business Development Pertamina, Kepala Divisi Bisnis Hidrogen Global Hyundai Motor Group, serta Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam acara Global Hydrogen Ecosystem Summit and Convention yang digelar di Jakarta Convention Center, pada 15 April 2025.

    Penandatanganan ini juga disaksikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia dan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi.

    (rah/rah)

  • Usai Viral Warga Mengaku Beli Pertamax Campur Air di SPBU Ciliwung Kota Malang, Ini Bantahan Pertamina

    Usai Viral Warga Mengaku Beli Pertamax Campur Air di SPBU Ciliwung Kota Malang, Ini Bantahan Pertamina

    Malang (beritajatim.com) – Pertamina membantah pengakuan warga Singosari yang menggegerkan media sosial karena mengaku membeli Pertamax bercampur air di SPBU Ciliwung Kota Malang pada Sabtu, 12 April 2025. Viralnya pengakuan ini telah menyebar di sejumlah media sosial.

    Dalam informasi yang beredar di media sosial konsumen pertamina itu mengaku membeli Pertamax bercampur air saat memeriksa kendaraanya yang mogok. Usai merekam video pertamax bercampur air dia sempat mendatangi SPBU Ciliwung untuk komplain.

    “Bukti komplain ada, katanya Sabtu pagi ngisi Pertamax di SPBU sini. Konsumen sepertinya kurang terima klarifikasi kami. Konsumen mau memviralkan di sosmed dan sama pengawas dipersilahkan,” ujar Supervisor SPBU Ciliwung, Sugeng Triswantoro, Senin, (14/4/2025).

    Sugeng menduga Pertamax bercampur air di tangki motor milik konsumen bisa saja disebabkan saat menyuci kendaraan. Sebab, sejauh ini baru satu konsumen yang komplain terkait dugaan Pertamax bercampur air.

    “Bisa saja kemasukan air waktu nyuci jadi kurang safety memang tankinya sepeda itu,” ujar Sugeng.

    Sementara itu, Area Manager Communication, Relations, and CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Ahad Rahedi mengatakan, tidak ditemukan air di tangki Pertamax SPBU Ciliwung. Pertamina sudah melakukan pengecekan disaksikan Polresta Malang menggunakan dipstick dengan menggunakan pasta air untuk mengecek kandungan air.

    “Jika terdapat kandungan air, maka dipstick itu berubah warna menjadi merah muda, jika tidak atau tetap kandungan BBM murni maka dipstick itu tetap berwarna abu-abu. Dari dua kali jenis pengecekan memang hasilnya BBM Pertamax itu murni dan tidak ada kandungan air,” ujar Ahad.

    Setelah pengecekan di lapangan, dari pembelian 440 pada nozzle yang sama di hari Sabtu, 12 April 2925 sebagaimana pengakuan konsumen yang motornya tercampur air. Hanya satu orang yang menyampaikan komplain.

    “Harusnya kalau tercampur air logikanya yang laporan tidak satu saja. Setelah pengisian itu konsumen yang bersangkutan pulang ke rumahnya di Singosari dan baru mengkomunikasikan bahwa adanya keluhan air bercampur BBM Pertamax yang diisi sehari sebelumnya,” ujar Ahad. (luc/ian)