BUMN: Pertamina Patra Niaga

  • Mereka yang ‘Untung’ dari Korupsi Tata Kelola Minyak Rp285 Triliun

    Mereka yang ‘Untung’ dari Korupsi Tata Kelola Minyak Rp285 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Riza Chalid dan 15 perusahaan telah meraup keuntungan dari korupsi tata Kelola minyak yang merugikan negara hingga Rp285 triliun.

    Jaksa penuntut umum (JPU) menuturkan bahwa negara telah mencatatkan kerugian Rp2,9 triliun atas pemenuhan permintaan Riza Chalid. Ini terungkap dalam dakwaan eks Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan pada Kamis (9/10/2025).

    Permintaan Riza Chalid itu berkaitan dengan penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) untuk penyimpanan stok minyak. Padahal, Pertamina tidak memerlukan terminal BBM tersebut.

    “Pihak PT Pertamina periode April 2012 – November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Mohamad Riza Chalid agar PT Pertamina menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina tidak membutuhkan Terminal BBM tersebut,” dalam dakwaan jaksa.

    Jaksa mengemukakan bahwa perbuatan itu telah membebani perusahaan maupun negara karena harus membayar sewa yang seharusnya tidak dikeluarkan. Adapun, pembayaran sewa atau pekerjaan tambahan itu dikeluarkan dari perusahaan plat merah otu di kepada perusahaan PT Orbit Terminal Merak.

    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode Tahun 2014-2024 sebesar Rp2,9 triliun,” tutur jaksa.

    Sekadar informasi, Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (11/7/2025). Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

    15 Perusahaan Untung dari Kasus Korupsi

    JPU mengatakan bahwa dalam perkara korupsi dugaan tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 telah menguntungkan sejumlah pihak korporasi.

    Jaksa menjelaskan setidaknya ada dua perusahaan luar dan 13 perusahaan lokal yang telah diuntungkan dalam dua kategori. Pertama, dalam impor produk kilang atau BBM.

    2 Perusahaan asing yang diuntungkan yakni:

    1. BP Singapore Pte. Ltd dalam pengadaan Ron 90 pada 2023 sebesar US$3,6 juta dan diuntungkan dalam pengadaan BBM dengan Ron 92 sebesar US$745.493.
    2. Perusahaan Singapura lainnya yakni Sinochem International Oil Pte. Ltd dalam pengadaan BBM Ron 90 pada 2023 sebesar US$ 1,39 juta.

    13 Perusahaan lokal yang diuntungkan dalam penjualan non-subsidi:

    PT Berau Coal
    PT Adaro Indonesia
    PT Merah Putih Petroleum
    PT Buma
    PT Pama Persada Nusantara
    PT Ganda Alam Makmur
    PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
    PT Aneka Tambang Tbk.
    PT Maritim Barito Perkasa
    PT Vale Indonesia Tbk
    PT Nusa Halmahera Minerals
    PT Indo Tambangraya Megah
    PT Purinusa Eka Persada

    Jaksa mengatakan bahwa total keuntungan yang diperoleh belasan korporasi ini mencapai Rp2,5 triliun.

    Adapun, total baru ada empat tersangka yang telah didakwa dalam perkara ini. Mereka yakni Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

    Selanjutnya, Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga dan Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

    Mereka telah didakwa merugikan keuangan negara Rp285,18 triliun dengan rincian kerugian dalam pengadaan impor produk kilang/ BBM US$5,7 juta; dalam penjualan solar non subsidi selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2,5 triliun.

    Dua kerugian itu masuk dalam total kerugian keuangan sebesar US$2,7 miliar dan Rp25,4 triliun. Sementara itu, kerugian perekonomian negara dalam perkara ini mencapai Rp171,9 triliun.

    Selain itu, jaksa penuntut umum juga turut memasukkan kerugian negara yang diperoleh dari perhitungan keuntungan ilegal dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar US$2,6 miliar.

  • Kejagung: Tak Ada Dakwaan Oplosan dalam Kasus Pertamina

    Kejagung: Tak Ada Dakwaan Oplosan dalam Kasus Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan tidak ada kata oplosan dalam surat dakwaan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna menyatakan bahwa istilah oplosan memang tidak ada dalam kasus Pertamina itu. Sebab, yang ada hanya istilah blending.

    “Jadi memang tidak ada istilah oplosan sekarang sebetulnya, kan blending-an,” ujar Anang di Kejagung Rabu (10/10/2025).

    Dia menjelaskan blending  itu memang istilah yang lumrah dalam industri perminyakan. Namun, dalam kasus tata kelola minyak ini justru disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan.

    Dengan demikian, praktik culas tersebut malah mengakibatkan kerugian negara. “Ibaratnya blending-an dari RON 88 atau RON 92 yang memang dijual dengan harga di bawah, ya kan di situ. Di situ kan ada, dan dia termasuk ya yang diuntungkan, ada diperlakukan istimewa, itu saja,” pungkas Anang.

    Sekadar informasi, berdasarkan surat dakwaan terhadap terdakwa eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan terdapat penyelewengan formula harga jual eceran (HJE) yang tidak mencerminkan kondisi pasar. 

    Dugaan manipulasi HJE itu dilakukan agar kompensasi yang diterima Pertamina menjadi lebih besar dari seharusnya. Adapun, blending ini dilakukan dengan pencampuran High Octane Mogas Component (HOMC-RON minimal 92) dan Naptha dengan fraksi formula  blending tertentu.

    Formula blending RON 92 dan Naphta tersebut juga digunakan oleh PT Pertamina baik dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Alpha untuk impor Pertalite RON 90 sejak tahun 2021. Formula itu dilakukan melalui proses produksi Pertalite RON 90 di kilang PT Pertamina. 

    Padahal, pencampuran terbaik dari komponen yang memiliki harga publikasi untuk menghasilkan RON 90 yang sesuai dengan spesifikasi Kementerian ESDM adalah terdiri dari 8,90% Naphta RON 72 ditambah dengan 91,10% RON 92. 

    Dengan menggunakan formula campuran tersebut, kompensasi yang harus dibayarkan Pemerintah menjadi lebih rendah sebesar Rp13,1 triliun dibandingkan dengan kompensasi menggunakan HJE saat ini untuk tahun 2022-2023.

    “Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp13.118.191.145.790,40 yang merupakan pembayaran oleh pemerintah yang lebih besar dari seharusnya atas kompensasi Pertalite selama tahun 2022-2023,” dikutip dalam surat dakwaan Riva, Jumat (10/10/2025).

  • Negara Rugi Rp2,9 Triliun Imbas Pertamina Sewa Terminal BBM Milik Riza Chalid

    Negara Rugi Rp2,9 Triliun Imbas Pertamina Sewa Terminal BBM Milik Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan negara telah mengalami kerugian Rp2,9 triliun atas pemenuhan permintaan Riza Chalid.

    Hal tersebut terungkap dalam dakwaan eks Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan pada Kamis (9/10/2025).

    Permintaan Riza Chalid itu berkaitan dengan penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) untuk penyimpanan stok minyak. Padahal, Pertamina tidak memerlukan terminal BBM tersebut. 

    “Pihak PT Pertamina periode April 2012 – November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Mohamad Riza Chalid agar PT Pertamina menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina tidak membutuhkan Terminal BBM tersebut,” dalam dakwaan jaksa.

    Jaksa mengemukakan bahwa perbuatan itu telah membebani perusahaan maupun negara karena harus membayar sewa yang seharusnya tidak dikeluarkan.

    Adapun, pembayaran sewa atau pekerjaan tambahan itu dikeluarkan dari perusahaan plat merah otu di kepada perusahaan PT Orbit Terminal Merak.

    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode Tahun 2014-2024 sebesar Rp2,9 triliun,” tutur jaksa.

    Sekadar informasi, Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (11/7/2025). Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

  • Fakta Persidangan Mega Korupsi Tata Kelola Minyak Rp285 Triliun

    Fakta Persidangan Mega Korupsi Tata Kelola Minyak Rp285 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Kasus korupsi tata kelola minyak yan diduga merugikan negara hingga Rp285 triliun di PN Tipikor telah digelar.

    Adapun sidang perdana kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 dimulai pada Kamis (9/10/2025). Muncul empat tersangka dalam kasus ini, lengkap dengan borgol masing-masing di tangan.

    Berikut fakta persidangan kasus mega korupsi tata Kelola minyak:

    1. Empat Didakwa

    Sebanyak empat orang yang didakwa. Sebelum sidang dimulai, majelis hakim mulanya menanyakan terkait dengan identitas keempatnya. Satu per satu keempat tersangka itu menjawab pertanyaan pendahuluan dari hakim.

    Keempat orang tersebut adalah Riva Siahaan (RS) selaku eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    2. Dugaan Penyimpangan 

    Keempat terdakwa ini diduga melakukan penyimpangan mulai dari hulu sampai hilir. Penyimpangan itu terdiri atas kegiatan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor BBM, pengapalan minyak mentah/BBM, sewa terminal BBM.

    Tak hanya itu, perbuatan lainnya seperti pemberian kompensasi BBM dan penjualan solar subsidi di bawah harga bottom price turut dilakukan oleh para terdakwa.

    “Oleh karena perbuatan terdakwa dan tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285.185.919.576.620 [Rp285,18 triliun],” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra.

    Adapun, pasal yang disangkakan terhadap Riva Cs yakni Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

    3. Menguntungkan Korporasi Tertentu

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap dalam perkara korupsi dugaan tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 telah menguntungkan sejumlah pihak korporasi.

    Jaksa menjelaskan setidaknya ada dua perusahaan luar dan 13 perusahaan lokal yang telah diuntungkan dalam dua kategori. Pertama, dalam impor produk kilang atau BBM.

    Ada dua perusahaan luar yang diuntungkan yaitu BP Singapore Pte. Ltd dalam pengadaan Ron 90 pada 2023 sebesar US$3,6 juta. Selanjutnya, BP Singapore juga diuntungkan dalam pengadaan BBM dengan Ron 92 sebesar US$745.493.

    Kemudian, perusahaan Singapura lainnya yakni Sinochem International Oil Pte. Ltd dalam pengadaan BBM Ron 90 pada 2023 sebesar US$ 1,39 juta.

    Kategori selanjutnya terkait dengan keuntungan dalam penjualan non-subsidi. Mereka yakni PT Berau Coal; PT Adaro Indonesia; PT Merah Putih Petroleum; PT Buma; PT Pama Persada Nusantara; PT Ganda Alam Makmur; dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

    Selanjutnya, PT Aneka Tambang Tbk.; PT Maritim Barito Perkasa; PT Vale Indonesia Tbk; PT Nusa Halmahera Minerals; PT Indo Tambangraya Megah; PT Purinusa Eka Persada. Total keuntungan yang diperoleh belasan korporasi ini mencapai Rp2,5 triliun.

    “[Keuntungan] dengan jumlah keseluruhan Rp2,54 triliun,” tutur jaksa.

    Adapun, total baru ada empat tersangka yang telah didakwa dalam perkara ini. Mereka yakni Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

    Selanjutnya, Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga dan Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

    Mereka telah didakwa merugikan keuangan negara Rp285,18 triliun dengan rincian kerugian dalam pengadaan impor produk kilang/ BBM US$5,7 juta; dalam penjualan solar non subsidi selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2,5 triliun.

    Dua kerugian itu masuk dalam total kerugian keuangan sebesar US$2,7 miliar dan Rp25,4 triliun. Sementara itu, kerugian perekonomian negara dalam perkara ini mencapai Rp171,9 triliun.

    Selain itu, jaksa penuntut umum juga turut memasukkan kerugian negara yang diperoleh dari perhitungan keuntungan ilegal dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar US$2,6 miliar.

  • 15 Korporasi Diuntungkan Rp2,5 Triliun Pada Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina

    15 Korporasi Diuntungkan Rp2,5 Triliun Pada Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap dalam perkara korupsi dugaan tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 telah menguntungkan sejumlah pihak korporasi.

    Adapun, dalam surat dakwaan milik eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Riva Siahaan keuntungan yang diperoleh 13 korporasi ini berasal dari penjulan dari kontrak penjualan BBM solar/Bio solar periode tahun 2021-2023 dengan harga dibawah bottom price.

    “Bahwa kontrak penjualan BBM solar/Bio solar yang ditandatangani oleh terdakwa Riva Siahaan selama periode tahun 2021—2023 dengan harga dibawah bottom price,” kata jaksa di ruang sidang PN Tipikor, Jakarta Pusat Kamis (9/10/2025).

    Jaksa menjelaskan setidaknya ada dua perusahaan luar dan 13 perusahaan lokal yang telah diuntungkan dalam dua kategori. Pertama, dalam impor produk kilang atau BBM.

    Dalam kategori ini, ada dua perusahaan luar yang diuntungkan yaitu BP Singapore Pte. Ltd dalam pengadaan Ron 90 pada 2023 sebesar US$3,6 juta. Selanjutnya, BP Singapore juga diuntungkan dalam pengadaan BBM dengan Ron 92 sebesar US$745.493.

    Kemudian, perusahaan Singapura lainnya yakni Sinochem International Oil Pte. Ltd dalam pengadaan BBM Ron 90 pada 2023 sebesar US$ 1,39 juta.

    Kategori selanjutnya terkait dengan keuntungan dalam penjualan non-subsidi. Mereka yakni PT Berau Coal; PT Adaro Indonesia; PT Merah Putih Petroleum; PT Buma; PT Pama Persada Nusantara; PT Ganda Alam Makmur; dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

    Selanjutnya, PT Aneka Tambang Tbk.; PT Maritim Barito Perkasa; PT Vale Indonesia Tbk; PT Nusa Halmahera Minerals; PT Indo Tambangraya Megah; PT Puranusa Eka Persada. Total keuntungan yang diperoleh belasan korporasi ini mencapai Rp2,5 triliun.

    “[Keuntungan] dengan jumlah keseluruhan Rp2,54 triliun,” tutur jaksa.

    Adapun, total baru ada empat tersangka yang telah didakwa dalam perkara ini. Mereka yakni Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

    Selanjutnya, Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga dan Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

    Mereka telah didakwa merugikan keuangan negara Rp285,18 triliun dengan rincian kerugian dalam pengadaan impor produk kilang/ BBM US$5,7 juta; dalam penjualan solar non subsidi selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2,5 triliun.

    Dua kerugian itu masuk dalam total kerugian keuangan sebesar US$2,7 miliar dan Rp25,4 triliun. Sementara itu, kerugian perekonomian negara dalam perkara ini mencapai Rp171,9 triliun.

    Selain itu, jaksa penuntut umum juga turut memasukkan kerugian negara yang diperoleh dari perhitungan keuntungan ilegal dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar US$2,6 miliar.

  • Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan Cs Didakwa Rugikan Negara Rp285,18 Triliun

    Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan Cs Didakwa Rugikan Negara Rp285,18 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Riva Siahaan Cs telah didakwa merugikan negara Rp285,18 triliun dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan ada dua perbuatan hukum Riva cs, di antaranya dalam impor kilang/BBM dan dalam penjualan solar nonsubsidi.

    Dalam impor BBM, Riva berperan telah menyetujui usulan dari Maya Kusmaya tentang pelelangan khusus Ron 90 dan Ron 92 term H1 2023. Dalam lelang itu telah dicalonkan pemenang kepada BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil Pte. Ltd. setelah diberikan perlakuan istimewa Edward Corne.

    Kemudian, Edward disebut telah membocorkan informasi alpha proyek ini kepada BP Singapore dan Sinochem. Selain itu, dia juga telah memberikan tambahan waktu meskipun waktu penawaran sudah terlewat.

    Adapun, Riva saat menjadi Direktur Pemasaran PT PPN telah mengusulkan untuk agar BP Singapore dan Sinochen sebagai calon pemenang lelang ini.

    Sementara itu, perbuatan dalam penjualan subsidi Riva juga telah menyetujui usulan harga jual BBM Solar/Biosolar kepada konsumen industri.

    Namun, usulan itu tidak mempertimbangkan nilai jual terendah bottom price dan tingkat  profitabilitas sebagaimana diatur dalam pedoman pengelolaan pemasaran BBM Industri dan Marine PT PPN.

    Selanjutnya, Riva telah meneken perjanjian jual beli solar atau biosolar dengan harga jual terendah. Hal itu telah menyebabkan PT PPN menjual di bawah harga pokok penjualan (HPP).

    “Yang menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah, bahkan di bawah harga pokok penjualan dan harga dasar solar bersubsidi, yang pada akhirnya memberikan kerugian PT PPN,” ujar jaksa di ruang sidang, Kamis (9/10/2025).

    Lebih jauh, Riva juga tidak menyusun dan menetapkan pedoman yang mengatur mengenai proses negosiasi harga sebagaimana Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts-034/PNA000000/2022-S0 tanggal 10 Oktober 2022 saat menjadi Direktur Pemasaran PT PPN.

    Adapun, dalam sidang kali ini total ada empat yang telah didakwa. Mereka yakni, Riva Siahaan, Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga; dan Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

    Mereka telah didakwa merugikan keuangan negara Rp285,18 triliun dengan rincian kerugian dalam pengadaan impor produk kilang/ BBM US$5,7 juta dan dalam penjualan solar non subsidi selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2,5 triliun.

    Dua kerugian itu masuk dalam total kerugian keuangan sebesar US$2,7 miliar dan Rp25,4 triliun. Sementara itu, kerugian perekonomian negara dalam perkara ini mencapai Rp171,9 triliun.

    Selain itu, jaksa penuntut umum juga turut memasukan kerugian negara yang diperoleh dari perhitungan keuntungan ilegal dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar US$2,6 miliar.

  • Kasus Korupsi Impor BBM, 2 Perusahaan Singapura Diduga Dapat Perlakuan Istimewa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Impor BBM, 2 Perusahaan Singapura Diduga Dapat Perlakuan Istimewa Nasional 9 Oktober 2025

    Kasus Korupsi Impor BBM, 2 Perusahaan Singapura Diduga Dapat Perlakuan Istimewa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut, pejabat di PT Pertamina Patra Niaga memberikan perlakuan istimewa kepada dua perusahaan Singapura dalam proses lelang pengadaan bahan bakar minyak (BBM).
    Kedua perusahaan itu adalah BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd, keduanya terlibat dalam importasi gasoline RON 90 (pertalite) dan gasoline RON 90 (Pertamax) Term H1 2023.
    Perbuatan pejabat anak perusahaan BUMN itu diungkap jaksa dalam sidang dugaan korupsi yang menjerat eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan sejumlah anak buahnya.
    Jaksa menyebut, Riva yang pada kurun 2023 menjadi Direktur Pemasaran dan Niaga perusahaan itu, mengusulkan dua perusahaan Singapura tersebut ke Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
    “Setelah diberikan perlakuan istimewa dalam proses pelelangan oleh Edward Corne,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
    Edward merupakan Manajer Impor dan Ekspor Produk Trading pada Trading and Other Business di bawah direktorat yang dipimpin Riva.
    Perlakuan istimewa itu dilakukan dengan memberikan informasi “alpha” pengadaan BBM.
    “Sehingga BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. memenangkan tender tersebut,” tutur jaksa.
    Selain itu, Edward juga memberikan perlakuan istimewa kepada BP Singapore dan Sinochem International Oil (Singapore) dengan memberikan tambahan waktu penawaran.
    Dengan tambahan waktu ini, kedua perusahaan internasional itu akhirnya memenangkan tender.
    Setelah itu, Edward diduga menerima hadiah parcel berupa tas golf dari Originator Specialist – Business Development pada PT Jasatama Petroindo, Ferry Mahendra Setya Putra.
    “Perusahaan yang terafiliasi BP Singapore Group,” kata jaksa.
    Akibat perbuatan itu, Riva dan anak buahnya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dan merugikan keuangan negara.
    Perbuatan Riva dan kawan-kawan disebut memperkaya BP Singapore sebesar 3.651.000 dollar AS (setara Rp 60.424.050.000) dan 745.493,31 dollar Singapura.
    Sementara, Sinochem International Oil (Singapore) diperkaya 1.394.988.000,19 dollar AS dalam pengadaan gasoline 90 H1 2023.
    Perbuatan mereka dalam kegiatan importasi ini disebut merugikan keuangan negara sebesar 5.740.532,61 dollar AS.
    Kerugian itu merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar 2.732.816.820,63 sen (2,7 miliar) dollar AS dan sebesar Rp 25.439.881.674.368,30 (Rp 25,4 triliun).
    Jaksa lantas mendakwa Riva dan sejumlah anak buahnya melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lagi Heboh BBM Campur Etanol, Suzuki Pamer Mobil-Motor Etanol 85%

    Lagi Heboh BBM Campur Etanol, Suzuki Pamer Mobil-Motor Etanol 85%

    Jakarta

    Lagi heboh campuran etanol untuk bahan bakar minyak (BBM) yang bikin SPBU swasta batal membeli base fuel dari Pertamina. Disebutkan, kandungan etanol 3,5 persen pada BBM yang diimpor Pertamina bikin Vivo dan BP batal membelinya.

    Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar mengungkap bahwa dua SPBU swasta itu enggan membeli dari Pertamina lantaran ada kandungan etanol dalam base fuel yang diimpor.

    “Isu yang disampaikan rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten, kontennya itu ada kandungan etanol dimana secara regulasi itu diperkenankan etanol dalam jumlah tertentu kalau tidak salah sampai 20 persen, nah sedangkan ada etanol 3,5 persen nah ini yang membuat kondisi temen-temen SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena konten etanol tersebut,” jelas Achmad.

    Di sisi lain, penggunaan bahan bakar minyak campur etanol sudah jamak dilakukan di beberapa negara. Bahkan, pabrikan otomotif sekarang mulai berlomba-lomba bikin teknologi mesin yang bisa mengonsumsi bahan bakar etanol.

    Salah satunya Suzuki. Di Japan Mobility Show (JMS) 2025 akhir bulan ini, Suzuki akan memamerkan mobil dan motor yang bisa menggunakan bahan bakar etanol. Kendaraan itu menggunakan teknologi bahan bakar fleksibel atau flexible fuel vehicle (FFV).

    SUV compact Suzuki Fronx hadir dengan teknologi flexible fuel vehicle (FFV). Teknologi itu memungkinkan Suzuki Fronx menggunakan bahan bakar etanol.

    “Kami mengusulkan teknologi ramah lingkungan yang memanfaatkan bahan bakar etanol sebagai salah satu inisiatif multi-pathway Suzuki untuk mencapai netralitas karbon,” sebut Suzuki.

    “Suzuki bertujuan untuk memperluas opsi pencapaian netralitas karbon di setiap wilayah pelanggan,” sambungnya.

    Suzuki GIXXER SF 250 FFV Berbahan Bakar Etanol Foto: Dok. Suzuki

    Selain Fronx, Suzuki juga akan menampilkan motor sport 250 cc Suzuki Gixxer GIXXER SF 250 FFV (Flexible Fuel Vehicle) yang bisa menggunakan bahan bakar fleksibel. Bahkan, motor Gixxer itu bisa menenggak bahan bakar dengan campuran etanol 85 persen.

    “Dengan memodifikasi injektor, pompa bahan bakar, dan pengaturan kontrol mesin, kami mengembangkan kendaraan bahan bakar fleksibel (FFV) yang memungkinkan penggunaan bahan bakar campuran bioetanol 85 persen,” kata Suzuki.

    Suzuki mengklaim, penggunaan bahan bakar bioetanol nabati berkontribusi pada pengurangan emisi CO2 dibandingkan bahan bakar fosil konvensional.

    Diberitakan sebelumnya, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menegaskan kandungan etanol dalam produk BBM merupakan praktik yang lazim dan berlaku secara internasional. Ia bahkan menyebut, praktik ini juga dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Brazil, hingga Thailand.

    “Penggunaan BBM dengan campuran etanol hingga 10% telah menjadi best practice di banyak negara seperti di Amerika, Brasil, bahkan negara tetangga seperti Thailand, sebagai bagian dari upaya mendorong energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mendukung pengurangan emisi karbon,” kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (2/10/2025).

    (rgr/dry)

  • Riva Siahaan Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Minyak Mentah – Page 3

    Riva Siahaan Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Minyak Mentah – Page 3

    Harli mengatakan, saat itu terjadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan alasan saat pandemi Covid-19 terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang. 

    “Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah dikilang harus digantikan dengan minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” katanya.

    Proses penyidikan umum itu pun berkembang hingga penetapan sembilan tersangka awal. Mereka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi selaku Direktur PT Pertamina Internasional Shipping.

    Kemudian, Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Selanjutnya, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak.

    Mereka saat ini telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) untuk kemudian menjalani persidangan sebagai terdakwa. 

  • Viral Eksperimen Pertalite Dicampur Air Jadi Etanol, Ini Kata Pertamina

    Viral Eksperimen Pertalite Dicampur Air Jadi Etanol, Ini Kata Pertamina

    Jakarta

    Di media sosial viral video eksperimen yang melakukan pencampuran Pertalite dengan air. Dalam narasi video itu disebutkan, ketika Pertalite dicampur dengan air dan dikocok-kocok akan timbul semacam etanol. Begini tanggapan Pertamina.

    Dalam video yang viral itu, ada eksperimen pencampuran Pertalite dengan air. Video itu menampilkan tutorial langkah demi langkah eksperimen tersebut. Pertama, botol kosong dimasukkan sedikit air. Kemudian dicampurkan dengan Pertalite, lalu dikocok selama 30 detik, kemudian disebut menghasilkan etanol.

    Pertamina Patra Niaga buka suara soal eksperimen pencampuran air dengan Pertalite yang disebut menghasilkan etanol. Menurut Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Roberth MV Dumatubun, ada kesalahpahaman akibat percobaan mencampur Pertalite dengan air.

    Roberth menerangkan, hasil percobaan yang menampilkan dua lapisan cairan tidak dapat dijadikan bukti adanya etanol. Secara ilmiah, bensin memang bersifat non-polar sehingga tidak dapat bercampur dengan air yang bersifat polar.

    “Munculnya lapisan di bawah setelah dikocok adalah air dan sedikit komponen gasoline yang memiliki sifat kepolaran yang memang bisa larut sebagian. Fenomena ini alami dan dapat terjadi pada seluruh jenis bensin di dunia,” jelas Roberth dikutip dari keterangan tertulisnya.

    “Pertamina Patra Niaga berkomitmen menjaga kualitas setiap produk BBM yang dipasarkan. Seluruh produk kami telah melalui proses quality control yang ketat di setiap tahap rantai pasok hingga SPBU, Percobaan yang tidak diawasi dan terjamin validitasnya serta terverifikasi dari alat uji yang terkalibrasi adalah semata praktik penyesatan informasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab,” tegas Roberth.

    Roberth menjelaskan, Pertalite merupakan produk bensin RON 90 yang berasal dari hasil pencampuran komponen hidrokarbon eks kilang (gasoline base), bukan dari bioetanol. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji laboratorium resmi.

    “Pertamina Patra Niaga memastikan seluruh produk BBM, termasuk Pertalite, diproduksi dan didistribusikan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tidak ada penambahan etanol dalam proses produksi maupun distribusi Pertalite,” ujar Roberth.

    Pertamina Patra Niaga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah mempercayai atau menyebarkan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya, terutama yang bersumber dari media sosial atau pesan berantai.

    (rgr/dry)