BUMN: Himbara

  • IHSG Sentuh Rekor Tertinggi di 8.025 di Tengah Pemangkasan BI Rate hingga Reshuffle

    IHSG Sentuh Rekor Tertinggi di 8.025 di Tengah Pemangkasan BI Rate hingga Reshuffle

    JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah atau all time high (ATH) usai keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen.

    Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 17 September, IHSG ditutup menguat sebesar 0,85 persen ke posisi 8.025,18 pada penutupan perdagangan hari ini.

    Sepanjang sesi perdagangan, IHSG bergerak di rentang 7.940,51 hingga 8.025,17. Tercatat, 360 saham mengalami kenaikan, 318 saham terkoreksi, dan 124 saham tidak mengalami perubahan.

    Kemudian, total volume perdagangan saham di BEI pada Rabu mencapai 43,74 miliar dengan nilai transaksi Rp17,86 triliun.

    Pengamat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa menyampaikan bahwa pergerakan IHSG hari ini secara dominan dipengaruhi oleh pemangkasan suku bunga BI sebesar 25 basis poin serta potensi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (FFR) yang diperkirakan akan diumumkan dini hari nanti.

    Menurut Reydi kenaikan IHSG bukanlah suatu kebetulan karena kenaikan ini sejalan dengan arus masuk dana asing dalam beberapa hari terakhir serta pemindahan dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke Himbara.

    “Meski ada reshuffle menteri untuk kedua kalinya, tetapi pasar melihat hasil transisi mengarah kepada kebijakan yang pro terhadap pemulihan ekonomi, didukung juga oleh program stimulus ekonomi 8+4+5 yang kemarin baru saja diumumkan oleh pemerintah,” ujarnya kepada VOI, Rabu, 17 September.

    Ia juga menambahkan bahwa IHSG berpotensi untuk terus menguat, terutama karena adanya katalis makro yang mendorong masuknya investor asing secara agresif menjelang akhir tahun.

    Menurutnya secara historis, menjelang akhir tahun IHSG cenderung ditutup di level yang lebih tinggi akibat fenomena musiman seperti window dressing dan Santa Claus rally.

    “Tapi (naiknya IHSG) potensinya besar untuk bisa terus continue di area all time high,” pungkasnya.

  • Dana Rp200 T ke Himbara, Heru Subagia: Sia-sia, Malah Timbulkan Beban

    Dana Rp200 T ke Himbara, Heru Subagia: Sia-sia, Malah Timbulkan Beban

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Langkah Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang mengucurkan dana Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk direspons Pengamat Politik dan Ekonomi, Heru Subagia.

    Dikatakan Heru, kebijakan tersebut tidak hanya keliru secara teknis, tetapi juga berpotensi menabrak aturan hukum yang mendasar.

    “Yang dilakukan Menteri baru ini menyalahi aturan yang fundamental,” ujar Heru kepada fajar.co.id, Rabu (17/9/2025).

    Heru menilai, secara ekonomi langkah itu tidak akan memberi dampak signifikan karena kondisi perbankan saat ini justru sedang kelebihan likuiditas.

    Bank, kata dia, sudah memiliki dana besar yang dihimpun dari masyarakat maupun surat berharga.

    “Karenanya kucuran dana yang dilakukan Menkeu ini sia-sia dan hanya menambah beban terhadap ekosistem perbankan itu sendiri, terutama bank nasional,” sebutnya.

    Sementara itu, kondisi masyarakat dan dunia usaha menurutnya sedang porak-poranda. Banyak pelaku usaha tidak lagi layak dibiayai secara perbankan.

    “Terjadi paradoks, bank-bank diharuskan membiayai pelaku usaha untuk membangkitkan ekonomi, tapi di lain pihak pengusaha pada kenyataannya sudah rusak,” ungkapnya.

    Lebih jauh, Heru menyebut kebijakan Purbaya sebagai langkah tergesa-gesa tanpa urgensi yang jelas. Ia bahkan menuding ada “penumpang gelap” di balik keputusan tersebut.

    “Dua kondisi ini memungkinkan bahwa apa yang dilakukan Purbaya adalah pekerjaan yang sama sekali dianggap buta mata. Inilah yang membuat langkah Menkeu ini betul-betul tergesa-gesa,” Heru menuturkan.

  • Penempatan Dana Negara ke Himbara, Kebijakan Baru Rasa Lama

    Penempatan Dana Negara ke Himbara, Kebijakan Baru Rasa Lama

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengklaim bahwa kebijakan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun ke perbankan akan menggerakkan perekonomian. Dia juga memastikan bahwa hal itu bukanlah langkah baru karena pernah dilakukan pada tahun 2008 dan 2021.

    Pernyataan itu diungkapkan saat merespons kritik dari ekonomi senior Indef sekaligus rektor Universitas Pramadina, Didik J Rachbini.

    “Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan ahli-ahli hukum di Kemenkeu. Dulu pernah dijalankan tahun 2008, bulan September. [Kemudian] 2021 bulan Mei, enggak ada masalah. Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” ujar Purbaya saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025). 

    Dalam catatan Bisnis, penempatan dana pemerintah ke Bank BUMN pada tahun 2008 terkait dengan krisis finansial global. Sementara itu penempatan dana pada 2021 terkait dengan proses pemulihan ekonomi yang hancur karena pandemi Covid-19.

    Adapun penempatan dana senilai Rp200 triliun diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.276/2025 tentang Penempatan Uang Negara Dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Pada saat itu, Purbaya menyebut dana pemerintah yang disimpan di BI sekitar Rp400 triliun lebih. 

    Lima bank himbara yang menerima masing-masing adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebesar Rp55 juta, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI Rp55 juta, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Rp55 juta, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN Rp25 juta dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI Rp10 juta. 

    “Penempatan Uang Negara digunakan untuk pertumbuhan sektor riil,” demikian bunyi diktum ketiga KMK tersebut. 

    Purbaya, dalam KMK pertama yang diterbitkan olehnya, tegas melarang perbankan untuk menggunakan likuiditas itu untuk membeli SBN. Meski demikian, secara terpisah dia telah menegaskan bahwa perbankan diberikan kebebasan dalam bagaimana mendistribusikan dana tersebut untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

    Pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menyebut tidak akan membuat petunjuk khusus (guidance) dalam penggunaan dana Rp200 triliun itu. Dia hanya akan menyiapkan daftar proyek pemerintah yang sekiranya menjadi prioritas untuk pemanfaatan uang tersebut. 

    “Saya ulangi lagi, suka-suka mereka. Pakai imajinasi mereka untuk mendapatkan itu menurut mereka yang paling baik,” ujar Purbaya di Istana Kepresidenan, Selasa (16/9/2025).

    Gebrakan Baru Rasa Lama

    Sejatinya penempatan dana pemerintah di perbankan bukan gebrakan yang sepenuhnya baru. Pada 2021 lalu, ketika Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19, Menkeu saat itu yakni Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) NO.70/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional. 

    “Penempatan Uang Negara pada Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan/ atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional,” bunyi pasal 2 ayat (3) PMK tersebut. 

    Dengan demikian, perbedaan antara penempatan dana yang dilakukan pekan lalu dan pada 2021 itu jelas. Tujuan penempatan dana Rp200 triliun pada paruh kedua 2025 ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan yang dilakukan sekitar empat tahun lalu itu dalam rangka kedaruratan akibat dampak pandemi. 

    PMK No.70/2020 juga tidak mengatur secara rinci berapa dana pemerintah maupun bank umum mitra yang menjadi tempat penampungan likuiditas dari pemerintah itu. Sementara itu, KMK No.276/2025 jelas mengatur Mandiri, BRI, BNI, BTN dan BSI menadah duit pemerintah tersebut. 

    Dilansir dari Antara, tahap pertama penyaluran dana pemerintah berdasarkan PMK No.70/2020 itu adalah sebesar Rp30 triliun.  Seperti halnya yang dilakukan pada 2021, penempatan dana pemerintah di perbankan pada hampir 20 tahun yang lalu itu guna menghadapi krisis, yakni krisis finansial global.

    Ekonomi Sedang Baik-baik Saja?

    Penempatan dana Rp200 triliun pada paruh kedua semester II/2025 disebut oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Harapannya, dengan likuiditas berlebih, perbankan bakal menyalurkan dana itu kepada kredit sehingga bisa menggenjot perekonomian dari sektor swasta yang disebut berkontribusi terhadap 90% perekonomian RI. 

    Padahal, pemerintah sebelumnya optimistis bahwa perekonomian Indonesia baik-baik saja. Terutama, setelah data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi kuartal II/2025 melesat hingga 5,12% (yoy) di luar ekspektasi berbagai kalangan.

    Optimisme itu lalu dibayangi oleh stabilitas sosial politik ketika unjuk aksi besar-besaran menolak tunjangan DPR mengalami eskalasi akhir Agustus 2025 lalu. Hal itu turut berdampak pada pencopotan Sri Mulyani Indrawati dari kursi Menkeu, jabatan yang telah dipegangnya sejak 2016, serta sebelumnya pada 2005-2010. 

    Belanja pemerintah kemudian diakselerasi. Teranyar, pemerintah menggenjot belanja dengan menggelontorkan paket ekonomi sebesar Rp16,2 triliun. Beberapa program itu meliputi pembebasan pajak karyawan sektor pariwisata hingga tarif 0,5% untuk pajak final UMKM. 

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis paket stimulus itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melesat hingga 5,2% sesuai target tahun ini, terutama setelah gonjang-ganjing dalam negeri akhir bulan lalu. Dia mengamini bahwa ada kekhawatiran pada kuartal III/2025 pertumbuhan bisa melambat karena belanja pemerintah yang belum terakselerasi. 

    Oleh sebab itu, selain menggelontorkan stimulus, dia juga akan mendorong debirokratisasi dalam dunia usaha hingga memantau ketat penyerapan belanja pemerintah. 

    “Ya tentu, salah satu kan dibentuk tim untuk debottlenecking. debirokratisasi, termasuk untuk serapan-serapan anggaran akan terus dimonitor,” jelasnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (15/9/2025). 

    Kendati upaya pemerintah lebih ekspansif dalam mendorong pertumbuhan, tantangan yang bakal dihadapi adalah dari sisi disiplin fiskal. Pada tahun ini, outlook defisit APBN sudah mencapai 2,78% terhadap PDB dengan batasan UU yakni 3%. 

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro mengatakan, pemerintah memiliki tantangan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan melalui stimulus dengan disiplin fiskal jangka menengah. Tujuannya, agar ruang kebijakan tetap tersedia untuk mengantisipasi guncangan eksternal di masa depan. 

    “Dengan strategi fiskal yang lebih ekspansif, outlook defisit fiskal berpotensi melebar dari yang diperkirakan sebelumnya, meskipun diperkirakan masih terjaga di bawah 3% terhadap PDB sesuai komitmen Pemerintah,” jelasnya kepada Bisnis.

  • Ekonom Sangsi Dana Likuiditas Rp200 Triliun Mampu Gairahkan Manufaktur

    Ekonom Sangsi Dana Likuiditas Rp200 Triliun Mampu Gairahkan Manufaktur

    Bisnis.com, JAKARTA — Industri manufaktur disebut harus melakukan reformasi struktural agar mampu memanfaatkan dana likuiditas Rp200 triliun yang digelontorkan pemerintah ke bank himbara. 

    Economic Researcher CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, tanpa reformasi struktural di sektor manufaktur maka dana likuiditas tersebut sulit untuk mengalir ke sektor produktif yang menyerap banyak pekerjaan itu. 

    “Sehingga pembenahan menyeluruh diperlukan agar likuiditas benar-benar mengalir ke investasi produktif, memperkuat daya saing ekspor, serta menciptakan pertumbuhan dan lapangan kerja berkelanjutan dari pembenahan di sektor manufaktur tersebut,” kata Yusuf kepada Bisnis, Rabu (17/9/2025). 

    Adapun, pembenahan struktural industri manufaktur yang dimaksud yaitu peningkatan produktivitas dan kompleksitas ekonomi, penyederhanaan regulasi, penguatan SDM berbasis Industri 4.0. 

    Tak hanya itu, menurut dia, perluasan akses pasar dan pendalaman pasar keuangan juga perlu didalami. Jika tak ada pembenahan manufaktur, maka dari kebijakan ini berisiko terbatas. 

    Di sisi lain, Yusuf menyebutkan salah satu tantangan utama dari kebijakan injeksi likuiditas terletak pada sisi permintaan. Lambatnya pertumbuhan permintaan dalam perekonomian berdampak pada perlambatan penyaluran kredit. 

    “Akibatnya, injeksi likuiditas yang dimaksudkan untuk mendorong pembiayaan pembangunan melalui perbankan menjadi kurang optimal,” imbuhnya. 

    Hal ini terlihat, misalnya, pada perkembangan kredit bulan Juli yang justru mengalami perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Terlebih, beberapa sektor utama, seperti industri manufaktur, juga menghadapi kondisi serupa, yaitu pertumbuhan kredit yang melemah. 

    Namun, laporan terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan tumbuh 7,56% secara tahunan (year on year/yoy) sebesar Rp8.075 triliun per Agustus 2025.

    Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau Juli 2025 sebesar 7,03% yoy, maka terdapat peningkatan usai melambat dari Juni 2025 yang sebesar 7,77% yoy.

    Meski begitu, menurut Yusuf, tanpa adanya kebijakan yang mampu mendorong sisi permintaan, injeksi likuiditas yang diharapkan dapat disalurkan melalui peningkatan permintaan kredit pada akhirnya tidak akan memberikan hasil maksimal.

    “Menurut kami, kebijakan injeksi likuiditas perlu diimbangi dengan kebijakan fiskal, khususnya stimulus yang dapat meningkatkan permintaan,” tuturnya. 

    Selain itu, dia juga menyoroti dukungan kebijakan moneter, misalnya melalui instrumen insentif makroprudensial, yang juga penting untuk dikombinasikan agar tujuan kebijakan dapat tercapai secara lebih optimal.

  • Himbara Topang IHSG Menari Usai BI Pangkas Suku Bunga

    Himbara Topang IHSG Menari Usai BI Pangkas Suku Bunga

    Jakarta

    Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menguat usai Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Himbara pun menopang penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tembus ke level 8.025,17.

    Berdasarkan data perdagangan RTI Business, empat bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menguat. Penguatan tertinggi terjadi pada saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) sebesar 3,35% ke harga Rp 1.390 per lembar saham. BTN mencatat volume perdagangan sebesar 105,11 juta dengan nilai transaksi Rp 145,11 miliar. Adapun frekuensi saham yang diperdagangkan sebesar 32.451 kali.

    Sementara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), menguat 2,18% ke harga Rp 4.220 per lembar saham. BRI mencatat volume perdagangan sebesar 245,15 juta dengan nilai transaksi Rp 1,02 triliun dari frekuensi saham yang diperdagangkan sebanyak 40.701 kali.

    Sedangkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menguat 1,83% ke harga Rp 4.450 per lembar saham. BNI mencatat volume perdagangan sebanyak 54,55 miliar dengan nilai transaksi sebesar Rp 240,36 miliar. Adapun frekuensi saham yang diperdagangkan sebanyak 12.809 kali.

    Kemudian PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) tercatat menguat sebesar 0,67% ke harga Rp 4.510 per lembar saham. Hingga penutupan perdagangan, Bank Mandiri mencatat volume 232,70 juta dengan nilai transaksi Rp 1,04 triliun. Adapun jumlah frekuensi saham yang diperdagangkan sebanyak 38.635 kali.

    Berdasarkan analisa pasar dari Phintraco Sekuritas, IHSG menguat seiring keputusan pemangkasan BI Rate. Keputusan ini berada di luar ekspektasi konsensus maupun analis yang sebelumnya memperkirakan BI Rate akan dipertahankan di level 5%.

    “Secara kumulatif, hingga September 2025 BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 bps sepanjang tahun ini. Kebijakan pelonggaran moneter tersebut diharapkan selaras dengan langkah pemerintah yang menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun melalui sejumlah bank BUMN besar, yang pada gilirannya diharapkan mampu mendorong konsumsi masyarakat serta mendukung pencapaian target pertumbuhan GDP nasional,” tulis analisa pasar Phintraco Sekuritas, Rabu (17/9/2025).

    Secara teknikal, IHSG berhasil menembus level resistance psikologis 8.000, yang didukung oleh indikator modern MACD. Indikator MACD menunjukkan pembentukan positive slope yang diikuti terjadinya golden cross.

    “Sejalan dengan kondisi ini, kami memperkirakan IHSG akan menguji resistance di level 8.150 pada perdagangan Kamis (18/9),” tutupnya.

    (rrd/rrd)

  • Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Jakarta

    Pemerintah telah menarik dana di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah karena hal tersebut memperkuat kebijakan BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Kami menyambut baik kebijakan fiskal yang lebih ekspansi termasuk tadi adalah pemindahan dana pemerintah yang semula ada di Bank Indonesia kepada perbankan untuk menambah likuiditas, sehingga itu juga memperkuat kebijakan-kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata dia dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (19/9/2025).

    Perry mengatakan BI saat ini telah melakukan dua ekspansi likuiditas, pertama penurunan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 4,75% dan menurunkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI sebesar Rp 200 triliun.

    “SR-BI turun Rp 200 triliun dari Rp 976 triliun menjadi Rp 716 triliun sekarang. Dan itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui penerbitan SBN,” tuturnya

    “Semua kami lakukan dengan asas-asas dan prinsip kebijakan monoter yang prudent dan terukur, inflasi rendah, rupiah stabil dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam sinergitas itu,”tambahnya.

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengguyur dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan. Penerima dana tersebut mencakup lima bank.

    Purbaya mengatakan dana tersebut akan diguyur ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI Rp 55 triliun, sedangkan BTN Rp 25 triliun. Lalu khusus ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) senilai Rp 10 triliun.

    “(Ada yang lebih kecil) karena size bank-nya dan kenapa BSI ikut? Karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh supaya dananya juga bisa dimanfaatkan di Aceh,” kata Purbaya kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).

    (ada/rrd)

  • Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Jakarta

    Pemerintah telah menarik dana di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah karena hal tersebut memperkuat kebijakan BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Kami menyambut baik kebijakan fiskal yang lebih ekspansi termasuk tadi adalah pemindahan dana pemerintah yang semula ada di Bank Indonesia kepada perbankan untuk menambah likuiditas, sehingga itu juga memperkuat kebijakan-kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata dia dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (19/9/2025).

    Perry mengatakan BI saat ini telah melakukan dua ekspansi likuiditas, pertama penurunan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 4,75% dan menurunkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI sebesar Rp 200 triliun.

    “SR-BI turun Rp 200 triliun dari Rp 976 triliun menjadi Rp 716 triliun sekarang. Dan itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui penerbitan SBN,” tuturnya

    “Semua kami lakukan dengan asas-asas dan prinsip kebijakan monoter yang prudent dan terukur, inflasi rendah, rupiah stabil dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam sinergitas itu,”tambahnya.

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengguyur dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan. Penerima dana tersebut mencakup lima bank.

    Purbaya mengatakan dana tersebut akan diguyur ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI Rp 55 triliun, sedangkan BTN Rp 25 triliun. Lalu khusus ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) senilai Rp 10 triliun.

    “(Ada yang lebih kecil) karena size bank-nya dan kenapa BSI ikut? Karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh supaya dananya juga bisa dimanfaatkan di Aceh,” kata Purbaya kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).

    (ada/rrd)

  • ​NasDem Harap Dana Rp200 Triliun Diprioritaskan untuk Kredit UMKM

    ​NasDem Harap Dana Rp200 Triliun Diprioritaskan untuk Kredit UMKM

    Jakarta: Pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke beberapa bank himpunan bank negara (Himbara). Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, berharap penyaluran dana tersebut tidak hanya ditujukan untuk kredit korporasi, namun juga untuk UMKM.

    “Kami berharap bank dengan DPK (Dana Pihak Ketiga) atau likuiditas dari pemerintah Rp200 triliun itu, penyalurannya tidak hanya untuk korporasi, tapi ada juga untuk UMKM,” kata Fauzi dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan OJK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 17 September 2025.

    Fauzi menilai, penyaluran kredit ke UMKM dapat menggenjot perekonomian di tengah situasi yang lesu. Hal tersebut juga agar target pertumbuhan ekonomi 2026 dapat tercapai. 

    “Kalau ini tidak digenjot maka pertumbuhan ekonomi yang target di tahun 2026 sebesar 5,4% itu, akan pesimis kita untuk mencapai itu,” ujarya.

    Fauzi meminta OJK menyiapkan regulasi dan skema pperbankan dalam menyalurkan kredit ke UMKM, terutama untuk DPK Rp200 triliun darinpemerintah.

    “Kesiapan perbankan untuk penyalurannya ke korporasi berapa, apa korporasinya. Kita ingin tidak hanya pada korporasi, tapi dengan POJK yang sudah dikeluarkan oleh OJK, kemudian akses pembiayaan itu akan menjadi korelasi yang bagus, bila likuiditas kreditnya itu disalurkan kepada UMKM,” ujar Fauzi.
     

    Jika porsi penyaluran kredit bagi korporasi dan UMKM dapat terjaga, Fauzi meyakini target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 akan dapat terwujud. 

    “Kita mengingatkan supaya kredit likuiditas perbankan, yang dikasih ke perbankan-perbankan himbara, ini bisa betul-betul menopang, pertama untuk UMKM, kedua untuk korporasi,” tukas Fauzi.

    Jakarta: Pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke beberapa bank himpunan bank negara (Himbara). Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, berharap penyaluran dana tersebut tidak hanya ditujukan untuk kredit korporasi, namun juga untuk UMKM.
     
    “Kami berharap bank dengan DPK (Dana Pihak Ketiga) atau likuiditas dari pemerintah Rp200 triliun itu, penyalurannya tidak hanya untuk korporasi, tapi ada juga untuk UMKM,” kata Fauzi dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan OJK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 17 September 2025.
     
    Fauzi menilai, penyaluran kredit ke UMKM dapat menggenjot perekonomian di tengah situasi yang lesu. Hal tersebut juga agar target pertumbuhan ekonomi 2026 dapat tercapai. 

    “Kalau ini tidak digenjot maka pertumbuhan ekonomi yang target di tahun 2026 sebesar 5,4% itu, akan pesimis kita untuk mencapai itu,” ujarya.
     
    Fauzi meminta OJK menyiapkan regulasi dan skema pperbankan dalam menyalurkan kredit ke UMKM, terutama untuk DPK Rp200 triliun darinpemerintah.
     
    “Kesiapan perbankan untuk penyalurannya ke korporasi berapa, apa korporasinya. Kita ingin tidak hanya pada korporasi, tapi dengan POJK yang sudah dikeluarkan oleh OJK, kemudian akses pembiayaan itu akan menjadi korelasi yang bagus, bila likuiditas kreditnya itu disalurkan kepada UMKM,” ujar Fauzi.
     

     
    Jika porsi penyaluran kredit bagi korporasi dan UMKM dapat terjaga, Fauzi meyakini target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 akan dapat terwujud. 
     
    “Kita mengingatkan supaya kredit likuiditas perbankan, yang dikasih ke perbankan-perbankan himbara, ini bisa betul-betul menopang, pertama untuk UMKM, kedua untuk korporasi,” tukas Fauzi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Cek Pencairan BSU Rp600.000, Siap Disalurkan September 2025?

    Cek Pencairan BSU Rp600.000, Siap Disalurkan September 2025?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diprediksi akan kembali memberikan bantuan subsidi upah (BSU) pada September 2025.

    Sayangnya hingga saat ini, belum ada jadwal pencairan resmi yang diberikan pemerintah untuk penyaluran BSU.

    BSU terakhir diberikan kepada pekerja pada Agustus 2025. Namun melansir dari Antaranews, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, program subsidi upah akan tetap disalurkan pada semester kedua tahun ini.

    Pemerintah kemudian mengimbau masyarakat untuk terus memantau kanal resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) maupun BPJS Ketenagakerjaan guna menghindari informasi yang menyesatkan.

    Cara Cek Penerima BSU September 2025

    1. Melalui Situs Kemnaker

    Masuk ke situs resmi bsu.kemnaker.go.id
    Masukkan data diri berupa NIK KTP, nama lengkap, nama ibu kandung, nomor HP, serta alamat email
    Lengkapi kode keamanan yang muncul
    Klik tombol Cek Status untuk melihat hasil verifikasi
    Jika lolos, sistem akan menampilkan notifikasi, dan penerima dapat mencairkan dana melalui bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN), Bank Syariah Indonesia, atau PT Pos Indonesia

    2. Melalui Kantor Pos

    Siapkan NIK dan kode QR yang anda terima di aplikasi Pospay
    Siapkan juga nomor HP aktif untuk verifikasi data
    Pergi ke kantor pos: ambil antrean, petugas verifikasi dokumen dan QR code, setelah itu dana Rp 600.000 diserahkan secara tunai

    3. Melalui Pospay

    Unduh Aplikasi Pospay
    Aplikasi tersedia di Google Play Store atau App Store
    Daftar atau Login Akun
    Gunakan nomor ponsel aktif dan lakukan verifikasi OTP
    Masuk ke Menu Pencairan Bantuan
    Pilih kategori “Bantuan Sosial/BSU”
    Ketik NIK atau Nomor Kepesertaan
    Sistem akan menampilkan status penerima BSU Rp600 ribu

  • Link Cek Penerima BSU Rp600.000, Bulan September 2025

    Link Cek Penerima BSU Rp600.000, Bulan September 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Di bawah ini adalah link cek penerima BSU Rp600.000 bulan September 2025.

    Kabar baik buat Anda sebab pemerintah akan kembali menyalurkan BSU Rp600.000 yang akan cair bulan ini.

    Melansir Antaranews, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa program BSU akan tetap disalurkan pada semester kedua tahun 2025.

    Akan tetapi, hingga pertengahan September ini, pemerintah belum merilis jadwal resmi pencairan berikutnya.

    Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk aktif mencari informasi mengenai BSU dan melakukan pengecekan berkala melalui kanal resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) maupun BPJS Ketenagakerjaan guna menghindari informasi yang menyesatkan.

    Cara Cek Penerima BSU September 2025

    1. Melalui Situs Kemnaker

    Masuk ke situs resmi bsu.kemnaker.go.id.
    Masukkan data diri berupa NIK KTP, nama lengkap, nama ibu kandung, nomor HP, serta alamat email.
    Lengkapi kode keamanan yang muncul.
    Klik tombol Cek Status untuk melihat hasil verifikasi.
    Jika lolos, sistem akan menampilkan notifikasi, dan penerima dapat mencairkan dana melalui bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN), Bank Syariah Indonesia, atau PT Pos Indonesia.

    2. Melalui Kantor Pos

    Siapkan NIK dan kode QR yang anda terima di aplikasi Pospay.
    Siapkan juga nomor HP aktif untuk verifikasi data.
    Pergi ke kantor pos: ambil antrean, petugas verifikasi dokumen dan QR code, setelah itu dana Rp 600.000 diserahkan secara tunai.

    3. Melalui Pospay

    Unduh Aplikasi Pospay
    Aplikasi tersedia di Google Play Store atau App Store.
    Daftar atau Login Akun
    Gunakan nomor ponsel aktif dan lakukan verifikasi OTP.
    Masuk ke Menu Pencairan Bantuan
    Pilih kategori “Bantuan Sosial/BSU”.
    Ketik NIK atau Nomor Kepesertaan
    Sistem akan menampilkan status penerima BSU Rp600 ribu.

    Itulah link resmi cek penerima BSU Rp600.000 bulan September 2025.