BUMN: Himbara

  • Jurus Terakhir Pemerintah Dongkrak Ekonomi, Tebar BLT hingga Program Magang

    Jurus Terakhir Pemerintah Dongkrak Ekonomi, Tebar BLT hingga Program Magang

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah kembali menyalurkan stimulus ekonomi kepada masyarakat untuk menggenjot perekonomian akhir tahun. Kali ini, stimulus yang digelontorkan pemerintah berbentuk BLT dan program magang.

    Stimulus tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025) sore. Airlangga menyebut program stimulus ekonomi di luar bantuan yang telah reguler disalurkan pemerintah.

    Bentuknya yakni bantuan langsung tunai (BLT) di luar program reguler yang disalurkan Kementerian Sosial (Kemensos), serta penambahan kuota program magang untuk lulusan perguruan tinggi.

    “Program tersebut terkait bantuan langsung tunai, ini Bapak Presiden meminta menambahkan bantuan langsung tunai yang akan diberikan bulan Oktober, November, Desember 2025 dan akan diterima oleh 35.046.783 keluarga penerima manfaat,” terangnya.

    Adapun BLT yang akan disalurkan pada kuartal IV/2025 lebih tinggi dari BLT sebelumnya yang menjangkau sekitar 140 juta orang, dengan asumsi satu KPM mencakup ayah, ibu dan dua anak.

    “Desilnya 1 sampai 4 berdasarkan data sosial sensus ekonomi nasional. Tambahan BLT ini di luar BLT reguler yang disalurkan melalui Kemensos setiap bulan kepada 20,88 juta keluarga penerima manfaat melalui program kelurga harapan dan bantuan sembako,” tuturnya.

    Adapun penyalurannya akan dilakukan mulai minggu depan melalui himbara untuk 18,3 juta KPM, sedangkan untuk 17,2 juta KPM melalui PT Pos Indonesia (Persero).

    Selanjutnya, pemerintah turut memberikan bantuan program magang untuk lulusan perguruan tinggi baru atau fresh graduates. Peserta tahap pertama sebanyak 20.000 orang dan sudah mulai bekerja 20 Oktober 2025, dan akan dibuka untuk gelombang kedua pada November untuk 80.000 peserta.

    “Tujuannya agar memberikan pengalaman kerja lulusan baru atau fresh graduates baik di dunia usaha, industri, BUMN, termasuk lembaga pemerintah dan Bank Indonesia,” paparnya.

    Adapun peserta magang ini akan diberikan uang saku per bulan sesuai dengan besaran per kabupaten/kota serta iuran jaminan kehilangan pekerjaan maupun JKN.

    “Dan itu tidak memotong uang saku yang diberikan pemerintah,” pungkas Airlangga.

  • Luhut Usul Pemerintah Suntik Dana ke INA, Purbaya: Nanti Duitnya ke Obligasi Lagi

    Luhut Usul Pemerintah Suntik Dana ke INA, Purbaya: Nanti Duitnya ke Obligasi Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi usul Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan agar pemerintah ikut memanfaatkan kas di Bank Indonesia (BI) untuk disuntikkan ke Indonesia Investment Authority (INA). 

    Sebagaimana diketahui, INA adalah sovereign wealth fund (SWF) milik pemerintah Indonesia yang dibentuk sebelum adanya Danantara. Pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran yang digelar Kamis (16/10/2025), Luhut sempat menyinggung ide untuk turut menyuntik dana ke INA. 

    Namun demikian, Purbaya menduga saat ini sebagian besar dana investasi yang dikelola INA justru disimpan di obligasi. “Anda tahu INA ditaruh di mana sekarang uangnya sebagian besar? Saya rasa sama obligasi juga,” terangnya saat bertemu dengan wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Purbaya menilai usul Luhut, mantan atasannya di Kantor Staf Presiden hingga Kemenko Kemaritiman dan Investasi, merupakan usulan yang bagus apabila investasi INA selama ini efektif disalurkan kepada sektor riil. Namun, dia menilai saat ini investasi dari INA ke sektor riil pun masih terbatas. 

    Kritik serupa sempat disampaikan Purbaya ke Danantara, yang saat ini mengelola investasi dari aset hingga dividen BUMN, ketika menghadiri secara perdana rapat dewan pengawas (dewas), Rabu (15/10/2025). Dia menyebut Danantara saat ini masih menyimpan dana yang berasal dari kekayaan BUMN di obligasi. 

    “Makanya saya agak kritik waktu meeting itu kan. Kok anda taruh [di] bond? Kalau gitu mah, anda enggak jago-jago amat. Kira-kira gitu. Saya tanya gini, apa keahlian anda? Kira-kira gitu kalau cuma taruh di bond,” terangnya. 

    Tidak Mau Terjadi Lagi

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu tidak mau hal serupa terjadi apabila dia menyuntikkan dana pemerintah ke INA. Dia menyinggung pula harusnya SWF yang didirikan pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu harusnya mengundang investor asing. 

    Purbaya tidak menutup kemungkinan bakal memberikan dukungan ke INA. Namun, dia tidak ingin dana yang disuntikkan justru lari ke instrumen investasi yang minim risiko. 

    “Kalau dia butuh duit beneran, mau ekspansi beneran, kami dukung. Tapi, kalau masih banyak utangnya di bond, di obligasi, ngapain kita dukung? Nanti juga untuk beli obligasi lagi, tapi nanti saya pelajari,” terangnya.

    Sebelumnya, Kamis (16/10/2025), Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan memuji langkah Purbaya yang pernah bekerja di bawahnya selama di tiga institusi pemerintahan. Khususnya terkait dengan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun yang disimpan di Bank Indonesia (BI), dan dialihkan ke himbara guna memacu kredit ke sektor riil. 

    Luhut pun membayangkan apabila INA turut menerima investasi dana pemerintah yang disimpan di bank sentral. Dia meyakini hasil atau return yang didapatkan negara juga bisa lebih besar. 

    Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi itu memperkirakan uang yang disuntikkan ke INA bisa bertambah hingga berkali-kali lipat dalam waktu lima tahun saja. 

    “Kalau kita tarik investasi Rp50 triliun ke situ setiap tahun dari dana yang tadi ada masih sisa di Bank Indonesia Rp491 triliun, itu kalau kita leverage bisa Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan, dan itu angka yang sangat besar menjadi bagian foreign direct investment di republik ini. Jadi kita akan punya dua engine growth [mesin pertumbuhan], yang menurut saya luar biasa. Satu INA, satu lagi Danantara,” terangnya di Hotel JS Luwansa, Jakarta. 

  • Luhut Usul Pemerintah Suntik Dana ke INA, Purbaya: Nanti Duitnya ke Obligasi Lagi

    Luhut Usul Pemerintah Suntik Dana ke INA, Purbaya: Nanti Duitnya ke Obligasi Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi usul Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan agar pemerintah ikut memanfaatkan kas di Bank Indonesia (BI) untuk disuntikkan ke Indonesia Investment Authority (INA). 

    Sebagaimana diketahui, INA adalah sovereign wealth fund (SWF) milik pemerintah Indonesia yang dibentuk sebelum adanya Danantara. Pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran yang digelar Kamis (16/10/2025), Luhut sempat menyinggung ide untuk turut menyuntik dana ke INA. 

    Namun demikian, Purbaya menduga saat ini sebagian besar dana investasi yang dikelola INA justru disimpan di obligasi. “Anda tahu INA ditaruh di mana sekarang uangnya sebagian besar? Saya rasa sama obligasi juga,” terangnya saat bertemu dengan wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Purbaya menilai usul Luhut, mantan atasannya di Kantor Staf Presiden hingga Kemenko Kemaritiman dan Investasi, merupakan usulan yang bagus apabila investasi INA selama ini efektif disalurkan kepada sektor riil. Namun, dia menilai saat ini investasi dari INA ke sektor riil pun masih terbatas. 

    Kritik serupa sempat disampaikan Purbaya ke Danantara, yang saat ini mengelola investasi dari aset hingga dividen BUMN, ketika menghadiri secara perdana rapat dewan pengawas (dewas), Rabu (15/10/2025). Dia menyebut Danantara saat ini masih menyimpan dana yang berasal dari kekayaan BUMN di obligasi. 

    “Makanya saya agak kritik waktu meeting itu kan. Kok anda taruh [di] bond? Kalau gitu mah, anda enggak jago-jago amat. Kira-kira gitu. Saya tanya gini, apa keahlian anda? Kira-kira gitu kalau cuma taruh di bond,” terangnya. 

    Tidak Mau Terjadi Lagi

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu tidak mau hal serupa terjadi apabila dia menyuntikkan dana pemerintah ke INA. Dia menyinggung pula harusnya SWF yang didirikan pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu harusnya mengundang investor asing. 

    Purbaya tidak menutup kemungkinan bakal memberikan dukungan ke INA. Namun, dia tidak ingin dana yang disuntikkan justru lari ke instrumen investasi yang minim risiko. 

    “Kalau dia butuh duit beneran, mau ekspansi beneran, kami dukung. Tapi, kalau masih banyak utangnya di bond, di obligasi, ngapain kita dukung? Nanti juga untuk beli obligasi lagi, tapi nanti saya pelajari,” terangnya.

    Sebelumnya, Kamis (16/10/2025), Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan memuji langkah Purbaya yang pernah bekerja di bawahnya selama di tiga institusi pemerintahan. Khususnya terkait dengan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun yang disimpan di Bank Indonesia (BI), dan dialihkan ke himbara guna memacu kredit ke sektor riil. 

    Luhut pun membayangkan apabila INA turut menerima investasi dana pemerintah yang disimpan di bank sentral. Dia meyakini hasil atau return yang didapatkan negara juga bisa lebih besar. 

    Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi itu memperkirakan uang yang disuntikkan ke INA bisa bertambah hingga berkali-kali lipat dalam waktu lima tahun saja. 

    “Kalau kita tarik investasi Rp50 triliun ke situ setiap tahun dari dana yang tadi ada masih sisa di Bank Indonesia Rp491 triliun, itu kalau kita leverage bisa Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan, dan itu angka yang sangat besar menjadi bagian foreign direct investment di republik ini. Jadi kita akan punya dua engine growth [mesin pertumbuhan], yang menurut saya luar biasa. Satu INA, satu lagi Danantara,” terangnya di Hotel JS Luwansa, Jakarta. 

  • Purbaya Ungkap Duit Pemerintah Rp 285 T di Deposito Berjangka, Curiga Permainan Bunga!

    Purbaya Ungkap Duit Pemerintah Rp 285 T di Deposito Berjangka, Curiga Permainan Bunga!

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan ada dana pemerintah yang ditempatkan pada instrumen deposito berjangka. Nilainya jumbo, mencapai Rp 285,6 triliun per Agustus 2025.

    Purbaya mengatakan akan melakukan investigasi terkait asal-asul dana tersebut. Ia curiga ada permainan bunga yang dilakukan oleh jajarannya untuk mendapatkan imbal hasil atau return.

    “Itu kan taruh uang di deposito untuk dapat bunga, kan? Saya nggak tahu itu uang lembaga-lembaga di bawah kementerian atau yang lain. Tapi setahu saya si biasanya kan bank ngasih kode yang jelas, kalau uang pemerintah kan uang pemerintah kan. Saya akan periksa nanti,” kata Purbaya di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Purbaya menyebut dana itu ditempatkan di bank-bank komersial termasuk Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dengan ditempatkannya uang yang diduga milik pemerintah pusat itu di simpanan berjangka, ia mengaku rugi.

    “Ada kecurigaan mereka main bunga. Di banyak bank komersial kita, Himbara mungkin. Tapi, saya akan investigasi lagi itu uang apa sebetulnya. Dulu itu dianggapnya uang pemerintah pusat, di situ ditulisnya. Bisa saja LPDP dan seterusnya. Harusnya si terpisah kan. Nanti saya akan cek, itu uang apa sebetulnya. Itu terlalu besar kalau ditaruh di deposito seperti itu,” jelas Purbaya.

    “Karena pasti return dari bank-nya kan lebih rendah dari bunga yang saya bayar untuk obligasi, kan? Pasti saya rugi kalau gitu. Saya cek betul,” sambung Purbaya.

    Berdasarkan datanya, dana pemerintah yang ditempatkan pada instrumen deposito berjangka mencapai Rp 285,6 triliun per Agustus 2025. Jumlah itu tumbuh dibandingkan posisi pada Desember 2023 yang senilai Rp 204,1 triliun.

    (aid/hns)

  • Rp800 Triliun Nganggur di BI, Purbaya Ungkap Dulu Ekonomi Tidak Dibangun

    Rp800 Triliun Nganggur di BI, Purbaya Ungkap Dulu Ekonomi Tidak Dibangun

    JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa selama ini banyak dana milik pemerintah baik pusat maupun daerah, yang mengendap tanpa dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Menurut Purbaya, pemerintah pusat sempat memiliki dana menganggur hingga Rp800 triliun di Bank Indonesia pada tahun 2003.

    “Jadi selama ini, bilang gak punya duit tuh, duitnya numpuk. Itu dari bulan ke bulan sempat Rp800 triliun (di tahun) 2003, Rp800 triliun di sana. (tahun) 2004, 2005 sempat Rp650 triliun, cash nganggur di sana,” ujarnya dalam acara 1 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Kamis, 16 Oktober.

    Ia menambahkan, sekarang dana tersebut telah dialihkan ke sistem perbankan agar bisa disalurkan ke sektor riil.

    “Yang saya lakukan adalah menyalurkan ke sistem ke perbankan, sehingga dari sana turun ke sana sekarang. Tapi uang saya gak hilang. Uangnya masih punya saya, tapi tempatnya beda. Sekarang tempatnya di perbankan,” tuturnya.

    Ia menegaskan bahwa dana tersebut tetap milik pemerintah, hanya tempatnya dipindahkan dari bank sentral ke bank umum agar bisa dimanfaatkan oleh sektor swasta sehingga bisa menggerakkan perekonomian.

    Purbaya juga menyampaikan bahwa dirinya pernah mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk menyalurkan sebagian dana pemerintah ke sistem keuangan agar tidak hanya mengendap di Bank Indonesia.

    “Kalau uang Bapak di BI, dosa Bapak dua. Pertama, Bapak gak bangun ekonominya, yang kedua, para private sector juga gak bisa menggunakan uang itu. Kalau Bapak taruh uangnya di perbankan, komersial bank, misalnya Himbara, Bapak tinggal satu dosanya,” jelasnya

    “Ya kalau Bapak gak bisa penyerapan anggaran, ya Bapak gak ngebangun,Tapi dosa yang kedua sudah hilang. Sekarang private sector bisa menggunakan uangnya untuk mendorong perekonomian,” tambahnya.

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran: Purbaya Bandingkan Pertumbuhan Ekonomi Era SBY & Jokowi

    Satu Tahun Prabowo-Gibran: Purbaya Bandingkan Pertumbuhan Ekonomi Era SBY & Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA – Jelang satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membandingkan pertumbuhan ekonomi pada era pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Hal itu disampaikan Menkeu saat memberikan paparan di acara “1 tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis malam (16/10/2025).  

    Purbaya mengatakan pertumbuhan ekonomi pada era SBY mampu mencetak angka 6% meski pembangunannya tak seagresif pemerintahan Jokowi. Sementara pada era Jokowi, Purbaya menuturkan pertumbuhan ekonomi berada pada level rata-rata 5%.

    “Perbedaan itu disebabkan oleh sumber penggerak ekonomi. Pemerintahan Presiden Jokowi lebih memusatkan perhatian pada belanja pemerintah, sementara era Presiden SBY lebih menggerakkan sektor swasta,” ujar Purbaya dikutip dari Antara, Kamis (17/10/2025)

    Maka dari itu, melalui jabatannya sebagai Menteri Keuangan kali ini, Purbaya berniat menggerakkan kedua sektor secara bersamaan dan membidik pertumbuhan ekonomi pada level 6%.

    Purbaya sebelumnya melihat tren tekanan perekonomian pada kisaran April hingga Agustus 2025, yang utamanya terlihat pada sektor riil. Dia pun berpendapat demonstrasi besar pada akhir Agustus lalu disebabkan oleh tekanan ekonomi, bukan instabilitas politik.

    “Rakyat langsung merasakan tekanan di perekonomian. Kalau sudah kesal, mereka turun ke jalan. Jadi itu bukan protes karena politiknya kacau, tetapi karena ekonomi mereka susah. Kalau enggak cepat diperbaiki, enggak akan berhenti demonya dan kita akan susah terus ke depan,” imbuhnya. 

    Observasinya itu yang melandasi keputusan Purbaya menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun pada bank Himpunan Milik Negara (Himbara). Melalui injeksi dana ini, dia menargetkan adanya pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh suntikan kredit pada sektor riil. 

    Purbaya menyebut dampak kebijakan itu sudah terlihat, salah satunya tercermin pada uang beredar, bisa juga disebut M0 atau base money, yang sudah tumbuh ke level 13,2%.

    “Artinya apa? Gelontoran uang saya [pemerintah] sudah menambah likuiditas di sistem finansial kita secara signifikan. Saya akan monitor itu dari bulan ke bulan seperti apa. Kalau kurang, saya tambah lagi,” tuturnya.

  • Purbaya bandingkan pertumbuhan ekonomi era SBY dan Jokowi

    Purbaya bandingkan pertumbuhan ekonomi era SBY dan Jokowi

    Perbedaan itu disebabkan oleh sumber penggerak ekonomi, di mana Jokowi lebih memusatkan perhatian pada belanja pemerintah, sementara SBY lebih menggerakkan sektor swasta

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membandingkan pertumbuhan ekonomi pada era pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Dalam kegiatan “1 tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis, Purbaya mengatakan pertumbuhan ekonomi pada era SBY mampu mencetak angka 6 persen meski pembangunannya tak seagresif pemerintahan Jokowi. Sementara pada era Jokowi, pertumbuhan ekonomi berada pada level rata-rata 5 persen.

    Menurut Purbaya, perbedaan itu disebabkan oleh sumber penggerak ekonomi, di mana Jokowi lebih memusatkan perhatian pada belanja pemerintah, sementara SBY lebih menggerakkan sektor swasta.

    Maka dari itu, melalui jabatannya sebagai Menteri Keuangan kali ini, Purbaya berniat menggerakkan kedua sektor secara bersamaan dan membidik pertumbuhan ekonomi pada level 6 persen.

    Purbaya sebelumnya melihat tren tekanan perekonomian pada kisaran April hingga Agustus 2025, yang utamanya terlihat pada sektor riil.

    Dia pun berpendapat demonstrasi besar pada akhir Agustus lalu disebabkan oleh tekanan ekonomi, bukan instabilitas politik.

    “Rakyat langsung merasakan tekanan di perekonomian. Kalau sudah kesal, mereka turun ke jalan. Jadi itu bukan protes karena politiknya kacau, tetapi karena ekonomi mereka susah. Kalau nggak cepat diperbaiki, nggak akan berhenti demonya dan kita akan susah terus ke depan,” ujar Purbaya.

    Observasinya itu yang melandasi keputusan Purbaya menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun pada bank Himpunan Milik Negara (Himbara). Melalui injeksi dana ini, dia menargetkan adanya pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh suntikan kredit pada sektor riil.

    Purbaya menyebut dampak kebijakan itu sudah terlihat, salah satunya tercermin pada uang beredar, bisa juga disebut M0 atau base money, yang sudah tumbuh ke level 13,2 persen.

    “Artinya apa? Gelontoran uang saya (pemerintah) sudah menambah likuiditas di sistem finansial kita secara signifikan. Saya akan monitor itu dari bulan ke bulan seperti apa. Kalau kurang, saya tambah lagi,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Indra Gultom
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Luhut Pandjaitan Blak-blakan Beber soal Sistem Keuangan Era Jokowi Tidak Baik-baik Saja

    Luhut Pandjaitan Blak-blakan Beber soal Sistem Keuangan Era Jokowi Tidak Baik-baik Saja

    “Dan saya pikir Menteri Keuangan sudah mengatakan tadi dengan (ekonomi RI) 5,2 mudah-mudahan kita 5,1-5,2 bisa didapat. Nah ini tergantung sekarang dengan mazhabnya Menteri Keuangan. Dari dulu waktu saya Kepala Staf Presiden, beliau ini juga sebagai deputi saya, selalu polanya di situ,” kata Luhut dalam acara bertajuk ‘1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran’ di Jakarta Selatan, Kamis (16/10).

    “Bagaimana market itu diguyur dengan cash, dengan dana, uang yang berputar di market,” tambahnya.

    Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi di era Presiden Jokowi ini mengaku bahwa Purbaya dulunya merupakan deputi dalam lembaga yang ia pimpin. Melalui kebijakan Rp 200 triliun yang dinilainya bagus, diakui Luhut, banyak kebijakan-kebijakan di era Jokowi yang memang bersumber darinya.

    “Karena saya ngalamin dengan dia, karena itu Presiden waktu itu Pak Jokowi, tanya saya karena Pak Purbaya deputi saya, dia yang saran kepada saya, Pak harus begini, menurut dia. Tapi saya juga lama-lama saya pikir-pikir, benar juga,” ujarnya.

    Luhut juga menilai bahwa kebijakan Menkeu Purbaya untuk mengguyur bank Himbara dengan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun adalah salah satu langkah yang tepat. Bahkan, ia menilai saat ini sudah menunjukkan hasilnya.

    “Injeksi ideal pemerintah di Rp 200 triliun yang diberikan Menteri Keuangan ini, sudah mulai kita lihat menunjukkan hasil,” tambahnya. (fajar)

  • Soal dana Rp200 triliun, BSI sebut sudah serap lebih dari 85 persen

    Soal dana Rp200 triliun, BSI sebut sudah serap lebih dari 85 persen

    Sekarang itu, data terakhir itu sudah di atas 85 persen. Jadi, mungkin sampai akhir bulan ini itu sudah selesai

    Jakarta (ANTARA) – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyampaikan realisasi serapan dana Rp10 triliun bagian dari dana yang ditempatkan pemerintah di bank-bank anggota Himbara sebesar Rp200 triliun, telah melampaui 85 persen.

    Dari total Rp200 triliun dana pemerintah ditempatkan di bank anggota Himbara, BSI mendapatkan kucuran dana Rp10 triliun.

    Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta di Jakarta, Kamis, optimistis dana tersebut akan tersalurkan semua pada akhir Oktober 2025.

    “Sudah hampir habis (dana Rp10 triliun). Sekarang itu, yang data terakhir itu sudah di atas 85 persen. Jadi, mungkin sampai akhir bulan ini itu sudah selesai. Mungkin sekarang 85-90 persen, dan kebetulan memang BSI mendapatkan alokasinya dari Rp200 triliun itu Rp10 triliun. Alhamdulillah kita on track dan InsyaAllah mungkin akan habis di akhir bulan ini,” kata Bob usai menghadiri acara ESG Now Awards 2025 di Jakarta, Kamis.

    Penempatan dana tersebut turut membantu memperkuat likuiditas bank dalam mendorong penyaluran pembiayaan ke berbagai sektor produktif.

    Bob menjelaskan bahwa sebagian besar portofolio pembiayaan BSI disalurkan ke segmen consumer banking, terutama produk-produk gadai dan cicil emas. Meski demikian, pembiayaan yang disalurkan ke pelaku UMKM juga tetap berjalan.

    “Jadi memang portfolio sebagian besar itu adalah di area consumer, bukan berarti enggak ada UMKM-nya gitu ya. Tetapi kemudian di konteks consumer itu yang mungkin kalau sekarang, BSI sebagai bullion bank gitu ya, ada gadai, ada cicil emas. Tetapi poinnya adalah bahwa itu juga akan meningkatkan purchasing power atau demand dari masyarakat sehingga juga akan menggerakkan perekonomian,” jelasnya.

    Sebagaimana diketahui, pemerintah menempatkan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Berdasarkan data Kementerian Keuangan Republik Indonesia per 30 September 2025, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyalurkan Rp40,6 triliun dari Rp55 triliun (74 persen), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Rp33,9 triliun dari Rp55 triliun (62 persen), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rp27,6 triliun dari Rp55 triliun (50 persen), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Rp4,8 triliun dari Rp25 triliun (19 persen), dan BSI Rp5,5 triliun dari Rp10 triliun (55 persen).

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Luhut yakin injeksi dana Purbaya di Himbara bisa dongkrak ekonomi

    Luhut yakin injeksi dana Purbaya di Himbara bisa dongkrak ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meyakini injeksi dana pemerintah senilai Rp200 triliun ke bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

    “Injeksi ideal pemerintah Rp200 triliun yang diberikan Menteri Keuangan ini sudah mulai menunjukkan hasil,” kata Luhut dalam kegiatan “1 tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta, Kamis.

    Luhut mengatakan Purbaya sudah mengusulkan untuk mengguyur pasar dengan suntikan uang beredar demi mendorong ekonomi sejak Purbaya masih menjadi stafnya di Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.

    Ketua DEN pun mengamini menyimpan dana pemerintah di Bank Indonesia (BI) membuat M0 atau base money berada dalam level rendah.

    “Sekarang saya lihat Menteri Keuangan yang baru mendorong betul mazhab-nya dia ini untuk mengguyur pasar dengan taruh Rp200 triliun di perbankan, dan saya kira itu sangat bagus,” ujarnya.

    Luhut optimistis kebijakan yang dijalankan oleh Purbaya sebagai Menteri Keuangan bisa membantu Indonesia mencetak pertumbuhan di level 5,1-5,2 persen.

    Meski begitu, ia mengingatkan publik untuk bersabar dalam memantau efektivitas kebijakan Purbaya.

    “Itu butuh waktu. Kita ini kadang-kadang seperti makan cabai. Begitu digigit, pedas. Enggak, butuh waktu. Itu suatu proses,” tutur Luhut.

    Sebelumnya, Purbaya melaporkan bank Himbara telah menyalurkan kredit produktif sebesar Rp112,4 triliun dari penempatan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun.

    Rinciannya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah menyalurkan Rp40,6 triliun dari alokasi penempatan dana Rp55 triliun atau setara 74 persen per 30 September 2025.

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) merealisasikan Rp33,9 triliun dari Rp55 triliun atau 62 persen. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) merealisasikan Rp27,6 triliun dari Rp55 triliun atau 50 persen.

    Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyalurkan Rp4,8 triliun dari Rp25 triliun atau setara 19 persen, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp5,5 triliun dari Rp10 triliun atau 55 persen.

    Realisasi itu, menurut Purbaya, menunjukkan lebih dari separuh dana yang ditempatkan oleh pemerintah sudah bekerja untuk menopang konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Bukti lain yang turut mendukung efektivitas injeksi dana tersebut terlihat pada pertumbuhan uang beredar, di mana M0 atau base money melaju pesat menjadi 13,2 persen dari sebelumnya hampir mendekati posisi 0.

    Purbaya menyatakan kinerja ini menunjukkan uang di sistem perekonomian telah bertambah signifikan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.