BUMN: BUMD

  • Ketua Demokrat Jadi Plt Dirut PD Parkir Makassar, Januar Singgung Loyalitas

    Ketua Demokrat Jadi Plt Dirut PD Parkir Makassar, Januar Singgung Loyalitas

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Menanggapi penunjukan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Makassar sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur BUMD Parkir, Partai Demokrat menyatakan tengah bersikap hati-hati dan bijak dalam menyikapi dinamika tersebut.

    Andi Januar Jaury Dharwis, Ketua Bappilu DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan, menegaskan bahwa partai tetap memegang teguh komitmen untuk tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

    “Kami sangat memahami regulasi yang mengatur soal pejabat partai yang masuk ke dalam struktur pemerintahan. Karena itu, sikap kami adalah bersikap bijak, berhati-hati, dan tidak gegabah,” ujarnya.

    Ia juga menekankan bahwa pihaknya saat ini sedang mencermati ketentuan teknis lebih lanjut, apakah pengunduran diri yang dimaksud dalam regulasi mencakup keanggotaan penuh atau hanya jabatan struktural dalam partai.

    Di sisi lain, Partai Demokrat juga mengakui bahwa kader yang bersangkutan telah memberikan kontribusi besar dalam perjalanan dan konsolidasi partai di tingkat kota.

    “Kami tidak bisa menutup mata terhadap dedikasi beliau. Ini bukan hanya soal posisi, tetapi juga soal penghargaan atas loyalitas dan kerja panjang membesarkan partai,” tambahnya.

    Meski demikian, Demokrat memastikan akan mengambil sikap yang tetap berada dalam koridor hukum dan etika pemerintahan.

    “Kami ingin menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap aturan dan penghargaan terhadap kader. Ini adalah bagian dari kedewasaan berdemokrasi yang sedang kami bangun,” pungkasnya.

    Sikap resmi partai disebut akan disampaikan dalam waktu dekat, setelah proses internal dan konsultasi organisasi diselesaikan.

  • Pemprov Maluku dan Jatim mulai kerja sama dagang Rp450 miliar

    Pemprov Maluku dan Jatim mulai kerja sama dagang Rp450 miliar

    Ambon (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku bersama Pemprov Jawa Timur (Jatim) memulai perjanjian kerja sama perdagangan dengan nilai transaksi Rp450 miliar untuk meningkatkan perekonomian kedua daerah.

    “Kehadiran Gubernur Jatim beserta rombongan menjadi babak baru dalam memperkuat sinergi dan kolaborasi antardaerah dan demi kemajuan bersama,” kata Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa di Ambon, Rabu.

    Dari Rp450 miliar tersebut Provinsi Jawa Timur menjual dengan total Rp150 miliar atas komoditas produk hasil tembakau, pakan olahan unggas, benih tanaman pertanian, beras, telur ayam, produk makanan ringan dan produk fashion.

    Adapun nilai beli yang dilakukan Provinsi Jawa Timur dari Maluku senilai Rp300 miliar dengan rincian komoditas udang, tuna, cumi, kayu logs, hasil hutan, kelapa bulat, arang tempurung dan kelapa.

    Dalam implementasinya Gubernur Maluku dan Gubernur Jatim menandatangani MoU, dan Perjanjian Kerja Sama 10 OPD, satu BUMD dan dua asosiasi pengusaha dari Provinsi Maluku dan Provinsi Jawa Timur serta Penandatanganan Komitmen dengan Transaksi Tertinggi.

    Jawa Timur menghadirkan 40 pelaku usaha, sedang Maluku sebanyak 100 pelaku usaha, dengan sektor yang dilibatkan yakni hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil peternakan, hasil perikanan, dan produk UKM yang terakurasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku dan Jawa Timur.

    Gubernur Maluku bersama Gubernur Jawa Timur dan OPD masing-masing (Antara/Dedy Azis)

    Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cerita Pembuat Patung Biawak Wonosobo, Dibuat 1,5 Bulan dengan Rp 50 Juta
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 April 2025

    Cerita Pembuat Patung Biawak Wonosobo, Dibuat 1,5 Bulan dengan Rp 50 Juta Regional 23 April 2025

    Cerita Pembuat Patung Biawak Wonosobo, Dibuat 1,5 Bulan dengan Rp 50 Juta
    Tim Redaksi
    WONOSOBO, KOMPAS.com –
    Di tengah keindahan alam
    Wonosobo
    , Jawa Tengah, sebuah
    patung biawak
    berdiri tegak di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto.
    Patung setinggi hampir 4 meter ini bukan hanya menarik perhatian para pengguna jalan, tetapi juga menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial.
    Dengan realisme yang begitu mengagumkan, banyak yang terkecoh dan mengira patung ini adalah biawak asli.
    Namun, yang membuat tugu ini semakin mencuri perhatian bukan hanya ukuran dan keunikannya, tetapi juga biaya pembuatannya yang jauh dari kata mahal.
    Berbeda dengan banyak tugu lain yang menghabiskan anggaran negara hingga miliaran rupiah,
    Tugu Biawak
    di Wonosobo dibangun dengan anggaran hanya sekitar Rp 50 juta.
    Anggaran ini berasal dari program Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah BUMD di daerah tersebut, yang menunjukkan bahwa karya seni berkualitas tak harus selalu mahal.
    Di balik karya ini, terdapat tangan terampil seorang seniman lokal, Rejo Arianto.
    Selama 1,5 bulan, Arianto mengerahkan keahliannya untuk mewujudkan patung biawak yang terletak di Jalan Raya Nasional Ajibarang-Secang.

    Arianto mengatakan bahwa meskipun anggaran terbatas, ia merasa cukup dengan dana Rp 50 juta untuk pengerjaan patung ini.
    “Untuk tenaga pengerjaan, kalau buat saya Rp 50 juta cukup. Kalau buat kota Wonosobo saya tidak berhitung, ini sumbangsih saya kepada ibu pertiwi. Tapi kalau mngerjakan di luar kota, bisa-bisa lebih biayanya,” ujar dia dalam wawancara dengan Kompas.com, Rabu (23/4/2025).
    Meskipun Arianto merasa cukup dengan anggaran tersebut, ia enggan mengungkapkan rincian biaya yang lebih mendalam.
    Menurutnya, hal itu kurang etis untuk disampaikan kepada publik.
    “Saya sebutkan anggaran kurang etis karena banyak alasan. Tapi kalau untuk kota sendiri, saya tidak menghitung,” jelasnya.
     
    Ide pembangunan Tugu Biawak ini berawal dari Karang Taruna Desa Krasak yang ingin menciptakan karya yang mencerminkan keunikan daerah mereka.
    Setelah mendapatkan ide tersebut, Rejo Arianto diberi mandat langsung oleh Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, untuk mewujudkan patung ini.
    Mengapa biawak? Karena hewan ini merupakan salah satu spesies endemik yang dapat ditemukan di sekitar Wonosobo dan menjadi simbol yang perlu dilestarikan.
    Untuk membangun patung ini, Rejo dibantu oleh enam orang lainnya.
    Dengan dana CSR dari BUMD setempat, pengerjaan patung dimulai sebelum bulan puasa dan selesai lima hari sebelum Lebaran.
    “Ahlinya saya sendiri, tapi untuk membantu dari cakar ayam sampai selesai dibantu 6 orang. Pengerjaan sebelum puasa dan selesai H-5 lebaran,” kata Arianto.
    Sebagai seorang seniman, Rejo Arianto menilai bahwa seni seharusnya dihargai berdasarkan nilai artistiknya, bukan hanya dari biaya pembuatannya.
    “Seni itukan ada yang abstrak, ada yang ekspresif dan sebagainya. Lha lihatnya dari situ, gak bisa secara realistik seperti itu, karya abstrak harus dinilai dengan kacamata abstrak tidak bisa pakai kacamata realistik,” kata pemilik instagram Rejo Arianto ini.
    Ia menambahkan bahwa banyak tugu-tugu di Indonesia yang menelan biaya besar namun tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat.
    Sebagai contoh, Tugu Penyu di Pelabuhanratu, Sukabumi, yang diduga menghabiskan anggaran Rp 15,6 miliar namun mengalami kerusakan hanya beberapa bulan setelah dibangun.
    Ada juga Tugu Bulan Sabit di Kutai Timur yang menghabiskan Rp 2,5 miliar, serta Tugu Pesut Mahakam di Samarinda yang menelan anggaran APBD sebesar Rp 1,1 miliar namun menuai kritik karena desainnya yang dianggap tidak sesuai.
    “Itu privasi mereka, saya sebagai seniman menilai karya mereka bagus,” kata Rejo menanggapi fenomena tugu-tugu mahal yang tak sesuai harapan masyarakat.
    Tugu Biawak ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan warganet. Banyak yang memuji detail dan realisme patung tersebut, bahkan menyebutnya sebagai “ikon baru Wonosobo”.
    “Ini menarik sih, kalau biasanya viral pembuatan patung kemahalan, kalau ini viral kemurahan, hasilnya juga bagus sekali sangat realistis,” kata Lia salah satu pengguna jalan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Butuh 82 Titik Dapur MBG, Pemkot Bogor Siapkan Penambahan SPPG

    Butuh 82 Titik Dapur MBG, Pemkot Bogor Siapkan Penambahan SPPG

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berencana menambah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang akan menjadi dapur dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Hal itu disampaikan Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim. Ia menekankan, target itu mendukung dan menyukseskan program Presiden Prabowo Subianto.

    Tercatat, saat ini ada 120.000 siswa di Kota Bogor yang harus dilayani oleh program MBG.
    Karena itu, dibutuhkan sekitar 82 titik dapur yang mampu melayani, dengan kapasitas satu dapur dapat melayani 2.000 hingga 3.000 pelajar.

    “Sejak diluncurkan pada Januari 2025, saat ini sudah ada empat SPPG di Kota Bogor,” kata Dedie dikutip Selasa (22/4).

    Pihaknya menargetkan, akan bertambah dua dapur lagi yang diperkirakan mulai digunakan pada Agustus mendatang.

    “Jadi kebayang kalau kemudian kita mau nambah 10 lagi, kita butuh waktu. Ini betul-betul murni harus ada kemitraan antara pemilik aset lahan dan tentu ada yang membangunkan dapur serta peralatannya,” tutur Dedie.

    “Termasuk SDM-nya dan juga supplier-nya dari logistik atau sembako. Ini tentu program yang baik, tapi harus dipikirkan bersama,” imbuhnya.

    Mengenai aset lahan, Dedie menjelaskan, bahwa Pemkot Bogor melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki aset-aset yang juga bisa digunakan sebagai dapur.

    Namun tentu saja hal itu bisa terwujud dengan kolaborasi, termasuk menjalankan semua proses administrasinya sesuai prosedur dan regulasi yang ada.

    Menurutnya, program MBG ini, merupakan program mulia, namun harus dilakukan dengan komitmen bersama, termasuk penyiapan SDM yang tangguh.

    “Semua prosesnya harus government, sesuai tata kelola, karena ini uang negara. Meskipun ada semacam kemudahan, tapi proses tata kelolanya harus benar, tata kelola administrasinya, tata kelola pembelian logistiknya, pembagiannya, sumber dayanya. Sehingga selama tata kelolanya dipatuhi dan dipenuhi, itu bisa terlaksana,” tukas Dedie. (YUD)

  • Video Bangun Patung Biawak Realistis Tanpa APBD, Tugu Krasak Menyawak di Wonosobo Curi Perhatian

    Video Bangun Patung Biawak Realistis Tanpa APBD, Tugu Krasak Menyawak di Wonosobo Curi Perhatian

    TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO –  Berikut ini video Bangun Patung Biawak Realistis Tanpa APBD, Tugu Krasak Menyawak di Wonosobo Curi Perhatian Publik 

    Ikon baru tugu patung biawak di Kabupaten Wonosobo akhir-akhir ini mencuri perhatian masyarakat luas.

    Tugu yang berlokasi di jalur Wonosobo-Banjarnegara turut Desa Krasak, Kecamatan Selomerto ini dinilai memiliki tampilan yang mirip dengan biawak sungguhan.

    Pembuatan tugu ini diinisiasi oleh pemuda karang taruna desa setempat dan pembuatannya dinahkodai oleh seniman asli Wonosobo bernama Arianto.

    Ahmad Gunawan Wibisono selaku Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto menjelaskan ide awal pembuatan tugu patung biawak ini. Ia mengatakan tugu ini bernama Tugu Krasak Menyawak. Dalam bahasa Jawa menyawak berarti biawak.

    Hewan reptil biawak ini telah lama dikenal masyarakat Desa Krasak Wonosobo yang habitatnya telah ada sejak dahulu bahkan disebut-sebut terjaga hingga saat ini.

    Habitat biawak hidup di aliran sungai serayu tepatnya di bawah jembatan menyawak desa ini. 

    Lokasinya sekitar 100 meter ke arah timur dari tugu patung biawak ini. 

    “Kenapa disebut jembatan menyawak ya karena di situ jadi habitat endemik terbanyak satwa biawak. Untuk lebih mengenal itu makanya kita bangun Tugu Krasak Menyawak,” terangnya.

    Tidak hanya itu di tempat ini juga memiliki nilai sejarah. Tempat ini menjadi saksi peristiwa sejarah berlangsungnya agresi militer Belanda pertama yang terus dikenang hingga saat ini.

    “Waktu itu agresi militer Belanda pertama itu terjadi pertempuran antara tentara Sekutu NICA dengan tentara Jepang itu berlangsung di tugu menyawak ada di belakang kita, di jembatan menyawak,” jelasnya.

    Secara fisik tugu patung biawak ini memiliki tinggi 7 meter dengan lebar 4 meter. Tampak secara kasat mata patung biawak berwarna hitam dengan corak kuning sedang merayap di sebuah batu dengan lidah yang menjulur keluar dan menoleh ke arah kiri.

    Sebetulnya pengerjaan tugu ini masih belum selesai sepenuhnya, masih ada finishing dan penambahan pada area di sekitarnya seperti taman dan bangku-bangku untuk menambah keestetikannya. 

    Meskipun begitu tugu ini berhasil menarik perhatian masyarakat. Tidak sedikit pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk berfoto dan mengabadikan gambar Tugu Krasak Menyawak ini.

    “Peletakan batu pertama di tanggal 3 Februari 2025 dan selesai tepat satu setengah bulan. Tapi rencananya akan ada penambahan lainnya,” imbuhnya.

    Selain bentuk patungnya yang dipuji, banyak beredar luas terkait anggaran pembuatannya yang diisukan menggunakan anggaran dana desa senilai Rp 50 juta. Mengklarifikasi hal tersebut, Kepala Desa Krasak, Supinah menuturkan kabar tersebut tidaklah benar.

    “Saya klarifikasi itu bukan dari anggran desa, itu dari anggaran CSR dari kabupaten dan dibantu swadaya dari masyarakat seperti gotong-royongnya dan konsumsi selama pembangunannya,” ucapnya saat ditemui tribunjateng.com di kantor desa setempat.

    Sementara itu di tempat yang berbeda Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat juga menyampaikan terkait dengan anggaran pembuatan tugu tersebut juga bukan berasal dari APBD kabupaten melainkan bantuan dari BUMD di Kabupaten Wonosobo.

    “Kita coba wujudkan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah kan enggak punya duit. Kami terus terang tidak anggarkan lewat APBD. Justru kami mencoba memantik, menyentuh teman-teman BUMD, yuk gotong royong, kemudian itu bisa terealisasi,” ucapnya.

    Bupati mengapresiasi betul hasil tugu biawak yang dibangun mendapatkan perhatian positif dari masyarakat luas dan dapat mengangkat nama Wonosobo. 

    Tidak hanya itu ia juga berterima kasih kepada seniman asli Wonosobo Arianto yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga untuk membuat karya yang luar biasa ini.

    “Kami percayakan kepada Mas Ari, saya percaya beliau bisa mewujudkan apa yang menjadi keinginan masyarakat dan pemerintah kabupaten. Termasuk lukisan bupati-bupati di pendopo ini semua produknya Mas Ari, dan bagus-bagus,” tuturnya.

    Berkesempatan juga hari ini tribunjateng.com bertemu dengan seniman yang membuat tugu biawak ini. Arianto yang akrab di sapa Ari ini rupanya lama berkecimpung pada dunia seni lukis yang dulunya mengenyam bangku kuliah di ISI Surakarta.

    Seiring berjalannya waktu, secara otodidak ia mulai belajar membuat patung hingga karya terbaiknya dapat terkenal seperti saat ini.

    Terkait besaran nominal pembuatan tugu biawak ini ia pun enggan menyebut angka pastinya, ia mengatakan tidak sampai menembus angka Rp 1 miliar.

    “Saya sebagai seniman itu sebetulnya kurang etis menyebut nominal. Kalau tahu prosesnya ini saja saya ngawali sampai ibaratnya berhutang. Kalau kok ditulis Rp 50 juta, uh banyak sekali. Saya didawuhi Bupati dan dana seadanya saya pasti buat semampu saya. Misal saya dikasih Rp 1 miliar, 4 penjuru mata angin tak bangun, serius,” ucapnya.

    Diceritakannya dalam membuat tugu patung biawak ini ia rela membeli biawak sungguhan untuk diobservasi agar karya yang akan dibuatnya dapat betul-betul sesuai aslinya.

    Ia mengungkapkan kesulitan dalam membuat seni patung adalah menciptakan ruh dalam patung tersebut agar bisa dinikmati orang yang melihat.

    “Jadi karya sebagus apapun ketika tidak punya ruh, sel, ataupun jiwa ya kurang. Dalam karya itu ya menurut saya seperti orang cantik tapi juga harus yang smart. Jadi semoga karya-karya yang nanti tercipta ya cantik, ya pintar,” terangnya.

    Ia berharap ke depannya dapat membuat patung kembali dengan karya yang lebih megah dari ini dan ia dedikasikan karyanya untuk Kabupaten Wonosobo tercinta. (ima) 

  • Inilah Sosok Arianto Pria yang Membuat Tugu Biawak Viral di Wonosobo, Ternyata Tanpa Anggaran APBD

    Inilah Sosok Arianto Pria yang Membuat Tugu Biawak Viral di Wonosobo, Ternyata Tanpa Anggaran APBD

    TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO – Ikon baru tugu patung biawak di Kabupaten Wonosobo akhir-akhir ini mencuri perhatian masyarakat luas.

    Tugu Biawak itu viral di media sosial setelah dibandingkan dengan Tugu Penyu di Sukabumi.

    Bukan hanya karena bentuknya yang memang mirip asli, namun juga anggaran yang berbeda jauh.

    Tugu yang berlokasi di jalur Wonosobo-Banjarnegara turut Desa Krasak, Kecamatan Selomerto ini dinilai memiliki tampilan yang mirip dengan biawak sungguhan.

    Pembuatan tugu ini diinisiasi oleh pemuda karang taruna desa setempat dan pembuatannya dinahkodai oleh seniman asli Wonosobo bernama Arianto.

    SENIMAN ARIANTO – Arianto, seniman asli Wonosobo yang membuat Tugu Krasak Menyawak. Karyanya viral di media sosial karena memiliki bentuk yang realistis sama seperti biawak sungguhan. Untuk menciptakan karya indah ini ia rela membeli biawak sungguhan agar dapat menciptakan karya yang sesuai aslinya. (Tribunjateng.com/Imah Masitoh )

    Ahmad Gunawan Wibisono selaku Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto menjelaskan ide awal pembuatan tugu patung biawak ini. Ia mengatakan tugu ini bernama Tugu Krasak Menyawak. Dalam bahasa Jawa menyawak berarti biawak.

    Hewan reptil biawak ini telah lama dikenal masyarakat Desa Krasak Wonosobo yang habitatnya telah ada sejak dahulu bahkan disebut-sebut terjaga hingga saat ini.

    Habitat biawak hidup di aliran sungai serayu tepatnya di bawah jembatan menyawak desa ini. Lokasinya sekitar 100 meter ke arah timur dari tugu patung biawak ini. 

    “Kenapa disebut jembatan menyawak ya karena di situ jadi habitat endemik terbanyak satwa biawak. Untuk lebih mengenal itu makanya kita bangun Tugu Krasak Menyawak,” terangnya.

    Tidak hanya itu di tempat ini juga memiliki nilai sejarah. Tempat ini menjadi saksi peristiwa sejarah berlangsungnya agresi militer Belanda pertama yang terus dikenang hingga saat ini.

    “Waktu itu agresi militer Belanda pertama itu terjadi pertempuran antara tentara Sekutu NICA dengan tentara Jepang itu berlangsung di tugu menyawak ada di belakang kita, di jembatan menyawak,” jelasnya.

    Secara fisik tugu patung biawak ini memiliki tinggi 7 meter dengan lebar 4 meter. Tampak secara kasat mata patung biawak berwarna hitam dengan corak kuning sedang merayap di sebuah batu dengan lidah yang menjulur keluar dan menoleh ke arah kiri.

    Sebetulnya pengerjaan tugu ini masih belum selesai sepenuhnya, masih ada finishing dan penambahan pada area di sekitarnya seperti taman dan bangku-bangku untuk menambah keestetikannya. 

    Meskipun begitu tugu ini berhasil menarik perhatian masyarakat. Tidak sedikit pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk berfoto dan mengabadikan gambar Tugu Krasak Menyawak ini.

    “Peletakan batu pertama di tanggal 3 Februari 2025 dan selesai tepat satu setengah bulan. Tapi rencananya akan ada penambahan lainnya,” imbuhnya.

    Selain bentuk patungnya yang dipuji, banyak beredar luas terkait anggaran pembuatannya yang diisukan menggunakan anggaran dana desa senilai Rp 50 juta.

    Mengklarifikasi hal tersebut, Kepala Desa Krasak, Supinah menuturkan kabar tersebut tidaklah benar.

    “Saya klarifikasi itu bukan dari anggran desa, itu dari anggaran CSR dari kabupaten dan dibantu swadaya dari masyarakat seperti gotong-royongnya dan konsumsi selama pembangunannya,” ucapnya saat ditemui tribunjateng.com di kantor desa setempat.

    Sementara itu di tempat yang berbeda Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat juga menyampaikan terkait dengan anggaran pembuatan tugu tersebut juga bukan berasal dari APBD kabupaten melainkan bantuan dari BUMD di Kabupaten Wonosobo.

    “Kita coba wujudkan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah kan enggak punya duit. Kami terus terang tidak anggarkan lewat APBD. Justru kami mencoba memantik, menyentuh teman-teman BUMD, yuk gotong royong, kemudian itu bisa terealisasi,” ucapnya.

    Bupati mengapresiasi betul hasil tugu biawak yang dibangun mendapatkan perhatian positif dari masyarakat luas dan dapat mengangkat nama Wonosobo. 

    Tidak hanya itu ia juga berterima kasih kepada seniman asli Wonosobo Arianto yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga untuk membuat karya yang luar biasa ini.

    “Kami percayakan kepada Mas Ari, saya percaya beliau bisa mewujudkan apa yang menjadi keinginan masyarakat dan pemerintah kabupaten. Termasuk lukisan bupati-bupati di pendopo ini semua produknya Mas Ari, dan bagus-bagus,” tuturnya.

    Berkesempatan juga hari ini tribunjateng.com bertemu dengan seniman yang membuat tugu biawak ini. Arianto yang akrab di sapa Ari ini rupanya lama berkecimpung pada dunia seni lukis yang dulunya mengenyam bangku kuliah di ISI Surakarta.

    Seiring berjalannya waktu, secara otodidak ia mulai belajar membuat patung hingga karya terbaiknya dapat terkenal seperti saat ini.

    Terkait besaran nominal pembuatan tugu biawak ini ia pun enggan menyebut angka pastinya, ia mengatakan tidak sampai menembus angka Rp 1 miliar.

    “Saya sebagai seniman itu sebetulnya kurang etis menyebut nominal. Kalau tahu prosesnya ini saja saya ngawali sampai ibaratnya berhutang. Kalau kok ditulis Rp 50 juta, uh banyak sekali. Saya didawuhi Bupati dan dana seadanya saya pasti buat semampu saya. Misal saya dikasih Rp 1 miliar, 4 penjuru mata angin tak bangun, serius,” ucapnya.

    Diceritakannya dalam membuat tugu patung biawak ini ia rela membeli biawak sungguhan untuk diobservasi agar karya yang akan dibuatnya dapat betul-betul sesuai aslinya.
     
    Ia mengungkapkan kesulitan dalam membuat seni patung adalah menciptakan ruh dalam patung tersebut agar bisa dinikmati orang yang melihat.

    “Jadi karya sebagus apapun ketika tidak punya ruh, sel, ataupun jiwa ya kurang. Dalam karya itu ya menurut saya seperti orang cantik tapi juga harus yang smart. Jadi semoga karya-karya yang nanti tercipta ya cantik, ya pintar,” terangnya.

    Ia berharap ke depannya dapat membuat patung kembali dengan karya yang lebih megah dari ini dan ia dedikasikan karyanya untuk Kabupaten Wonosobo tercinta. (ima)

     

     

  • Video Bangun Patung Biawak Realistis Tanpa APBD, Tugu Krasak Menyawak di Wonosobo Curi Perhatian

    Pembuatan Patung Biawak Tanpa Anggaran APBD, Tugu Krasak Menyawak di Wonosobo Curi Perhatian

    TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO – Ikon baru tugu patung biawak di Kabupaten Wonosobo akhir-akhir ini mencuri perhatian masyarakat luas.

    Tugu yang berlokasi di jalur Wonosobo-Banjarnegara turut Desa Krasak, Kecamatan Selomerto ini dinilai memiliki tampilan yang mirip dengan biawak sungguhan.

    Pembuatan tugu ini diinisiasi oleh pemuda karang taruna desa setempat dan pembuatannya dinahkodai oleh seniman asli Wonosobo bernama Arianto.

    Ahmad Gunawan Wibisono selaku Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto menjelaskan ide awal pembuatan tugu patung biawak ini. Ia mengatakan tugu ini bernama Tugu Krasak Menyawak. Dalam bahasa Jawa menyawak berarti biawak.

    Hewan reptil biawak ini telah lama dikenal masyarakat Desa Krasak Wonosobo yang habitatnya telah ada sejak dahulu bahkan disebut-sebut terjaga hingga saat ini.

    Habitat biawak hidup di aliran sungai serayu tepatnya di bawah jembatan menyawak desa ini. 

    Lokasinya sekitar 100 meter ke arah timur dari tugu patung biawak ini. 

    “Kenapa disebut jembatan menyawak ya karena di situ jadi habitat endemik terbanyak satwa biawak. Untuk lebih mengenal itu makanya kita bangun Tugu Krasak Menyawak,” terangnya.

    TUGU KRASAK MENYAWAK – Penampakan tugu patung biawak bernama Tugu Krasak Menyawak yang berlokasi di jalur Wonosobo-Banjarnegara turut Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Senin (21/4/2025). Tugu ini viral lantaran memiliki bentuk yang dinilai mirip dengan biawak sungguhan dan disebut-sebut dibangun dengan anggaran yang tidak fantastis.

    Tidak hanya itu di tempat ini juga memiliki nilai sejarah. Tempat ini menjadi saksi peristiwa sejarah berlangsungnya agresi militer Belanda pertama yang terus dikenang hingga saat ini.

    “Waktu itu agresi militer Belanda pertama itu terjadi pertempuran antara tentara Sekutu NICA dengan tentara Jepang itu berlangsung di tugu menyawak ada di belakang kita, di jembatan menyawak,” jelasnya.

    Secara fisik tugu patung biawak ini memiliki tinggi 7 meter dengan lebar 4 meter. Tampak secara kasat mata patung biawak berwarna hitam dengan corak kuning sedang merayap di sebuah batu dengan lidah yang menjulur keluar dan menoleh ke arah kiri.

    Sebetulnya pengerjaan tugu ini masih belum selesai sepenuhnya, masih ada finishing dan penambahan pada area di sekitarnya seperti taman dan bangku-bangku untuk menambah keestetikannya. 

    Meskipun begitu tugu ini berhasil menarik perhatian masyarakat. Tidak sedikit pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk berfoto dan mengabadikan gambar Tugu Krasak Menyawak ini.

    “Peletakan batu pertama di tanggal 3 Februari 2025 dan selesai tepat satu setengah bulan. Tapi rencananya akan ada penambahan lainnya,” imbuhnya.

    Selain bentuk patungnya yang dipuji, banyak beredar luas terkait anggaran pembuatannya yang diisukan menggunakan anggaran dana desa senilai Rp 50 juta. Mengklarifikasi hal tersebut, Kepala Desa Krasak, Supinah menuturkan kabar tersebut tidaklah benar.

    “Saya klarifikasi itu bukan dari anggran desa, itu dari anggaran CSR dari kabupaten dan dibantu swadaya dari masyarakat seperti gotong-royongnya dan konsumsi selama pembangunannya,” ucapnya saat ditemui tribunjateng.com di kantor desa setempat.

    Sementara itu di tempat yang berbeda Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat juga menyampaikan terkait dengan anggaran pembuatan tugu tersebut juga bukan berasal dari APBD kabupaten melainkan bantuan dari BUMD di Kabupaten Wonosobo.

    “Kita coba wujudkan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah kan enggak punya duit. Kami terus terang tidak anggarkan lewat APBD. Justru kami mencoba memantik, menyentuh teman-teman BUMD, yuk gotong royong, kemudian itu bisa terealisasi,” ucapnya.

    Bupati mengapresiasi betul hasil tugu biawak yang dibangun mendapatkan perhatian positif dari masyarakat luas dan dapat mengangkat nama Wonosobo. 

    Tidak hanya itu ia juga berterima kasih kepada seniman asli Wonosobo Arianto yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga untuk membuat karya yang luar biasa ini.

    “Kami percayakan kepada Mas Ari, saya percaya beliau bisa mewujudkan apa yang menjadi keinginan masyarakat dan pemerintah kabupaten. Termasuk lukisan bupati-bupati di pendopo ini semua produknya Mas Ari, dan bagus-bagus,” tuturnya.

    Berkesempatan juga hari ini tribunjateng.com bertemu dengan seniman yang membuat tugu biawak ini. Arianto yang akrab di sapa Ari ini rupanya lama berkecimpung pada dunia seni lukis yang dulunya mengenyam bangku kuliah di ISI Surakarta.

    Seiring berjalannya waktu, secara otodidak ia mulai belajar membuat patung hingga karya terbaiknya dapat terkenal seperti saat ini.

    Terkait besaran nominal pembuatan tugu biawak ini ia pun enggan menyebut angka pastinya, ia mengatakan tidak sampai menembus angka Rp 1 miliar.

    “Saya sebagai seniman itu sebetulnya kurang etis menyebut nominal. Kalau tahu prosesnya ini saja saya ngawali sampai ibaratnya berhutang. Kalau kok ditulis Rp 50 juta, uh banyak sekali. Saya didawuhi Bupati dan dana seadanya saya pasti buat semampu saya. Misal saya dikasih Rp 1 miliar, 4 penjuru mata angin tak bangun, serius,” ucapnya.

    Diceritakannya dalam membuat tugu patung biawak ini ia rela membeli biawak sungguhan untuk diobservasi agar karya yang akan dibuatnya dapat betul-betul sesuai aslinya.

    Ia mengungkapkan kesulitan dalam membuat seni patung adalah menciptakan ruh dalam patung tersebut agar bisa dinikmati orang yang melihat.

    “Jadi karya sebagus apapun ketika tidak punya ruh, sel, ataupun jiwa ya kurang. Dalam karya itu ya menurut saya seperti orang cantik tapi juga harus yang smart. Jadi semoga karya-karya yang nanti tercipta ya cantik, ya pintar,” terangnya.

    Ia berharap ke depannya dapat membuat patung kembali dengan karya yang lebih megah dari ini dan ia dedikasikan karyanya untuk Kabupaten Wonosobo tercinta. (ima) 

  • Perempuan Gratis Naik Transportasi Umum di Jakarta 21 April Besok, Disiapkan Gate Khusus

    Perempuan Gratis Naik Transportasi Umum di Jakarta 21 April Besok, Disiapkan Gate Khusus

    JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung akan menggratiskan layanan transportasi umum di Jakarta, mencakup Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta pada Senin, 21 April 2025.

    Layanan angkutan umum gratis untuk memperingati Hari Kartoni ini khusus untuk perempuan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut akan disiapkan jalur atau gate khusus untuk perempuan saat memasuki halte atau stasiun.

    “Untuk mekanisme nanti adalah di setiap halte dan stasiun disiapkan gate khusus bagi perempuan sehingga perempuan bisa langsung melintasi gate tersebut dan kemudian mendapatkan layanan gratis secara langsung,” kata Syafrin di kawasan CFD Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu, 20 April.

    Khusus pada Transjakarta non-BRT (bus rapid transit) dengan penumpang yang tak naik-turun di halte melainkan bus stop, akan ada mesin tap khusus perempuan untuk menggratiskan tiket Transjakarta tersebut.

    “Gratis naik layanan angkutan umum Jakarta buat kaum perempuan mulai nanti malam, tepatnya jam 24.00 sampai dengan tanggal 21 april jam 23.59.59,” jelas Syafrin.

    Kemudian, Pramono juga menggratiskan Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta untuk semua masyarakat pada tanggal 24 April atau bertepatan dengan Hari Angkutan Nasional.

    “24 April nanti juga ada layanan angkutan gratis untuk seluruh masyarakat,” ujarnya.

    Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang saat penggatisan layanan angkutan umum tersebut, Dishub DKI Jakarta dan para BUMD transportasi publik ini akan menyesuaikan antrean dan mempersingkat headway atau waktu tunggu kedatangan bus Transjakarta dan kereta MRT Jakarta serta LRT Jakarta.

    “Sehingga masyarakat yang nantinya akan menggunakan layanan ini, paling tidak akan tertib. Karena biasa begitu layanannya gratis, begitu masif masyarakat menggunakan. Sehingga antriannya diatur sedemikian rupa,” imbuhnya.

  • Tingkatkan Transparansi dan Efisiensi, Komisi II Minta Pemkot Bogor Perkuat Transformasi Digital di Sektor Pendapatan

    Tingkatkan Transparansi dan Efisiensi, Komisi II Minta Pemkot Bogor Perkuat Transformasi Digital di Sektor Pendapatan

    JABAR EKSPRES – Komisi II DPRD Kota Bogor telah menyelesaikan pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Tahun Anggaran 2024 bersama seluruh mitra kerja di bidang pendapatan, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    Proses pembahasan dilakukan secara intensif dan konstruktif guna memastikan efektivitas serta optimalisasi penerimaan daerah.

    Komisi II memberikan sejumlah catatan strategis dan rekomendasi agar arah pembangunan dan kebijakan fiskal Pemkot Bogor dapat lebih terukur, terarah, dan berdampak langsung kepada masyarakat.

    Salah satu rekomendasi utama adalah penguatan ekosistem pembayaran digital, khususnya untuk sektor Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), serta bidang-bidang pendapatan lainnya.

    BACA JUGA:Pemprov Jabar Tegaskan Pergeseran Anggaran Berjalan Akuntabel, Pangkas Perjalanan Dinas Sampai Rp390 Miliar

    Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Abdul Kadir Hasbi Alatas, menyampaikan bahwa transformasi digital dalam sistem pembayaran bukan hanya sebagai bentuk modernisasi layanan publik.

    Tetapi juga merupakan upaya konkrit untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah.

    “Kami mendorong Pemerintah Kota Bogor untuk segera menyusun roadmap transformasi digital dalam sistem pembayaran pajak dan retribusi, agar layanan kepada masyarakat lebih cepat, akurat, dan minim potensi kebocoran,” ujarnya dikutip Sabtu (19/4).

    Hasbi, sapaanya, juga menekankan pentingnya integrasi sistem antara BUMD, Badan Pendapatan Daerah, dan perangkat daerah lainnya agar digitalisasi yang dilakukan tidak berjalan parsial, melainkan menjadi ekosistem yang saling terhubung.

    BACA JUGA:Dampak Pergeseran Anggaran 2025, Hibah ke Pesantren di Jabar Terpotong

    Selain rekomendasi terkait digitalisasi, pihaknya juga memberikan masukan terhadap perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

    Termasuk pembaruan infrastruktur teknologi, serta edukasi publik agar masyarakat dapat beradaptasi dengan sistem pembayaran yang baru.

    “Rangkaian pembahasan LKPJ ini diharapkan menjadi tonggak dalam penguatan tata kelola keuangan daerah dan menjadi landasan untuk meningkatkan kemandirian fiskal Kota Bogor,” tukas Hasbi. (YUD)

  • Legislator berharap tak ada lagi pejabat “impor” di Pemprov DKI 

    Legislator berharap tak ada lagi pejabat “impor” di Pemprov DKI 

    OPD dan BUMD yang tidak serius mengeksekusi program 100 hari kerja ini perlu dievaluasi atau diberikan punishment (sanksi)

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua berharap tak ada lagi pejabat yang berasal dari luar (impor) lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengisi jabatan Eselon I dan Eselon II.

    “Memang sudah seharusnya pejabat di Pemprov DKI Jakarta, khususnya untuk Eselon I dan II cukup berasal dari internal,” kata Inggard dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, lanjut dia, juga sudah menegaskan agar mereka yang menempati jabatan Eselon I dan II cukup berasal dari lingkungan internal Pemprov DKI.

    “Pak Gubernur ingin orang-orang yang memimpin Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jakarta itu bukan impor. Sehingga, tentu pejabat-pejabat yang kemarin kita impor harus dilakukan re-ekspor lagi,” kata Inggard saat acara diskusi bersama Lintas Generasi Aktivis Pro Jakarta, Kamis (17/4).

    Dalam diskusi bertajuk “Mengawal 100 Hari Kerja Mas Pram dan Bang Doel: Mewujudkan Jakarta Sebagai Kota Global yang Partisipatif dan Kolaboratif” itu, Inggard juga mengingatkan pentingnya pengisian pejabat definitif karena saat ini ada 400 jabatan yang diisi pelaksana tugas (Plt).

    “Kita harus dukung Pak Gubernur karena punya komitmen untuk menyelesaikan pejabat-pejabat Plt dengan pejabat definitif. Minimal 200 itu saya harapkan bisa dituntaskan bulan ini,” paparnya.

    Inggard menekankan, agar dalam pengisian jabatan secara definitif itu tidak ada “cawe-cawe” dari legislator di Kebon Sirih untuk mengintervensi siapa yang akan ditempatkan. Namun demikian, DPRD DKI memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja OPD atau eksekutif.

    “Jangan ada ‘cawe-cawe’ atau titipan-titipan, percayakan semua kepada Pak Gubernur untuk menentukan pejabat definitif. Sesuai fungsi melekat kami melakukan pengawasan tentu mereka yang berkinerja tidak baik dapat kita rekomendasikan untuk diganti,” tegasnya.

    Dia juga berharap dengan pengisian jabatan secerah definitif, Pram-Doel dapat menjalankan roda pemerintahan dengan kuat, sehingga.program-program yang direncanakan dapat dieksekusi dengan optimal.

    “Saat ini kita sedang menyusun RPJMD, baru kemudian RKPD. Setelah itu, baru kita menyusun APBD Perubahan Tahun Anggaran 2025, di sinilah program-program gubernur-wakil gubernur masuk,” tuturnya.

    Staf Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi Sosial, Chico Hakim mengungkapkan, diskusi tersebut menjadi kesempatan untuk menyampaikan program-program prioritas Pram-Doel, khususnya dalam 100 hari kerja.

    “Hari ini saya mendapat undangan dari jagoan-jagoan Jakarta, aktivis Jakarta untuk membicarakan mengenai terkait bagaimana semua pemangku kepentingan mulai mulai pemerintah, DPRD, masyarakat, civil society (masyarakat madani), dan aktivis untuk bersama-sama membangun Jakarta,” ucapnya.

    Sejumlah program Pramono-Doel sudah mulai dieksekusi dan memang ada yang perlu diselesaikan secara bertahap.

    “Ada terkait perbaikan dan penambahan jumlah penerima KJP Plus, KJMU, hingga Kartu Lansia. Semua memang lebih fokus pada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.

    Chico memastikan masukan-masukan yang disampaikan, termasuk dari aktivis di Jakarta tentu sangat berharga untuk Jakarta yang lebih baik.

    “Saya saat menghadiri berbagai forum diskusi akan lebih banyak mendengar dan menyerap aspirasi yang disampaikan. Sehingga, dapat menjadi bahan pengayaan untuk lebih baik lagi ke depan,” kata dia.

    Bukti keseriusan

    Sementara itu, inisiator Forum Diskusi Lintas Generasi Aktivis Pro Jakarta, Mohammad Syaiful Jihad menyebutkan, keberanian untuk mendeklarasikan program 100 hari kerja dalam Instruksi Gubernur (Ingub) merupakan bukti keseriusan dalam membangun Jakarta.

    “Untuk merealisasikan itu tentu perlu dukungan OPD dan BUMD. OPD dan BUMD yang tidak serius mengeksekusi program 100 hari kerja ini perlu dievaluasi atau diberikan punishment (sanksi),” kata Syaiful.

    Ia optimis kepemimpinan Pram-Doel akan membawa Jakarta lebih baik ke depan, khususnya dalam menyongsong Jakarta sebagai kota global.

    “Jakarta tidak lama lagi akan genap berusia lima abad. Saya yakin Mas Pram dan Bang Doel akan memberikan ‘legacy’ (warisan) terbaik baik warga Jakarta. Tidak hanya pembangunan fisik, tapi lebih utama juga non-fisik yang dirasakan langsung manfaatnya oleh warga Jakarta,” Syaiful menambahkan.

    Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) ini juga mengingatkan agar Pram-Doel bisa menjaga dan membuka ruang komunikasi seluas-luasnya dengan seluruh pemangku kepentingan di Jakarta karena masukan-masukan ini tentu penting untuk diserap, dikaji, dan diterapkan untuk Jakarta yang lebih baik.

    “Kami tentu siap menjadi mitra strategis Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Mas Pram dan Bang Doel untuk membangun Jakarta yang warganya juga semakin sejahtera,” ucapnya.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025