Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kabupaten Bondowoso memberikan sejumlah catatan kritis dalam Pandangan Umum Fraksi terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) saat Rapat Paripurna, Jumat (13/6/2025).
Kedua catatan itu yakni RPJMD Kabupaten Bondowoso 2025–2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024,
Apresiasi terhadap RPJMD
FPKB menyatakan apresiasi terhadap penyusunan dokumen RPJMD yang dianggap telah mencerminkan visi, misi, dan janji kampanye Bupati dan Wakil Bupati.
Namun, fraksi juga menekankan pentingnya pembangunan manusia, bukan sekadar pembangunan fisik. Mereka mendorong pelibatan masyarakat secara lebih luas sebagai motor utama pembangunan.
“RPJMD ini harus berangkat dari kondisi riil saat ini, capaian dan tantangan sebelumnya, serta sinkronisasi dengan rencana pemerintah provinsi dan pusat,” ujar Juru Bicara Fraksi PKB, Miarti.
Sorotan Tajam
Namun demikian, Fraksi PKB memberikan sorotan tajam terhadap laporan pertanggungjawaban APBD 2024. Salah satu yang dianggap fatal adalah kesalahan asumsi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2024 yang jauh meleset.
Dalam perencanaan, Silpa diasumsikan sebesar Rp140,1 miliar, namun hasil audit BPK menunjukkan hanya Rp96,5 miliar.
“Ini bukan hanya kesalahan teknis, tapi berdampak langsung terhadap program APBD 2025. Mohon penjelasan dari pemerintah daerah atas ketidakcermatan ini,” tegas Miarti.
Akibat kinerja keuangan yang dianggap buruk, Bondowoso bahkan tidak memenuhi syarat menerima Insentif Fiskal Daerah (IFD) untuk tahun 2025. Hal ini menambah panjang daftar catatan negatif yang disampaikan FPKB.
Temuan BPK: Dari Pajak hingga Aset Daerah
FPKB juga menyampaikan sejumlah temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, antara lain:
– Banyak objek usaha yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
– Kekurangan penerimaan pajak dari sektor makanan dan minuman.
– Banyak objek reklame tidak berizin.
– Penetapan pajak air tanah belum menggunakan regulasi terbaru.
– Permasalahan pemutakhiran data PBB-P2 dan BPHTB.
Dalam hal pengelolaan retribusi, FPKB menilai tata kelola masih lemah dan tidak sesuai ketentuan, seperti retribusi sampah, pasar, kesehatan, hingga parkir.
Di sisi lain, pengelolaan aset juga menjadi sorotan. Bapenda belum menindaklanjuti piutang pajak dan retribusi sebesar Rp40,6 miliar.
Selain itu, terdapat aset tetap yang belum ditetapkan status penggunaannya atau digunakan oleh pihak lain tanpa perjanjian resmi.
Belanja Daerah Dinilai Bermasalah
Dalam belanja daerah, FPKB mencatat adanya kesalahan anggaran pada 17 perangkat daerah sebesar Rp1,5 miliar.
Pembayaran gaji ASN, iuran kesehatan, dan belanja listrik PJU juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dan data yang akurat.
“Rekanan yang tidak memenuhi volume pekerjaan konstruksi dan terlambat, seharusnya dikenai sanksi. Kami minta penjelasan dan tindak lanjutnya,” tambah Miarti.
Masalah Menahun dan Tindak Lanjut
Selain itu, FPKB menanyakan progres penyelesaian masalah lama seperti penghapusan BMD, penyertaan modal dari laba PDAM, dan penyerahan aset PSU dari pengembang perumahan.
Tak luput, fraksi juga mendesak penjelasan soal nasib BUMD PT Bondowoso Gemilang dan kelanjutan kerja sama pengelolaan wisata Pemandian Tasnan.
Pesan Pelayanan Publik
Menutup pandangan umumnya, Fraksi PKB meminta agar seluruh SKPD segera menyampaikan klarifikasi dan laporan dalam rapat komisi maupun badan anggaran sebagai tindak lanjut dari rekomendasi BPK.
“Tanamkan dalam diri kita, bahwa kita adalah abdi masyarakat. Maka pelayanan publik harus dilakukan secara serius dan penuh tanggung jawab,” tutup Miarti. (awi/but)



/data/photo/2025/06/11/68497a744af80.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)





