BUMN: BUMD

  • Pimpinan Baru Perseroda Probolinggo Terpilih, Wali Kota Beri Ultimatum: Jangan Jadi Beban APBD

    Pimpinan Baru Perseroda Probolinggo Terpilih, Wali Kota Beri Ultimatum: Jangan Jadi Beban APBD

    Probolinggo (beritajatim.com) – Agus Efendi dan Noviyadi resmi terpilih mengisi pucuk pimpinan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) Bahari Tanjung Tembaga. Namun, belum lama hasil seleksi diumumkan, Wali Kota Probolinggo dr. Aminudin langsung memberikan ultimatum keras agar jajaran baru ini tidak menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Pengumuman hasil seleksi untuk posisi Komisaris (Agus Efendi) dan Direksi (Noviyadi) tersebut dirilis resmi pada Kamis (11/12/2025). Wali Kota menegaskan bahwa nama-nama yang terpilih merupakan produk dari proses seleksi yang objektif, profesional, dan telah melewati tahapan wawancara mendalam oleh tim seleksi.

    “Saya mengapresiasi hasil kerja tim seleksi. Namun jabatan direksi dan komisaris ini harus dijawab dengan kinerja. Perseroda harus dikelola secara profesional dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar dr. Aminudin.

    Pemerintah Kota Probolinggo menekankan bahwa BUMD bukan sekadar lembaga administratif pelengkap birokrasi. Perusahaan daerah dituntut memiliki kesehatan finansial yang mandiri dan rencana bisnis yang jelas agar mampu memberikan kontribusi pendapatan asli daerah, bukan sebaliknya.

    “BUMD itu harus sehat. Jangan sampai justru menjadi beban APBD. Harus ada target yang jelas, rencana bisnis yang terukur, dan pengawasan yang ketat,” tegasnya.

    Terkait pembagian tugas, dr. Aminudin mengingatkan fungsi vital masing-masing jabatan. Komisaris diwajibkan melakukan pengawasan ketat, sementara direksi bertanggung jawab penuh menjalankan roda perusahaan secara efisien dan transparan.

    Untuk menjamin akuntabilitas pejabat yang baru terpilih, mekanisme evaluasi kinerja akan diberlakukan secara berkala. Hal ini untuk memastikan Perseroda Bahari Tanjung Tembaga tetap berjalan sesuai visi bisnis dan pelayanan publik.

    “Harapan masyarakat harus diwujudkan. Kalau kinerjanya tidak sesuai, tentu akan ada evaluasi,” tandasnya. [ada/beq]

  • Kasus Dugaan Korupsi BUMD Bangun Banua, Kejati Kalsel Minta Mantan Petinggi Kooperatif

    Kasus Dugaan Korupsi BUMD Bangun Banua, Kejati Kalsel Minta Mantan Petinggi Kooperatif

    BANJARBARU – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) mengingatkan mantan petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bangun Banua agar kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik Asisten Pidana Khusus terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.

    “Kami mengharapkan setiap undangan pemeriksaan dapat dipenuhi untuk mendukung kelancaran proses penyidikan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Yuni Priyono di Banjarbaru, Antara, Minggu, 14 Desember.

    Yuni mengungkapkan, pada pemanggilan perdana yang dilakukan pada Jumat lalu, dari tiga mantan direksi PT Bangun Banua periode 2021–2023 yang dipanggil, hanya dua orang yang hadir, yakni BB selaku mantan Direktur Utama dan KA selaku mantan Direktur Teknis dan Operasional.

    Sementara itu, YH yang merupakan mantan Direktur Umum dan Keuangan tidak memenuhi panggilan penyidik.

    Menurut Yuni, pihaknya akan segera melayangkan pemanggilan kedua terhadap pihak yang tidak hadir, mengingat keterangan yang bersangkutan sangat dibutuhkan untuk melengkapi berkas pemeriksaan dalam tahap penyidikan.

    Sebelumnya, penyidik Asisten Pidana Khusus Kejati Kalsel telah menggeledah kantor PT Bangun Banua di Jalan Yos Sudarso, Banjarmasin, dan menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perkara tersebut.

    Proses penegakan hukum ini merupakan tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah dari PT Bangun Banua.

    BUMD tersebut memiliki kewajiban menyetorkan penerimaan dividen, yang seharusnya sebagian masuk ke kas daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

    Kepala Kejati Kalsel Tiyas Widiarto sebelumnya menyatakan bahwa fokus penyidikan dugaan korupsi tersebut mencakup rentang tahun anggaran 2009 hingga 2023.

  • Total Hadiah Rp114 Juta, Pemkot Kediri Siapkan Apresiasi Maksimal di Gerak Jalan Napak Tilas Kediri–Bajulan

    Total Hadiah Rp114 Juta, Pemkot Kediri Siapkan Apresiasi Maksimal di Gerak Jalan Napak Tilas Kediri–Bajulan

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kota Kediri memaksimalkan pelaksanaan Gerak Jalan Napak Tilas Route Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman Kediri–Bajulan Tahun 2025 dengan menyiapkan total hadiah uang penghargaan sebesar Rp114 juta. Kegiatan yang akan digelar pada Sabtu Legi, 20 Desember 2025 ini diharapkan mampu menarik partisipasi luas masyarakat sekaligus memberikan apresiasi nyata bagi para peserta.

    Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri, Bambang Priambodo kepada pers, Jum’at (12/12) mengatakan besarnya hadiah yang disiapkan merupakan bentuk komitmen Pemkot Kediri dalam memaksimalkan penyelenggaraan kegiatan napak tilas agar semakin diminati masyarakat.

    “Gerak jalan napak tilas ini bukan sekadar lomba. Kami ingin peserta merasakan nilai perjuangan para pahlawan, sekaligus mendapatkan apresiasi yang layak atas usaha dan ketangguhan mereka,” ujarnya,

    Bambang menjelaskan, total hadiah Rp114 juta tersebut dibagi ke dalam beberapa kategori perlombaan. Untuk kategori kelompok atau beregu, juara pertama akan menerima Rp10 juta, juara kedua Rp9 juta, dan juara ketiga Rp8 juta.

    Sementara pada kategori perorangan usia 16–30 tahun, juara pertama memperoleh Rp5 juta, juara kedua Rp4 juta, dan juara ketiga Rp3,5 juta. Nominal hadiah yang sama juga diberikan pada kategori perorangan usia 31–60 tahun, dengan rincian juara pertama Rp5 juta, juara kedua Rp4 juta, dan juara ketiga Rp3,5 juta.

    Selain hadiah juara utama, panitia juga menyiapkan hadiah nominasi terbaik sebagai bentuk apresiasi yang lebih luas. Sebanyak 10 nominasi terbaik kelompok atau beregu masing-masing akan memperoleh Rp3 juta, dengan total Rp30 juta. Sementara itu, 16 nominasi terbaik perorangan usia 16–30 tahun dan 16 nominasi terbaik perorangan usia 31–60 tahun masing-masing mendapatkan Rp1 juta, atau total Rp16 juta untuk setiap kategori. Seluruh hadiah uang tersebut akan ditransfer langsung ke rekening penerima sesuai ketentuan panitia.

    Gerak jalan napak tilas ini akan dimulai dari Balai Kota Kediri dan berakhir di Pesanggrahan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Sepanjang rute, panitia menyiapkan tujuh pos pelayanan yang dilengkapi layanan kesehatan, logistik, serta kesiapsiagaan evakuasi untuk memastikan keselamatan peserta.

    Peserta berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, organisasi kepemudaan, instansi pemerintah, TNI/Polri, BUMN/BUMD, hingga masyarakat umum dengan rentang usia 13 hingga 60 tahun, baik kategori perorangan maupun beregu.

    “Kami membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi, namun kesiapan fisik, kedisiplinan, dan kepatuhan terhadap aturan tetap menjadi perhatian utama,” tegas Bambang.

    Meski menawarkan hadiah yang besar, kegiatan ini tetap mengedepankan nilai historis dan edukatif melalui tema “Menapak Jejak Perjuangan, Menjaga Alam Kediri” dengan tagline “Melangkah Bersama, Menuju Kota Kediri Mapan”.

    Melalui kegiatan ini, Pemkot Kediri berharap semangat perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dapat terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam membangun karakter kebangsaan. [nm/kun]

  • Waka MPR Dorong Kemudahan Akses Lapangan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

    Waka MPR Dorong Kemudahan Akses Lapangan Kerja bagi Penyandang Disabilitas

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong kemudahan akses lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. Hal ini sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mengatur hak, perlindungan, dan pemberdayaan penyandang disabilitas di Indonesia.

    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangannya, Jumat (12/12).

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. Dari penyandang disabilitas usia produktif tersebut, hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal.

    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas.

    Lestari menjelaskan dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian lebih sebagai warga negara. Dengan begitu, mereka mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya.

    Anggota Komisi X DPR RI ini pun menilai stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan. Oleh Karena itu, ia mendorong berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan.

    “Selain itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran,” imbuhnya.

    (akn/ega)

  • Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.

    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 

    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 

    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 

    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 

    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 

    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 

    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 
     
    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.
     
    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 
     
    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 
     
    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 
     
    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 
     
    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

     
    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 
     
    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 
     
    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat

    Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat

    Lelang Proyek Pengadaan, Pintu Masuk Kepala Daerah Korupsi Uang Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekali lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi lewat pintu masuk pengadaan proyek.
    Kepala daerah tersebut adalah Bupati Lampung Tengah,
    Ardito Wijaya
    , yang ditangkap di daerah tempat ia memimpin, pada Rabu (10/12/2025).
    Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Mungki Hadipratikto mengatakan, Ardito berperan mengatur pemenang lelang pengadaan proyek, salah satu perusahaannya adalah milik tim kampanyenya.
    Ardito meminta bantuan Anggota DPRD, Riki Hendra Saputra, dan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda.
    “Atas pengondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, Ardito Wijaya diduga menerima
    fee
    senilai Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa melalui adiknya dan Riki Hendra Saputra,” kata Mungki, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (10/12/2025).
    Selain itu, KPK menemukan bahwa Ardito menerima
    fee
    Rp 500 juta dari Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT EM untuk memenangkan paket pengadaan alat kesehatan Dinkes Lampung Tengah.
    “Sehingga total aliran uang yang diterima AW mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar,” ujar dia.
    Modus korupsi yang dilakukan Ardito ini bukan kali pertama terjadi.
    Terdapat beberapa kepala daerah yang juga melakukan hal yang sama.
    Misalnya, eks Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang dijatuhi vonis 10 tahun penjara oleh PN Bandung.
    Pria yang akrab disapa Pepen itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam suap
    pengadaan barang dan jasa
    serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
    Kemudian, ada Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
    Kasus ini bermula pada 2021 ketika Pemerintah Kabupaten PPU mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga.
    Nilai kontrak proyek-proyek tersebut sekitar Rp 112 miliar, antara lain untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
    Ada lagi nama Budhi Sarwono yang menjabat Bupati Banjarnegara.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara, Jawa Tengah, tahun 2019-2021, serta dugaan penerimaan gratifikasi.
    Kemudian, ada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, tersangka pengadaan barang dan jasa di Tulungagung, Jawa Timur, pada 2018.
    Indonesia Corruption Watch (
    ICW
    ) mencatat ada 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa dengan 2.898 tersangka selama empat tahun terakhir, yaitu periode 2019-2023.
    “Data dari ICW menunjukkan bahwa sepanjang 2019 hingga 2023, terdapat 1.189 kasus
    korupsi pengadaan barang
    dan jasa, dengan 2.898 tersangka,” kata Peneliti ICW Erma Nuzulia Syifa, dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
    Erma mengatakan, mayoritas tersangka yang ditetapkan dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa adalah penyelenggara negara, swasta, kepala desa, serta direktur/karyawan BUMN dan BUMD.
    Erma mengatakan, modus kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di antaranya adalah proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran,
    mark up
    , laporan fiktif, dan penggelapan.
    Selain itu, terdapat modus suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang, pemotongan anggaran, perdagangan pengaruh, dan pungutan liar.
    Ketua IM57+ Lakso Anindito mengatakan, modus korupsi ini dilakukan karena sektor pengadaan barang dan jasa yang masih longgar dan menimbulkan kerawanan kecurangan serta permainan.
    Karena sistem transparansi dinilai tidak cukup, masih ada proses tender yang bersifat formalitas untuk menunjuk pemenang yang sudah ditetapkan di awal lelang.
    “Nah, itu menandakan bahwa sektor ini masih merupakan sektor yang signifikan untuk diperhatikan dan perlu ada tindakan segera untuk melakukan proses reformasi,” kata dia, pada 6 November 2025.
    Ribuan kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa ini dinilai perlu segera diatasi dengan perbaikan regulasi.
    ICW menyebut, regulasi saat ini belum bisa melakukan pencegahan korupsi dengan baik, sehingga perlu ada tata kelola yang lebih ketat lagi.
    Misalnya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) yang dinilai justru tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.
    Erma menyoroti Pasal 38 Ayat 5 Perpres Nomor 46 Tahun 2025 yang mengatur tentang metode penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa dengan syarat keadaan tertentu.
    Erma mengatakan, aturan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena syarat penunjukan langsung itu untuk melaksanakan program prioritas presiden.
    Erma juga menyoroti Pasal 77 dalam Perpres Nomor 46 Tahun 2025 yang menuangkan peran masyarakat dalam pelaporan dugaan penyelewengan pengadaan barang/jasa. Namun, aturannya tidak spesifik.
    “Perpres baru justru tidak memperkuat pengawasan publik. Kemudian beberapa kasus PBJ yang justru melibatkan menteri/kepala daerah, sehingga seharusnya mereka dulu yang diperkuat pengawasannya,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 Desember 2025

    Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan Regional 10 Desember 2025

    Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan
    Tim Redaksi
    SAMARINDA, KOMPAS.com
    – Deretan banjir bandang dan longsor yang menelan korban serta melumpuhkan permukiman di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar bencana alam.
    Bagi
    Kalimantan Timur
    (Kaltim), peristiwa itu adalah cermin masa depan jika pola pengelolaan hutan dan sumber daya alam terus berjalan seperti sekarang.
    Pengamat Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
    Universitas Mulawarman
    ,
    Saipul Bahtiar
    , menilai risiko bencana di Kaltim bukan lagi potensi, melainkan bom waktu yang ditanam lewat kebijakan negara selama puluhan tahun.
    “Ini bukan kejadian tiba-tiba. Dari era kayu, lalu masuk ke tambang terbuka dan sawit. Semua itu sama-sama menebang hutan. Dampaknya hari ini mulai kita rasakan,” kata Saipul dalam wawancara, Rabu (10/12/2025).
    Saipul menelusuri akar persoalan sejak era Orde Baru, ketika Kalimantan menjadi pusat eksploitasi kayu untuk pasar domestik dan ekspor.
    Setelah era kayu meredup, eksploitasi bergeser ke pertambangan, yang pada awalnya masih menggunakan metode tertutup.
    Perubahan drastis terjadi sejak awal 2000-an.
    Model tambang terbuka dan ekspansi besar-besaran perkebunan sawit mulai dijalankan secara paralel, didukung kebijakan nasional dan kemudahan perizinan.
    “Tambang terbuka dan sawit itu sama-sama mengunduli lahan. Hutan ditebang, lalu diganti lahan industri,” ujarnya.
    Menurut Saipul, pergeseran ini mengubah struktur ekologis Kaltim secara fundamental.
    Daya serap air yang selama ini dijaga hutan hujan tropis perlahan hilang, sementara permukaan tanah berubah menjadi bentang lahan terbuka yang rentan banjir dan longsor.
    Pemerintah kerap menyebut aktivitas tambang dan sawit telah memenuhi standar ramah lingkungan. Namun, Saipul menilai klaim itu tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.
    Salah satu indikator yang disorot adalah kualitas air sungai.
    Sungai Mahakam dan sejumlah anak sungainya menjadi sumber utama air baku masyarakat, namun kini terpapar limbah industri.
    “Air sungai sudah tercemar sisa batubara, pupuk sawit, dan pestisida. Tapi inilah air yang dipakai warga untuk minum dan kebutuhan harian,” katanya.
    Kondisi tersebut, menurut Saipul, menunjukkan adanya kegagalan negara dalam melindungi hak dasar warga atas lingkungan hidup yang sehat.
    Masalah lain yang tak kalah krusial adalah reklamasi pascatambang.
    Secara aturan, perusahaan wajib memulihkan lahan setelah izin berakhir.
    Namun di lapangan, lubang-lubang tambang dibiarkan menganga.
    “Dana jaminan reklamasi itu tidak rasional. Jumlahnya jauh dari cukup untuk mengembalikan lahan ke kondisi semula. Akhirnya reklamasi formalitas saja,” ujar Saipul.
    Ia menyebut, bekas lubang tambang yang berubah menjadi danau tanpa pengamanan kini tersebar di berbagai wilayah Kaltim, bahkan dekat permukiman warga.
    Saipul menegaskan, kerusakan lingkungan di Kaltim diperparah oleh perubahan jenis vegetasi.
    Akar pohon hutan hujan tropis berfungsi menyerap, menyimpan, dan mengatur aliran air.
    Fungsi ini tidak tergantikan oleh tanaman monokultur seperti sawit.
    “Ketika hutan diganti sawit atau tambang, sistem alami pengendali banjir hilang. Dalam kondisi hujan ekstrem, bencana tinggal menunggu waktu,” katanya.
    Ia menilai, potensi bencana di Kaltim bahkan lebih besar dibanding wilayah Sumatera dan Aceh, mengingat skala bukaan lahan yang sudah sangat luas.
    Dalih pertumbuhan ekonomi kerap digunakan untuk mempertahankan ekspansi tambang dan sawit.
    Namun, Saipul mempertanyakan narasi bahwa investasi otomatis membawa kesejahteraan masyarakat.
    “Yang menikmati keuntungan itu pemilik modal. Masyarakat sekitar tambang justru mewarisi banjir, jalan rusak, dan kemiskinan,” ujarnya.
    Saipul menyebut banyak wilayah kaya batubara di Kaltim tetap tertinggal secara sosial dan infrastruktur.
    Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan antara kontribusi sumber daya alam dan kesejahteraan rakyat.
    Sejak kewenangan perizinan ditarik ke pemerintah pusat, menurut Saipul, proses mitigasi bencana justru makin diabaikan.
    Banyak izin diterbitkan tanpa kajian risiko ekologis yang serius.
    “Ini bentuk pengabaian mitigasi. Ketika bencana terjadi, yang disalahkan pemerintah sebelumnya. Pola seperti ini berulang dan tidak pernah selesai,” katanya.
    Ia menilai, kebijakan hari ini lebih berorientasi pada angka pendapatan jangka pendek ketimbang keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
    Saipul menegaskan, revisi kebijakan masih mungkin dilakukan.
    Namun, jika pola eksploitasi terus berlanjut, Kaltim berisiko menghadapi bencana yang jauh lebih besar di masa depan.
    “Kalau mau jujur, ini memang terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
    Ia juga mengkritik klaim keberhasilan daerah yang sering dibanggakan lewat besarnya kontribusi Kaltim terhadap pendapatan nasional.
    Menurut Saipul, data penguasaan lahan, pajak, dan manfaat ekonomi belum pernah dibuka secara transparan ke publik.
    Menurut Saipul, akar persoalan terletak pada penguasaan sumber daya alam oleh swasta.
    Selama batubara dan sawit dikelola privat, manfaatnya tidak akan mengalir ke masyarakat luas.
    “Kalau benar untuk kesejahteraan rakyat, seharusnya dikelola negara lewat BUMN atau BUMD. Kalau tidak, ini hanya pembohongan publik,” tegasnya.
    Ia mengingatkan, tanpa perubahan arah kebijakan, Kaltim berpotensi mewarisi krisis lingkungan yang lebih parah daripada bencana yang kini melanda wilayah lain di Indonesia.
    “Yang tersisa nanti bukan kesejahteraan, tapi alam yang hancur dan masyarakat yang menanggung akibatnya,” tutup Saipul.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi di DABN Probolinggo, Kejati Jatim Sita Uang Rp47,28 Miliar dan USD421.046

    Korupsi di DABN Probolinggo, Kejati Jatim Sita Uang Rp47,28 Miliar dan USD421.046

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menyita uang senilai Rp47,28 miliar dan USD 421.046 dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan kegiatan jasa pelabuhan di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo, yang dilakukan PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN) sejak tahun 2017 hingga 2025.

    Penyitaan tersebut diumumkan bertepatan dengan Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025, yang dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Agus Sahat.

    “Total penyitaan mencapai Rp47.286.120.399 dan USD421.046. Seluruh aset tersebut kami amankan dalam rangka penyidikan dan menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP,” ujar Kajati Jatim di Kantor Kejati Jatim, Selasa (9/12/2025).

    Kejati Jatim melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap 13 rekening perbankan milik PT DABN yang tersebar di lima bank nasional antara lain uang tunai di rekening PT DABN sebesar Rp33.968.120.399,31 dan USD 8.046,95, Enam deposito di BRI dan Bank Jatim senilai Rp13,3 miliar serta USD 413.000 dengan Total penyitaan Rp47.268.120.399 dan USD421.046.

    Selain itu, Kejati Jatim juga mengamankan aset pengelolaan PT DABN melalui rapat koordinasi dengan Biro Perekonomian Pemprov Jatim, KSOP Probolinggo, PT PJU, dan PT DABN, yang dituangkan dalam Perjanjian Pengelolaan Keuangan Tanjung Tembaga pada 22 September 2025.

    Dalam proses penyidikan, penyidik telah memeriksa 25 saksi, termasuk pejabat dari Pemprov Jatim, pengawasan BUMD, serta pihak swasta. Selain itu, dua ahli hukum pidana dan keuangan negara turut dimintai keterangan.

    “Termasuk pihak pejabat Pemprov Jatim yang membidangi BUMD di bidang Perekonomian Pemprov Jatim,” tutur Agus.

    Kajati menjelaskan bahwa sepanjang 2025, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menangani 154 perkara penyidikan dengan total nilai penyelamatan kerugian negara mencapai Rp288 miliar dan USD 421.046.

    Kasus ini berawal dari upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengelola Pelabuhan Probolinggo. Karena belum memiliki Badan Usaha Pelabuhan (BUP), Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan menunjuk PT DABN untuk mengelola layanan pelabuhan, meski status perusahaan tersebut bukan BUMD, melainkan anak perusahaan PT Jatim Energy Services (PT JES) yang kemudian diakuisisi PT Petrogas Jatim Utama (PT PJU) pada 2016.

    Melalui surat Gubernur pada 2015, PT DABN diusulkan ke Kementerian Perhubungan sebagai BUMD pemegang izin BUP, padahal secara hukum belum memenuhi syarat untuk menerima hak konsesi.

    Permasalahan kemudian muncul setelah penyertaan modal daerah sebesar Rp253,64 miliar dilakukan melalui PT PJU dan diteruskan ke PT DABN. Padahal, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 333 ayat 2, pemerintah daerah dilarang melakukan penyertaan modal kepada selain BUMD.

    “Penunjukan PT DABN sebagai pengelola pelabuhan tidak sah secara hukum dan merupakan tindakan menyimpang,” tegas Kajati.

    Kejati Jatim masih menunggu hasil resmi penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP sebagai dasar penetapan tersangka.

    “Kami pastikan penanganan perkara dilakukan profesional, transparan, dan berkomitmen penuh untuk penyelamatan keuangan negara,” kata Agus Sahat. [uci/ted]

  • Sepanjang Tahun 2025, Kejari Tuban Tangani Kasus Korupsi Dan Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp9 Miliar

    Sepanjang Tahun 2025, Kejari Tuban Tangani Kasus Korupsi Dan Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp9 Miliar

    Tuban (beritajatim.com) – Memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2025 Kejaksaan Negeri Tuban menggelar rilis capaian kinerja selama setahun hingga berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 9 miliar.

    Kajari Tuban, Supardi yang didampingi Kasi Pidsus dan Kasi Intelejen menyampaikan, momen ini sangat penting terutama untuk memperkuat komitmen dari seluruh elemen masyarakat dalam memberantas korupsi, khususnya di Kabupaten Tuban.

    “Kami Kejari Tuban selalu berupaya melakukan peningkatan dalam hal penindakan tindak pidana korupsi melalui tugas fungsi tindak pidana khusus,” ungkap Supardi. Selasa (09/12/2025).

    Lanjut, pihaknya juga menyampaikan beberapa penanganan tindak pidana korupsi sepanjang Tahun 2025, yang meliputi penyidikan 3 perkara, penuntutan 4 perkara, dan eksekusi 2 perkara.

    Yang pertama perkara penyidikan meliputi dugaan penyelewengan Pendapatan Asli Desa (PADes) 2022-2024 di Desa Kedungsoko, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban.

    Kedua, dugaan Tipikor pada pekerjaan pembangunan sumur bor Air Bawah Tanah (ABT) pada Desa Bunut, Kecamatan Widang Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019.

    Sedangkan untuk penuntutan perkara, meliputi perkara Tipikor penyalahgunaan pengelolaan keuangan pada Kegiatan Usaha PT. Ronggolawe Sukses Mandiri (RSM) sebagai Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2022.

    “Termasuk pekerjaan pembuatan Biopori APBD Tahun 2021. Sedangkan eksekusi perkara meliputi, Tindak Pidana Korupsi pengadaan Anjungan Pelayanan Mandiri Desa (APMD) Tahun Anggaran 2021 dengan 2 terpidana,” imbuhnya.

    Supardi menjelaskan, bahwa capaian kinerja Kejaksaan Negeri Tuban merupakan komitmen dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya di wilayah Kabupaten Tuban.

    “Atas perkara tersebut, Kejari Tuban berhasil menyelamatkan uang negara lebih dari Rp 9 miliar,” kata Supardi.

    Selain itu, pihaknya akan tetap selalu meningkatkan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, rekan-rekan media termasuk Pemerintah Daerah (Pemda) Tuban, swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, guna dapat mewujudkan pembangunan yang bersih tanpa korupsi (good governance). [dya/ian]

  • Wujud Peduli dan Empati, SIER Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Sumatra

    Wujud Peduli dan Empati, SIER Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Sumatra

    Surabaya (beritajatim.com) – PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) menunjukkan komitmennya dalam misi kemanusiaan melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

    Kali ini, SIER menyalurkan bantuan untuk masyarakat terdampak bencana alam yang terjadi di Sumatra. Bantuan tersebut merupakan wujud kepedulian perusahaan sekaligus respon cepat terhadap kondisi darurat yang menimpa ribuan warga di tiga provinsi tersebut.

    Bantuan yang dihimpun disalurkan dalam bentuk berbagai kebutuhan pokok, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun keperluan harian para pengungsi.

    Adapun jenis bantuan yang diberikan antara lain beras, mie instan, minyak goreng, sarden, susu formula, air mineral, pampers, pembalut, pakaian layak pakai, serta sejumlah perlengkapan esensial lainnya.

    Prosesi penyerahan bantuan dilaksanakan di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim . Bantuan tersebut diterima langsung oleh Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim, Gatot Soebroto.

    Dalam kesempatan tersebut, Gatot menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak yang telah bergerak bersama membantu warga Sumatra yang saat ini masih dalam masa pemulihan. Salah satunya dari BUMD Jatim yakni PT SIER.

    “Kami mengucapkan terima kasih atas solidaritas dan kerja sama dari seluruh masyarakat Jawa Timur, termasuk dukungan dari berbagai perusahaan serta pemerintah kabupaten/kota, atas donasi yang diberikan untuk korban bencana di Sumatra. Hingga hari ini, bantuan masih terus mengalir, dan salah satunya adalah dari PT SIER yang turut peduli terhadap saudara-saudara kita yang terdampak,” ujar Gatot.

    Ia juga menambahkan bahwa setiap bantuan yang diberikan akan disalurkan secara terkoordinasi untuk memastikan tepat sasaran. “Semoga seluruh barang yang didonasikan dapat bermanfaat bagi para korban dan dapat tersalurkan dengan baik,” imbuhnya.

    BPBD Jatim, kata Gatot, masih membuka ruang partisipasi publik bagi korban bencana Sumatra. Masyarakat yang ingin ikut memberikan donasi dapat menyampaikannya hingga 11 Desember 2025. Setelah periode tersebut, seluruh bantuan akan dikirimkan secara bertahap melalui jalur distribusi logistik BPBD.

    Sementara itu, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT SIER, Jefri Ikhwan Maarif, menjelaskan bahwa bantuan yang disalurkan kali ini bukan hanya berasal dari anggaran TJSL, tetapi juga merupakan hasil penggalangan dari para karyawan SIER. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian di internal perusahaan bukan sekadar program, tetapi sudah menjadi budaya bersama.

    “Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan PT SIER yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan bantuan ini. Kepedulian dan keikhlasan teman-teman menjadi bukti bahwa semangat kemanusiaan di lingkungan SIER terus hidup dan menguat,” tutur Jefri.

    Ia menegaskan bahwa partisipasi karyawan bukan hanya memperkuat jumlah bantuan yang terkumpul, tetapi juga mempertegas posisi SIER yang merupakan anggota Holding BUMN Danareksa, sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi nilai empati, solidaritas, dan tanggung jawab sosial.

    Melalui langkah nyata ini, lanjutnya, SIER berharap dapat menjadi bagian dari upaya pemulihan awal yang dibutuhkan masyarakat di wilayah terdampak, sekaligus mengajak lebih banyak pihak untuk bersama-sama memperkuat gerakan kemanusiaan di Indonesia.

    “Bantuan ini kami harapkan dapat membantu meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Kami akan terus mendukung upaya kemanusiaan serupa sebagai bagian dari komitmen SIER dalam memberikan manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya. (tok/ian)