BUMN: BSI

  • Penempatan Dana Negara ke Himbara, Kebijakan Baru Rasa Lama

    Penempatan Dana Negara ke Himbara, Kebijakan Baru Rasa Lama

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengklaim bahwa kebijakan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun ke perbankan akan menggerakkan perekonomian. Dia juga memastikan bahwa hal itu bukanlah langkah baru karena pernah dilakukan pada tahun 2008 dan 2021.

    Pernyataan itu diungkapkan saat merespons kritik dari ekonomi senior Indef sekaligus rektor Universitas Pramadina, Didik J Rachbini.

    “Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan ahli-ahli hukum di Kemenkeu. Dulu pernah dijalankan tahun 2008, bulan September. [Kemudian] 2021 bulan Mei, enggak ada masalah. Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” ujar Purbaya saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025). 

    Dalam catatan Bisnis, penempatan dana pemerintah ke Bank BUMN pada tahun 2008 terkait dengan krisis finansial global. Sementara itu penempatan dana pada 2021 terkait dengan proses pemulihan ekonomi yang hancur karena pandemi Covid-19.

    Adapun penempatan dana senilai Rp200 triliun diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.276/2025 tentang Penempatan Uang Negara Dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Pada saat itu, Purbaya menyebut dana pemerintah yang disimpan di BI sekitar Rp400 triliun lebih. 

    Lima bank himbara yang menerima masing-masing adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebesar Rp55 juta, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI Rp55 juta, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Rp55 juta, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN Rp25 juta dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI Rp10 juta. 

    “Penempatan Uang Negara digunakan untuk pertumbuhan sektor riil,” demikian bunyi diktum ketiga KMK tersebut. 

    Purbaya, dalam KMK pertama yang diterbitkan olehnya, tegas melarang perbankan untuk menggunakan likuiditas itu untuk membeli SBN. Meski demikian, secara terpisah dia telah menegaskan bahwa perbankan diberikan kebebasan dalam bagaimana mendistribusikan dana tersebut untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

    Pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menyebut tidak akan membuat petunjuk khusus (guidance) dalam penggunaan dana Rp200 triliun itu. Dia hanya akan menyiapkan daftar proyek pemerintah yang sekiranya menjadi prioritas untuk pemanfaatan uang tersebut. 

    “Saya ulangi lagi, suka-suka mereka. Pakai imajinasi mereka untuk mendapatkan itu menurut mereka yang paling baik,” ujar Purbaya di Istana Kepresidenan, Selasa (16/9/2025).

    Gebrakan Baru Rasa Lama

    Sejatinya penempatan dana pemerintah di perbankan bukan gebrakan yang sepenuhnya baru. Pada 2021 lalu, ketika Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19, Menkeu saat itu yakni Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) NO.70/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional. 

    “Penempatan Uang Negara pada Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan/ atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional,” bunyi pasal 2 ayat (3) PMK tersebut. 

    Dengan demikian, perbedaan antara penempatan dana yang dilakukan pekan lalu dan pada 2021 itu jelas. Tujuan penempatan dana Rp200 triliun pada paruh kedua 2025 ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan yang dilakukan sekitar empat tahun lalu itu dalam rangka kedaruratan akibat dampak pandemi. 

    PMK No.70/2020 juga tidak mengatur secara rinci berapa dana pemerintah maupun bank umum mitra yang menjadi tempat penampungan likuiditas dari pemerintah itu. Sementara itu, KMK No.276/2025 jelas mengatur Mandiri, BRI, BNI, BTN dan BSI menadah duit pemerintah tersebut. 

    Dilansir dari Antara, tahap pertama penyaluran dana pemerintah berdasarkan PMK No.70/2020 itu adalah sebesar Rp30 triliun.  Seperti halnya yang dilakukan pada 2021, penempatan dana pemerintah di perbankan pada hampir 20 tahun yang lalu itu guna menghadapi krisis, yakni krisis finansial global.

    Ekonomi Sedang Baik-baik Saja?

    Penempatan dana Rp200 triliun pada paruh kedua semester II/2025 disebut oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Harapannya, dengan likuiditas berlebih, perbankan bakal menyalurkan dana itu kepada kredit sehingga bisa menggenjot perekonomian dari sektor swasta yang disebut berkontribusi terhadap 90% perekonomian RI. 

    Padahal, pemerintah sebelumnya optimistis bahwa perekonomian Indonesia baik-baik saja. Terutama, setelah data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi kuartal II/2025 melesat hingga 5,12% (yoy) di luar ekspektasi berbagai kalangan.

    Optimisme itu lalu dibayangi oleh stabilitas sosial politik ketika unjuk aksi besar-besaran menolak tunjangan DPR mengalami eskalasi akhir Agustus 2025 lalu. Hal itu turut berdampak pada pencopotan Sri Mulyani Indrawati dari kursi Menkeu, jabatan yang telah dipegangnya sejak 2016, serta sebelumnya pada 2005-2010. 

    Belanja pemerintah kemudian diakselerasi. Teranyar, pemerintah menggenjot belanja dengan menggelontorkan paket ekonomi sebesar Rp16,2 triliun. Beberapa program itu meliputi pembebasan pajak karyawan sektor pariwisata hingga tarif 0,5% untuk pajak final UMKM. 

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis paket stimulus itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melesat hingga 5,2% sesuai target tahun ini, terutama setelah gonjang-ganjing dalam negeri akhir bulan lalu. Dia mengamini bahwa ada kekhawatiran pada kuartal III/2025 pertumbuhan bisa melambat karena belanja pemerintah yang belum terakselerasi. 

    Oleh sebab itu, selain menggelontorkan stimulus, dia juga akan mendorong debirokratisasi dalam dunia usaha hingga memantau ketat penyerapan belanja pemerintah. 

    “Ya tentu, salah satu kan dibentuk tim untuk debottlenecking. debirokratisasi, termasuk untuk serapan-serapan anggaran akan terus dimonitor,” jelasnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (15/9/2025). 

    Kendati upaya pemerintah lebih ekspansif dalam mendorong pertumbuhan, tantangan yang bakal dihadapi adalah dari sisi disiplin fiskal. Pada tahun ini, outlook defisit APBN sudah mencapai 2,78% terhadap PDB dengan batasan UU yakni 3%. 

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro mengatakan, pemerintah memiliki tantangan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan melalui stimulus dengan disiplin fiskal jangka menengah. Tujuannya, agar ruang kebijakan tetap tersedia untuk mengantisipasi guncangan eksternal di masa depan. 

    “Dengan strategi fiskal yang lebih ekspansif, outlook defisit fiskal berpotensi melebar dari yang diperkirakan sebelumnya, meskipun diperkirakan masih terjaga di bawah 3% terhadap PDB sesuai komitmen Pemerintah,” jelasnya kepada Bisnis.

  • Video Demo Viral Ternyata Modus Penipuan Baru, Kenali Ciri-cirinya

    Video Demo Viral Ternyata Modus Penipuan Baru, Kenali Ciri-cirinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Modus penipuan online kembali marak seiring adanya demonstrasi besar-besaran di berbagai kota dalam beberapa hari terakhir. Pelaku kejahatan siber diketahui menyebarkan file berisi video demo yang sebenarnya merupakan spam.

    Penipuan ini diungkapkan oleh akun Instagram @cyberity.network yang mengunggah tangkapan layar menampilkan chat video demo besar-besar.

    File itu berbentuk APK dengan besaran 78 MB dan pesan cara membuka video. Untuk itu, jangan pernah unduh file dalam format APK apapun yang dikirim lewat berbagai platform.

    Akun tersebut mengingatkan untuk berhati-hati pada penipuan tersebut. Para penipu telah memanfaatkan momen untuk melakukan aksinya.

    “Teman-teman selalu berhati-hati ya. Penipu sudah mulai beraksi dengan memanfaatkan momen. Modusnya berbagi video demo yang ternyata APK spam,” tulis akun @cyberity.network, dikutip Kamis (11/9/2025).

    Peringatan yang sama juga diunggah oleh akun X Bank Syariah Indonesia (BSI). Akun itu mengingatkan munculnya file APK yang dikirim melalui chat, email, hingga media sosial.

    Bukan hanya video demo, file tersebut juga dikatakan dapat menyamar seperti undangan, tagihan pajak, hingga resi paket.

    Saat diinstall, maka file bisa meretas data pribadi. Selain itu juga bisa merusak sistem ponsel korbannya.

    BSI juga menuliskan beberapa tips saat menerima file APK. Salah satunya adalah hanya mengunduh dari Play Store atau situs resmi.

    Berikutnya tidak asal klik file yang diterima. Meskipun file dikirimkan oleh orang yang kita kenal atau terdekat.

    Pastikan telah mengaktifkan fitur keamanan di ponsel. Terakhir adalah sebarkan edukasi pada orang sekitar.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Jakarta

    Pemerintah telah menarik dana di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah karena hal tersebut memperkuat kebijakan BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Kami menyambut baik kebijakan fiskal yang lebih ekspansi termasuk tadi adalah pemindahan dana pemerintah yang semula ada di Bank Indonesia kepada perbankan untuk menambah likuiditas, sehingga itu juga memperkuat kebijakan-kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata dia dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (19/9/2025).

    Perry mengatakan BI saat ini telah melakukan dua ekspansi likuiditas, pertama penurunan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 4,75% dan menurunkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI sebesar Rp 200 triliun.

    “SR-BI turun Rp 200 triliun dari Rp 976 triliun menjadi Rp 716 triliun sekarang. Dan itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui penerbitan SBN,” tuturnya

    “Semua kami lakukan dengan asas-asas dan prinsip kebijakan monoter yang prudent dan terukur, inflasi rendah, rupiah stabil dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam sinergitas itu,”tambahnya.

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengguyur dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan. Penerima dana tersebut mencakup lima bank.

    Purbaya mengatakan dana tersebut akan diguyur ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI Rp 55 triliun, sedangkan BTN Rp 25 triliun. Lalu khusus ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) senilai Rp 10 triliun.

    “(Ada yang lebih kecil) karena size bank-nya dan kenapa BSI ikut? Karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh supaya dananya juga bisa dimanfaatkan di Aceh,” kata Purbaya kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).

    (ada/rrd)

  • Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Bos BI Buka Suara soal Pemerintah Tarik Rp 200 T untuk Diguyur ke Bank

    Jakarta

    Pemerintah telah menarik dana di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah karena hal tersebut memperkuat kebijakan BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Kami menyambut baik kebijakan fiskal yang lebih ekspansi termasuk tadi adalah pemindahan dana pemerintah yang semula ada di Bank Indonesia kepada perbankan untuk menambah likuiditas, sehingga itu juga memperkuat kebijakan-kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata dia dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (19/9/2025).

    Perry mengatakan BI saat ini telah melakukan dua ekspansi likuiditas, pertama penurunan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 4,75% dan menurunkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI sebesar Rp 200 triliun.

    “SR-BI turun Rp 200 triliun dari Rp 976 triliun menjadi Rp 716 triliun sekarang. Dan itu juga ekspansi likuiditas dan sekaligus tentu saja membantu fiskal dalam pembiayaan fiskalnya melalui penerbitan SBN,” tuturnya

    “Semua kami lakukan dengan asas-asas dan prinsip kebijakan monoter yang prudent dan terukur, inflasi rendah, rupiah stabil dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam sinergitas itu,”tambahnya.

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengguyur dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan. Penerima dana tersebut mencakup lima bank.

    Purbaya mengatakan dana tersebut akan diguyur ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI Rp 55 triliun, sedangkan BTN Rp 25 triliun. Lalu khusus ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) senilai Rp 10 triliun.

    “(Ada yang lebih kecil) karena size bank-nya dan kenapa BSI ikut? Karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh supaya dananya juga bisa dimanfaatkan di Aceh,” kata Purbaya kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).

    (ada/rrd)

  • Identifikasi Risiko Sambut Kebijakan Menkeu Baru

    Identifikasi Risiko Sambut Kebijakan Menkeu Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa menandai babak baru kebijakan fiskal Indonesia.

    Menkeu baru menekankan arah kebijakan fiskal yang lebih proaktif, adaptif, dan kolaboratif, ditopang lima program utama Kementerian Keuangan: perumusan kebijakan fiskal, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja, pengelolaan kas dan risiko, serta transformasi kelembagaan.

    Tujuan utamanya adalah menjaga stabilitas fiskal sekaligus mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (Kemenkeu, 2025)Salah satu inisiatif paling strategis adalah kebijakan penempatan Rp200 triliun dana pemerintah di bank-bank nasional (Himbara dan BSI), berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia.

    Skema ini berbeda dari kebijakan sebelumnya yang lebih mengandalkan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan obligasi pemerintah untuk menyerap dana masyarakat (Djohanputro, 2021).

    Dengan leverage minimal dua kali lipat, bank diminta memper-luas pembiayaan produktif ke sektor riil, sehingga transmisi fiskal dapat lebih cepat terasa pada perekonomian.

    CROWDING OUT EFFECT

    Kebijakan Menteri Keu-angan yang baru ini menghindarkan risiko crowding out effect, yakni kondisi ketika penerbitan surat utang pemerintah menyerap dana masyarakat secara besar-besaran sehingga mengurangi kapasitas sektor swasta dalam memperoleh pembiayaan (Blanchard & Johnson, 2013).

    Penempatan dana langsung di bank tidak menciptakan biaya bunga bagi pemerintah, melainkan menyediakan likuiditas murah yang dapat digunakan untuk mendorong ekspansi pembiayaan.

    Kecenderungan likuiditas yang relatif ketat di semester I/2025 perbankan di Indonesia tecermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,9% per Juni 2025 dengan rasio Loan-to-Deposit Ratio (LDR) berada di kisaran 86%—88% (86,40% per Juni; 88,16% tercatat Mei), menandakan ruang intermediasi yang tidak terlalu longgar meski masih ada kapasitas untuk ekspansi kredit.

    Kondisi ini menyebabkan kenaikan biaya dana atau cost of fund (COF) lebih dari 100 bps. Akibatnya NIM makin tertekan sehingga bank cenderung meningkatkan pricing kredit yang mendorong kenaikan risiko penurunan kualitas kredit.

    Kebijakan untuk memasukkan dana pemerintah ke DPK perbankan ini menggeser risiko dari risiko likuiditas ke risiko kredit. Bank tidak hanya harus mengelola likuiditas, tetapi juga memastikan kualitas pembiayaan tetap terjaga.

    Jika leverage pembiayaan dilakukan tanpa perencanaan matang, potensi peningkatan non-performing financing (NPF) bisa menjadi ancaman, terutama bagi bank syariah yang segmentasinya banyak menyasar UMKM (OJK, 2023).

    Kebijakan Kemenkeu menyertakan BSI dalam program ini juga pilihan yang tepat karena industri perbankan syariah indonesia menunjukkan performa intermediasi yang solid sepanjang tahun 2025. Pada Juni 2025 di saat pertumbuhan kredit perbankan nasional melambat menjadi 7,7% (YoY) dari bulan sebelumnya 8,43% (YoY), pertumbuhan pembiayaan bank syariah mampu tumbuh 8,37% bahkan pertumbuhan pembiayaan BSI tetap ‘double digit’ 13,93% (YoY).

    Dari pertumbuhan pembiayaan tersebut, hal yang lebih menggembirakan adalah pertumbuhan pembiayaan UMKM BSI mencapai 9% (YoY) jauh melampaui pertumbuhan pembiayaan UMKM perbankan nasional sebesar 2,18% (YoY). Penyaluran ke sektor UMKM menyumbang sekitar 16%—17% dari total pembiayaan bank syariah menandakan bahwa sebagian pembiayaan syariah diarahkan ke sektor produktif yang langsung menyerap lapangan usaha riil dan mendukung inklusi ekonomi mikro-UMKM.

    EKONOMI SYARIAH

    Terdapat beberapa alasan kebijakan ini sangat relevan dengan pengembangan ekonomi syariah: Pertama, transmisi fiskal-moneter bank syariah melalui bank syariah lebih efektif dibandingkan bank konvensional karena transmisi bank syariah memiliki mekanisme yang berbeda dengan bank konvensional. Setiap pembiayaan bank syariah wajib memiliki underlying asset, sehingga penempatan dana pemerintah lebih mungkin disalurkan langsung ke kegiatan riil (KNEKS, 2020).

    Belajar dari pengalaman Malaysia menunjukkan bahwa pembiayaan syariah mampu mendukung stabilitas fiskal karena lebih berorientasi pada aset dan sektor produktif (Bank Negara Malaysia, 2021).

    Kedua, BSI dan bank syariah lain telah terlibat dalam pembiayaan infrastruktur, green sukuk, serta ekosistem haji-umrah. Dengan adanya tambahan likuiditas pemerintah, bank syariah berpotensi memperbesar perannya dalam proyek strategis seperti pembiayaan UMKM halal, pesantren produktif, hingga investasi ramah lingkungan.

    Ketiga, daya saing dan kolaborasi dengan organisasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat.

    Dana pemerintah dapat memperkuat daya saing bank syariah terhadap bank konvensional. Dalam konteks Indonesia, kolaborasi dengan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah yang memiliki asset under management (AUM) signifikan menjadi peluang besar untuk mem-perluas penetrasi keuangan syariah (PP Muhammadiyah, 2022).

    PELAJARAN PEN

    Kebijakan ini juga memiliki landasan historis. Pada masa pandemi Covid-19, bank syariah terbukti berhasil menyalurkan dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan tingkat efektivitas yang relatif tinggi. Penyaluran pembiayaan diarahkan kepada UMKM dan sektor riil, sejalan dengan mandat syariah yang mengharuskan adanya underlying asset.

    Hasilnya, tingkat NPF industri perbankan syariah tetap terkendali, berkisar 3,08% pada 2021, relatif stabil dibandingkan tekanan sektor perbankan secara umum (OJK, 2021)

    Belajar dari pengalaman Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020—2022, kunci mitigasi risiko dalam penyaluran dana pemerintah oleh Himbara, termasuk BSI, terletak pada ketepatan sasaran sektor dan segmentasi pasar.

    Saat itu, dana PEN lebih efektif terserap ketika diarahkan ke sektor yang punya daya tahan tinggi, cepat rebound, dan menyerap tenaga kerja luas seperti UMKM pangan, agribisnis, dan kesehatan.

    Ke depan, dengan adanya kebijakan Menkeu baru, BSI perlu memastikan bahwa penyaluran likuiditas dari pemerintah bisa disalurkan ke ekosistem halal (misalnya agroindustri halal, pariwisata ramah muslim, dan industri makanan-minuman halal) karena sektor ini tidak hanya resilient tetapi juga memberikan multiplier effect berupa penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah domestik, serta maslahat yang lebih luas bagi umat.

    Dengan demikian, mitigasi risiko bukan sekadar menjaga NPF, tetapi juga menanamkan disiplin pada strategi target pasar yang sesuai maqashid syariah sekaligus mendukung agenda pertumbuhan ekonomi nasional.

    Kebijakan fiskal baru yang menempatkan dana pemerintah di bank nasional adalah momentum penting untuk memperkuat peran ekonomi syariah dalam pembangunan nasional. Dengan basis aset yang jelas, pengalaman sukses menyalurkan PEN, serta potensi kolaborasi dengan ekosistem umat, bank syariah memiliki keunggulan unik dalam memastikan transmisi fiskal lebih produktif dan inklusif.

  • Infografis Kucuran Dana Rp 200 Triliun untuk Bank BUMN – Page 3

    Infografis Kucuran Dana Rp 200 Triliun untuk Bank BUMN – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah mencairkan dana Rp 200 triliun kepada 5 himpunan bank negara (Himbara) milik Badan Usaha Milik Negara/BUMN.

    “Ini sudah diputuskan dan siang ini sudah disalurkan. Jadi saya pastikan dana yang Rp 200 triliun akan masuk ke sistem perbankan hari ini,” kata Menkeu Purbaya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat 12 September 2025.

    Bank mana sajakah? Menkeu Purbaya menjabarkan, kelima bank BUMN tersebut adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Tabungan Negara (BTN).

    BSI memang mendapat dana terkecil sebesar Rp 10 triliun. Menkeu Purbaya pun menyebut itu disesuaikan dengan size-nya yang belum terlalu besar. Namun, Bank Syariah Indonesia tetap dikucurkan lantaran memegang banyak akses perbankan di Aceh.

    Jumlah perbankan yang mendapat guyuran dana itu lebih sedikit dari pernyataan sebelumnya, di mana, Menkeu Purbaya menyebut total ada 6 bank Himbara. Dalam hal ini, Bank Syariah Nasional (BSN) tidak mendapat pencairan.

    Kemudian, jika diinginkan, Menkeu Purbaya bisa menarik balik uang tersebut kapan saja, lantaran pendanaan tersebut bersifat deposit on call. Deposit on call merupakan produk simpanan berjangka waktu singkat di bank, biasanya di bawah 1 bulan, yang dapat ditarik kapan saja.

    Kebijakan ini diambil lantaran ia meyakini likuiditas perbankan, khususnya 5 bank BUMN yang mendapat guyuran segar Rp 200 triliun.

    Lalu, berapa besaran masing-masing dana yang diterima 5 Himbara bank BUMN yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, BSI, dan BTN? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Dapat Kucuran Rp 200 Triliun, Menkeu Purbaya Sebut Bos Bank BUMN Malah Pusing – Page 3

    Dapat Kucuran Rp 200 Triliun, Menkeu Purbaya Sebut Bos Bank BUMN Malah Pusing – Page 3

    Dia menjelaskan, bunga pinjaman hingga bunga deposito diprediksi akan turun dengan adanya uang tersebut. Diketahui, 5 bank itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

    “Bisa bunga pinjaman turun, bisa juga bunga deposit turun, yang jelas cost of money turun. Jadi yang punya uang nggak ragu untuk belanjain, yang mau pinjam ke bank nggak ragu untuk pinjam,” jelasnya.

    Terkait alokasi dana Rp 200 triliun di bank tadi, Purbaya menyebut tak ada ketentuan khusus penyaluran kreditnya. Meskipun akan ada semacam panduan bagi perbankan.

    “Jadi kalau mereka bisa pakai salurin ya salurin, kalau enggak bisa ya ke situ. Jadi mudah-mudahan, ah bukan mudahan, hampir pasti ekonomi akan berjalan lebih cepat,” tandasnya.

     

  • Guyur Himbara Rp 200 Triliun, Menkeu Purbaya Yakin Tak Ada Perang Bunga – Page 3

    Guyur Himbara Rp 200 Triliun, Menkeu Purbaya Yakin Tak Ada Perang Bunga – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini tak akan ada perang bunga antara bank pelat merah. Menyusul adanya guyuran dana Rp 200 triliun ke 5 bank BUMN.

    Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, gelontoran dana Rp 200 triliun yang dibagi ke 5 bank tersebut bisa membuat bank memiliki dana lebih. Dalam hitungannya, besaran bunga kredit hingga deposito akan turun dan berdampak ke ekonomi.

    “Saya pikir dengan cara itu, paling enggak kalau mereka belum bisa nyalurin, karena mereka punya uang lebih, dia enggak akan perang bunga lagi, bunga akan cenderung turun, itu akan berdampak ke ekonomi dengan itu sendiri ya,” tutur Purbaya di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Dia menjelaskan, bunga pinjaman hingga bunga deposito diprediksi akan turun dengan adanya uang tersebut. Diketahui, 5 bank itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

    “Bisa bunga pinjaman turun, bisa juga bunga deposit turun, yang jelas cost of money turun. Jadi yang punya uang enggak ragu untuk belanjain, yang mau pinjam ke bank enggak ragu untuk pinjam,” jelasnya.

    Terkait alokasi dana Rp 200 triliun di bank tadi, Purbaya menyebut tak ada ketentuan khusus penyaluran kreditnya. Meskipun akan ada semacam panduan bagi perbankan.

    “Jadi kalau mereka bisa pakai salurin ya salurin, kalau enggak bisa ya ke situ. Jadi mudah-mudahan, ah bukan mudahan, hampir pasti ekonomi akan berjalan lebih cepat,” tandasnya.

     

  • Menkeu Purbaya dan Rp200 Triliun

    Menkeu Purbaya dan Rp200 Triliun

    Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang selama ini “parkir” di Bank Indonesia ke lima bank milik negara. Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. Dana ini ditempatkan dalam skema Deposit on Call (DOC), yaitu simpanan yang bisa ditarik kapan saja, dengan bunga 4,02% per tahun atau sekitar 80% dari suku bunga acuan BI. Keputusan ini bukan sekadar memindahkan angka di neraca. Ini ujian besar bagi kepercayaan pasar dan taruhan penting bagi stabilitas ekonomi.

    Menkeu Purbaya menegaskan, dana itu tidak boleh dibelikan Surat Berharga Negara (SBN) atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Tujuannya jelas. Menjaga likuiditas perbankan, mendorong kredit ke sektor riil, dan memberi suntikan baru bagi perekonomian. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yakin likuiditas pasar akan membaik. Saham perbankan pun sempat naik, tanda optimisme menular cepat.

    Namun di balik euforia, risiko mengintai. Ada pengamat yang mengingatkan, Rp200 triliun ini hanya akan berdampak bila benar-benar mengalir ke sektor produktif. Tanpa pengawasan ketat dan disiplin, dana jumbo itu bisa sekadar menjadi cadangan baru di perbankan dan gagal menyalakan mesin pertumbuhan.

    Direktur Eksekutif Sigmaphi Indonesia, Muhammad Islam, menilai kebijakan ini salah sasaran. Masalah utama perbankan bukan kurangnya likuiditas, melainkan rendahnya permintaan kredit (demand). “Persoalannya bukan keringnya likuiditas, tapi lemahnya prospek penjualan domestik dan daya beli masyarakat. Jadi, menambah likuiditas tidak otomatis mendorong kredit,” ujarnya.

    Islam merujuk data OJK per Juni 2025. Loan to deposit ratio (LDR) perbankan berada di 86,5%, turun dari 88,3% bulan sebelumnya. Angka ini menandakan bank masih punya ruang menyalurkan kredit. Hambatan utama justru di permintaan pinjaman. Ia menambahkan, Rp200 triliun itu hanya sekitar 4,73% dari total dana pihak ketiga (DPK) Himbara, atau 2,14% dari DPK perbankan nasional yang mencapai sekitar Rp9.329 triliun per Juni 2025. Dengan proporsi sekecil itu, dampaknya terhadap penyaluran kredit diperkirakan tidak besar. Tanpa perbaikan daya beli dan prospek usaha, dana pemerintah berisiko kembali diparkir, meski ada larangan membeli SBN atau SRBI.

    Juga ada ekonom yang mengingatkan Purbaya agar meyakinkan investor global. Kepercayaan pasar bisa lebih rapuh daripada yang dibayangkan. Menkeu Purbaya sendiri tak gentar. Ia menegaskan, krisis 1998 menjadi peringatan agar kebijakan moneter tidak kacau. Namun pernyataannya bahwa pertumbuhan bisa menembus 7 persen menuai kritik karena dinilai terlalu percaya diri dan berpotensi memicu ekspektasi pasar yang berlebihan.

    Rp200 triliun bukan sekadar suntikan likuiditas, melainkan pertaruhan kredibilitas. Jika dana ini hanya berputar di sistem perbankan tanpa menggerakkan investasi riil, kebijakan tidak akan mencapai harapan. Tantangannya jelas. Mengubah dana mengendap menjadi motor pertumbuhan nyata.

    Presiden Prabowo Subianto membutuhkan dana tebal untuk program prioritasnya. Menkeu Purbaya menyiapkan strategi APBN 2026 agar defisit tetap terkendali. Publik kini menunggu bukti. Apakah injeksi dana ini benar-benar jadi katalis ekonomi atau sekadar manuver politik angka.

    Keputusan itu diambil saat geopolitik global penuh ketidakpastian—perang dagang, konflik kawasan, dan ancaman perlambatan ekonomi dunia. Ketika banyak negara mengetatkan likuiditas, Indonesia justru melepas Rp200 triliun ke pasar.

    Keberanian ini bisa menjadi kartu truf atau justru bumerang. Jika berhasil, Indonesia membuktikan diri sebagai ekonomi besar yang mampu mengatur ritmenya sendiri. Jika gagal, bukan hanya APBN yang terguncang, kepercayaan investor global pun bisa runtuh.

    Dalam dunia finansial, kepercayaan adalah mata uang paling mahal. Rp200 triliun hanyalah angka. Yang dipertaruhkan jauh lebih besar. Reputasi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh. Sebuah taruhan yang menuntut bukan hanya nyali, tetapi ketelitian setingkat bedah mikro. Kini publik menunggu hasil kebijakan ini dengan waspada—dan menilai apakah keyakinan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa akan terbukti. Dan kita tentu sangat berharap kebijakan ini berhasil.

  • 9
                    
                        Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun
                        Nasional

    9 Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun Nasional

    Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa para direktur utama (Dirut) perbankan pusing usai menerima gelontoran dana pemerintah senilai Rp 200 triliun.
    Hal ini disampaikan Purbaya saat menjawab kemungkinan pemerintah menambah deposito di perbankan, setelah mengalihkan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Bank Himbara.
    “(Kalau menambah deposito di perbankan), nanti kita lihat kondisinya. Sekarang saja sudah pusing, lu minta nambah. Lu ngomong ke dirut bank deh, dia sudah pusing, ‘aduh dikasih duit banyak nih, aduh’,” kata Purbaya seraya menepuk telapak tangan ke kening, mempraktikkan para Dirut bank pusing, dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).
    Ia pun bercerita, bank-bank milik pemerintah mulanya enggan menerima dana sebanyak itu. Bahkan, terdapat bank yang menyatakan hanya sanggup menampung deposito senilai Rp 7 triliun. Namun, Purbaya menolaknya.
    “Tahu tidak, waktu saya mau salurin Rp 200 triliun banknya bilang apa? ‘Saya hanya sanggup menyerap Rp 7 triliun’. Saya bilang enak saja, kasih ke sana semua biar mereka mikir. Jadi bukan saya saja yang mikir, mereka yang mikir,” jelas Purbaya.
    Lebih lanjut Purbaya memastikan, deposito itu pun tidak akan ditarik pemerintah dalam enam bulan ke depan.
    Pasalnya kata Purbaya, cadangan dana pemerintah yang disimpan di bank sentral biasanya jauh lebih besar sehingga tidak akan mengganggu kondisi keuangan negara/APBN.
    “Kalau Rp 200 triliun saja (yang dialihkan ke Bank Himbara) tidak akan mengganggu kondisi saya. Dalam arti saya tidak harus terpaksa menarik dari perbankan dalam keadaan kepepet. Jadi harusnya itu jumlah yang cukup
    sustainable
    untuk di bank maupun untuk pembiayaan program pembangunan yang lain,” tandas Purbaya.
    Sebelumnya diberitakan, pemerintah mengguyur dana untuk didepositokan ke perbankan Rp 200 triliun.
    Purbaya mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan agar kredit dapat tumbuh dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
    “Jadi saya pastikan dana yang Rp 200 triliun masuk ke sistem perbankan hari ini dan mungkin banknya habis itu bingung berpikir nyalurin ke mana. Pasti pelan-pelan akan dikredit sehingga ekonominya bisa bergerak,” ujar Purbaya saat konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat pekan lalu.
    Purbaya menjelaskan, dana pemerintah yang disalurkan ke perbankan ini bukan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
    Dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun ini disalurkan ke lima bank milik pemerintah, yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.