Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Brutalitas Aparat di Aksi Tolak Revisi UU TNI Tuai Kecaman

Brutalitas Aparat di Aksi Tolak Revisi UU TNI Tuai Kecaman

PIKIRAN RAKYAT – Tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam menangani demonstrasi menolak Undang-Undang (UU) TNI di berbagai kota menuai kritik dari berbagai pihak. Laporan menyebutkan bahwa sejumlah peserta aksi dan relawan medis mengalami luka-luka akibat tindakan represif aparat.

Unjuk Rasa ‘Suara Ibu Indonesia’ di Jakarta

Di Jakarta, Jumat 28 Maret 2025, sekelompok perempuan yang tergabung dalam ‘Suara Ibu Indonesia’ (SII) menggelar aksi damai menolak tindakan represif aparat terhadap mahasiswa dan warga yang menolak UU TNI.

Kelompok ini terdiri dari akademisi, penulis, dan buruh yang mengenakan pakaian putih serta membawa poster sambil berorasi secara bergantian.

“Stop kekerasan terhadap mahasiswa! Batalkan revisi Undang-Undang (UU) TNI,” seru mereka dalam tuntutannya.

Salah satu orator, Ririn Sefsani, menyoroti bagaimana aparat tidak hanya menggunakan seragam resmi, tetapi juga melibatkan organisasi massa dalam menghadang demonstran.

“Mereka tidak hanya pakai seragam, mereka yang atas nama ormas pun digunakan untuk mengadang aksi mahasiswa,” ujarnya.

Ririn juga menekankan bahwa aparat harus memahami tugas dan tanggung jawab mereka.

“Mereka (aparat) sangat pongah. Mereka dapat gaji dari kami-kami yang bayar pajak, dari kalian yang bayar pajak. Mereka dipercaya pegang senjata, janganlah melakukan tindakan represif terhadap anak bangsa,” tuturnya.

Kekerasan Aparat di Kota Malang

Kasus kekerasan oleh aparat tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Kota Malang. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang mengungkapkan adanya pola kekerasan sistematis terhadap demonstran anti-UU TNI.

“Polanya masih sama, menggunakan pendekatan yang sifatnya eksesif. Kemudian melakukan intimidasi kepada massa aksi,” tutur Daniel Alexander Siagian dari LBH Pos Malang.

Dalam aksi di Malang pada Minggu 23 Maret 2025, sejumlah peserta demo mengalami cedera, termasuk petugas medis dan jurnalis. Bahkan, LBH Pos Malang melaporkan bahwa anggota TNI terlibat dalam kekerasan, termasuk melakukan “intimidasi, pelecehan seksual verbal, dan ancaman pembunuhan” terhadap petugas medis.

Seorang mahasiswa dilaporkan mengalami luka serius akibat tindakan aparat. Sementara itu, enam orang sempat ditahan tetapi sudah dibebaskan.

“Setidaknya satu orang mengalami luka berat, tulang rahang patah dan gigi rontok,” kata LBH Pos Malang.

LBH Surabaya juga melaporkan bahwa pada 25 Maret 2025, 25 orang yang sempat ditangkap telah dibebaskan.

Pola Kekerasan Aparat

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat beberapa pola kekerasan yang dilakukan aparat dalam menangani aksi protes anti-UU TNI, antara lain:

“Tidak pakai seragam dan mengenakan pakaian sipil, bebas. Dan mereka yang nangkepin dan mukulin anak-anak ini,” kata Muhammad Isnur dari YLBHI.

Kekerasan terhadap Petugas Medis

Isnur menyoroti tindakan aparat terhadap petugas medis, yang disebutnya melanggar prosedur pengamanan aksi. “Mereka melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur). SOP itu mereka pakai seragam,” ucapnya

“Brimob sejak awal terlibat bahkan dia melakukan tindakan represif ya, (peserta aksi) dikejar-kejar pakai motor,” ujar Isnur.

Penghalangan Pendampingan Hukum

Menurut Isnur, beberapa wilayah menghalangi pengacara untuk bertemu dengan korban. “Lawyer itu di beberapa wilayah dihalangi untuk masuk ketemu (korban),” tuturnya.

Kesaksian Korban Kekerasan Aparat

Azuri (24), mahasiswa di Malang, menjadi salah satu korban kekerasan aparat. Dia mengaku kepalanya dipukul hingga harus dijahit tiga jahitan.

“Kemarin (kepala) dijahit sekitar tiga jahitan,” katanya.

Azuri menceritakan bahwa saat aksi protes memanas, ia berusaha melarikan diri, tetapi malah dikepung oleh sekelompok orang berpakaian preman di parkiran hotel.

“Ada yang (pukul) pakai tangan, ada yang pakai tongkat pentungan,” ucapnya.

Setelah kejadian itu, Azuri dibawa ke pos Satpol PP dalam keadaan tangan diborgol. Dia mengaku mengalami intimidasi oleh aparat dan bahkan KTP serta SIM miliknya disita.
Saat hendak dibawa ke rumah sakit, aparat menolak.

“Dari pihak kepala kepolisian itu ngomong ‘Ini enggak usah dibawa ke rumah sakit ini langsung dibawa ke Polres saja’,” tuturnya menirukan ucapan aparat.

Azuri kemudian dibawa ke Polres Malang, diperiksa, dan dituduh melakukan tindakan kekerasan. Dia membantah tuduhan tersebut dan akhirnya dibebaskan setelah didampingi LBH Pos Malang.

“Kalau sudah benar-benar pulih mungkin ya bisa kembali (unjuk rasa),” tuturnya.

Tanggapan TNI dan Kepolisian

Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menyatakan permohonan maaf apabila ada prajurit TNI yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa.

“Kalau memang ada prajurit TNI yang bertindak di luar ketentuan yang seharusnya, atau misalnya melakukan kekerasan, yang pertama, kami mohon maaf atas perlakuan prajurit tersebut,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

Kristomei juga mempersilakan pihak yang memiliki bukti untuk melaporkan pelaku kekerasan ke polisi militer agar bisa diproses hukum.

Sementara itu, hingga Jumat 28 Maret 2025 malam, pihak kepolisian belum memberikan tanggapan kepada BBC atas dugaan kekerasan ini. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Polisi Sandi Nugroho, serta Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, tidak merespons permintaan wawancara.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Merangkum Semua Peristiwa