brand merek: Tesla

  • Demo Besar-besaran Tolak Kiamat Driver Online, Warga Ngamuk

    Demo Besar-besaran Tolak Kiamat Driver Online, Warga Ngamuk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Elon Musk berencana memulai uji coba komersil untuk taksi otomatis (robotaxi) Tesla pada 22 Juni 2025 mendatang di Austin, Texas, Amerika Serikat (AS). Hal ini memicu demo besar di wilayah tersebut.

    Masyarakat protes dan mengungkapkan penolakan terhadap robotaxi Tesla yang bisa membawa ‘kiamat’ bagi profesi driver online. Pemicu utamanya karena sistem pengemudian otomatis Tesla dianggap tidak aman dan perusahaan tidak transparan.

    Para advokat keselamatan publik dan pendemo lainnya mengaku kecewa dengan keterlibatan CEO Tesla Musk dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Meski hubungan keduanya sempat renggang, namun masyarakat tetap menunjukkan penolakan terhadap perusahaan Musk.

    Para pendemo berkumpul bersama di area downtown Austin pada Kamis (12/6) pekan lalu untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka terkait peluncuran robotaxi, dikutip dari CNBC International, Senin (16/6/2025).

    Anggota gerakan perlawanan terhadap Musk, seperti ‘Down Project’, ‘Tesla Takedown’, dan ‘Resist Austin’, mengatakan sistem pengemudian otomatis sebagian milik Tesla memiliki masalah keamanan serius.

    Sebagai informasi, Tesla menjual mobilnya dengan paket standar ‘Autopilot’ yang membantu pengemudian otomatis bagi pengendara. Selain itu, ada juga paket premium yang dinamai ‘Full Self-Driving’ (FSD) yang meliputi fitur penjagaan jalur otomatis, kemudi, dan parkir.

    Namun, sistem FSD itu sudah terlibat di banyak insiden tabrakan, termasuk puluhan yang masuk kategori fatal, menurut data yang dicatat Lembaga Keamanan Lalu Lintas Nasional (NHTS).

    Sementara itu, robotaxi Tesla yang dipamerkan Musk dalam klip video di X pada pekan lalu, memperlihatkan versi baru dari kendaraan populer Model Y milik Tesla yang dilengkapi software FSD teranyar.

    Sistem FSD tanpa supervisi manusia tersebut, atau teknologi robotaxi, belum tersedia untuk publik saat ini.

    Kritikus Tesla di The Dawn Project embawa versi Model Y dengan software FSD yang relatif baru (versi 13.2.9) untuk menunjukkan kepada masyarakat Austin cara kerjanya.

    Dalam demonstrasinya pada pekan lalu, mereka menunjukkan bagaimana Tesla dengan FSD melaju kencang melewati sebuah bus sekolah dengan rambu berhenti dan menabrak manekin seukuran anak-anak yang mereka letakkan di depan kendaraan tersebut.

    Sebagai informasi, CEO Dawn Project Dan O’Dowd yang juga mengelola Green Hiils Software, menjual teknologinya ke kompetitor Tesla seperti Ford dan Toyota.

    Stephanie Gomez yang juga menjadi peserta demo mengatakan kepada CNBC International bahwa ia tak suka dengan peran Musk di pemerintahan Trump. Ia juga mengatakan tak percaya pada standar keamanan Tesla.

    Lebih lanjut, Gomez mengklaim Tesla tak transparan kepada masyarakat terkait cara kerja robotaxi yang akan diluncurkan di Austin dalam beberapa waktu ke depan.

    Pendemo lainnya, Silvia Revelis, juga mengatakan menentang sikap dan aktivitas politik Musk. Namun, alasan terbesarnya ikut demo adalah tak percaya dengan keamanan Tesla.

    “Masyarakat belum mendapatkan hasil pengujian keamanan. Musk percaya posisinya ada di atas hukum,” kata dia.

    Tesla tak segera merespons permintaan komentar terhadap aksi penolakan robotaxi di Austin.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mau Diuji, Taksi Robot Tesla Didemo Warga

    Mau Diuji, Taksi Robot Tesla Didemo Warga

    Jakarta

    Elon Musk mengabarkan bahwa Tesla siap menguji taksi robot yang sepenuhnya otonom, yang dianggap sangat penting bagi masa depan perusahaan.

    Nah, Musk menargetkan 22 Juni sebagai tanggal awal untuk layanan robotaxi pilot Tesla di Austin, Texas. Akan tetapi belum-belum, rencana itu sudah diprotes oleh para pengunjuk rasa di kota itu.

    Dikutip detikINET dari CNBC, aktivis keselamatan publik dan pengunjuk rasa yang kesal soal kerja sama Musk dengan pemerintahan Donald Trump, berkumpul di pusat kota Austin untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang peluncuran robotaxi.

    Anggota Dawn Project, Tesla Takedown, dan Resist Austin mengatakan sistem pengemudian Tesla yang sebagian otomatis bermasalah soal keselamatan. Tesla menjual mobilnya dengan paket Autopilot standar atau opsi Full Self-Driving premium (juga dikenal sebagai FSD atau FSD yang diawasi), di AS.

    Mobil dengan sistem ini dengan fitur seperti menjaga jalur, kemudi, dan parkir otomatis, terlibat dalam ratusan tabrakan termasuk puluhan kematian, menurut data National Highway Traffic Safety Administration.

    Robotaxi Tesla, yang dipamerkan Musk dalam video di X awal minggu ini, adalah versi baru Tesla Model Y dengan software FSD Tesla yang akan dirilis. FSD tanpa pengawasan itu atau teknologi robotaxi, belum tersedia untuk umum.

    Kritikus Tesla dari The Dawn Project, membawa versi Model Y dengan perangkat lunak FSD yang relatif baru (versi 13.2.9) untuk menunjukkan ke warga Austin cara kerjanya. Mereka menunjukkan bagaimana Tesla dengan FSD yang diaktifkan menabrak manekin seukuran anak-anak yang mereka letakkan di depan kendaraan.

    Namun memang CEO Dawn Project Dan O’Dowd juga menjalankan Green Hills Software, yang menjual teknologi ke pesaing Tesla, termasuk Ford dan Toyota.

    Warga bernama Stephanie Gomez yang menghadiri demonstrasi mengaku tidak menyukai peran yang dimainkan Musk dalam pemerintahan Trumo. Selain itu, dia tidak percaya pada standar keselamatan Tesla dan menilai perusahaan tersebut kurang transparan mengenai cara kerja robotaxinya.

    Demonstran lainnya, Silvia Revelis, menyebut dia juga menentang aktivitas politik Musk, tapi keselamatan adalah masalah terbesar yang dicemaskannya.

    (fyk/fyk)

  • Panas! Tesla Digugat 10 Ribu Konsumen, Ini Biang Masalahnya

    Panas! Tesla Digugat 10 Ribu Konsumen, Ini Biang Masalahnya

    Jakarta

    Masalah yang menimpa produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla, tak habis-habis. Setelah mengalami penurunan penjualan dan kecaman publik, kini mereka digugat secara kelompok atau class action yang melibatkan 10 ribu konsumen lebih!

    Disitat dari Carscoops, gugatan yang telah diserukan sejak Februari 2025 tersebut kini sudah masuk ke Pengadilan Federal. Menurut data terkini, ada 10 ribuan pemilik Tesla di Australia yang tergabung dalam gugatan class action.

    Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Federal Australia melalui firma hukum JDA Saddler. Inti gugatan tersebut ada dua: fitur pengereman otomatis yang disebut “phantom braking”, dan klaim jarak tempuh kendaraan listrik Tesla yang dinilai menyesatkan.

    Ilustrasi Tesla digugat. Foto: REUTERS/Rebecca Cook

    Phantom braking merupakan kondisi saat mobil secara tiba-tiba mengerem tanpa alasan yang jelas. Menurut laporan ABC News, hal ini terjadi saat kendaraan melaju di jalan raya dengan kecepatan tinggi, bahkan ketika sistem Autopilot tidak aktif.

    Rebecca Jancauskas dari JDA Saddler mengatakan pihaknya menerima banyak laporan dari pemilik Tesla yang mengalami insiden serupa.

    “Pengemudi melaporkan rasa takut luar biasa ketika kendaraan mereka tiba-tiba mengerem sendiri. Dalam beberapa kasus, ini bahkan menyebabkan tabrakan. Banyak dari mereka mengemudi secara manual dengan kewaspadaan penuh, tapi mobil tetap melakukan pengereman mendadak,” ujar Rebecca, dikutip Jumat (13/6).

    Mobil listrik Tesla. Foto: Tesla.

    Selain masalah pengereman, gugatan juga menyoroti performa baterai dan jarak tempuh kendaraan. Kabarnya, mobil Tesla tak mampu mencapai jarak tempuh yang dijanjikan dalam materi pemasaran atau tayangan komersial. Penggugat menuduh Tesla sudah lama mengetahui hal tersebut namun tak melakukan perbaikan.

    Fitur Autopilot juga tak luput dari kritik. Gugatan menyebut perangkat keras pada mobil Tesla tak mendukung kemampuan mengemudi otonom penuh atau bahkan mendekatinya, meski promosi perusahaan menyiratkan sebaliknya.

    Meski ribuan orang telah bergabung dalam gugatan itu, Departemen Infrastruktur Australia sejauh ini hanya menerima enam pengaduan resmi soal phantom braking. Perbedaan angka tersebut menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem pelaporan, namun tak serta-merta meremehkan keluhan yang lebih luas dari komunitas pemilik Tesla di sana.

    (sfn/din)

  • Elon Musk Menyesal Mengaku Kelewatan, Jawaban Trump Bikin Nyesek

    Elon Musk Menyesal Mengaku Kelewatan, Jawaban Trump Bikin Nyesek

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah hubungannya renggang dengan mantan sekutunya, Presiden AS Donald Trump, Elon Musk akhirnya menyampaikan penyesalan.

    Dalam unggahan di platform X pada Rabu (11/6) dini hari waktu AS, Musk mengatakan, “Saya menyesal atas beberapa unggahan saya tentang Presiden [Trump] pekan lalu. Saya rasa itu kelewatan.”

    Pernyataan ini muncul hanya beberapa hari setelah Musk keluar dari pemerintahan Trump dan mulai menyerang sejumlah kebijakan serta pribadi Trump secara terbuka.

    Ketegangan itu sempat memanas di media sosial, termasuk tudingan tak berdasar dari Musk soal keterlibatan Trump dalam dokumen Jeffrey Epstein dan ancaman resesi akibat kebijakan tarif Trump.

    Namun, Musk tampak telah menghapus beberapa unggahannya di platform media sosialnya, X, termasuk soal tuduhan keterlibatan Trump dengan mendiang pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein.

    “Hmm… halaman ini tidak ada. Coba cari yang lain,” kata laman X pada postingan Musk.

    Pekan lalu, Musk juga menjawab “ya” pada sebuah postingan pengguna yang menyerukan agar Trump dimakzulkan dan digantikan dengan Wakil Presiden JD Vance.

    Postingan tersebut juga sudah tidak lagi tersedia pada Sabtu pagi.

    Tidak jelas mengapa Musk menghapus unggahan tersebut. Gedung Putih tidak segera menanggapi.

    Dalam wawancara podcast yang direkam sebelumnya dan ditayangkan Rabu pagi oleh New York Post, Trump terlihat melunak.

    “Saya tidak menyalahkan dia dalam hal apa pun. Tapi saya memang sedikit kecewa,” kata Trump. Ia menambahkan bahwa dirinya tak terlalu memikirkannya akhir-akhir ini.

    Ketika ditanya soal kemungkinan memaafkan Musk, Trump menjawab, “Saya rasa bisa saja,” meski ia menegaskan fokus utamanya saat ini adalah memulihkan AS.

    Namun dalam wawancara terpisah dengan NBC, Trump mengatakan tidak berniat memperbaiki hubungan dengan Musk.

    “Saya terlalu sibuk dengan hal lain. Saya tidak punya rencana berbicara dengannya,” ujar Trump, dikutip dari NPR, Kamis (12/6/2025).

    Ketegangan antara keduanya muncul tak lama setelah Musk keluar dari jabatan sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE), posisi strategis yang ia emban sejak awal masa pemerintahan Trump.

    Musk sempat menjadi wajah dari upaya pemerintah merampingkan birokrasi, meskipun hasilnya masih dipertanyakan.

    Setelah keluar dari pemerintahan, Musk langsung mengkritik kebijakan domestik Trump, yang ia sebut sebagai “abominasi menjijikkan” yang akan memperlebar defisit dan menggagalkan efisiensi anggaran.

    Serangan itu dibalas Trump dengan sindiran bahwa cara termudah memangkas anggaran adalah dengan mencabut subsidi federal untuk perusahaan Musk, seperti Tesla dan SpaceX.

    Musk sempat menghapus beberapa unggahan kontroversialnya di X, termasuk yang menyerukan pemakzulan Trump dan tudingan soal Epstein. Meski begitu, sinyal damai mulai terlihat.

    Dalam konferensi pers awal minggu ini, Trump mengaku tak akan mencabut proyek Starlink milik Musk dari Gedung Putih dan tak masalah jika Musk menghubunginya.

    “Kami memiliki hubungan yang baik, dan saya hanya mendoakan dia baik-baik saja – sangat baik, sebenarnya,” kata Trump. Sebuah klip dari pertukaran tersebut diunggah ke X, di mana Musk merespons dengan emoji hati.

    Keduanya telah menikmati hubungan dekat sejak tahun lalu, ketika miliarder teknologi ini menggelontorkan hampir US$300 juta untuk mendukung kampanye pemilihan Trump sebagai presiden.

    Musk kemudian bergabung dengan pemerintahan baru sebagai kepala DOGE, menjadi wajah publik dari upaya kontroversial untuk membentuk kembali pemerintah federal bahkan ketika pengacara pemerintah meremehkan perannya dalam pengajuan pengadilan.

    Musk mengumumkan kepergiannya dari pemerintahan pada akhir Mei, dengan alasan “waktu yang dijadwalkan” telah berakhir.

    Pada konferensi pers terakhir pada 30 Mei, Musk berdiri di samping Trump saat presiden memujinya sebagai salah satu pemimpin bisnis dan inovator terhebat yang pernah ada di dunia.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kilas Perang Terbuka Musk Vs Trump yang Berujung Minta Maaf, Libatkan Dua Pejabat Penting

    Kilas Perang Terbuka Musk Vs Trump yang Berujung Minta Maaf, Libatkan Dua Pejabat Penting

    Bisnis.com, JAKARTA – Setelah perang terbuka via media sosial, konglomerat Elon Musk yang juga pendukung utama Presiden Donald Trump dalam kampanye lalu menyatakan penyesalannya. Apa penyebabnya?

    Elon Musk menyebut dia mendapat panggilan telepon dari dua sekutu utama presiden setelah pernyataannya yang menyerang kebijakan Trump. “Saya menyesali beberapa unggahan saya tentang Presiden @realDonaldTrump minggu lalu. Itu kelewatan,” ujar Musk dalam unggahannya di platform media sosial X dikutip dari Bloomberg, Kamis (12/6/2025). 

    Dua sosok yang menelpon Elon Musk adalah Wakil Presiden JD Vance dan kepala staf Gedung Putih Susie Wiles. Keduanya menghubungi Musk Jumat pekan lalu dan mendesaknya mengakhiri konfliknya dengan Trump. 

    Sumber Bloomberg di pemerintahan menyebut CEO Tesla Inc. itu telah menelepon presiden sebelum dia menyampaikan penyesalannya di depan publik.

    Musk sebelum menyatakan mundur adalah penasihat dekat dan orang kepercayaan Trump. Dia menyatakan mundur usai berselisih soal dengan Trump terkait RUU pemotongan pajak yang di dorong melalui Kongres. Kebijakan itu disinyalir menimbulkan ancaman terhadap kekayaan Musk yang juga orang terkaya di dunia saat ini.

    Trump sendiri membalas pembangkangan Musk dengan mengemukakan kemungkinan memutus kontrak pemerintah. Kebijakan itu akan menghancurkan SpaceX, perusahaan roketnya.

    “Saya pikir sangat baik bahwa ia melakukan itu,” kata Trump dalam wawancara singkat dengan New York Post, tanpa merinci apakah dia akan sepenuhnya mengakhiri perseteruan tersebut.

    Harga saham Tesla Inc. milik Musk jatuh pada Kamis pekan lalu setelah pertengkaran itu, sebelum memulihkan sebagian besar kerugiannya. Pada Rabu beberapa jam setelah postingannya, saham naik kurang dari 1% pada pukul 1:47 siang di New York.

    Sahamnya Tesla telah merosot hampir 18% sepanjang tahun ini karena investor mempertimbangkan kerusakan dari dukungannya sebelumnya terhadap Trump, yang membuat pembeli mobil di seluruh AS, Eropa, dan pasar lainnya menjauh, serta risiko berikutnya yang disebabkan oleh perselisihannya yang rumit dengan presiden.

    Sebelumnya, Musk telah membuat Trump marah dengan mengklaim bahwa dukungannya membuat Trump memenangkan pemilihan umum, mendukung pemakzulannya, dan bahkan menyatakan bahwa presiden terlibat dalam kejahatan seks Jeffrey Epstein.

    Masih belum jelas seberapa besar penyesalan Musk akan memperbaiki hubungannya dengan Trump, yang dikenal menyimpan dendam dan telah menggunakan kekuasaan pemerintah federal untuk menyerang orang-orang yang telah menyakitinya. 

    Hal itu tampaknya akan menimbulkan bahaya tertentu bagi Musk, mengingat SpaceX memegang sejumlah besar kontrak federal dan banyak bisnisnya tunduk pada pengawasan peraturan federal.

    Trump telah mengisyaratkan sedikit keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Musk tetapi mengatakan kepada wartawan bahwa dia merasa mereka pernah memiliki hubungan yang baik.

    “Saya berharap yang terbaik untuknya.” kata Trump dalam sebuah wawancara dengan NBC News pekan lalu.

    Dia juga menambahkan bahwa dirinya tidak tertarik untuk memperbaiki hubungan tersebut.

    Skala konflik antara keduanya telah menimbulkan keraguan yang signifikan tentang apakah Musk dan Trump akan pernah melanjutkan persahabatan dekat yang mereka miliki selama beberapa bulan pertama masa jabatan kedua Trump, ketika Musk hampir selalu ada di Gedung Putih.

    Musk telah memimpin apa yang disebut Departemen Efisiensi Pemerintah, yang berupaya memangkas pengeluaran, menutup lembaga, dan memangkas tenaga kerja federal. 

    Departemen tersebut bertujuan untuk menghasilkan penghematan sebesar US$1 triliun bagi pemerintah tetapi gagal mencapai tujuan tersebut, hanya menghasilkan US$180 miliar menurut akuntansinya sendiri yang tidak terverifikasi. 

    Bahkan itu akan terhapus oleh tagihan pajak Trump, yang akan menambah US$2,4 triliun pada defisit anggaran pemerintah selama dekade berikutnya, menurut Kantor Anggaran Kongres yang nonpartisan. Hal itu menyebabkan Musk melobi untuk menentang pengesahannya, menyebutnya sebagai kekejian yang menjijikkan.

  • Pabrik Mobil Listrik Ini Catat Rugi Rp 11,6 T, Milik Tetangga Dekat RI

    Pabrik Mobil Listrik Ini Catat Rugi Rp 11,6 T, Milik Tetangga Dekat RI

    Jakarta, CNBC Indonesia –  Produsen mobil listrik asal Vietnam, VinFast, mencatatkan kerugian bersih sebesar US$712 juta (setara Rp11,6 triliun) pada kuartal I (Q1) 2025. Ini terjadi meskipun pengiriman kendaraan meningkat drastis.

    Dalam laporan yang dikutip Rabu (11/6/2025), VinFast menyebutkan telah mengirimkan 36.330 unit kendaraan listrik (EV) dalam tiga bulan pertama tahun ini. Angka itu melonjak 296% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Meski begitu pendapatan perusahaan mengalami peningkatan tajam, mencapai US$656,5 juta atau naik hampir 150% year-on-year (yoy). Ketua VinFast, Thuy Le, mengatakan lonjakan pengiriman ini merupakan “awal yang menggembirakan untuk 2025 di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut”.

    Sebenarnya, besarnya kerugian menyoroti tantangan yang dihadapi perusahaan dalam ekspansi global, khususnya dalam upaya menyaingi raksasa otomotif dunia seperti Tesla. Tahun lalu, VinFast mencatat kerugian lebih dari US$3 miliar meski pengiriman kendaraan hampir tiga kali lipat.

    VinFast merupakan bagian dari konglomerasi Vingroup, yang memiliki portofolio bisnis luas mulai dari properti, pendidikan, teknologi, hingga layanan kesehatan di Vietnam. Perusahaan ini juga menjadi simbol ambisi Vietnam untuk masuk dalam peta industri otomotif global.

    Di sisi lain, hubungan dagang Vietnam-Amerika Serikat (AS) sedang diuji, terutama setelah Presiden Donald Trump kembali melancarkan kebijakan tarif tinggi terhadap negara-negara eksportir. Pemerintah Hanoi disebut tengah berupaya keras meredam potensi tarif hingga 46% terhadap produk Vietnam.

    (sef/sef)

  • Usai Cela Trump Habis-habisan, Elon Musk Cari Utang Rp 81,3 Triliun

    Usai Cela Trump Habis-habisan, Elon Musk Cari Utang Rp 81,3 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan milik Elon Musk yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI), xAI, dilaporkan sedang mencari pinjaman di tengah perseteruan antara Musk dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Reuters melaporkan bahwa Morgan Stanley memasarkan paket senilai US$ 5 miliar (Rp81,3 triliun) berisi obligasi dan dua pinjaman atas nama xAI.

    Berbeda dengan paket pinjaman sebelumnya, Morgan Stanley kali ini tidak memberikan jaminan atau memberikan komitmen partisipasi modal. Kali ini, nilai kredit yang dikucurkan bahkan bergantung kepada minat investor. Menurut Reuters, model pinjaman saat ini menunjukkan upaya bank untuk lebih hati-hati.

    Pada 2022, Morgan Stanley ikut serta dengan memberikan komitimen utang US$ 13 miliar kepada Musk untuk mendanai akuisisi Twitter (yang kini bernama X) dalam kesepakatan senilai US$ 44 miliar. 

    Pendanaan untuk akuisisi X oleh 7 bank termasuk Morgan Stanley disebut salah satu “pertaruhan” terbesar di industri perbankan. Biasanya, pinjaman dengan ukuran besar langsung “dijual” kembali oleh bank.

    Namun, 7 bank tersebut baru bisa melepas pinjaman untuk akuisisi X ke investor setelah 2 tahun, yaitu pada awal 2025. Mereka akhirnya bisa menjual “utang” Musk ke investor setelah X menunjukkan kinerja usaha yang baik terutama dipicu oleh euforia setelah kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS.

    Kehati-hatian dalam pinjaman yang baru dinilai sebagai upaya menghindari hal yang sama terulang.

    Posisi Musk yang tadinya dianggap sebagai salah satu orang paling dekat Trump berubah drastis sejak Musk meninggalkan posisi di pemerintahan.

    Selain mencari utang, xAI juga tengah bernegosiasi mencari investor dalam kesepakatan pendanaan US$ 20 miliar dalam bentuk ekuitas.

    Trump dan Musk memanas

    Dalam wawancara dengan NBC News yang dilansir Reuters, Minggu (8/6/2025), Trump menegaskan hubungan pribadinya dengan Musk telah berakhir. Ia juga memperingatkan bakal ada konsekuensi serius jika Musk benar-benar mendanai kandidat Demokrat yang menentang RUU pajak dan belanja besar-besaran yang diusulkan Trump.

    Namun Trump tak memerinci ancaman apa yang dimaksud. Ia juga mengatakan belum ada pembicaraan soal kemungkinan penyelidikan terhadap Musk.

    Saat ditanya apakah hubungan dengan bos Tesla dan SpaceX itu sudah selesai, Trump menjawab, “Sepertinya iya.”

    Trump menegaskan tidak berniat untuk memperbaiki hubungan. “Saya enggak ada niat ngomong sama dia,” ucap Trump. Meski begitu, Trump mengaku belum memikirkan soal potensi pemutusan kontrak pemerintah AS dengan Starlink milik Musk, atau peluncuran roket SpaceX.

    Perseteruan Trump dan Musk memanas pekan ini. Musk secara terbuka mengecam RUU yang didorong Trump, menyebutnya sebagai “a disgusting abomination” atau “aib yang menjijikkan.” Penolakan Musk turut mempersulit proses pengesahan RUU tersebut di Senat.

    Di sisi lain, Musk juga menyuarakan ide pembentukan partai politik baru untuk mewakili suara mayoritas masyarakat AS yang dinilai terjebak di tengah polarisasi politik. Kendati demikian, Trump tetap optimistis RUU ini bakal lolos sebelum Hari Kemerdekaan AS, 4 Juli. “Orang-orang yang tadinya ragu, sekarang justru antusias untuk mendukung RUU ini,” kata Trump.

    (dem/dem)

  • Rencana Besar Bocor, AI.gov Bakal Geser Peran PNS Amerika Serikat

    Rencana Besar Bocor, AI.gov Bakal Geser Peran PNS Amerika Serikat

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana ambisius pemerintahan Donald Trump untuk mengadopsi kecerdasan buatan (AI) secara menyeluruh di seluruh lembaga federal Amerika Serikat terbongkar ke publik setelah dokumen-dokumen penting terkait proyek AI.gov bocor di GitHub. 

    Kebocoran ini terjadi kurang dari sebulan sebelum peluncuran resmi inisiatif tersebut, yang dijadwalkan pada 4 Juli 2025. 

    Berdasarkan arsip repositori GitHub yang sempat diakses sebelum dihapus, AI.gov akan menjadi pusat integrasi AI di lingkungan pemerintah federal. 

    Proyek ini digarap oleh General Services Administration (GSA) melalui Technology Transformation Services (TTS), yang kini dipimpin oleh Thomas Shedd, mantan manajer integrasi perangkat lunak di Tesla dan dikenal sebagai sekutu Elon Musk menurut laporan The Register, Rabu (11/6/2025).

    Shedd membawa visi agar GSA beroperasi layaknya startup perangkat lunak, dengan strategi “AI-first” yang menargetkan otomatisasi berbagai tugas birokrasi yang selama ini dijalankan pegawai negeri.

    AI.gov dirancang untuk mempercepat inovasi pemerintah melalui tiga komponen utama yaitu Chatbot Pemerintah, API All-in-One, dan alat analitik untuk memantau penggunaan AI di seluruh lembaga secara real-time, termasuk preferensi dan pola pemakaian pegawai. 

    Dari dokumentasi API, sebagian besar model yang akan digunakan sudah bersertifikasi FedRAMP untuk keamanan data pemerintah, kecuali model dari Cohere yang belum mengantongi sertifikasi tersebut.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan soal kesiapan dan keamanan data sensitif pemerintah jika diolah oleh model yang belum terstandarisasi.

    Rencana adopsi AI skala besar ini menuai perhatian dan kekhawatiran dari para ahli yang menyoroti potensi risiko keamanan, privasi data warga, hingga kemungkinan AI menggantikan peran pegawai negeri secara masif.

    Penggunaan AI secara luas di pemerintahan juga dikhawatirkan memperbesar peluang kebocoran data, serta ketergantungan pada penyedia teknologi swasta yang berorientasi profit dan berbasis di luar negeri,

    “Ada kekhawatiran pemerintah menjadi terlalu bergantung pada model AI, yang bisa saja menghasilkan informasi keliru, bias, atau bahkan memperkuat kepentingan komersial perusahaan teknologi,” ujar Carissa Véliz, peneliti etika AI dari University of Oxford.

    Selain itu, pengawasan dan transparansi penggunaan AI di sektor publik dinilai masih minim, sementara kecepatan pengembangan teknologi AI jauh melampaui siklus pengadaan dan regulasi pemerintah 

    Setelah kabar kebocoran ini mencuat, seluruh repositori dan staging site AI.gov di GitHub langsung ditutup aksesnya oleh pihak terkait. Namun, sejumlah media telah mengamankan salinan arsip sebagai referensi publik.

    Pemerintah AS dalam beberapa tahun terakhir memang gencar mendorong adopsi AI, baik untuk efisiensi birokrasi, deteksi penipuan, hingga pengawasan kontrak pemerintah. Namun, para pakar menegaskan perlunya kehati-hatian dan pengawasan ketat agar adopsi AI tidak menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks, baik dari sisi keamanan, etika, maupun tata kelola pemerintahan. 

  • Tesla Hancur Lebur, Raksasa China Ramai-ramai Bantai Elon Musk

    Tesla Hancur Lebur, Raksasa China Ramai-ramai Bantai Elon Musk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dominasi Tesla di pasar mobil listrik (EV) pelan-pelan mulai tergantikan. China makin gencar merilis produk EV dengan inovasi canggih. Di saat bersamaan, Tesla juga dihantam gerakan boikot yang membuat penjualannya merosot di beberapa negara.

    Raksasa EV China, BYD, menjadi pabrikan pertama yang mencoba menggeser dominasi Tesla dengan merilis mobil listrik canggih dan terjangkau. Kini, makin banyak pabrikan EV China lainnya yang unjuk gigi.

    BYD menghebohkan industri EV China pada awal tahun ini dengan menawarkan asisten driver yang disebut ‘God’s Eye’ secara gratis. Sistem serupa ditawarkan pula oleh Tesla, tetapi konsumen harus membayar US$9.000 (Rp146 jutaan) di China.

    “Dengan God’s Eye, strategi Tesla mulai hancur lebur,” kata investor BYD berbasis Shenzhen, Taylor Ogan, dikutip dari Reuters, Selasa (10/6/2025).

    Ogan merupakan orang AS yang memiliki beberapa unit Tesla. Ia juga mengendarai mobil BYD dengan God’s Eye dan blak-blakan menyebut sistem buatan China itu lebih andal ketimbang sistem Full Self-Driving (FSD) milik Tesla.

    Bukan cuma BYD, raksasa otomotif dan teknologi China lainnya juga ramai-ramai menawarkan sistem serupa FSD Tesla bagi konsumen dengan harga terjangkau.

    Misalnya Leapmotor dan Xpeng yang menawarkan sistem bantuan otomatis untuk mengemudi di jalan raya dan perkotaan pada mobil-mobil seharga US$20.000 (Rp325 jutaan). Beberapa pabrikan China lainnya juga berlomba-lomba menghadirkan teknologi serupa untuk EV, dengan dukungan pemerintah setempat.

    Biaya hardware sistem bantuan pengemudian otomatis BYD jauh lebih murah daripada Tesla, menurut analisis pakar. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa biaya BYD untuk mendapatkan komponen dan membangun sistem dengan radar dan lidar hampir sama dengan FSD Tesla, yang tidak memiliki sensor tersebut.

    Hal itu melemahkan pendekatan teknologi Tesla yang lebih minim dengan tujuan menghemat biaya. Tesla menghilangkan sensor penting dan hanya mengandalkan kamera dan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem FSD-nya.

    Tantangan Besar Buat Tesla dan Elon Musk

    Meningkatnya persaingan dari pemain EV asal China merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi CEO Tesla Elon Musk setelah masa jabatannya yang sulit sebagai penasihat pemerintahan Trump.

    Sejak awal Mei 2025, Musk sudah sepenuhnya kembali fokus di kerajaan bisnisnya, termasuk Tesla. Namun, ia menghadapi tantangan penurunan penjualan Tesla dan sentimen negatif terkait perusahaannya tersebut.

    Taruhannya menjadi lebih tinggi dengan tantangan yang mengejutkan bulan ini di markas Tesla di Austin, Texas, tempat perusahaan berencana untuk meluncurkan uji coba robotaxi dengan 10 atau 20 kendaraan setelah satu dekade janji Musk yang tidak terpenuhi untuk menghadirkan mobil Tesla tanpa sopir.

    Tesla tak segera merespons permintaan komentar terkait para pesaingnya dari China. Sebelumnya, Musk mengatakan perusahaan-perusahaan mobil listrik China adalah yang paling kompetitif secara global.

    Persaingan dengan China merupakan salah satu faktor yang mendorong Tesla untuk beralih dari kendaraan listrik (EV) massal sejak tahun lalu. Kala itu, Reuters melaporkan bahwa mereka telah menggagalkan rencana untuk membangun EV baru dengan harga terjangkau di kisaran US$25.000 (Rp407 jutaan).

    Sejak saat itu, Musk telah mempertaruhkan masa depan Tesla pada robotaxi yang dapat mengemudi sendiri.

    Kini Tesla menghadapi persaingan ketat yang sama dalam hal kendaraan otomatis (AV) dari banyak produsen mobil China yang sama yang melemahkan rencana EV murah Tesla.

    Tantangan tersebut makin berat karena adanya perusahaan teknologi termasuk raksasa HP China Huawei, yang memasok teknologi mengemudi otomatis ke produsen mobil besar China.

    Tanpa sistem pengemudian otomatis penuh, sistem bantuan pengemudi saat ini menawarkan keunggulan kompetitif yang penting di China, pasar mobil terbesar di dunia, di mana penjualan Tesla menurun di tengah perang harga yang berkepanjangan di antara sejumlah merek kendaraan listrik lokal.

    Selain itu, Tesla makin terhambat oleh peraturan China yang melarangnya menggunakan data yang dikumpulkan oleh mobil Tesla di China untuk melatih (AI) yang mendasari FSD. Tesla telah bernegosiasi dengan pejabat China, tetapi sejauh ini tak menghasilkan apa-apa.

    Di sisi lain, para pesaing Tesla di China memang diuntungkan oleh subsidi dan dukungan kebijakan lain dari Beijing untuk teknologi pengemudian berbantuan yang canggih.

    Keunggulan mereka juga berasal dari faktor penting lainnya. Misalnya persaingan kendaraan listrik pintar yang ketat dan telah menjadi ciri industri mereka selama satu dekade terakhir.

    Ledakan EV yang dihasilkan menciptakan skala ekonomi dan kecenderungan industri untuk mengorbankan sebagian margin keuntungan guna memperluas penetrasi pasar teknologi baru dengan cepat, yang mengarah pada biaya produksi yang lebih rendah.

    (fab/fab)

  • Dulu Lempar Pujian, Trump Kini Mau Jual Tesla Miliknya

    Dulu Lempar Pujian, Trump Kini Mau Jual Tesla Miliknya

    Jakarta

    Donald Trump baru-baru ini beli Tesla Model S sebagai bentuk dukungan ke Elon Musk. Namun hubungan keduanya memanas, Trump pun berniat menjual Tesla miliknya itu.

    Tiga bulan lalu, Presiden AS Donald Trump berdiri di samping Elon Musk tepat di luar Gedung Putih untuk memilih mobil Tesla baru. Langkah itu ditempuh Trump sebagai bentuk dukungan kepada Elon Musk yang diteror rangkaian aksi vandalisme dan anjloknya saham Tesla. Trump kala itu juga berjanji untuk menghentikan aksi vandalisme terhadap sejumlah dealer Tesla di Amerika. Trump juga memuji Tesla dengan mengatakan mobil keluaran produsen yang bermarkas di Texas itu hebat.

    “Ini produk hebat, sebaik yang didapat,” katanya kala itu.

    Dia juga memuji Musk lantaran dianggap telah mengabdikan diri untuk pengembangan energi. Trump menilai Musk saat itu mendapat perlakuan yang tidak adil. Tapi kini kondisinya justru berbalik.

    Trump dan Elon Musk justru terlibat pertengkaran panas. Trump bahkan berniat untuk menjual Tesla Model S yang masih seumur jagung itu. Dilansir Business Insider, seorang pejabat senior Gedung Putih menyebut Trump tengah mempertimbangkan untuk menjual atau memberikan Tesla Model S berkelir merah. Mobil itu ditaksir punya harga USD 80.000 atau sekitar Rp 1,3 miliar (1 USD = Rp 16.270).

    Perselisihan antara keduanya itu juga membuat saham Tesla kembali anjlok. Nilai valuasi perusahaan juga turun. Sahamnya sudah kembali pulih, namun tetap tercatat menurun seperlima sepanjang tahun ini.

    Sebagai informasi tambahan, hubungan keduanya memburuk setelah kritik Musk terhadap RUU baru yang dijuluki Trump sebagai One Big Beautiful.

    Musk menyebut RUU tersebut berisiko memperparah defisit anggaran pemerintah. Trump tak tinggal diam. Ia menuding Musk menentang RUU karena adanya klausul yang mencabut insentif pembelian kendaraan listrik.

    Trump juga menampik anggapan bahwa dirinya menang pemilu tahun lalu berkat bantuan dana ratusan juta dolar dari Musk.

    “Saya sangat kecewa dengan Elon. Saya telah banyak membantu Elon, dia tahu setiap aspek dari RUU ini, dan dia tidak pernah punya masalah sampai setelah dia pergi,” cetus Trump dilansir detikInet.

    Musk membalas komentar tersebut lewat platform X. Ia menyatakan RUU itu tak pernah ditunjukkan kepadanya. Ia juga menyebut tak peduli dengan insentif kendaraan listrik, tapi ingin menurunkan utang nasional yang menurutnya merupakan ancaman eksistensial bagi negara.

    (dry/rgr)