Jakarta, Beritasatu.com – Biaya mudik Lebaran 2025 diprediksi akan meningkat hingga 30% seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan melambungnya tarif transportasi. Sementara itu, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perlemahan ekonomi masih membayangi.
“Diprediksi tahun 2025, rata-rata keluarga mengalokasikan Rp 3-5 juta untuk biaya mudik, padahal di 2024, angka ini hanya sekitar Rp 2,5-4 juta,” ungkap Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat pada Selasa (18/3/2025).
Menurut Achmad, kenaikan biaya ini akan membuat pekerja dengan penghasilan pas-pasan, terpaksa memilih untuk tidak mudik atau mengurangi anggaran belanja Lebaran.
“Fenomena ini tidak hanya mengurangi kebahagiaan reuni keluarga, tetapi juga berdampak pada perekonomian daerah. Selama ini, mudik menjadi pendorong utama perputaran uang di daerah tujuan, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera,” katanya terkait biaya mudik Lebaran.
Dia menilai, berkurangnya arus mudik akan mengancam pendapatan UMKM lokal penjual oleh-oleh dan kuliner. Jika tren ini berlanjut, dampaknya bisa meluas ke sektor lain, seperti transportasi dan pariwisata, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi musiman.
Di tengah kondisi tersebut, masyarakat juga dihadapi dengan kondisi tekanan ekonomi. Padahal, Ramadan dan Lebaran selalu menjadi puncak siklus konsumsi di Indonesia. Masyarakat perlu memenuhi kebutuhan pangan, busana baru, dan persiapan mudik.
Achmad mengungkapkan, proyeksi konsumsi selama Ramadan 2025 diperkirakan mencapai Rp 1.188 triliun, tetapi pertumbuhannya hanya sekitar 5-7%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 9-12% pada 2023 dan 2024.
“Data terbaru menunjukkan, meski konsumsi meningkat secara musiman, pertumbuhannya lebih landai dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Achmad.
Achmad menambahkan, faktor lain yang membayangi biaya mudik Lebaran adalah lonjakan PHK. Sepanjang 2024, tercatat 77.965 kasus PHK, dan di Januari 2025, tambahan 3,325 pekerja kehilangan mata pencaharian di Februari 2025 diprediksi tambahan 60,000 dari 50 perusahaan.