Jakarta, Beritasatu.com– Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2025 akan melambat menjadi 3,1%. Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 3,2%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ketidakpastian pasar keuangan dunia terus membayangi dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara lebih luas memicu fragmentasi perdagangan dunia.
“Perkembangan ini disertai ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global 2025 diperkirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024,” ucap Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2024 di Gedung Thamrin, BI Jakarta Rabu (18/12/2024).
Perry mengatakan, inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya yang dipengaruhi gangguan rantai suplai. Sementara itu, suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Funds Rate), diperkirakan tumbuh lebih lambat karena inflasi tinggi.
Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik tenor jangka pendek maupun panjang. Penguatan mata uang dolar AS terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan portofolionya ke AS. Hal ini meningkatkan tekanan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
“Perkembangan ekonomi global 2025 memerlukan respons kebijakan kuat untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” tutur Perry.
Untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan akan berada pada rentang 4,8%-5,6%. Ke depan, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran.
Saat pertumbuhan ekonomi global 2025 melambat, BI konsisten memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan bersinergi dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah. Upaya tersebut didukung stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran.