Mataram, Beritasatu.com – Penyidik akan merekonstruksi atau reka ulang kasus pelecehan seksual mahasiswi dengan tersangka I Wayan Agus Swartama alias Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Selasa (10/12/2024).
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Enen Saribanon mengatakan pihaknya sudah diberi tahu oleh Polda NTB terkait rencana rekonstruksi kasus pelecehan seksual diduga dilakukan oleh Agus Buntung, pria penyandang disabilitas.
“Saya mendapatkan informasi langsung bahwa besok akan dilakukan rekonstruksi. Jaksa sudah diberitahu untuk hadir dalam kegiatan rekonstruksi tersebut,” kata Enen, Senin (9/12/2024).
Menurutnya rekonstruksi kasus Agus Buntung penting untuk memperjelas alur peristiwa dan mendukung penguatan keterangan saksi, korban, ahli, serta alat bukti yang telah dikumpulkan penyidik.
“Untuk alat bukti, salah satunya adalah saksi-saksi yang melapor. Korban yang banyak itu semua masuk dalam perkara. Kami juga meminta keterangan dari ahli psikologi untuk mendukung pembuktian atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka,” ujar Enen.
Keterangan dari ahli psikologi memainkan peran penting dalam memahami dampak psikologis yang dialami korban, sekaligus menguatkan bukti atas kejahatan yang dilakukan tersangka Agus Buntung.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam kasus ini adalah keterlibatan penyandang disabilitas sebagai tersangka.
Dalam menangani kasus Agus Buntung, Kejati NTB akan menggunakan aturan Pedoman Jaksa Agung Nomor 2 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Perkara Pidana.
“Dalam penanganan perkara disabilitas, kami sudah memiliki aturan khusus. Pedoman ini mengatur bagaimana kami menangani tersangka disabilitas yang tersangkut pidana. Persamaan kedudukan di mata hukum tetap berlaku, baik bagi penyandang disabilitas maupun orang tanpa disabilitas,” jelasnya.
Enen Saribanon menegaskan setiap orang, termasuk penyandang disabilitas harus bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan, selama dianggap memiliki kesadaran hukum.
“Kami telah melakukan koordinasi dengan lapas terkait penempatan tersangka ke depan. Insyaallah, lapas pun siap menyiapkan tempat yang layak, baik untuk tersangka IWAS maupun penyandang disabilitas lain yang melakukan tindak pidana,” ujarnya.
Agus Buntung dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Ancaman hukumannya bisa 12 tahun penjara, dengan penambahan hukuman sepertiga karena perbuatan tersebut dilakukan berulang kali.
“Dia melakukan perbuatannya beberapa kali, sehingga hukuman bisa ditambah sepertiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya terkait kasus Agus Buntung.