Jakarta, Beritasatu.com – Gejolak global dan tekanan dari kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) kembali mengguncang pasar keuangan dunia, termasuk Bursa Efek Indonesia (BEI). BEI pun mengatur ulang strategi untuk memperkuat pasar keuangan domestik.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menjelaskan, sejak awal Maret 2025, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku pasar secara aktif menjaga stabilitas pasar. Hal ini menyusul melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada periode 2-19 Maret akibat tekanan eksternal.
Sebagai respons cepat, BEI bersama OJK dan pelaku pasar, termasuk pemegang saham besar mengambil langkah taktis. Beberapa kebijakan penting dikeluarkan, seperti penundaan short selling dan pelonggaran aturan buyback tanpa perlu RUPS.
“Situasi sempat memuncak pada Selasa (18/3/2025) ketika perdagangan harus dihentikan selama 30 menit akibat koreksi indeks lebih dari 5%. Hal serupa kembali terjadi pada Selasa (8/4/2025) setelah saat Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor, membuat IHSG sempat turun lebih dari 8%,” ujar Iman dalam webinar bersama Universitas Paramadina, Jumat (11/4/2025).
Sebagai tindak lanjut, BEI mengubah strategi, seperti mekanisme circuit breaker pada Selasa (8/4/2025). Ambang batas trading halt kini dinaikkan menjadi 8%, 15%, dan 20%. Lalu, apabila penurunan melewati 20%, perdagangan dapat dihentikan satu hingga dua sesi. Selain itu, batas auto rejection bawah (ARB) kini ditetapkan tunggal sebesar 15% untuk semua kategori saham, sedangkan batas atas tetap.
Iman mencatat bahwa IHSG telah turun 11,67% secara year to date hingga 10 April. Dana asing juga keluar besar-besaran hingga hampir Rp 30 triliun, menyeret saham-saham blue chip, seperti BCA, BRI, Mandiri, dan BNI.
Meski demikian, aktivitas perdagangan tetap tinggi. Pada 8 April, nilai transaksi mencapai Rp 21 triliun, dan Rp 16 triliun sehari setelahnya. Menariknya, investor domestik ritel mencatatkan pembelian bersih Rp 3,9 triliun, mengimbangi penjualan bersih asing senilai Rp 3,8 triliun.
Pada Kamis (10/4/2025), IHSG berbalik menguat hampir 5%. Saat itu investor ritel mulai merealisasikan keuntungan, sementara investor institusi domestik aktif kembali masuk pasar. Ini menunjukkan peran signifikan investor dalam menjaga kestabilan.
Iman menegaskan, sebagai regulator, BEI tidak bisa melakukan intervensi langsung seperti Bank Indonesia. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan lebih pada komunikasi aktif, edukasi publik, serta kebijakan yang adaptif.
Ia juga mencatat adanya optimisme baru, terbukti dari lebih 35.000 investor baru yang bergabung selama libur Lebaran.
Ke depan, BEI akan mendorong diversifikasi instrumen investasi, seperti derivatif saham tunggal, ETF berbasis emas, dan produk lindung nilai lainnya. Proses IPO pun terus dipercepat dan didigitalisasi melalui kerja sama dengan bursa global serta penguatan riset dan peluang dual listing.
Langkah lain termasuk pengembangan skema liquidity provider dan peningkatan infrastruktur perdagangan, dengan target kapasitas sistem BEI meningkat tiga kali lipat pada 2026.
“Semua ini butuh kerja sama seluruh pemangku kepentingan. Pasar yang sehat bergantung pada sinergi antara regulator, pelaku pasar, investor, dan emiten. Kepercayaan publik adalah pondasi utama,” tutup Iman terkati strategi BEI hadapi tekanan ekonomi global.
