TRIBUNJATIM.COM – Seorang guru SD diduga menendang perut muridnya ketika berada di sekolah.
Diketahui, guru yang bekerja di SDN 253 Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi, berinisial M itu kini menjadi sudah dilaporkan ke polisi.
Ia dilaporkan akibat kasus dugaan kekerasan terhadap siswa berinisial MH.
Namun guru dan murid memberikan keterangan yang berbeda.
Guru tersebut menendang perut korban karena diduga menjatuhkan papan tulis pada Kamis (13/2/2025).
Kepala Sekolah SDN 253 Bangko, Susmarni, mengatakan bahwa keluarga korban telah melaporkan kejadian ini kepada UPTD PPA Kabupaten Merangin, yang kemudian diteruskan kepada Polres Merangin.
Meski demikian, pelaku meminta agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
“Ya, kemarin pihak orang tua korban sudah melaporkan ke UPTD PPA Dinas Sosial dan membuat laporan ke polisi,” kata Susmarni, Senin (17/2/2025) dilansir dari TribunJambi.com.
Susmarni menjelaskan bahwa pihak sekolah telah memanggil guru tersebut untuk dimintai keterangan.
“Kami tidak boleh sepihak dalam menyelesaikan masalah ini. Kami harus adil, baik dari pihak orang tua siswa maupun oknum guru,” ujarnya.
Pelaku pun menceritakan kronologi kejadian ini.
“Pada Kamis (13/2/2025) sekitar pukul 9.00 WIB, dalam proses belajar PJOK, kami ada kegiatan senam di kelas. Ada salah satu siswa yang menjatuhkan papan tulis,” katanya.
“Setelah saya perbaiki, siswa yang sama kembali menjatuhkan papan tulis. Untuk menghindari papan tulis yang jatuh, saya menahannya dengan kedua tangan, karena bebannya cukup berat. Lalu saya mendorong siswa itu dengan kaki agar tidak tertimpa papan tulis,” sambungnya.
Dia menambahkan bahwa setelah kejadian itu, situasi kembali normal, dan seluruh siswa melanjutkan senam di luar kelas.
Sementara itu, orang tua korban, LM, mengatakan bahwa anaknya membenarkan adanya dugaan kekerasan.
“Anak saya mengatakan bahwa dia ditendang di bagian perut oleh guru tersebut, hingga terduduk di lantai,” sebut LM.
“Pada saat pak guru mau kasih materi, papan tulis di depan itu rusak. Bapak gurunya langsung benerin papan tulisnya. Waktu saya main ke depan kelas, nggak sengaja nyenggol papan tulisnya dan terjatuh. Tiba-tiba pak guru nendang perut saya, dan saya langsung jatuh terduduk di lantai,” ucap LM menirukan penjelasan anaknya.
LM menyatakan sangat menyesalkan tindakan kekerasan tersebut.
“Sebagai orang tua, saya tidak masalah jika anak saya dihukum sesuai perbuatannya. Namun, kekerasan fisik seperti ini tidak boleh terjadi, terutama di bagian perut yang ada organ penting,” tuturnya.
Setelah kejadian, LM langsung melaporkan dugaan kekerasan ini kepada kepala sekolah.
“Kepala sekolah mendukung saya jika melaporkan kejadian ini ke polisi,” sebut LM.
LM juga mengungkapkan bahwa guru tersebut ternyata sudah pernah ditegur sebelumnya karena sikap kasar dalam mendidik siswa.
“Saya berharap agar kejadian ini tidak terulang lagi dan agar guru tersebut diberi sanksi tegas,” ujarnya.
Adapun kini korban telah dilakukan pemeriksaan secara medis dan mentalnya.
“Anak saya sudah diperiksa secara medis dan dikonseling oleh psikolog,” ungkap LM.
Orang tua korban pun berharap agar Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin dan pihak terkait memberi sanksi tegas agar kekerasan semacam ini tidak terjadi lagi di masa depan.
Sementara itu, kisah kelakuan guru terhadap murid yang viral lainnya juga pernah terjadi di Sleman, Yogyakarta.
Curhatan siswa SMK di Sleman, Yogyakarta, yang diusir gurunya jelang ujian, viral di media sosial.
Terungkap alasan siswa SMK bernama Kevin Setiawan tersebut diusir gurunya dan disuruh keluar dari kelas sebelum ujian.
Rupanya ia diusir keluar kelas karena belum membayar tunggakan biaya sekolah serta SPP.
Terpaksa keluar kelas dan tidak bisa ikut ujian, siswa kelas 12 SMK Nasional Berbah tersebut mengurai curhatan melalui surat terbuka.
Melalui rekaman video di akun viral @rizna_77 di TikTok, Kevin meminta bantuan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Surat terbuka kepada yang terhormat Gubernur Yogyakarta,” kata Kevin, Kamis (13/2/2025).
“Kami sampaikan surat terbuka ini karena saya sudah tidak ada jalan keluar untuk mengikuti ujian,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Kevin mengungkap detik-detik pengusiran terhadapnya yang dilakukan seorang guru.
Kala itu, Kevin tengah bersiap mengerjakan ujian.
Namun secara mendadak, Kevin disuruh keluar oleh guru bahasa Jawa dan tidak diperkenankan mengikuti ujian sekolah.
“Saya Kevin Setiawan, sekolah di SMK Nasional Berbah jurusan teknik permesinan kelas 12, menyampaikan kepada Bapak Gubernur,” ucapnya.
“Saya dari anak broken home yang kedua orang tua saya sudah tidak mampu lagi membiayai sekolah saya,” lanjut Kevin.
“Pada tanggal 11 Februari 2025, ada ujian sekolah, saya sudah berada di ruang kelas, akan tetapi saya disuruh keluar oleh guru bahasa Jawa,” imbuhnya.
“Karena tidak mempunyai kartu ujian, maka saya tidak boleh ikut ujian, dan disuruh keluar dari ruang kelas,” ujarnya dengan wajah memelas.
Tangkapan layar seorang siswa SMK di Jogja membacakan surat terbuka setelah diusir oleh gurunya dari kelas sebelum ujian, Kamis (13/2/2025). (TikTok/rizna_77)
Lantaran kejadian tersebut, Kevin pun putus sekolah.
“Sampai hari ini 11 Februari 2025, saya tidak bisa mengikuti ujian dan terpaksa putus sekolah.”
“Kami berharap Bapak Gubernur DIY dapat membantu kami untuk bisa melanjutkan sekolah sampai lulus dan mendapatkan ijazah,” pungkasnya.
Di sisi lain, ayah Kevin yakni Ariwantoko tampak pasrah mengetahui putranya terpaksa putus sekolah.
Dalam wawancara di kanal YouTube tvOneNews, Ari mengaku sempat mendatangi sekolah setelah putranya diusir dari kelas gara-gara menunggak bayaran.
Kala itu diakui Ari, ia sampai memohon-mohon ke guru dan kepala sekolah agar Kevin diizinkan ikut ujian.
Namun permintaan Ari diabaikan pihak sekolah yang tetap bersikukuh soal bayaran SPP.
“Sebagai orang tua, saya terenyuh memang itu keadaan kita, saya sebagai orang tua udah memohon-mohon kepada pihak sekolah, ketemu ketua ujian sampai kepala sekolah.”
“Memang tidak ada toleransi sama sekali waktu itu. Saya sangat memohon-mohon supaya anak saya bisa ikut ujian bersama teman-temannya dan bisa lulus seperti anak lain,” ujar Ariwantoko.
Dalam pernyataannya, Ari mengungkap total tunggakan yang ditagih sekolah sebanyak Rp14,8 juta selama tiga tahun.
Terkait dengan biaya fantastis untuk sekolah anaknya, Ari mengaku kesulitan, sebab selama ini cuma bekerja sebagai buruh.
“Keadaan saya, saya sebagai buruh harian lepas. Saya kerjaan tidak pasti, kalau ada kerjaan saya diajak teman, atau tetangga minta tolong ya saya bantu, saya kerja serabutan. Jadi untuk penghasilan enggak pasti,” beber Ari.
Tak bisa berbuat apa-apa, Ari pun mengaku berjuang dengan mendatangi pihak sekolah.
Namun kata Ari, pihak sekolah tetap tidak memberikan toleransi.
Jika Kevin mau ujian, kata pihak sekolah, harus membayar minimal setengah dari tunggakan.
“Saya sudah datang ketemu tim pelaksana ujian, diarahkan ke kepala sekolah, saya temui semua. Saya memohon anak saya tetap bisa ikut ujian.”
“Saya minta saran pengajuan ke dinas sosial, ada saran untuk DPS, tapi kata bapak kepala sekolah punya surat miskin enggak.”
“Sebenarnya saya kartu itu enggak punya sama sekali, saya sempat down. Katanya kalau mau dapat kartu harus bayar 50 persen (utang tunggakan) dulu,” jelas Ari.
Melansir Tribun Jogja, Kevin kini dapat mengikuti ujian susulan setelah persoalan tersebut diselesaikan.
Penyelesaian masalah ini melibatkan dukungan dana dari pihak swasta dan pemerintah.
Serta mediasi yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY pada Rabu (12/02/2025), di Kantor Disdikpora DIY.
Mediasi yang mempertemukan orang tua siswa, pihak sekolah, dan pihak terkait lainnya, berhasil menemukan titik terang atas persoalan yang sempat menghambat kelancaran ujian siswa tersebut.
Ayah siswa yang bersangkutan, Ari, merasa lega karena persoalan administrasi anaknya bisa diselesaikan dengan baik.
“Saya sudah menganggap clear masalah ini. Saya juga berterima kasih kepada pihak sekolah yang sudah mau mengerti kondisi saya.”
“Alhamdulillah anak saya sudah dibantu untuk biaya. Saya merasa lega,” ujar Ari.
Mediasi antara orang tua siswa, SMK Nasional Berbah, dan pihak terkait lainnya yang difasilitasi Disdikpora DIY, Rabu (12/02/2025), di Kantor Disdikpora DIY. Penyelesaian masalah melibatkan dukungan dana dari pihak swasta dan pemerintah. (ISTIMEWA via Tribun Jogja)
Kepala SMK Nasional Berbah, Edy Muchlasin menegaskan bahwa pihak sekolah tidak pernah mengusir siswa dari ujian karena masalah administrasi.
Bahkan pihak sekolah telah berusaha memberikan keringanan biaya pendidikan kepada orang tua siswa.
“Kami sebelumnya sudah bicara dengan orang tua siswa, jika memang tidak mampu, bisa kami bantu mengajukan keringanan, tapi syaratnya harus ada surat miskin.”
“Sayangnya orang tua siswa tidak punya. Tapi sekarang sudah ada pihak yang membantu menanggung biayanya, jadi masalah sudah selesai,” ungkap Edy.
Edy juga menjamin bahwa tidak ada diskriminasi atau pengucilan terhadap siswa tersebut terkait dengan masalah yang sempat viral di media sosial.
“Kami menjamin tidak ada diskriminasi atau bahkan pem-bully-an kepada anak kami ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Suhirman menjelaskan bahwa inti permasalahan adalah kurangnya komunikasi antara pihak sekolah, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
Namun ia menyampaikan bahwa mediasi berjalan lancar dan telah menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
“Semua sudah menyepakati bahwa anak ini, besok sudah bisa untuk melaksanakan ujian sekolah. Dan sudah tidak ada permasalahan lagi.”
“Harapannya, anak bisa melanjutkan proses pembelajaran dengan baik sampai selesai,” tutur Suhirman.
Suhirman juga mengingatkan agar komunikasi lebih terbuka antara pihak sekolah, orang tua siswa, dan Disdikpora DIY, terutama jika terjadi permasalahan serupa.
“Jika ada masalah semacam ini, jangan segan-segan untuk komunikasi. Karena ternyata persoalan seperti ini bisa kita selesaikan dengan baik.”
“Jangan sampai anak dirugikan dalam proses pembelajarannya, hanya karena persoalan administrasi,” tambahnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJambi.com
