Banda Aceh, Beritasatu.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Timur melaporkan sebanyak 10.715 rumah dan fasilitas umum mengalami kerusakan setelah banjir bandang menerjang 24 kecamatan pada pekan lalu. Laporan resmi yang dirilis pada Minggu (7/12/2025) itu juga menyebut sedikitnya 47 orang meninggal dunia dan lebih dari 1.200 warga luka-luka akibat bencana tersebut.
Lebih dari 204.000 penduduk terpaksa mengungsi, dengan proses evakuasi dan penyaluran bantuan terhambat pemadaman listrik, pasokan bahan bakar yang minim, serta jembatan yang runtuh sehingga banyak wilayah masih terisolasi.
Kepala BPBD Aceh Timur, Afifullah mengatakan, data yang disampaikan bersifat sementara karena pendataan lapangan masih berjalan.
“Angka tersebut dapat berubah seiring membaiknya akses ke daerah terdampak,” ujarnya.
Menurut BPBD, korban luka terdiri dari 894 orang luka ringan dan 306 orang luka berat. Para korban dirawat di fasilitas kesehatan yang masih beroperasi, sementara lainnya mendapatkan penanganan medis di posko-posko sementara di lokasi evakuasi.
Dari bangunan yang rusak, 3.823 kategori rusak berat, 3.316 rusak sedang, dan 3.576 rusak ringan. Kerusakan mencakup rumah, jembatan yang runtuh, jalan yang terkena longsor, sekolah, tempat ibadah, meunasah, dermaga, serta fasilitas publik lainnya.
“Kerusakan infrastruktur telah mengganggu aktivitas ekonomi, pendidikan, dan layanan publik penting di beberapa wilayah terdampak,” kata Afifullah.
Secara keseluruhan, banjir telah berdampak pada 235.127 jiwa dari 55.483 keluarga. Dari jumlah tersebut, 204.867 jiwa (47.094 keluarga) mengungsi di pusat evakuasi, sementara 33.752 jiwa (8.543 keluarga) masih bertahan di rumah masing-masing.
Pemerintah daerah telah mengidentifikasi 820 lokasi pengungsian, mulai dari sekolah, balai warga, gedung pemerintahan, hingga rumah-rumah penduduk yang dinilai cukup aman.
Ketinggian banjir bervariasi dari 10 sentimeter hingga 3 meter, merendam 413 desa di Aceh Timur. Beberapa daerah masih terputus aksesnya akibat jembatan yang rusak, tanah longsor, dan jalan yang tidak dapat dilalui.
Upaya penanganan darurat juga terhambat oleh pemadaman listrik, keterbatasan bahan bakar, gangguan jaringan komunikasi, serta ketersediaan perahu karet yang belum mencukupi. Kondisi ini memperlambat pendistribusian bantuan dan layanan medis, terutama ke wilayah yang masih terisolasi.
“Tim tanggap bencana bekerja dengan kapasitas penuh. Prioritas utama kami adalah memastikan keselamatan warga, mengevakuasi korban, dan memenuhi kebutuhan dasar keluarga yang mengungsi,” ujar Afifullah.
Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat juga menyebabkan kerusakan besar di tingkat regional. BNPB melaporkan sedikitnya 914 korban meninggal dunia, sementara ratusan warga lainnya masih dinyatakan hilang.
Lebih dari 105.900 bangunan, termasuk rumah, pusat layanan kesehatan, sekolah, tempat ibadah, kantor pemerintahan, serta lebih dari 400 jembatan rusak atau hancur di 52 kabupaten dan kota. Akses ke sejumlah wilayah terputus total, mempersulit operasi penyelamatan dan memperlambat penyaluran bantuan.
