Liputan6.com, Yogyakarta – Pengawasan orang tua yang minim dan lemahnya filter dari platform digital, serta ketiadaan regulasi yang ketat, membuat konten-konten absurd seperti konten anomali semakin marak. Menurut Cahyo Setiadi Ramadhan, Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), konten anomali memiliki kemasan animasi mencolok, kata-kata jenaka, berdurasi singkat, serta dilengkapi musik atau efek suara yang menarik perhatian (ear-catching).
“Meski tampak menghibur, konten seperti ini menyimpan potensi bahaya tersembunyi bagi perkembangan anak. Dampak psikologisnya tidak bisa diremehkan, terutama pada anak usia dini, karena konten anomali dapat memengaruhi cara anak memahami realitas di sekitarnya,” jelas Cahyo saat diwawancarai di Gedung KH Ibrahim UMY, beberapa waktu lalu.
Cahyo mengatakan anak belum mampu menyaring dan memehami informasi karena otak anak yang masih dalam tahap berkembang. Namun paparan berkepanjangan terhadap konten semacam ini bisa menghambat perkembangan logika dan kemampuan berpikir anak, sebuah fenomena yang kerap disebut sebagai brain rot.
Sementara, konsumsi media sosial yang bersifat pasif membuat anak kurang aktif secara mental maupun fisik, sehingga merusak keseimbangan tumbuh kembangnya terutama dengan paparan konten anomali ini.
“Anak-anak yang tidak didampingi secara tepat berisiko menginternalisasi konten negatif sebagai sesuatu yang normal. Karena itu, peran orang tua sangat krusial dalam mengawasi, mengontrol, dan membimbing pola konsumsi media anak,” tambah Cahyo.
Menurutnya pengawasan bukan berarti melarang total akses terhadap media sosial, namun kepada penetapan batasan yang sehat dan proporsional, baik dari segi waktu maupun durasi. Perlunya pengarahan anak dalam mengakses konten edukatif yang dapat merangsang kreativitas dan kemampuan berpikirnya.
“Disiplin adalah kunci utama dalam menghadapi persoalan ini. Disiplin tidak selalu berarti memarahi, tetapi lebih kepada menanamkan kebiasaan positif sejak dini. Orang tua perlu ‘tega’ mengatur waktu layar anak dan konsisten terhadap aturan yang telah disepakati,” tegasnya.
Soal antisipasi konten anomali ini Cahyo juga menekankan pentingnya inisiatif orang tua dalam menyediakan alternatif konten yang mendidik dan menyenangkan. Konten yang tidak hanya hiburan, namun mampu menstimulasi anak untuk berpikir kritis, bergerak aktif, serta berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5252443/original/051328200_1749894804-Anomali_Tung_Tung_Tung_Sahur_di_Free_Fire.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)