Pergerakan udara juga memainkan peran penting dalam membentuk awan. Ketika udara hangat dan lembap naik–sebuah proses yang dikenal sebagai konveksi–mereka akan mendingin dan mengalami kondensasi, membentuk awan.
Namun, ada fenomena menarik yang terjadi dalam proses ini: saat uap air mengembun, ia melepaskan panas, yang menghangatkan udara di sekitarnya.
Udara yang lebih hangat menjadi kurang padat dibandingkan udara dingin di sekitarnya, membuatnya lebih mudah terangkat. Peningkatan daya apung ini menyebabkan massa udara naik lebih cepat.
“Arus udara ke atas ini terkait dengan gelombang, menghasilkan awan kumuliform yang sering kita bayangkan ketika memikirkan awan,” ujar Bjorn Stevens, seorang ilmuwan iklim dan direktur pelaksana di Max Planck Institute for Meteorology di Hamburg, Jerman, kepada Popular Science.
Jika udara di dekat permukaan Bumi hangat dan lembap, tetapi jauh lebih dingin di ketinggian, awan kumulus cuaca cerah dapat dengan cepat tumbuh menjadi kumulonimbus yang menjulang tinggi—jenis awan yang membawa badai petir.
Awan sirus, terkenal dengan penampilannya yang tipis dan berbulu, dibentuk oleh angin kencang di lapisan atas atmosfer. Angin ini bekerja pada kristal es yang membentuk awan sirus, memutar, dan menyebarkannya menjadi untaian-untaian halus.
“Bentuknya juga sangat bergantung pada cahaya. Awan adalah “dispersi,” yang berarti terdiri dari banyak partikel tersuspensi di udara—lebih mirip kabut daripada benda padat. Mereka tidak memiliki awal atau akhir yang jelas,” Stevens menjelaskan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1168830/original/086223900_1457766029-20160312-Awan_Naga2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)