Author: Liputan6.com

  • Galaxy S25 Edge Resmi Meluncur: HP Tipis dengan Teknologi Pendingin Terbaru – Page 3

    Galaxy S25 Edge Resmi Meluncur: HP Tipis dengan Teknologi Pendingin Terbaru – Page 3

    One UI 7 memperkenalkan pengalaman yang lebih nyaman bagi pengguna dalam menggunakan fitur-fitur berbasis AI.

    Pengguna bisa mengakses fitur-fitur Galaxy AI dengan lebih cepat dalam berbagai skenario. Interaksi dengan Google Gemini pun terasa lebih natural.

    Galaxy S25 Edge memiliki ketebalan hanya 5,8mm dan berat 163 gram, lebih ringan dari Galaxy S23+, S23 Ultra, S24+, dan S24 Ultra.

    Bodi perangkat yang super tipis dan ringan ini membuatnya sangat praktis untuk dibawa ke mana saja dan digenggam dengan nyaman.

    Galaxy S25 Edge tersedia dengan dua pilihan storage: 12GB/256GB (Rp 19.499.000) dan 12GB/512GB (Rp 21.499.000). Ada tiga pilihan warna yang ditawarkan yakni Titanium Silver, Titanium Icy Blue, dan Titanium Jet Black.

  • Prakiraan Cuaca Kota Batam Hari Ini, 24 Juni 2025

    Prakiraan Cuaca Kota Batam Hari Ini, 24 Juni 2025

    Liputan6.com, Bandung – Kota Batam dikenal sebagai salah satu kawasan industri utama di Indonesia yang memiliki aktivitas ekonomi dan logistik yang sangat padat. Kehidupan masyarakat di kota ini berlangsung dengan cepat dan banyak kegiatan yang dilakukan di luar ruangan.

    Oleh karena itu, informasi terkait prakiraan cuaca menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan baik oleh masyarakat umum maupun pelaku usaha. Sebagai kota industri dan pelabuhan, banyak aktivitas di Batam yang bergantung pada cuaca.

    Mulai dari kegiatan distribusi barang, pengangkutan logistik, hingga proyek pembangunan yang berlangsung di area terbuka bergantung pada cuaca. Selain itu, jika terjadi perubahan cuaca bisa mengganggu kelancaran aktivitas dan bahkan menyebabkan kerugian operasional.

    Sementara itu, prakiraan cuaca yang akurat menjadi komponen penting dalam perencanaan kegiatan harian. Selain sektor industri, kegiatan masyarakat di Batam juga banyak berlangsung di luar ruangan.

    Keberadaan informasi cuaca yang jelas dan tepat dapat membantu mereka mempersiapkan diri misalnya dengan membawa perlengkapan seperti payung atau jas hujan serta menyesuaikan jam kerja untuk menghindari cuaca buruk.

    Kondisi geografis Batam yang dikelilingi perairan juga menjadikan cuaca sebagai faktor penting dalam aktivitas pelayaran dan pelabuhan. Adapun pada Selasa, 24 Juni 2025 prakiraan cuaca di Kota Batam menunjukkan potensi hujan ringan di sejumlah wilayahnya.

  • Wapres Gibran Panen Tebu di Banyuwangi, Dialog dengan Petani dari Seluruh Indonesia

    Wapres Gibran Panen Tebu di Banyuwangi, Dialog dengan Petani dari Seluruh Indonesia

    Liputan6.com, Banyuwangi – Wakil Presiden Gibran Rakabuming melakukan kunjungan kerja ke Banyuwangi selama dua hari, Senin-Selasa, (23/24/6/2025). Di hari pertama, Gibran mengawali dengan panen dan dialog dengan petani tebu di panen tebu di Kebun Tebu Jolondoro di sekitar PT Industri Gula Glenmore (IGG), Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. 

    Kunjungan ke kawasan pertanian tebu terkait program swasembada pangan yang menjadi program utama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran. “Pemerintah komitmen terkait swasembada pangan ini menjadi salah satu fokus utama,” kata Gibran, Senin (23/6/2025). 

    Selain dengan petani tebu di Banyuwangi, Gibran yang didampingi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Wakil Menteri BUMN Aminudfin Ma’ruf, Gubrnur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, juga berdialog dengan petani tebu dari berbagai wilayah di Indonesia secara online seperti dari Jatim, Sulawesi, Kalimantan dan melalui daring. 

    Dalam dialog tersebut Gibran dicurhati berbagai hal terkait masalah pertanian, mulai dari pupuk, alat-alat pertanian, distribusi, dan lainnya. Seperti yang diungkapkan Siswono, seorang petani meminta agar alokasi pupuk dan bibit untuk petani tebu disamakan dengan petani padi. Perwakilan petani dari berbagai wilayah Indonesia juga menyampaikan permasalahan seputar pertanian tebu.  

    Menanggapi hal tersebut, Gibran mengatakan telah menginventarisir permasalahan-permasalahan di sektor pertanian termasuk tebu. “Saya kira untuk masalah mekanisasi, pupuk, bibit, dari pemerintah pasti komit untuk membantu para petani. Bapak dan ibu tidak perlu risau, pasti akan kami selesaikan. Kita akan kejar nantinya semua bisa seperti beras, harganya baik, dan semua bisa diuntungkan,” jelas Gibran. 

    “Kita akan beresi ini semua. Karena di setiap Ratas (Rapat Terbatas) selalu pak presiden ditanyakan soal harga, produksi seperti apa, kendalanya apa, pasti ditanyakan terus. Masukan-masukan dari petani akan kami tindak lanjuti,” tambah Gibran. 

    Gibran juga mengapresiasi kinerja Menteri Pertanian, Gubenur Jatim, Bupati Banyuwangi, yang terus bekerja dan bersinergi. “Kita harus apresiasi juga kepada Menteri Pertanian, Gubernur Jatim, dan Bupati Banyuwangi.  Ini pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah,” kata Gibran.

  • Kampung Adat Cireundeu, Wilayah Penuh Kearifan Lokal di Cimahi

    Kampung Adat Cireundeu, Wilayah Penuh Kearifan Lokal di Cimahi

    Liputan6.com, Cimahi – Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. Sebagian besar masyarakat di sini bertani ketela.

    Mengutip dari laman Disbudparpora Kota Cimahi, Kampung Adat Cireundeu diisi oleh sekitar 60 kepala keluarga atau 800 jiwa. Total luas kampung ini mencapai 64 hektare, dengan pembagian 60 hektare untuk pertanian dan sisanya untuk permukiman.

    Masyarakat di Kampung Adat Cireundeu sebagian besar memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan.

    Sejalan dengan itu, masyarakat setempat juga terus melestarikan budaya serta adat istiadat yang telah turun-temurun dilakukan. Pronsip hidup mereka adalah “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”.

    Prinsip tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat Kampung Adat Cireundeu sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri, dan keyakinan masing-masing. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman, tetapi mengikutinya.

    Oleh karena itu, masyarakat kampung adat ini masih memelihara tradisi leluhur yang telah mengakar turun temurun sebagai warisan tetua adat. Bagi masyarakat setempat, sekecil apapun filosofi kehidupan yang diwariskan oleh nenek moyang wajib dipertahankan.

    Terdapat dua hal menarik yang masih dipertahankan oleh warga Kampung Adat Cireundeu, yaitu bahan makanan pokok dan tradisi 1 Suro. Masyarakat setempat mengubah makanan pokok dari nasi beras menjadi nasi singkong.

     

  • Nyambat, Tradisi Ajakan Gotong Royong ala Masyarakat Betawi

    Nyambat, Tradisi Ajakan Gotong Royong ala Masyarakat Betawi

    Liputan6.com, Jakarta – Dalam kehidupan bermasyarakat, orang-orang Betawi sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong. Hal tersebut juga tercermin dalam tradisi nyambat, yakni ajakan untuk bergotong royong dalam mengerjakan sesuatu.

    Istilah nyambat bukan merupakan ekspresi kekesalan maupun keluhan. Istilah ini merujuk pada aktivitas sosial, gotong royong, dan saling peduli antarsesama.

    Ajakan nyambat bersama kerap dilakukan saat masyarakat setempat akan membangun rumah, membajak sawah, atau sedang akan mengerjakan kegiatan berat lainnya yang membutuhkan bantuan orang banyak. Tradisi ini dilakukan secara sukarela, tanpa dibayar sepeser pun.

    Tradisi ini sebenarnya mirip dengan tradisi rewang dan sinoman di Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi saling membantu dan meringankan beban sesama telah mengakar dalam diri masyarakat Indonesia.

    Mengutip dari laman Seni & Budaya Betawi, nyambat berarti mengajak orang lain untuk turut serta bergotong royong. Istilah ini berasal dari kata sambat yang berarti meminta bantuan atau pertolongan kepada orang lain.

    Tradisi ini telah menjadi budaya turun temurun yang masih dilakukan hingga sekarang. Biasanya, masyarakat setempat akan dengan sukarela ikut mengerjakan sesuatu secara massal jika memang diperlukan.

     

  • Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

    Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

    Liputan6.com, Yogyakarta – Bulan Suro dalam kalender Jawa memiliki akar sejarah yang dalam, merupakan hasil akulturasi budaya Islam dan tradisi Jawa. Nama suro berasal dari adaptasi bahasa Jawa terhadap kata asyura dalam bahasa Arab, yang merujuk pada hari kesepuluh bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

    Mengutip dari berbagai sumber, proses penamaan bulan Suro bermula dari upaya Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa Mataram Islam, yang melakukan sinkretisasi kalender Saka Jawa dengan kalender Hijriah pada tahun 1633 Masehi.

    Kebijakan ini menciptakan sistem penanggalan Jawa Islam yang masih digunakan hingga kini. Bulan pertama dalam kalender Jawa tersebut kemudian dinamakan Suro, sebagai padanan untuk bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

    Asal kata suro dapat dilacak dari istilah asyura dalam tradisi Islam. Dalam bahasa Arab, asyura merujuk pada tanggal 10 Muharam yang memiliki makna historis dan spiritual.

    Proses adaptasi linguistik mengubah pelafalan asyura menjadi suro sesuai dengan fonetik bahasa Jawa. Peristiwa asyura sendiri memperingati berbagai kejadian penting dalam sejarah Islam, termasuk penyelamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun dan peristiwa tragis di Karbala.

    Dalam tradisi Syiah, tanggal 10 Muharam menjadi hari peringatan wafatnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Akulturasi budaya ini menciptakan makna ganda bagi bulan Suro.

    Selain itu, bulan ini dianggap sebagai awal tahun baru Islam. Dalam tradisi Jawa, bulan Suro memiliki nuansa spiritual dan mistis yang kental.

     

  • P3HI Soroti Ada Mantan Napi yang Aktif Lagi Menjadi Advokat

    P3HI Soroti Ada Mantan Napi yang Aktif Lagi Menjadi Advokat

    Liputan6.com, Kotabaru – Wakil Ketua Dewan Kehormatan dan Kode Etik Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI), Abdul Rahman Suhu, menyebut ada mantan narapidana di Kotabaru, Kalimantan Selatan yang aktif kembali menjadi advokat. Dia menyebut M Hafidz Halim, eks narapidana kasus pemalsuan surat magang, tidak lagi memenuhi syarat untuk disumpah menjadi advokat.

    Polres dan Pengadilan Negeri (PN) pun dianggap telah kecolongan bila tetap mengeluarkan surat kelakuan baik dan keterangan tidak pernah dipidana terhadap yang bersangkutan. Proses pengajuan sumpah advokat oleh M Hafidz Halim dinilai cacat secara administratif dan hukum.

    “Berarti, baik Polres maupun PN itu sudah kecolongan,” kata Abdul Rahman, Senin (23/6/2025).

    Rahman menjelaskan, untuk mendapatkan surat keterangan dari Pengadilan Negeri, setiap calon advokat wajib terlebih dahulu mengantongi Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Polres setempat. Dalam SKCK itu harus secara eksplisit disebutkan bahwa tujuannya adalah untuk pengajuan sumpah advokat, sekaligus menyatakan bahwa yang bersangkutan berkelakuan baik.

    Berdasarkan prosedur yang berlaku, SKCK tersebut kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri untuk diterbitkan surat keterangan tidak pernah dipidana karena kejahatan yang diancam hukuman lima tahun atau lebih. Namun yang terjadi pada M Hafidz Halim justru bertentangan dengan logika hukum.

    “Mantan pengacara M Hafidz Halim itu kemarin dituduhkan oleh jaksa hanya dengan satu pasal, 263 KUHP. Pasal itu ancamannya enam tahun penjara. Artinya, dia tidak memenuhi syarat,” katanya.

    Abdul Rahman juga menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan jelas menyebutkan bahwa calon advokat tidak boleh pernah dipidana karena melakukan kejahatan yang diancam hukuman lima tahun atau lebih. Pelanggaran terhadap ketentuan ini membuat status keadvokatan seseorang otomatis gugur, terlepas dari apapun pembelaannya.

    “MHH ini BAS-nya gugur karena melanggar UU No 18 Tahun 2003,” ujar Rahman.

    Lebih jauh, ia menyebut meski pernah disumpah sebelumnya, Halim tidak lagi sah menjalankan praktik hukum sejak divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus pemalsuan surat. Bahkan jika Hafidz Halim menangani kasus hukum setelah divonis, maka segala bentuk kuasa hukumnya batal demi hukum.

    “Semua kasus hukum yang sudah ditangani ya batal secara hukum, walaupun menang di mata hukum,” ucapnya.

  • Asal-Usul Jenglot, Benda Mistis Sering Dipercaya Menyimpan Kekuatan Supranatural

    Asal-Usul Jenglot, Benda Mistis Sering Dipercaya Menyimpan Kekuatan Supranatural

    Liputan6.com, Bandung – Dunia urban legend Indonesia biasanya banyak menyimpan kisah mistis yang menjadi bagian dari budaya lisan yang berkembang di masyarakat. Cerita-cerita ini tidak hanya berbentuk penampakan atau makhluk gaib tetapi juga menyangkut benda-benda.

    Tidak jarang benda tersebut dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan salah satu benda yang cukup melegenda dan sering muncul dalam cerita-cerita mistis di berbagai daerah adalah jenglot.

    Jenglot merupakan sejenis benda yang terkenal karena tampilannya yang menyeramkan serta aura mistis yang menyertainya. Jenglot digambarkan sebagai makhluk kecil menyerupai manusia berwajah menyeramkan, bertubuh kaku, dengan rambut panjang dan kuku tajam.

    Ukurannya hanya sekitar belasan sentimeter namun banyak yang meyakini jenglot menyimpan energi gaib yang kuat. Konon, benda ini dapat bergerak atau berpindah tempat sendiri dan dipercaya hanya bisa hidup jika diberi persembahan berupa darah.

    Selain itu, banyak cerita menyebut bahwa jenglot digunakan oleh orang-orang tertentu sebagai sarana pesugihan atau penjaga gaib. Mereka yang mempercayai kekuatan jenglot biasanya menjadikan benda ini sebagai media untuk keuntungan instan.

    Misalnya menarik rezeki, penglaris usaha, atau bahkan untuk perlindungan diri dari serangan ilmu hitam. Namun, penggunaan jenglot tidak bisa sembarangan karena diyakini memiliki perjanjian spiritual yang rumit dan konsekuensi jika tidak dirawat dengan baik.

    Keberadaan jenglot sendiri sering menuai perdebatan terutama di kalangan ilmiah karena sebagian peneliti menyebut jenglot hanyalah rekayasa manusia dengan boneka kecil yang dibentuk sedemikian rupa lalu diciptakan mitos di sekelilingnya.

    Namun, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang tetap percaya pada keberadaan jenglot sebagai bagian dari kekuatan gaib yang nyata terutama di daerah-daerah yang masih memegang teguh kepercayaan adat dan supranatural.

  • Mitos Tradisi: Rambu Solo’, Upacara Pengantaran Arwah Menuju Alam Roh

    Mitos Tradisi: Rambu Solo’, Upacara Pengantaran Arwah Menuju Alam Roh

    Liputan6.com, Makassar – Suku Toraja di Sulawesi Selatan bagian utara memiliki tradisi khusus yang berkaitan dengan tahap-tahap kehidupan seseorang, termasuk tradisi mengantarkan arwah menuju tempat terakhirnya. Tradisi ini disebut dengan rambu solo’.

    Upacara rambu solo’ digelar sebagai bentuk penghormatan sekaligus cara masyarakat Toraja mengantar arwah seseorang yang telah mati menuju alam roh. Oleh masyarakat setempat, alam roh tersebut dinamakan puya.

    Setiap komunitas adat Suku Toraja memiliki ketentuan dan tahapan berbeda dalam upacara rambu solo’. Namun, tujuan utamanya tetap sama.

    Mengutip dari laman Indonesia Kaya. upacara rambu solo’ yang diadakan di komunitas adat Kete Kesu digelar dengan menyertakan sejumlah kerbau. Bagi masyarakat Suku Toraja, kerbau merupakan hewan yang dianggap suci.

    Kerbau diyakini dapat mengiringi arwah seseorang yang telah mati. Semakin banyak jumlah kerbau dalam upacara rambu solo’, maka akan semakin cepat pula sang arwah menuju alam roh.

    Jenazah yang akan diupacarakan dalam rambu solo’ diletakkan di sebuah tongkonan kecil. Tongkongan kecil ini berada di tengah-tengah tongkonan besar.

    Tongkonan merupakan rumah adat Suku Toraja. Terdapat sekitar 10 tongkonan di desa adat ini yang konon sudah berusia lebih dari 300 tahun.

    Para wanita mempersiapkan masakan untuk para undangan yang datang. Adapun ragam masakan dalam upacara rambu solo’ didominasi oleh olahan daging babi atau kerbau.

    Sementara itu, para tamu yang datang merupakan kerabat dekat yang sudah berkeluarga. Setiap keluarga menempati satu tongkonan.

    Sambil menunggu masakan selesai dibuat, para tamu akan membuat lingkaran mengelilingi tongkonan yang berisi jenazah. Mereka bergerak berlawanan arah jarum jam dengan diselingi pembacaan mantra-mantra.

    Upacara dilanjutkan dengan pemberian khotbah secara kristiani yang dipimpin oleh seorang pendeta. Setelah khotbah selesai, kaum wanita yang telah memasak hidangan pun keluar dari dapur dan membawakan berbagai masakan ke tiap-tiap tongkonan.

     

  • Tradisi Pemandian Kuda Lumping pada Malam 1 Suro, Ritual Penyucian di Desa Madureso Temanggung

    Tradisi Pemandian Kuda Lumping pada Malam 1 Suro, Ritual Penyucian di Desa Madureso Temanggung

    Liputan6.com, Temanggung – Masyarakat Desa Madureso, Temanggung, Jawa Tengah, memiliki tradisi unik berupa pemandian kuda lumping pada malam 1 Suro. Ritual yang berpusat di mata air Kali Mbelik dan Kali Tengah ini merupakan bagian dari prosesi penyucian sebelum kesenian kuda lumping dipentaskan.

    Mengutip dari berbagai sumber, tradisi pemandian kuda lumping di Desa Madureso dilaksanakan setiap malam 1 Suro (1 Muharam) dalam kalender Jawa. Prosesi ini dipimpin oleh sesepuh desa dan melibatkan seluruh pemain kuda lumping beserta perangkat keseniannya.

    Ritual dimulai dengan pemandian kuda-kudaan anyaman bambu di mata air Kali Mbelik tepat pukul 00.00 WIB. Sementara para pemainnya dimandikan di Kali Tengah pada waktu yang sama.

    Sebelum acara pemandian, masyarakat menggelar pembacaan tahlil dan doa bersama di balai desa. Kegiatan ini diikuti dengan berbagai hiburan rakyat seperti lomba-lomba tradisional yang bertujuan menyemarakkan suasana sekaligus mengumpulkan warga.

    Seluruh rangkaian acara dipersiapkan secara gotong royong oleh masyarakat setempat. Proses pemandian atau disucikan dalam istilah lokal merupakan tahap inti ritual.

    Kuda lumping dan para pemainnya dibasuh dengan air dari kedua mata air yang dianggap keramat. Masyarakat meyakini bahwa pemandian ini akan memberikan keselamatan dan kekuatan spiritual bagi para pemain selama pertunjukan.

    Usai pemandian, dilanjutkan dengan doa bersama untuk memohon keselamatan dan kelancaran seluruh kegiatan kesenian kuda lumping sepanjang tahun. Ritual kemudian berpuncak pada ziarah ke makam Mbah Madu dan Mbah Reso.