Liputan6.com, Yogyakarta – Arif Reksa Pambudi, mahasiswa semester dua Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), merancang sistem produksi salak yang lebih efisien dan modern, berbasis potensi lokal dan didukung pemanfaatan teknologi. Melalui Zalac Food Indonesia, Reksa berhasil memberdayakan lebih dari 200 petani salak di lereng Gunung Merapi dan menjadi bukti nyata tanggung jawab generasi muda terhadap desa.
“Anak muda perlu menjadi katalisator dalam dunia pertanian seperti ini. Urgensi pengembangan desa sangat tinggi, dan menurut saya, menjadi petani milenial di DI Yogyakarta adalah hal yang membanggakan,” ujar Reksa saat ditemui di Gedung AR Fachruddin A, UMY.
Reksa yang mengelola bisnis ini tidak hanya fokus pada pengolahan hasil panen, tetapi juga pada distribusi salak, terutama jenis “Salak Nglumut”, varietas unggulan Gunung Merapi yang berkualitas premium dan menjadi komoditas ekspor andalan. Zalac Food Indonesia bersama dengan kelompok Tani Ngudi Luhur kini rutin mengirimkan salak dua hingga tiga kali seminggu ke berbagai negara, seperti Jerman, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Tiongkok.
“Kami menerapkan konsep pertanian sirkular, di mana semua bagian dari salak, yakni buah, kulit, hingga biji, kami manfaatkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah. Buah yang tak layak ekspor diolah kembali menjadi produk turunan,” jelasnya.
Reksa mengatakan bahwa produk unggulan Zalac Food Indonesia antara lain manisan, dodol, geplak, cokelat, bakpia, selai, sirup, dan crackers. Kulit salak disanitasi menjadi teh herbal, sedangkan bijinya diolah menjadi wedang kentos, yakni minuman menyerupai kopi dari biji salak.
Dia menambahkan bahwa bisnisnya yang tengah berkembang, namun tantangan besarnya adalah membagi waktu dengan aktivitas perkuliahan. Sebagai penerima beasiswa penuh di FH UMY, ia dituntut menjaga prestasi akademik dan aktif berorganisasi. “Tantangan terbesar adalah manajemen waktu. Saya harus cermat mengatur prioritas, karena akademik tetap yang utama,” tegasnya.
Reksa yang aktif dalam mendorong pengembangan potensi desa ini kini menyandang predikat Young Ambassador Agriculture 2025 dari Kementerian Pertanian, tengah bekerja sama dengan SEBI (Startup and Business Incubator) UMY untuk menjadikan Kaliurang sebagai kawasan agrowisata dan ekowisata berbasis pertanian terpadu. “Harapannya, pengembangan ini bisa memberdayakan lebih banyak warga agar tidak sepenuhnya bergantung pada panen salak, melainkan juga dari sektor wisata edukatif yang berkelanjutan,” imbuhnya.
Reksa menjelaskan soal, keterlibatannya di dunia pertanian bukan hanya upaya membangun ekonomi lokal, namun sebagai bentuk dorongan agar generasi muda tidak ragu terjun ke dunia agribisnis. Ia yakin bahwa dengan inovasi seperti Zalac Food Indonesia ini dan pendekatan berkelanjutan, pertanian bisa menjadi jalan masa depan yang menjanjikan. “Saya ingin menunjukkan bahwa menjadi petani adalah pilihan yang bermartabat. Desa memiliki potensi luar biasa, dan sudah saatnya anak muda melihatnya sebagai ruang tumbuh sekaligus ladang kontribusi nyata,” tutup Reksa.