Prabowo Minta Hentikan Kebocoran dan Pemborosan: Ekonomi Kita Akan Meningkat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo Subianto
meyakini
ekonomi Indonesia
akan meningkat jika semua pihak berhenti melakukan pemborosan maupun korupsi.
Hal ini disampaikan Prabowo saat meresmikan pengoperasian dan pembangunan
energi terbarukan
di 15 provinsi melalui konferensi video dari Bali, Kamis (26/6/2025).
“Kita harus terus memerangi korupsi, pekerjaan yang boros, menghentikan semua kebocoran. Dengan demikian, ekonomi kita akan meningkat dengan baik,” kata Prabowo, Kamis.
Kepala Negara juga meyakini, kesejahteraan rakyat pun akan meningkat sehingga target pembangunan terealisasi dengan baik.
Prabowo menginginkan Indonesia menjadi negara yang dicita-citakan bersama.
“Kita akan menjadi negara yang kita cita-citakan, negara yang modern, negara yang maju, negara yang sejahtera, di mana rakyatnya semua menikmati kesejahteraan. Itu tujuan kita,” ucap dia.
Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) ini mengungkapkan, peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), serta peresmian produksi 30.000 barrel per hari Blok Cepu, merupakan langkah signifikan dalam mencapai swasembada.
Ia menyatakan, akan meneruskan program swasembada energi, mengingat cadangan minyak dan gas di dalam negeri sangat besar.
Oleh karenanya, Prabowo mengingatkan seluruh pejabat dan petugas di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meneruskan cara bekerja yang efisien.
“Memberi pelayanan dengan manajemen yang terbaik, manajemen yang transparan, manajemen yang bersih. Berilah yang terbaik untuk rakyat Indonesia, berilah suatu pengelolaan sumber daya yang sebaik-baiknya dan seefisien mungkin,” ujar Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/06/26/685d05cfca8d8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Minta Hentikan Kebocoran dan Pemborosan: Ekonomi Kita Akan Meningkat Nasional 26 Juni 2025
-
/data/photo/2025/06/26/685ce2e81bfbb.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengunjung Keluhkan Perpustakaan Taman Literasi Blok M Sempit Megapolitan 26 Juni 2025
Pengunjung Keluhkan Perpustakaan Taman Literasi Blok M Sempit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah pengunjung menyayangkan luas ruangan perpustakaan Taman Literasi Martha Tiahahu Blok M,
Jakarta
Selatan, yang dianggap terlalu sempit.
Hal itu diungkapkan oleh Bianca (25), yang sudah tiga kali berkunjung dan sering kehabisan tempat duduk karena ruang perpustakaan itu dirasa terlalu kecil.
“Paling betah kalau dapat tempat duduk tapi kalau sudah menjelang sore ya enggak betah soalnya makin crowd di sini,” ucap Bianca saat ditemui Kompas.com di lokasi.
Luas perpustakaan di sana tak terlalu luas dibandingkan titel Taman Literasi yang mewakili area nongkrong anak muda itu.
Ditambah, setiap Bianca berkunjung di akhir pekan, perpustakaan bisa tutup sementara karena sudah melebihi jumlah maksimal pengunjung.
“Mungkin perpustakaannya bisa diperluas dan perbanyak lagi tempat duduknya biar label literasinya lebih terasa,” ungkap Bianca.
Tak berbeda jauh dengan Bianca, pengunjung lainnya bernama Fatio (29) menilai perpustakaan di Taman Literasi seharusnya bisa menjadi ruang publik untuk orang seperti dirinya bekerja dari mana saja (WFA).
“Agak terlalu kecil untuk ukuran perpustakaan di
Blok M
yang rame gini. Bisa mungkin diperluas lagi area duduk pengunjung di sini jadi kalau WFA lebih enak,” ungkap Fatio.
Meski demikian, Fatio mengaku puas menikmati kunjungannya setiap ke Taman Literasi sebab jarak antara taman dengan tempat lain tidak jauh.
“Enaknya ke sini ya karena serba dekatnya sih, jadi kerja bisa di taman tapi makan bisa jalan kaki ke Blok M Plaza. Motor bisa ditinggal,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/26/685d041fb7fb8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korban Kebakaran Penjaringan Minta Bantuan Bahan Material untuk Bangun Rumah Megapolitan 26 Juni 2025
Korban Kebakaran Penjaringan Minta Bantuan Bahan Material untuk Bangun Rumah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah korban
kebakaran
di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, berharap ada bantuan bahan material untuk membangun rumah mereka.
Pasalnya, sejauh ini belum ada bantuan untuk membangun rumah dari pemerintah.
“Harapannya, Pemerintah Jakarta memberi bantuan ke
korban kebakaran
ini, berupa apa kek, kaya kayu atau apa. Enggak perlu duit, bisa bahan material,” ucap salah satu warga bernama Katmo (53) saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Kamis (26/6/2025).
Senada dengan Katmo, warga lain bernama Sugiman (65) juga berharap ada bantuan agar ia bisa segera membangun rumahnya yang terbakar.
“Pengin saya minta bantuan apa lah, material atau apa sebisa mungkin,” jelas Sugiman.
Pasalnya, sampai saat ini, Sugiman masih berusaha mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan uang untuk membangun rumahnya. Sebab, selama ini Sugiman bekerja sebagai buruh bangunan.
Namun, sejak kebakaran terjadi, ia belum mendapatkan pekerjaan lagi.
Begitu pula dengan warga lain bernama Tini (57) juga berharap adanya bantuan berupa bahan material.
“Kalau menurut pribadi saya dalam pembangunan masih kesulitan dana. Kalau boleh saya minta tolong dibantu berupa bahan material karena kurang banget,” ucap Tini.
Sementara ini, Tini mengandalkan warung esnya untuk mencicil beli bahan bangunan.
“Kita jualan kecil-kecilan, dapat uang Rp 30.000, kita belikan paku, dapat Rp 50.000 dibelikan semen,” ujar Tini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pemilihan DPRD Bareng Pilkada Nasional
MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Pemilihan DPRD Bareng Pilkada
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Mahkamah Konstitusi
(MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota
DPRD
tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (
Pilkada
).
Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (
UU Pemilu
) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan
pilkada
dan
pileg DPRD
dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.
MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika
pemilihan DPRD
provinsi dan kabupaten/kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih presiden-wakil presiden dan DPR.
Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestasn, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan presiden dan anggota DPR.
“Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden,” ujar Saldi.
Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh. dan tidak fokus.
Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.
“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” tandas Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Sebagai informasi, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/26/685cfd88dd96d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685d0202ee772.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685cecb89a1ae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685cec31031d9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/23/685947dd14c2d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/26/685ce7a14e7bc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)