Author: Kompas.com

  • 1
                    
                        Bahlil Marahi Dirjen dan Dirut PLN di DPR: Kurang Ajar Kalian, Habis Ini Ketemu Saya
                        Nasional

    1 Bahlil Marahi Dirjen dan Dirut PLN di DPR: Kurang Ajar Kalian, Habis Ini Ketemu Saya Nasional

    Bahlil Marahi Dirjen dan Dirut PLN di DPR: Kurang Ajar Kalian, Habis Ini Ketemu Saya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri ESDM
    Bahlil Lahadalia
    marah karena tidak mendapatkan data ter-update dari bawahannya maupun
    PLN
    terkait jumlah
    desa
    yang harus menjadi obyek
    swasembada energi
    .
    Bahlil pun meminta kepada dirjen-nya hingga Dirut PLN Darmawan Prasodjo untuk menghadap dirinya.
    Hal tersebut terjadi saat Bahlil sedang memberi paparan dalam rapat bersama Komisi XII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
    “Ini enggak tahu dirjen saya yang enggak benar atau Dirut PLN-nya yang enggak benar,” kata Bahlil.
    Mulanya, Bahlil menyampaikan visi besar Presiden Prabowo Subianto mengenai swasembada energi di desa-desa.
    “Nah saya sampaikan kepada Bapak Presiden, atas arahan dan visi besar Presiden tentang swasembada energi jadi energi ini harus juga diletakkan di desa-desa,” ujar Bahlil.
    Bahlil menjelaskan, ada sekitar 5.600 desa yang harus menjadi target swasembada energi.
    Lalu, Bahlil sempat kebingungan karena PLN menyampaikan laporan berjumlah 10 ribu desa.
    “Dan dalam hitungan kami ada sekitar 5.600 desa yang harus kita lakukan. Tapi saya dapat laporan katanya PLN 10 ribu desa ya? Oh 10 ribu? Ini tambang? 10 ribu?” ucapnya.
    Usai kebingungan, Bahlil kemudian marah kepada jajaran direksi PLN dan dirjen Kementerian ESDM. Bahkan, ia meminta kedua pihak menemuinya.
    “Kalian habis ini ketemu sama saya, kurang ajar kalian ini. Masih mau jadi dirjen kau? Ini direksi PLN kelihatannya baru juga jadi materinya baru, padahal dirut-nya cuma 1, enggak berubah-ubah,” sambung Bahlil.
    Lalu, Bahlil menyampaikan dirinya tidak mendapat data update terbaru dari bawahannya.
    Menurutnya, para jajarannya itu yang tidak melaporkan data terbaru tersebut.
    Bahlil pun melanjutkan dengan membeberkan arahan Prabowo agar desa-desa yang belum ada listriknya harus dipasang PLTS.
    “Dan desa-desa yang belum ada jaringannya itu tidak perlu menarik jaringan dari ibu kota, kabupaten, atau kecamatan, tapi kalau dia mempergunakan PLTS, maka jaringan lokal saja yang kita pakai,” jelasnya.
    “Nah nanti itu bahas bersama-sama Kemenkeu nanti biayanya nanti akan lewat ESDM. Selama ini kan ditaruh di PLN, dianggap itu anggaran PLN, itu anggaran negara. Dan programnya harus mengikuti
    by design
    rencana pemerintah yang diputuskan oleh Bapak Presiden dengan melihat skala prioritas,” imbuh Bahlil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil 2 Pihak Swasta Jadi Saksi Kasus Korupsi di PT ASDP

    KPK Panggil 2 Pihak Swasta Jadi Saksi Kasus Korupsi di PT ASDP

    KPK Panggil 2 Pihak Swasta Jadi Saksi Kasus Korupsi di PT ASDP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) memanggil dua
    pihak swasta
    sebagai
    saksi
    dalam kasus dugaan
    korupsi
    kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh
    PT ASDP
    Indonesia Ferry (Persero) pada tahun 2019-2022.
    Keduanya adalah Frenky Halim dan Stenley Yonata Suharto.
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih
    KPK
    ,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).
    Namun, KPK belum menyampaikan materi yang akan digali dari pemeriksaan saksi tersebut.
    KPK sebelumnya mengungkapkan bahwa kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi PT ASDP ini mencapai Rp 893 miliar.
    “Transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara hampir Rp 900 miliar atau sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
    KPK menetapkan empat orang tersangka, yaitu Ira Puspadewi selaku Direktur Utama PT ASDP tahun 2017–2024, Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP tahun 2020–2024, Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP tahun 2019–2024, serta Adjie selaku Pemilik PT Jembatan Nusantara Group.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Terima Daftar Calon Dubes, Ada untuk AS hingga Korut

    DPR Terima Daftar Calon Dubes, Ada untuk AS hingga Korut

    DPR Terima Daftar Calon Dubes, Ada untuk AS hingga Korut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota
    Komisi I

    DPR RI

    TB Hasanuddin
    , mengungkapkan bahwa daftar nama calon
    duta besar
    (dubes) untuk sejumlah negara sudah diterima oleh DPR.
    Hasanuddin menyebutkan bahwa nama-nama calon dubes itu disiapkan untuk bertugas di sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara.
    “Tapi saya dapat informasi bukan hanya dubes AS, tetapi misalnya ada dubes-dubes lain. Kalau tidak salah, Korea Utara, kemudian yang belum ada itu mungkin Jepang dan beberapa negara,” kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
    Kendati demikian, daftar nama calon dubes itu masih berada di meja pimpinan DPR sehingga Komisi I belum menerima secara resmi daftar tersebut untuk dibahas lebih lanjut.
    “Nama-nama masih di pimpinan. Nama-nama yang di pimpinan belum tahu kami,” kata Hasanuddin.
    Politikus PDI-P itu menjelaskan, setelah nama-nama calon dubes diserahkan ke Komisi I, DPR akan melakukan pendalaman terhadap para calon melalui mekanisme semacam fit and proper test.
    Proses itu tidak bersifat menentukan kelulusan, melainkan sebagai forum untuk mengevaluasi kesiapan para calon dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah.
    Hasanuddin menekankan pentingnya menempatkan duta besar yang kompeten di negara-negara strategis, baik secara geopolitik seperti Timur Tengah maupun secara ekonomi seperti Amerika Serikat.
    “Tentu harus ditempatkan dubes yang tepat,” ucap dia.
    Sebagai informasi, 12 pos kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) saat ini tidak memiliki duta besar definitif, beberapa di antaranya adalah KBRI Amerika Serikat, KBRI Jerman, KBRI Jepang, KBRI PBB di New York, dan KBRI di Jenewa.
    Menteri Luar Negeri Sugiono mengakui bahwa kekosongan posisi dubes tersebut merupakan kesalahan Kemenlu.
    “Terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Concern-nya memang benar, saya kira ini juga kesalahan kami sehingga proses ini tidak berlangsung dengan cepat dan
    smooth
    ,” ujar Sugiono dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Senin (30/6/2025).
    Sugiono menerangkan bahwa kekosongan yang terjadi pada saat ini tidak terlepas dari sulitnya mencari sosok calon dubes RI.
    Penunjukannya pun harus diperhitungkan secara matang, karena setiap dubes akan menjalankan tugas strategis.
    “Dalam rangka mencari duta besar ini tidak mudah, semuanya harus kita hitung dan kita perhatikan, ada kompetensi. Memang tidak mudah mencari duta-duta besar sekelas Pak Arif Havas Oegroseno atau siapa. Jadi perlu waktu dan Alhamdulillah semua prosesnya sudah bisa kami selesaikan di Kemlu,” ungkap Sugiono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MA Sunat Hukuman Setya Novanto, dari 15 Tahun Jadi 12,5 Tahun Penjara

    MA Sunat Hukuman Setya Novanto, dari 15 Tahun Jadi 12,5 Tahun Penjara

    MA Sunat Hukuman Setya Novanto, dari 15 Tahun Jadi 12,5 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Agung
    (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua DPR
    Setya Novanto
    terkait vonis hukumannya dalam kasus korupsi e-KTP.
    Dalam putusan PK tersebut, MA menyunat vonis hukuman Setya Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara.
    “Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan,” demikian keterangan dari putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).
    Setya Novanto juga dihukum pidana denda sebesar Rp 500.000.000 dan subsidair 6 bulan kurungan serta Uang Pengganti (UP) sebesar 7,3 juta Dollar Amerika Serikat (AS).
    Adapun uang pengganti dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan terpidana.
    “UP USD 7,300,000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803,00 subsidair 2 tahun penjara,” demikian keterangan putusan tersebut.
    Novanto juga dijatuhi pidana tambahan mencabut hak untuk menduduki jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak selesai menjalani masa pemidanaan.
    “Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki jabatan publik selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” demikian keterangan putusan tersebut.
    Diketahui, pada 24 April 2018, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
    Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan.
    Eks ketua umum Partai Golkar juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
    Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Daerah Picu Revisi Banyak UU

    Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Daerah Picu Revisi Banyak UU

    Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Daerah Picu Revisi Banyak UU
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    Komisi II
    DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan, putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 akan memicu banyak revisi undang-undang.
    Ia mengatakan, yang sudah pasti akan terkena revisi adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota (Pilkada).
    Selain dua undang-undang itu, Dede mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua juga akan berubah.
    “Ada berapa Undang-Undang yang akhirnya akan terpaksa diubah? Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 23. Karena dalam UU Nomor 23 itu menentukan soal Pemerintahan Daerah, di dalamnya ada DPRD. Berarti kan harus direvisi juga, harus diulang,” kata Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
    Adapun UU Otsus Papua diubah karena di dalamnya mengatur pemilihan anggota DPRD yang dilaksanakan lima tahun sekali.
    Sedangkan dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK mengusulkan agar pemilihan DPRD dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada paling singkat dua tahun setelah pelantikan presiden/wakil presiden.
    “Itu undang-undang, loh, enggak mungkin kita hanya menambah dua tahun tanpa merevisi UU,” ucap Dede.
    Komisi II bersama alat kelengkapan dewan (AKD) lain disebutnya akan melakukan kajian terlebih dahulu ihwal putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu.
    “Kalau dari Komisi II, kita harus memberikan kajian terlebih dahulu dari sudut pandang Komisi II. Nah, dari berbagai kajian-kajian itu nanti kita sampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat konsultasi berikutnya,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
    Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia menilai, putusan MK terkait pemisahan pelaksanaan
    pemilu nasional dan daerah
    berpotensi mendorong revisi
    UU Pemilu
    dengan mekanisme
    omnibus law
    .
    Pasalnya, putusan itu membuat DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang harus mengubah total aturan pelaksanaan kepemiluan di Indonesia.
    “Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk merubah merevisi UU ini secara omnibus law,” kata Doli dalam diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
    Doli menuturkan, putusan MK yang terbaru makin menambah deretan panjang putusan-putusan sebelumnya terkait topik keserentakan Pemilu.
    Setidaknya kata Doli, ada sejumlah UU yang perlu diubah karena putusan tersebut. Termasuk UU Pemilu,
    UU Pilkada
    , hingga UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
    Lebih lanjut, Doli sendiri mengaku setuju dengan putusan MK terbaru. Menurutnya, Pemilu serentak menimbulkan sejumlah konsekuensi, di antaranya adalah kerumitan dalam penyelenggaraan, terutama bagi penyelenggara.
    Tahun lalu misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengurus ketentuan Pemilihan Presiden (Pilpres) hingga Pemilihan Legislatif (Pileg). Belum selesai sepenuhnya, penyelenggara harus kembali mengurusi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
    “Mereka terpilih 2022 ya kemarin. Jadi dalam waktu dua tahun, harus menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tiga jenis Pemilu, nasional dan daerah. Tentu itu mengalami kerumitan,” tandas Doli.
    Diketahui, MK memutuskan memisah antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menag Ungkap Urgensi Kampung Haji yang Diperjuangkan Prabowo ke Arab Saudi

    Menag Ungkap Urgensi Kampung Haji yang Diperjuangkan Prabowo ke Arab Saudi

    Menag Ungkap Urgensi Kampung Haji yang Diperjuangkan Prabowo ke Arab Saudi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Agama (Menag)
    Nasaruddin Umar
    mengungkapkan, rencana
    pembangunan kampung haji
    di Mekkah yang digagas oleh Presiden
    Prabowo Subianto
    merupakan langkah strategis.
    Menurut dia, kampung haji bagi jemaah haji Indonesia itu diperlukan karena begitu banyaknya jumlah jemaah Indonesia yang beribadah ke Tanah Suci setiap tahunnya.
    “Kita bisa bayangkan, 1,5 juta orang umrah setiap tahun dan lebih dari 220 ribu orang menunaikan ibadah haji. Sudah saatnya Indonesia memiliki gagasan konstruktif untuk mendukung pelayanan jemaah secara jangka panjang,” kata Nasaruddin, dikutip dari siaran pers, Rabu (2/6/2025).
    Nasaruddin menyebutkan, rencana pembangunan kampung haji ini merupakan salah satu agenda kunjungan
    Prabowo ke Arab Saudi
    pada pekan ini.
    “Salah satu agendanya adalah rencana pembangunan perkampungan haji Indonesia di Mekkah,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal itu.
    Ia menambahkan, pemerintah
    Arab Saudi
    juga telah memberikan apresiasi atas penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan Misi Haji Indonesia.
    Apresiasi ini disampaikan Wakil Menteri Urusan Haji Kerajaan Saudi saat berkunjung ke Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja Mekkah belum lama ini.
    “Alhamdulillah, pelaksanaan haji Indonesia secara umum dinilai baik dan mendapat apresiasi langsung dari pemerintah Saudi,” ucap Nasaruddin.
    Nasaruddin menuturkan, otoritas Arab Saudi juga menilai jemaah haji Indonesia sebagai yang paling tertib.
    Meski pelaksanaan haji tidak sepenuhnya sempurna, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara yang paling siap menghadapi berbagai perubahan regulasi.
    “Ini menjadi bukti bahwa sistem dan kesiapan kita sudah berada di jalur yang benar,” kata Nasaruddin.
    Ia berharap, kerja sama bilateral antara Indonesia dengan Arab Saudi dapat memberikan manfaat besar bagi seluruh umat Islam Indonesia di masa yang akan datang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Malangnya Bocah Tergeletak di Jalan Tol, Terekam Kamera Jatuh dari Bus Mabes AD
                        Megapolitan

    4 Malangnya Bocah Tergeletak di Jalan Tol, Terekam Kamera Jatuh dari Bus Mabes AD Megapolitan

    Malangnya Bocah Tergeletak di Jalan Tol, Terekam Kamera Jatuh dari Bus Mabes AD
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Seorang bocah laki-laki tergeletak di jalan
    Tol JORR
    Joglo Ciledug – Veteran Bintaro, Jakarta Selatan, setelah terjatuh dari bus Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Mabes AD), Senin (30/6/2025).
    Peristiwa itu terekam kamera dashboard (dashcam) pengemudi mobil yang melintas di belakang bus dan viral di media sosial.
    Dalam video yang diunggah akun Threads @eni.santoso72, bocah tersebut terlihat jatuh dari sisi kanan bus saat kendaraan melaju cukup kencang di lajur tiga tol KM 12 A wilayah Joglo.
    Kasat PJR Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Dhanar Dono Vernandhie, membenarkan insiden tersebut dan menyebut bus yang ditumpangi bocah itu bertuliskan “Mabes AD”.
    Menurut dia, kejadian bermula saat bus melaju dari arah Meruya menuju Ciledug.
    “Telah terjadi kejadian anak kecil yang terjatuh dari bus yang bertuliskan Mabes AD,” ujar Dhanar saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (1/7/2025).
    Setibanya di KM 12 A, bocah tersebut tiba-tiba terjatuh dari sisi kanan kendaraan.
    Insiden itu langsung disaksikan pengemudi mobil di belakang bus yang kemudian menghentikan laju kendaraannya untuk memberikan pertolongan.
    Atas kejadian itu, polisi menyelidiki sosok pengemudi bus itu sekaligus berkoordinasi dengan Mabes AD.
    “Kami sedang memeriksa dan mencari identitas pengemudi dan kendaraan. Kami juga telah melakukan koordinasi dengan Danton Rantis Mabes AD,” kata dia.
    Salah satu pengemudi mobil yang berada di belakang bus bertindak cepat menolong bocah itu dan membawanya ke dalam mobil.
    Dalam unggahannya di media sosial, Eni, istri pengemudi tersebut, menceritakan, sang suami berusaha menenangkan anak yang terus menangis.
    “Saat anak tersebut digendong dan dibawa ke dalam mobil, anak itu terus menangis. Suami saya melihat ada luka di kening anak itu, meskipun tidak berdarah, hanya seperti luka tergores,” tulis Eni dalam akun Threads-nya.
    Sambil melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, pengemudi mobil tersebut mencoba menyusul bus yang diduga ditumpangi orang tua bocah itu.
    Sesampainya di tempat kejadian perkara (TKP), pengemudi melihat sejumlah orang menepi dan berjalan melawan arah di pinggir tol.
    “Setelah melihat orang-orang berjalan di pinggir tol melawan arah seperti mencari sesuatu, suami saya mulai menyalakan lampu dim untuk memberi isyarat kepada mereka,” ujar Eni.
    Setelah memastikan situasi aman, sang suami menepikan mobil.
    Seorang pria dari rombongan bus kemudian menghampiri, dan bocah itu diserahkan kepada pria tersebut. “Meskipun suami saya tidak mengetahui pasti apakah orang tersebut adalah orang tuanya, beliau percaya anak itu akan aman karena orang-orang itu merupakan rombongan dari dalam bus,” lanjut Eni.
    Kasubdispenum Dinas Penerangan Angkatan Darat (Dispenad), Kolonel Mujahidin, menjelaskan, bus tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keluarga besar TNI.
    “Bus yang ditumpangi tersebut adalah kendaraan dukungan kepada anggota dan keluarga untuk keperluan takziah menjenguk anggota yang sedang mengalami musibah di wilayah Bogor,” jelas Mujahidin dalam keterangannya, Selasa.
    Ia mengatakan, anak yang terjatuh duduk di dekat pintu darurat.
    Karena tidak mengetahui prosedur keamanan, pintu darurat itupun terbuka dan bocah tersebut terjatuh dari
    bus Mabes AD
    .
    “Sesaat setelah terjatuh, pengemudi bus segera berhenti. Kondisi anak tersebut dalam keadaan sehat, tidak terdapat luka serius, hanya luka lecet ringan,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR

    Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR

    Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Konstitusi
    (
    MK
    ) kembali disorot
    DPR
    setelah memutuskan untuk memisah pemilihan umum (
    pemilu
    ) nasional dan daerah mulai 2029.
    Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan pemilihan anggota DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan
    Pilkada
    .
    Putusan ini disorot DPR karena MK terkesan melampaui kewenangannya sebagai penjaga konstitusi atau
    guardian of constitution
    .
    Pasalnya, pemisahan pemilu nasional dan daerah akan berdampak terhadap sejumlah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
    Pemilu
    , Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
    Namun sebelum putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK sudah beberapa kali melakukan koreksi terhadap undang-undang yang dibentuk dan disahkan oleh DPR.
    Banyak dari produk politik DPR yang berkaitan dengan sistem kepemiluan di Indonesia “direvisi” oleh MK. Apa saja koreksi MK terhadap produk politik buatan DPR terkait kepemiluan? Berikut daftarnya
    Pada Senin (16/10/2023), MK mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam
    UU Pemilu
    .
    Pemohon gugatan adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
    Dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
    Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
    Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
    “Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman saat itu.
    Diketahui, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi gerbang masuk Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar sebagai cawapres dari Prabowo subianto pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
    MK kemudian mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen atau
    parliamentary threshold
    (PT) sebesar 4 persen yang dimuat Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu.
    Perkara yang terdaftar dengan Nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
    Dalam putusannya, MK menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu atau ambang batas parlemen 4 persen tetap konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilihan anggota DPR pada 2024.
    Selanjutnya,, MK menyatakan aturan itu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilihan DPR pada 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan dengan berpedoman pada beberapa syarat yang sudah ditentukan.
    Dengan kata lain, MK menyebut ambang batas 4 persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029.
    “Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2023).
    Setelah itu, mengatur ulang besaran ambang batas pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).
    MK lewat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 menyatakan inkonstitusional Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 yang mengatur hanya partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang bisa mencalonkan kepala daerah.
    Dengan adanya putusan itu, partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu yang memiliki suara sah bisa mengajukan calon kepala daerah tanpa harus mendapatkan kursi di DPRD.
    Kemudian, ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara hasil pemilihan anggota DPRD atau 20 persen kursi di DPRD.
    Setelah mengubah parliamentary threshold sebesar 4 persen, MK juga menghapus ambang batas pencalonan presiden atau
    presidential threshold
    sebesar 20 persen.
    Penghapusan presidential threshold ini diputuskan dalam sidang perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Kamis (2/1/2025).
    Diketahui, UU Pemilu mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh parpol atau gabungan parpol adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional.
    MK menilai,
    presidential threshold
    sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 UU Pemilu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta hak politik dan kedaulatan rakyat.
    “Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
    Dalam batas penalaran yang wajar, MK memandang
    presidential threshold
    dalam Pasal 222 UU Pemilu menutup dan menghilangkan hak konstitusional parpol untuk mengusulkan capres-cawapres.
    Terutama, partai politik yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya.
    MK berpandangan, penerapan angka ambang batas minimal persentase tersebut terbukti tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu.
    Di sisi lain, penetapan besaran atau persentasenya dinilai tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
    Terbaru, MK memutuskan memisah antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menilai reaksi partai politik yang resisten dengan putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal disebabkan oleh kenyamanan yang terganggu.
    Menurut Bivitri, pengurus partai politik sudah terlanjur nyaman dengan sistem pemilu yang berlaku selama ini sehingga putusan MK tersebut membuat mereka protes.
    “Tentu saja Nasdem mungkin, maupun partai-partai lain menolak karena kan merasa apa yang sudah nyaman buat mereka diacak-acak oleh MK,” ucap Bivitri di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
    Bivitri juga menepis anggapan yang dikemukakan Partai Nasdem bahwa putusan MK tersebut inkonstitusional.
    Menurut dia, apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai penjaga konstitusi negara.
    Ia mengatakan, bukti bahwa putusan MK masih dalam koridor tugas mereka adalah adanya permintaan rekayasa konstitusional kepada pembentuk undang-undang.
    MK disebut masih menyerahkan kewenangan pemerintah dan DPR untuk membentuk aturan yang sesuai dengan penafsiran konstitusi.
    “Karena lihat saja, mereka (MK) minta tolong pembentuk undang-undang kan. Bikin dong rekayasa konstitusionalnya. Karena mereka memang tidak ada intensi untuk bikin undang-undang, mereka benar-benar hanya menafsirkan pasal yang diminta,” kata Bivitri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Arkhan Kaka Jadi Prajurit TNI AD, Dilantik dengan Pangkat Sersan Dua
                        Nasional

    6 Arkhan Kaka Jadi Prajurit TNI AD, Dilantik dengan Pangkat Sersan Dua Nasional

    Arkhan Kaka Jadi Prajurit TNI AD, Dilantik dengan Pangkat Sersan Dua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks pemain Timnas U-17 Indonesia,
    Arkhan Kaka
    , resmi bergabung menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (
    TNI AD
    ) dan dilantik sebagai Bintara TNI AD dengan pangkat Sersan Dua pada Sabtu (29/6/2025) lalu.
    Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan, Arkhan direkrut melalui jalur khusus Mabes TNI untuk atlet sepak bola dan bola voli.
    “Info tersebut memang benar, Arkhan bergabung menjadi prajurit TNI AD melalui jalur rekrutmen program khusus Mabes TNI (jalur atlet sepak bola dan bola voli),” kata Brigjen Wahyu kepada
    Kompas.com
    , Rabu (2/7/2025).
    Arkhan sebelumnya telah menempuh pendidikan pertama di Resimen Induk Kodam Jaya (Rindam Jaya/Jayakarta).
    Setelah dilantik, ia akan melanjutkan pendidikan kejuruan atau kecabangan sebelum nantinya ditempatkan di satuan tugas yang akan ditentukan kemudian.
    “Untuk penempatan tugas atau satuan barunya nanti akan ditentukan kemudian setelah menjalani pendidikan kejuruan/kecabangan tersebut,” ujar Wahyu.
    Arkhan Kaka dikenal publik setelah menjadi bagian dari skuad Timnas U-17 Indonesia di ajang Piala Dunia U-17 tahun 2023.
    Penyerang muda ini menjadi salah satu andalan Garuda Muda dan sempat mencuri perhatian lewat performanya di lapangan.
    Langkah Arkhan mengikuti jejak menjadi prajurit TNI AD melalui jalur atlet menambah daftar pesepak bola nasional yang berkontribusi di dunia militer.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang
                        Megapolitan

    8 Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang Megapolitan

    Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
     – Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online (
    ojol
    ) sebesar 8 hingga 15 persen berpotensi mendorong pergeseran besar-besaran pola mobilitas warga, khususnya di ibu kota.
    Warga mulai melirik moda
    transportasi umum
    seperti
    Transjakarta
    dan MRT sebagai alternatif yang lebih terjangkau.
    Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pengkajian soal kenaikan tarif ojol telah selesai dilakukan dan kini memasuki tahap diskusi dengan para aplikator.
    Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan bahwa besaran tarif nantinya akan disesuaikan dengan tiga zona yang telah ditentukan.
    “Kami sudah melakukan pengkajian, sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” ujar Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
    “Bervariasi kenaikan tersebut, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan. Ada tiga zona, zona I, zona II, dan zona III,” sambungnya.
    Meskipun belum diberlakukan secara resmi, kabar kenaikan tarif ini langsung mengundang respons dari masyarakat pengguna ojol harian.
    Banyak dari mereka yang mulai mempertimbangkan untuk beralih ke transportasi umum demi menekan pengeluaran.
    Fani (25), karyawan swasta asal Jakarta Utara, termasuk salah satunya.
    “Saya beralih ke alternatif lain pasti, seperti MRT dan juga Transjakarta,” katanya saat ditemui
    Kompas.com
    , Selasa (1/7/2025).
    Fani mengaku, dengan tarif ojol saat ini saja ia sudah menghabiskan sekitar Rp 40.000 per hari untuk pergi dan pulang kerja.
    Jika tarif naik, pengeluarannya bisa membengkak hingga Rp 50.000 per hari.
    “Kenaikan tersebut mempengaruhi pengeluaran sehari-hari untuk moda transportasi bekerja,” ungkapnya.
    Fani juga membandingkan ongkos ojol dengan tarif Transjakarta.
    Dari tempat tinggalnya di kawasan Karet, Benhil menuju Sudirman, ia biasa membayar Rp 20.000 dengan ojol. Namun jika menggunakan Transjakarta, ia hanya dikenai Rp 3.500.
    Kalaupun harus menambah perjalanan dengan ojol ke halte atau ke rumah, totalnya tetap lebih hemat.
    “Saya kalau naik TJ hanya Rp 3.500, ditambah naik ojol sampai rumah Rp 7.000,” ujarnya.
    Kendati demikian, Fani mengaku selama ini tetap mengandalkan ojol karena halte Transjakarta jauh dari rumah dan tempat kerjanya.
    “Soalnya haltenya jauh, tidak terjangkau kalau jalan kaki. Tetapi kalau naik ojol kan sampai depan rumah,” imbuhnya.
    Sikap serupa diungkapkan oleh Hukmana (30), warga lainnya yang juga mempertimbangkan untuk meninggalkan ojol demi Transjakarta atau MRT.
    “Sudah bagus naik Transjakarta dan MRT murah. Ini malah ojol naik 15 persen. Jadi sama saja bohong,” keluhnya.
    Menurut perhitungan Hukmana, dengan kombinasi Transjakarta dan MRT, ia hanya perlu mengeluarkan biaya Rp 25.000 per hari untuk perjalanan pulang-pergi ke kantornya.
    “Kalau naik Busway sekalian MRT, sehari Rp 25.000, itu sudah pulang pergi,” ujarnya.
    Bila rencana ini benar-benar diterapkan, bukan tidak mungkin operator transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, dan LRT diperkirakan akan mengalami lonjakan penumpang dalam waktu dekat.
    Sebaliknya, para pengemudi ojol mungkin akan menghadapi penurunan permintaan, kecuali jika aplikator dan pemerintah mampu menjelaskan urgensi kebijakan ini secara komprehensif kepada publik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.