Pencuri Besi Penutup Panel Listrik di Tanjung Priok Diduga Beraksi Dini Hari
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pencuri besi
penutup panel listrik
di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok,
Jakarta Utara
, diduga beraksi saat dini hari.
“Dia (pencuri) malam beroperasinya sekitar jam 2.00 WIB hingga jam 3.00 WIB. Itu panel listrik gardu dihancurin ama dia, saya juga bingung itu kan listrik, kok bisa gitu enggak takut kesetrum,” ucap Kardi (35), petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Kebon Bawang, Tanjung Priok, saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Rabu (2/7/2025).
Kardi mengatakan, salah satu aksi
pencurian
besi penutup panel listrik sempat terekam kamera.
Dalam video tersebut, pelaku terlihat menendang dan mendorong panel listrik hingga baut-bautnya lepas.
Setelah terlepas, mereka mencabut paksa dan membawa kabur besi penutup panel tersebut. Sejauh ini, ada sekitar dua panel listrik yang penutupnya dicuri maling.
“Itu panel listrik pagarnya (penutupnya) enggak ada, di Jalan Ampera juga enggak ada,” jelas Kardi.
Selain penutup panel listrik, Kardi menyebut para pencuri juga kerap menargetkan kabel-kabel lampu penerangan jalan.
Pencurian
kabel tersebut terjadi saat menjelang malam Tahun Baru 2025.
Para pelaku mengambil tembaga di dalam kabel. Akibatnya, lampu di sekitar Jalan Yos Sudarso sempat tak bisa menyala saat malam pergantian tahun 2025.
Oleh karena itu, Kardi berharap, agar para pelaku pencurian bisa diusut lebih lanjut supaya kejadian serupa tak terulang lagi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/02/6864b678264e0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pencuri Besi Penutup Panel Listrik di Tanjung Priok Diduga Beraksi Dini Hari Megapolitan 2 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/02/6864e9ef43f6b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Demo ODOL Bubar, Jalan Medan Merdeka Selatan Kembali Dibuka Megapolitan 2 Juli 2025
Demo ODOL Bubar, Jalan Medan Merdeka Selatan Kembali Dibuka
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Para sopir truk massa aksi protes kebijakan
Zero Over Dimension Over Loading
(
ODOL
) di Jalan Medan Merdeka Selatan membubarkan diri, Rabu (2/7/2025) sekitar pukul 15.10 WIB.
Massa membubarkan diri setelah diimbau sebanyak tiga kali oleh Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro.
Para sopir truk berangsur-angsur meninggalkan lokasi
demo
dengan menaiki truk.
Massa sempat melemparkan botol air mineral ke arah polisi. Namun, polisi hanya memblokade dan kembali mengimbau massa aksi tertib serta tidak melakukan provokasi.
Lalu lintas di ruas Jalan Medan Merdeka Selatan pun kembali dibuka setelah massa membubarkan diri. Kendaraan kini sudah bisa melintas di Jalan Medan Merdeka Selatan ke arah Tugu Tani maupun sebaliknya.
Tampak pasukan oranye mulai turun untuk membersihkan sisa-sisa sampah demonstrasi.
Sebelumnya, aksi protes kebijakan ODOL oleh sejumlah sopir truk di Jalan Medan Merdeka Selatan sempat ricuh.
Pengamatan
Kompas.com
di lokasi, massa aksi ODOL di Jakarta sempat melemparkan botol plastik ke arah polisi. Mereka juga sempat mendorong petugas keamanan yang berjaga di sekitar lokasi.
Kericuhan ini bermula ketika polisi meminta massa aksi membubarkan diri dari Jalan Medan Merdeka Selatan. Sebab, ruas jalan ini lumpuh akibat diduduki massa aksi
demo ODOL
di Jakarta.
Tak terima diminta membubarkan diri, massa memberikan perlawanan dengan melempar botol plastik bekas minuman ke arah polisi. Akibatnya, aksi saling dorong tak terhindarkan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro meminta agar para massa demo ODOL di Jakarta membubarkan diri.
“Para korlap tanggung jawab, bubarkan area ini,” ujar Susatyo.
Akibat kericuhan, pihak kepolisian sempat menutup ruas Jalan Medan Merdeka Selatan. Para pengendara dari Kota Tua diimbau mengarah ke Sarinah, sedangkan dari Sarinah diarahkan ke arah Bundaran HI.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/01/68638010c5104.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gratis Tapi Bayar? Ini Alasan Ada Warga yang Tetap Bayar Perpanjang SIM di HUT Bhayangkara Megapolitan 2 Juli 2025
Gratis Tapi Bayar? Ini Alasan Ada Warga yang Tetap Bayar Perpanjang SIM di HUT Bhayangkara
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Seorang warga asal Pluit,
Jakarta
Utara, bernama Tri (46), mengaku tetap harus membayar untuk perpanjang Surat Izin Mengemudi (
SIM
) di Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) saat
HUT Bhayangkara
ke-79.
Tri mengatakan harus membayar sebesar Rp 215.000 untuk memperpanjang SIM A miliknya di lokasi.
Menurut pengakuannya, Tri mengira layanan
perpanjang SIM
di Monas saat HUT Bhayangkara tersebut sepenuhnya gratis.
Lantas, mengapa terdapat warga yang tetap bayar untuk
perpanjang SIM di Monas
saat HUT Bhayangkara meski disebutkan layanan tersebut gratis?
Dalam unggahan Instagram resmi Polda Metro Jaya, Polri menyampaikan sejumlah layanan spesial dalam rangka HUT ke-79 Bhayangkara, salah satunya perpanjangan SIM gratis.
Dalam unggahan tersebut telah disebutkan, bahwa untuk layanan perpanjangan SIM terdapat kuota terbatas, sehingga tidak semua warga yang datang bisa mendapatkan layanan spesial tersebut.
Bila warga datang terlambat atau kuota habis, maka warga tetap harus membayar sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun layanan spesial saat HUT ke-79 Bhayangkara di Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025), di antaranya:
Banyak Warga Kehabisan Kuota Gratis
Selain Tri, warga lainnya, Hasna (27), juga mengalami hal serupa. Ia mengurus perpanjangan SIM C dan harus membayar Rp 210.000 karena kuota gratis sudah habis.
“Gratis itu ada kuotanya. Tapi saya enggak tahu pasti kuotanya berapa. Jadi, kalau di luar kuota yang disediakan, kita bayar. Ke sini sudah habis kuotanya,” ujar Hasna.
Hasna mengaku datang ke Monas karena SIM C-nya habis masa berlaku tepat hari itu.
Awalnya ia menuju Lapangan Banteng, namun diarahkan ke Monas karena semua layanan dipusatkan di sana.
Ia tiba sekitar pukul 10.00 WIB dan mendapat nomor antrean di atas 100. “Kurang lebih sudah dua jam antre,” ujarnya.
(Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6864cc5ab935a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Minta Kuota Khusus bagi Anak-anak di Sekitar SMAN 3 Tangsel Megapolitan 2 Juli 2025
Warga Minta Kuota Khusus bagi Anak-anak di Sekitar SMAN 3 Tangsel
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
– Warga yang berdomisili di RW 10 hingga RW 16, Pamulang,
Tangerang Selatan
(Tangsel), atau disebut “Wong Pitu”, meminta pihak sekolah memberikan kuota khusus bagi anak-anak di lingkungan sekitar SMAN 3 Tangerang Selatan (Tangsel) dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) setiap tahunnya.
Permintaan itu disampaikan warga setelah banyak anak dari tujuh RW di sekitar SMA 3 Tangsel tidak diterima mendaftar lewat jalur domisili, meski rumah mereka hanya berjarak beberapa meter dari sekolah.
“Dari 64 anak yang mendaftar dari lingkungan sini, hanya 16 yang diterima. Padahal nilai anak-anak kami tidak rendah. Banyak yang nilainya di atas 87, bahkan ada yang di atas 90,” ujar Perwakilan Wong Pitu, Mujianto di SMA Negeri 3 Tangsel,Pondok Benda, Pamulang, Tangsel, Rabu (2/7/2025).
Mujianto mengatakan, masalah ini bukan pertama kali terjadi, tetapi sudah berulang setiap tahun sejak 2022.
Dengan kasus yang terus berulang, dia menilai sistem dengan jalur domisili ini tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
“Setiap tahun selalu begini, selalu ribut. Maka kami minta ada kuota khusus, minimal satu kelas, supaya tidak terus jadi konflik. Biar ke depan lebih tertib, tinggal RW yang bagi,” kata dia.
Warga telah memberikan banyak dukungan terhadap operasional sekolah. Hal itu dikarenakan letak tempat sekolah yang berada di tengah permukiman mereka.
Apalagi selama sekolah itu berdiri, warga telah memberikan kemudahan akses, termasuk menyediakan akses jalan dan lapangan yang selama ini digunakan siswa untuk beragam kegiatan.
“Lapangan kami dipakai, jalan kami dilewati. Kami tidak pernah minta apa-apa, hanya minta anak-anak kami bisa sekolah di sini,” jelas dia.
Mujianto mengatakan, jika aspirasi warga tidak digubris oleh pihak sekolah maupun pemerintah daerah, maka mereka berencana memblokir akses jalan menuju
SMAN 3 Tangsel
.
“Kami akan portal jalan, warga berencana memportal akses jalan. Kami ini punya akses lapangan, yang digunakan oleh siswa untuk kegiatan olahraga, latihan, upacara, dan kegiatan lainnya. Itu lapangan milik RW 15 dan RW 12, dan kami tidak pernah menuntut apa-apa,” ucap dia.
Sebelumnya, para warga dari tujuh RW melakukan unjuk rasa sebagai buntut kekecewaan mereka terhadap hasil Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di sekolah tersebut.
Mereka menilai pihak SMAN 3 Kota Tangsel telah melakukan kecurangan terkait domisili calon siswa.
Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, para orangtua yang berdemo membawa sejumlah poster yang berisi keluhan dan protes terhadap hasil SPMB.
“Utamakan lingkungan selebihnya terserah kalian,” tulis salah satu poster.
“Korban jual beli kursi,” tulis poster lainnya.
Selain membawa poster, sebagian dari mereka juga ada yang mengendarai motor pikap berwarna hitam.
Aksi ini juga diiringi lagu Maju Tak Gentar dan diselingi orasi dari para orangtua yang menyuarakan aspirasi mereka.
“Kami sebagai warga RW 10 sampai 16, Wong Pitu, enggak ingin hanya menjadi penonton di rumah sendiri, anak-anak kamilah yang berhak sekolah di SMAN 3 Tangsel,” ujar salah satu orang tua dengan menggunakan alat pengeras suara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6864bad870045.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
"Si Doel Anak Betawi" Menggema di Demo di Balai Kota, Masa Minta Bertemu Rano Karno Megapolitan 2 Juli 2025
“Si Doel Anak Betawi” Menggema di Demo di Balai Kota, Masa Minta Bertemu Rano Karno
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Massa dari
Jaringan Rakyat Miskin Kota
(JRMK) menyanyikan lagu tema serial televisi “Si Doel Anak Betawi” saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota
Jakarta
, Rabu (2/7/2025).
Lagu tersebut dinyanyikan sebagai bentuk sindiran sekaligus ajakan kepada Wakil Gubernur Jakarta
Rano Karno
, pemeran utama dalam serial TV Si Doel Anak Sekolahan, untuk turun menemui massa.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, lagu dinyanyikan serempak oleh massa yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, dan anak-anak. Mereka menyanyikan lagu dengan lantang.
“Aduh sialan, Si Doel anak Betawi asli. Kerjaannye sembahyang mengaji, tapi awas jangan bikin die sakit hati,” ucap massa aksi melantunkan penggalan lagu tersebut.
Lagu itu menggema dari atas mobil komando dan disambut tepuk tangan peserta aksi lainnya.
Beberapa spanduk juga dibentangkan dengan tulisan yang ditujukan ke Gubernur Jakarta
Pramono Anung
dan Rano.
“Mas Pram, Bang Doel, tolong segera legalitaskan tanah tempat tinggal kami, demi anak cucu kami,” tulis keterangan spanduk.
Adapun aksi ini digelar dengan tujuan untuk bertemu langsung dengan Pramono.
JRMK ingin menyerahkan langsung konsep agraria perkotaan yang telah mereka susun sebagai solusi atas berbagai persoalan penggusuran dan konflik lahan.
“Kami datang ke sini sebenarnya ingin bertemu dengan Gubernur, ingin mengajukan konsep yang sudah kami buat berdua mengaktifkan kembali agraria perkotaan itu yang sebenarnya kami ingin kami ingin bertemu dengan beliau “ ucap Koordinator JRMK, Minawati saat berbincang dengan
Kompas.com,
Rabu (2/7/2025).
Dalam aksinya, JRMK menyampaikan empat tuntutan utama kepada Pramono sebagai prasyarat keadilan agraria di wilayah perkotaan, sebagai berikut:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6864c35f58525.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998 Nasional
Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Suasana rapat kerja
Komisi X DPR RI
bersama Menteri Kebudayaan
Fadli Zon
pada Rabu (2/7/2025), berubah haru dan emosional saat membahas isu
pemerkosaan massal
terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam
Tragedi Mei 1998
.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati, dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal
pemerkosaan massal 1998
, hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
“(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar, Rabu.
Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
“Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
“Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
“Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKB Lalu Hadrian Irfani, mencoba menengahi perdebatan dengan menjelaskan bahwa Fadli mengakui adanya peristiwa pemerkosaan, namun mempertanyakan istilah “massal”.
“Jadi, tadi Pak Fadli Zon sudah menjelaskan bahwa beliau sebenarnya mengakui perkosaan itu ada, tetapi ada diksi ‘massal’ itu yang beliau pertanyakan,” kata Lalu.
Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
“Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
“Ini pemerintah Jepang, duta besarnya itu sampai begini terhadap kasus Jugun Ianfu. Kita paksa sendiri. Kenapa begitu berat menerima ini? Ini kalau saya bicara, ini kita sakit, Pak. Saya termasuk bagian juga yang ikut mendata itu testimoni, testimoni sangat menyakitkan kita bawa itu testimoni dalam desingan peluru,” sambung dia.
Mercy juga menyinggung kesaksian para korban kekerasan seksual dari Maluku, Papua, dan Aceh yang didokumentasikan setelah 1998.
Menurut dia, pengakuan atas peristiwa-peristiwa itu tidak bisa dibatasi pada perdebatan definisi atau diksi semata.
“Bapak bilang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Bapak bilang tidak terima yang massal. Pak, kebetulan sebagian besar itu satu etnis. Kita tidak ingin membuka sejarah kelam, tapi ini satu etnis,” tegas Mercy.
“Bapak bisa baca itu testimoni yang kami bawa. Ini minta maaf sekali, sangat terganggu, apa susahnya menyampaikan? Satu kasus saja sudah banyak, lebih dari satu kasus tidak manusiawi. Minta maaf!” seru Mercy.
Mendengar luapan emosi tersebut, Fadli pun menyampaikan permintaan maaf jika penjelasannya dianggap tidak sensitif.
“Saya minta maaf kalau ini terkait dengan insensitivitas, dianggap insensitif. Tapi saya, sekali lagi, dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga,” ucap Fadli.
Dia menegaskan tidak bermaksud mereduksi atau menegasikan peristiwa kekerasan seksual pada 1998.
Namun, dia menekankan pentingnya pendokumentasian yang akurat dan ketelitian dalam penggunaan istilah massal.
“Saya kira tidak ada maksud-maksud lain dan tidak sama sekali mengucilkan atau mereduksi, apalagi menegasikannya,” kata Fadli.
Diberitakan sebelumnya, pernyataan Fadli Zon yang meragukan peristiwa pemerkosaan 1998 berlangsung secara massal menuai gelombang kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan aktivis masyarakat sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil bahkan mendesak Fadli meminta maaf kepada para korban dan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah yang dinilai berpotensi menyingkirkan kebenaran sejarah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6864e8a22a9e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jadi Saksi, Nikita Mirzani dan Anaknya Bakal Bertemu Vadel Badjideh di Ruang Sidang Megapolitan 2 Juli 2025
Jadi Saksi, Nikita Mirzani dan Anaknya Bakal Bertemu Vadel Badjideh di Ruang Sidang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Artis
Nikita Mirzani
dan anaknya, LM (17), menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan persetubuhan dan aborsi dengan terdakwa Vadel Alfajar Badjideh di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Dalam perkara ini, Nikita merupakan pihak yang melaporkan Vadel ke Polres Metro Jakarta Selatan. Sedangkan, LM adalah korban.
Pantauan
Kompas.com
, Vadel tiba di PN Jakarta Selatan sekitar pukul 14.00 WIB.
Ia mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan kemeja putih lengan panjang. Vadel turun dari bus dan langsung menuju ruang tunggu terdakwa sambil dikawal sejumlah petugas.
Tak berselang lama, bus tahanan yang membawa Nikita Mirzani turut tiba di PN Jakarta Selatan. Ibu tiga anak itu juga tampak mengenakan kemeja tahanan.
Dikawal ketat petugas, Nikita turut menunggu di ruang tunggu terdakwa.
Adapun Nikita kini juga berstatus sebagai terdakwa kasus pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap dokter Reza Gladys senilai Rp 4 miliar.
Berselang 20 menit kemudian, LM dan kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid, tiba di PN Jakarta Selatan.
“Memang hari ini sidang pemeriksaan saksi pelapor, dalam hal ini Nikita Mirzani, dan saksi korban, LM,” ucap Fahmi di PN Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Menurut rencana, perkara
Vadel Badjideh
bakal berlangsung di ruang sidang dua. Sejumlah petugas dari kepolisian dan kejaksaan tampak berjaga.
Namun, persidangan akan digelar secara tertutup karena korban merupakan anak di bawah umur.
Kasus ini bermula dari laporan Nikita Mirzani ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 13 Februari 2025. Vadel dilaporkan atas dugaan persetubuhan dan aborsi terhadap LM.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2811/IX/2024/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.
Vadel dijerat dengan Pasal 76D dan/atau Pasal 77A juncto Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 421 KUHP juncto Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta/atau Pasal 346 KUHP juncto Pasal 81.
Setelah laporan tersebut muncul ke publik, Vadel sempat membantah semua tuduhan dan menyebut Nikita menyebarkan fitnah.
Bahkan, menyatakan siap dipenjara jika LM benar-benar terbukti hamil dan dipaksa melakukan aborsi.
Setelah dilakukan penyelidikan, Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan Vadel sebagai tersangka pada 13 Februari 2025.
Dalam penyidikan, terungkap bahwa Vadel sempat berhubungan layaknya suami istri dengan LM saat keduanya menjalin hubungan asmara. Ia bahkan menjanjikan akan menikahi LM sebelum melakukan hubungan intim.
Berdasarkan keterangan korban, mereka melakukan hubungan badan di dua lokasi berbeda. Akibat hubungan tersebut, LM diduga hamil dan kemudian dipaksa oleh Vadel untuk melakukan aborsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6864e00fbb295.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Demo ODOL di Jakarta Ricuh, Massa Lempar Botol
Demo ODOL di Jakarta Ricuh, Massa Lempar Botol
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aksi unjuk rasa dari sejumlah sopir truk yang memprotes kebijakan
Zero Over Dimension Over Loading
(ODOL), di Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (2/7/2025), ricuh.
Pengamatan Kompas.com di lokasi, massa aksi
demo ODOL
di Jakarta sempat melemparkan botol plastik ke arah polisi.
Mereka juga sempat mendorong petugas keamanan yang berjaga di sekitar lokasi.
Kericuhan ini bermula ketika polisi meminta massa aksi membubarkan diri dari Jalan Medan Merdeka Selatan. Sebab, ruas jalan ini lumpuh akibat diduduki massa aksi
demo ODOL di Jakarta
.
Tak terima diminta membubarkan diri, massa memberikan perlawanan dengan melempar botol plastik bekas minuman ke arah polisi.
Akibatnya, aksi saling dorong tak terhindarkan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro meminta agar para massa demo ODOL di Jakarta membubarkan diri.
“Para korlap tanggung jawab, bubarkan area ini,” ujar Susatyo.
Sekitar pukul 14.30 WIB, massa aksi akhirnya mulai membubarkan diri. Mereka meninggalkan kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan.
Sebelumnya, aksi ratusan sopir truk sejak pagi hari telah menyebabkan kemacetan parah di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan.
Aksi ini digelar untuk menolak kelanjutan kebijakan Zero ODOL yang ditegaskan oleh Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi. Para sopir menilai kebijakan ini memberatkan dan mengancam mata pencaharian mereka.
Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), Ika Rostianti, mendesak agar Kemenhub memberikan penjelasan secara terbuka kepada publik.
“Kami minta penjelasan live dari Kemenhub. Dan kami menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap pemilik dan armada truk,” ujar Ika dalam orasinya.
Jika tuntutan tak direspons, Ika menegaskan pihaknya akan menggelar aksi lanjutan dalam waktu dekat.
Demo ini diikuti sekitar 500 sopir truk dari berbagai wilayah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mereka tergabung dalam berbagai organisasi pengemudi seperti RBPI, Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), dan Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN). Selain itu, hadir pula perwakilan dari Konfederasi Sopir Logistik Indonesia (KSLI), Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI), dan Aliansi Pengemudi Angkutan Barang Indonesia (APABI).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/22/682f003f4396f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Yusril Ungkap Potensi Pelanggaran Konstitusi jika Putusan MK Pemisahan Pemilu Diterapkan Nasional
Yusril Ungkap Potensi Pelanggaran Konstitusi jika Putusan MK Pemisahan Pemilu Diterapkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas)
Yusril Ihza Mahendra
mengatakan, ada potensi
pelanggaran konstitusi
yang bisa terjadi jika
putusan Mahkamah Konstitusi
yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal diterapkan.
Salah satunya adalah jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal.
Jeda ini akan memberikan makna pemilihan DPRD tidak lagi dipilih lima tahun sekali dan tidak sesuai dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kalau kita baca Pasal 22E UUD 45 kan tegas dikatakan pemilu dilaksanakan sekali 5 tahun, enggak bisa ada tafsir lain itu, dan pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wakil presiden,” kata Yusril, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Oleh sebab itu, dia mempertanyakan bagaimana bisa pemilihan lokal ditunda selama 2-2,5 tahun, sedangkan Pasal 22E
UUD 1945
tegas mengatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Adapun pasal yang disebutkan Yusril terdapat pada Pasal 22E Ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Atas aturan konstitusi tersebut, Yusril mengatakan perlu ada pemikiran serius dari pembentuk undang-undang untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Jadi, mesti ada satu pemikiran yang agak serius dari segi ketatanegaraan mengenai persoalan ini,” kata dia.
Selain itu, Yusril juga mempertanyakan bagaimana langkah yang tepat untuk menyikapi persoalan yang timbul akibat
putusan MK
, seperti masa jabatan DPRD.
Hal ini menjadi masalah baru yang masih belum ada solusi dan juga berpotensi melanggar undang-undang.
“Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak
against
(melawan) konstitusi sendiri, karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat? Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk 2-2,5 tahun? Apakah dibentuk DPRD sementara atau bagaimana? Itu juga masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi,” ucap dia.
Putusan MK
terkait
pemisahan pemilu
nasional dan daerah itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan bahwa keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
MK juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/02/68648876b6ece.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)