Akal Bulus Pejabat Kemendikbudristek Loloskan Pengadaan Chromebook…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dua pejabat di lingkungan
Kemendikbudristek
melakukan sejumlah tindakan untuk mengarahkan
pengadaan laptop
berbasis Chromebook pada tahun 2019-2020.
Pejabat ini adalah Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sri Wahyuningsih, melalui rekannya Iksan Tanjung, memerintahkan Bambang Hafi Waluyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat SD tahun 2020 untuk memilih pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan sistem operasi Chrome menggunakan metode e-katalog.
Arahan ini diberikan pada 30 Juni 2020, bertempat di Hotel Arosa, kawasan Jakarta Selatan.
Karena Bambang tidak bisa menjalankan perintah
Nadiem Makarim
ini, Sri pun mengganti Bambang dengan PPK yang baru, Wahyu Haryadi.
Pada hari yang sama, Wahyu menuruti perintah Sri dengan mengeklik opsi pemesanan.
Hal ini dilakukan Wahyu usai bertemu dengan Indra Nugraha, pihak penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Kemudian, Sri juga memerintahkan Wahyu untuk mengubah metode e-katalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah).
“(Wahyu juga diperintahkan) membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk Sekolah Dasar sebanyak 15 unit laptop dan 1 unit connector per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar, Selasa (15/7/2025).
Lalu, Sri juga terlibat dalam pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Tahun 2021 untuk pengadaan tahun 2021-2022 yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis ChromeOS.
Sementara itu, Mulyatsyah juga menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim untuk mengarahkan pengadaan TIK menggunakan ChromeOS kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan pihak ketiga (penyedia).
Pada tanggal 30 Juni 2020, bertempat juga di Hotel Arosa di Jakarta Selatan, Mulyatsyah memerintahkan HS selaku PPK Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun 2020 untuk mengeklik pengadaan TIK tahun 2020 pada satu penyedia, yaitu PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Lebih lanjut, Mulyatsyah juga membuat Petunjuk Teknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun 2020 yang mengarahkan penggunaan ChromeOS untuk pengadaan TIK Tahun Anggaran 2021-2022.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang dibuat oleh Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek.
Saat ini, ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024 Jurist Tan, eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Lalu, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021 Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan permufakatan jahat untuk melakukan
pengadaan laptop berbasis Chromebook
dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3 T.
Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/15/6876733340eae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Akal Bulus Pejabat Kemendikbudristek Loloskan Pengadaan Chromebook…
-
/data/photo/2025/07/15/68763982d09b0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Peran Nadiem Makarim dalam Korupsi Chromebook Diungkap Kejagung, meski Bukan Tersangka
Peran Nadiem Makarim dalam Korupsi Chromebook Diungkap Kejagung, meski Bukan Tersangka
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Mendikbudristek
Nadiem Makarim
enggan bicara banyak meski sudah dua kali diperiksa penyidik
Kejaksaan Agung
terkait dengan kasus
dugaan korupsi
dalam
pengadaan laptop
berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022.
Dalam pemeriksaan keduanya, Nadiem diperiksa selama kurang lebih 10 jam, mulai dari pukul 08.59 WIB hingga sekitar pukul 18.06 WIB.
Saat memberikan keterangan kepada awak media, Nadiem tidak sekalipun membahas soal substansi pemeriksaan.
“Saya ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada pihak kejaksaan karena memberikan saya kesempatan untuk memberikan penerangan terhadap kasus ini,” ujar Nadiem, saat memberikan keterangan di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Tak ingin berlama-lama disorot kamera, Nadiem hanya sekitar 30 detik sebelum digiring pergi.
Sebelum tiba-tiba berjalan ke arah mobil, Nadiem sempat meminta izin kalau ia ingin kembali ke keluarganya.
“Terima kasih sekali lagi kepada teman-teman media, izinkan saya kembali ke keluarga saya,” kata Nadiem, sebelum berlalu.
Peran Nadiem terungkap dalam kasus pengadaan dengan anggaran Rp 9,3 triliun ini.
Status Nadiem memang masih saksi, tapi ia banyak bersinggungan dengan empat tersangka yang baru diumumkan penyidik.
Keempat tersangka ini adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan.
Kemudian, eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Lalu, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Kemudian, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Nadiem disebutkan telah merencanakan pengadaan laptop berbasis Chromebook sebelum dirinya resmi menjadi menteri pada Oktober 2019.
“Bahwa sebagai konsultan teknologi, Ibrahim Arief sudah merencanakan bersama-sama dengan Nadiem Makarim sebelum menjadi Mendikbudristek untuk menggunakan produk
operating system
tertentu sebagai satu-satunya
operating system
di pengadaan TIK Tahun 2020-2022,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa.
Perencanaan ini juga sudah dibahas Nadiem bersama dengan Jurist Tan dan Fiona Handayani yang kelak menjadi staf khususnya.
Ketiganya bahkan membuat grup WhatsApp khusus untuk membahas soal pengadaan laptop berbasis Chromebook ini.
“Pada bulan Agustus 2019 bersama-sama dengan NAM, Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’,” kata Qohar.
Melalui grup WA ini, Nadiem dan kedua bakal stafsus sudah membahas rencana pengadaan Chromebook yang akan dilakukan setelah Nadiem dilantik.
“(Grup WA) yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dan apabila nanti Nadiem Makarim diangkat sebagai Mendikbudristek,” kata Qohar.
Dua bulan setelah grup ini dibuat, tepatnya 19 Oktober 2019, Nadiem resmi dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mendikbud yang pada tahun 2021 nomenklatur diubah menjadi Mendikbudristek.
Usai menjadi menteri, Nadiem sempat menemui perwakilan Google untuk membahas soal pengadaan TIK di Kemendikbudristek.
Pertemuan ini terjadi pada Februari dan April 2020.
Saat itu, Nadiem menemui WKM dan PRA dari Google.
Pertemuan ini kemudian ditindaklanjuti oleh stafsus Nadiem, Jurist Tan, pada waktu yang tidak disebutkan penyidik.
Hasil pembicaraan Jurist dengan pihak Google ini menghasilkan co-investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek.
“Selanjutnya Jurist Tan menyampaikan co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek dalam rapat-rapat yang dihadiri oleh HM selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD, dan Mulatsyah selaku Direktur SMP di Kemendikbudristek,” lanjut Qohar.
Pada tanggal 6 Mei 2020, Nadiem disebutkan memberikan arahan kepada empat tersangka ini melalui Zoom
meeting
.
“Dalam rapat Zoom
meeting
yang dipimpin oleh Nadiem, yang memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan Chrome OS dari Google,” ujar Qohar.
Hal ini menjadi pernyataan sebab Kemendikbud belum melakukan proses lelang untuk program digitalisasi pendidikan ini.
Arahan Nadiem ini dijalankan oleh keempat tersangka dengan cara mereka masing-masing, mulai dari mempengaruhi pejabat lainnya hingga membuat kajian teknis yang mengarahkan pemilihan produk Google.
Pada akhirnya, proyek pengadaan ini membeli 1,2 juta laptop berbasis Chromebook.
Pengadaan laptop
ini menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun yang dananya diambil dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK) daerah.
Tapi, berdasarkan perhitungan dari ahli, pengadaan ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Kerugian ini dikarenakan, laptop yang sudah dibeli justru tidak dapat digunakan secara maksimal oleh pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Agar bisa digunakan secara optimal, laptop Chromebook harus tersambung dengan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata di seluruh daerah.
Meskipun sudah banyak keterangan dari para saksi, Kejaksaan Agung masih belum memberikan status tersangka kepada Nadiem.
Qohar mengatakan, selain keterangan para saksi atau kini tersangka, penyidik masih memerlukan bukti lain.
“Namun, kami juga perlu alat bukti yang lain. Alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan ahli untuk Nadiem Makarim,” kata dia.
Qohar menegaskan, “Ketika dua alat bukti cukup, pasti penyidik akan menetapkan siapapun orangnya sebagai tersangka.”
Selain itu, penyidik juga masih tengah mendalami ada tidaknya keuntungan yang diterima Nadiem dalam pengadaan ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2018/04/20/2354924627.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rumah Sakit Asing di Indonesia: Investasi atau Ancaman Sistemik?
Rumah Sakit Asing di Indonesia: Investasi atau Ancaman Sistemik?
Saya adalah seorang dokter dengan latar belakang pendidikan manajemen rumah sakit, serta pernah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebelum memutuskan keluar karena menyaksikan langsung dinamika perundungan dan ketidakadilan. Sebagai aktivis sosial dan kritikus, saya berkomitmen untuk mendorong reformasi dalam pendidikan kedokteran dan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia. Pengalaman saya dalam manajemen rumah sakit memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya sistem yang berfungsi baik, bukan hanya dalam aspek klinis, tetapi juga dalam melindungi kesejahteraan tenaga kesehatan.
KETIKA
pemerintah membuka keran investasi
rumah sakit asing di Indonesia
, banyak yang menyambutnya sebagai angin segar.
Alasannya masuk akal, warga Indonesia menghabiskan lebih dari Rp 165 triliun per tahun untuk berobat ke luar negeri, dari Penang hingga Tokyo.
Jika rumah sakit bertaraf internasional bisa hadir di dalam negeri, bukankah itu langkah efisien?
Masalahnya, sistem kesehatan bukan pasar biasa. Ketika kita membuka wilayah pelayanan medis untuk kepentingan korporasi asing, kita tidak hanya bicara tentang bangunan fisik atau teknologi modern, tetapi tentang kedaulatan, keadilan, dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional.
Menurut teori
market failure
dalam ekonomi kesehatan dari Arrow, sistem layanan medis bersifat unik. Pasar bebas tidak otomatis menghasilkan efisiensi dan keadilan.
Pasien bukan konsumen biasa; mereka sering tidak tahu apa yang mereka butuhkan, tidak punya waktu membandingkan harga, dan dalam banyak kasus, tidak bisa memilih.
Di sisi lain, investasi asing tunduk pada satu logika, yaitu keuntungan. Maka rumah sakit asing akan masuk bukan untuk memperbaiki pelayanan puskesmas di daerah, melainkan membangun RS super premium di Jakarta, Bali, atau kota besar Indonesia.
Targetnya jelas, kalangan atas dan ekspatriat. Rakyat kecil tidak masuk hitungan.
Pengalaman dari negara berkembang lain menunjukkan, ketika RS asing masuk tanpa kontrol, maka sistem akan terbelah: rumah sakit elite untuk segelintir orang kaya, dan rumah sakit publik yang stagnan untuk mayoritas rakyat.
Terjadi
dual track system,
dua jalur kesehatan yang timpang.
Tenaga medis terbaik pun bisa berpindah ke RS asing karena gaji dan fasilitas lebih menjanjikan. Akibatnya, rumah sakit pemerintah dan daerah makin kekurangan dokter spesialis. Kita mengalami
brain drain
internal yang memperparah ketimpangan layanan.
Studi Liu et al. dalam
Health Policy
menyebut ini sebagai efek struktural yang terjadi ketika liberalisasi kesehatan tidak disertai regulasi distribusi tenaga dan kewajiban pengabdian.
Lebih mengkhawatirkan lagi, jika RS asing hanya menjadi
enclave
eksklusif yang berdiri sendiri, tidak terhubung dengan sistem nasional, tidak melatih dokter lokal, dan tidak menyumbang inovasi untuk riset penyakit tropis.
Dalam skenario ini, Indonesia hanya menjadi pasar, bukan tuan rumah. Bahkan risiko inflasi harga layanan medis bisa terjadi karena pasar menyesuaikan harga dengan standar premium asing, bukan dengan kemampuan ekonomi rakyat.
Saya tidak menolak masuknya rumah sakit asing. Namun, saya menolak jika kehadirannya membuat sistem kesehatan nasional menjadi lebih mahal, lebih eksklusif, dan makin tidak adil. Maka dibutuhkan empat syarat mutlak:
Pertama,
knowledge transfer
. RS asing wajib bermitra dengan RS pendidikan, melatih SDM lokal, dan berbagi teknologi serta sistem manajemen.
Kedua, kewajiban layanan inklusif. Pemerintah bisa mewajibkan minimal 10-15 persen layanan untuk BPJS atau rujukan penyakit nasional sebagai syarat izin operasional.
Ketiga, harga dan etika pasar harus diatur. Perlu batas atas tarif layanan, serta pelarangan pemasaran medis yang menjual ketakutan atau eksklusivitas berlebihan.
Keempat, imbal balik untuk sistem nasional. RS asing harus diwajibkan mendukung riset, program layanan publik, atau subsidi lintas sektor (misalnya ikut membiayai pelayanan primer atau penyakit tropis yang tidak menguntungkan secara bisnis).
Kesehatan adalah hak asasi, bukan sekadar komoditas. Kita bisa membuka pintu investasi, tapi jangan biarkan bangsa ini kehilangan kunci untuk menjaga keadilan dan kedaulatan dalam sistem kesehatannya sendiri.
Investasi asing di sektor medis harus jadi katalis, bukan kolonialis. Jika regulasi kita lemah, maka rumah sakit asing akan menjadi seperti mal mewah yang berkilau, penuh layanan mahal, tapi hanya untuk segelintir orang.
Dan rakyat kecil? Tetap mengantre panjang di puskesmas yang atapnya bocor.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/15/68763af3de214.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Nadiem Sudah Rencanakan Pengadaan Sebelum Jabat Menteri, Dibahas di Grup "Mas Menteri Core Team" Nasional
Nadiem Sudah Rencanakan Pengadaan Sebelum Jabat Menteri, Dibahas di Grup “Mas Menteri Core Team”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Kejaksaan Agung
mengungkapkan bahwa rencana pengadaan program digitalisasi sudah dibahas oleh
Nadiem Makarim
dan dua orang lainnya sebelum ia resmi menjabat sebagai Mendikbudristek.
Hal ini diketahui dari adanya grup yang dibuat oleh Nadiem bersama dengan Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang kemudian menjadi staf khususnya.
“Pada bulan Agustus 2019, bersama-sama dengan NAM, Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Dalam grup WA ini, Nadiem dan dua staf khususnya disebutkan telah membahas soal pengadaan yang akan dilaksanakan saat Nadiem resmi menjabat menteri.
“(Grup WA) yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dan apabila nanti Nadiem Makarim diangkat sebagai Mendikbudristek,” kata Qohar.
Kemudian, dua bulan setelah grup ini dibuat, tepatnya pada 19 Oktober 2019, Nadiem resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mendikbud, yang pada tahun 2021 nomenklaturnya diubah menjadi Mendikbudristek.
Lalu, pada Desember 2019, Jurist Tan mewakili Nadiem melakukan pertemuan dengan Yeti Khim (YK) dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membahas teknis pengadaan menggunakan sistem operasi Chrome.
Setelah itu, Jurist Tan menghubungi Ibrahim Arief dan Yeti Khim untuk membuat kontrak kerja bagi Ibrahim sebagai pekerja di PSPK.
Ibrahim kemudian resmi menjabat sebagai Konsultan Teknologi di Warung Teknologi pada Kemendikbudristek.
Ibrahim ditugaskan untuk membantu membuat kajian yang mengarahkan pengadaan agar menggunakan berbasis Chromebook.
Saat ini, baik Ibrahim maupun Jurist telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan ini.
Sementara itu, dua tersangka lainnya adalah Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Baik Mulyatsyah maupun Sri Wahyuningsih merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan ini.
Dalam kasus ini, keempat tersangka disebutkan bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk mengarahkan pengadaan program digitalisasi pendidikan agar menggunakan laptop berbasis Chromebook.
Para tersangka disebutkan menerima arahan dari eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Namun, saat ini status Nadiem masih sebagai saksi karena belum adanya cukup alat bukti untuk menjeratnya.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh anak-anak sekolah.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/15/68763af3de214.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Alasan Kejagung soal Nadiem Masih Berstatus Saksi meski Perintahkan Gunakan Chromebook
Alasan Kejagung soal Nadiem Masih Berstatus Saksi meski Perintahkan Gunakan Chromebook
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Agung mengatakan, eks Mendikbudristek
Nadiem Makarim
belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 karena belum ada barang bukti yang mencukupi untuk menjeratnya.
“Menetapkan sebagai tersangka itu minimal dua alat bukti. Kami masih kembangkan bukti-bukti yang lain,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Qohar menjelaskan, berdasarkan pengakuan dari empat orang yang menjadi tersangka, Nadiem memerintahkan pelaksanaan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek pada tahun 2020-2022.
Perintah ini Nadiem sampaikan dalam zoom meeting pada tanggal 6 Mei 2020 lalu.
Dalam rapat itu, Nadiem telah memberikan arahan agar pengadaan dilakukan untuk laptop berbasis sistem operasi Chrome alias Chromebook.
Padahal, pada waktu rapat ini dilakukan, proses lelang barang dan jasa belum dilakukan. Meskipun sudah ada keterangan tersangka, penyidik masih memerlukan bukti lain.
“Namun, kami juga perlu alat bukti yang lain. Alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan ahli untuk Nadiem Makarim,” lanjutnya.
Dalam perjalanannya, Kemendikbudristek melakukan pengadaan atau pembelian barang hingga 1,2 juta laptop berbasis Chromebook.
Pengadaan laptop ini menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun yang dananya diambil dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK) daerah.
Namun, berdasarkan perhitungan dari ahli, pengadaan ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Kerugian ini dikarenakan laptop yang sudah dibeli justru tidak dapat digunakan secara maksimal oleh pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“(Laptop) tidak dapat menggunakan secara optimal karena Chrome OS (Operating System) sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” kata Qohar.
Agar bisa digunakan secara optimal, laptop Chromebook harus tersambung dengan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata di seluruh daerah.
Hari ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyah; dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/15/6876733340eae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Laptop Chromebook, Kejagung Sudah Periksa 80 Orang Saksi dan 3 Ahli
Kasus Laptop Chromebook, Kejagung Sudah Periksa 80 Orang Saksi dan 3 Ahli
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Agung (
Kejagung
) menyebut, telah memeriksa sebanyak 80 orang saksi selama kurang lebih dua bulan menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan pengadaan laptop berbasis
Chromebook
di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (
Kemendikbudristek
).
“Perlu kami sampaikan bahwa penyidik sudah melakukan pemeriksaan setidaknya terhadap 80 orang saksi dan 3 orang ahli dari berbagai keahlian yang ada,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Menurut dia, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memang terus maraton mengungkap kasus dugaan korupsi di Kemendikbudristek tersebut.
“Penyidik terus secara maraton melakukan upaya-upaya bagaimana mengungkap mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat terang dari tindak pidana sebagai tujuan dari penyidikan itu sendiri,” ujar Harli.
Salah satu saksi yang diperiksa adalah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Bahkan, terhadap Nadiem sudah diperiksa dua kali sebagai saksi, yakni pada 23 Juni dan 15 Juli 2025.
Hingga akhirnya, Kejagung menetapkan empat orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tersebut.
Keempat orang tersangka itu adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (Ibam); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan, keempat tersangka tersebut telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit. Tetapi, menurut Qohar, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh guru dan siswa.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet. Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Atas perbuatan para tersangka tersebut, Qohar menyebut, negara dirugikan sekitar Rp 1,98 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/15/6876733340eae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Sebut Nadiem Makarim Perintahkan Penggunaan Chrome Google dalam Rapat Zoom
Kejagung Sebut Nadiem Makarim Perintahkan Penggunaan Chrome Google dalam Rapat Zoom
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek)
Nadiem Makarim
disebut memerintahkan pelaksanaan program Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) untuk tingkat Paud, SD, SMP, dan SMA, menggunakan sistem operasi chrome dari Google.
Hal itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) pada Kejaksaan Agung, Abdul Qohar saat memaparkan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2020-2022.
Diketahui, Kejaksaan Agung (
Kejagung
) memang tengah menyidik kasus dugaan korupsi proyek pengadaan yang nilai anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun di Kemendikbudristek.
Qohar menyebut, perintah menggunakan operasi chrome dari Google itu disampaikan Nadiem Anwar Makarim (NAM) selaku Mendikbudristek dalam rapat zoom tanggal 6 Mei 2020.
Rapat tersebut, menurut dia, dihadiri eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (Ibam); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
“Pada 6 Mei 2020 JT bersama dengan SW, MUL, kemudian Ibam dalam rapat yang dipimpin langsung oleh NAM. Dalam rapat itu, NAM perintahkan pelaksanakan program TIK dengan menggunakan chrom OS dari google padahal saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” kata Qohar saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Namun, sebelum itu, Qohar mengungkapkan bahwa NAM sudah membahas perihal anggaran program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek bersama dengan Ibam dan Viona sebelum diangkat jadi Mendikbudristek.
Hingga akhirnya, pada 19 Oktober 2019, NAM diangkat menjadi Mendikbudristek. Lalu, JT mewakili NAM membahas teknis mengenai program digitalisasi pendidikan tersebut.
Bahkan, Qohar mengungkapkan bahwa NAM bertemu dengan pihak Google pada Februari dan April 2020.
Namun, Kejaksaan belum menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Qohar mengatakan, penyidik masih mendalami dan mengembangkan alat bukti terkait keterlibatan Nadiem.
Ditambah lagi, menurut dia, pengadaan chromebook belum dilaksanakan saat Nadiem memerintahkan penggunakan operasi chrome Goolgle untuk pengadaan program TIK.
“Memang dari keterangan para saksi termasuk empat yang sudah jadi tersangka ini, memang ada rapat zoom meeting yang dipimpin NAM, yang mana di sana agar menggunakan chrome os, yang pada saat itu seperti saya sampaikan belum dilakukan lelang atau proses pengadaan barang dan jasa,” ujar Qohar.
“Namun, kami juga perlu alat bukti lain, alat bukti dokumen, alat bukti petunjuk, alat bukti ket ahli untuk NAM. Untuk itu, ketika dua alat bukti cukup pasti penyidik akan menetapkan siapapun orangnya sebagai tersangka,” katanya lagi.
Sebagaimana diketahui, Kejagung menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Keempat orang tersangka itu adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (Ibam); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/10/686fc1228acc7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Kejagung Tetapkan 4 Tersangka Kasus Laptop Chromebook Kemendikbudristek Nasional
Kejagung Tetapkan 4 Tersangka Kasus Laptop Chromebook Kemendikbudristek
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Kejaksaan Agung
menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan
korupsi pengadaan laptop
berbasis Chromebook di
Kemendikbudristek
tahun 2019-2022.
Keempat orang ini adalah eks Stafsus Mendikbudristek era
Nadiem Makarim
,
Jurist Tan
; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh anak-anak sekolah.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit. Tapi, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet. Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3 T.
Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Para Tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/21/68065c83e5da4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Mengapa WNA Kini Ramai ke Jakarta Selatan? Ini Alasannya Megapolitan
Mengapa WNA Kini Ramai ke Jakarta Selatan? Ini Alasannya
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com —
Pemerintah mengungkap sejumlah faktor yang menjadikan
Jakarta Selatan
(
Jaksel
) sebagai magnet baru bagi
Warga Negara Asing
(
WNA
).
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Jakarta Selatan mencatat bahwa wilayah ini semakin diminati oleh warga asing.
Di antara alasanya karena keamanan politik yang relatif stabil dan biaya hidup yang tergolong murah.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Bugie Kurniawan dalam forum rapat bertema “Pengaruh Geopolitik Saat Ini terhadap Pengawasan Orang Asing di Indonesia”, Selasa (15/7/2025).
“Faktor-faktor seperti kondisi politik yang relatif aman, iklim ekonomi stabil, dan biaya hidup yang murah membuat Indonesia, khususnya Jakarta Selatan, menjadi tujuan menarik bagi mereka,” ujar Bugie, dikutip dari
Antara
.
Bugie menyoroti bahwa meningkatnya ketegangan geopolitik global, termasuk konflik di sejumlah negara, mendorong sebagian WNA mencari tempat tinggal yang lebih aman. Jakarta Selatan dinilai memenuhi kriteria tersebut.
Namun, peningkatan migrasi WNA juga disadari sebagai potensi tantangan baru, khususnya dari sisi pengawasan dan keamanan wilayah.
“Ini bisa meningkatkan risiko terhadap gangguan keamanan, terutama bila keberadaan WNA tidak sesuai aturan yang berlaku,” tambah Bugie.
Sebagai respons terhadap dinamika ini, Kantor Imigrasi Jakarta Selatan memperkuat koordinasi dengan Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) yang terdiri dari unsur Imigrasi, TNI, Polri, BIN, serta instansi pemerintah lainnya.
Rapat Timpora tersebut menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjaga keamanan nasional, terutama melalui pengawasan yang responsif terhadap pergerakan orang asing di Jakarta Selatan.
“Kami terus membangun sinergi dalam pemetaan dan pencegahan terhadap ancaman keamanan yang mungkin ditimbulkan oleh keberadaan WNA,” kata Bugie.
Sebagai bagian dari upaya penegakan hukum, Imigrasi Jakarta Selatan telah mendeportasi 18 WNA sepanjang Juni 2025 akibat pelanggaran keimigrasian.
WNA yang paling banyak dideportasi berasal dari Spanyol, Rusia, India, Pakistan, dan Libya.
Selain itu, pengawasan rutin juga dilakukan ke 190 lokasi berbeda di wilayah Jakarta Selatan, termasuk apartemen, tempat usaha, dan institusi pendidikan.
Menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, jumlah penduduk WNA di Jakarta Selatan mencapai 3.046 jiwa pada tahun 2024.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/15/6875db3d64b5d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)