Bupati dan Walkot di Jabar Bolehkan “Study Tour”, Dedi Mulyadi: Pendidikan Harus Bebas dari Eksploitasi Siswa
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi
menanggapi keputusan sejumlah bupati dan wali kota yang kembali mengizinkan sekolah menggelar kegiatan
study tour
, meskipun dengan berbagai catatan.
Menurut Dedi, menjadikan anak sekolah sebagai obyek dalam upaya peningkatan kunjungan wisata daerah merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar akademis maupun moral.
Karena alasan tersebut, Pemprov Jawa Barat melarang kegiatan study tour di sekolah.
Kebijakan ini sejalan dengan larangan lainnya seperti penjualan LKS dan baju seragam oleh pihak sekolah yang berpotensi menjadikan siswa sebagai obyek ekonomi.
Dedi menilai, menjadikan anak sekolah sebagai obyek ekonomi sama saja dengan memperlakukan siswa sebagai material yang dieksploitasi demi keuntungan ekonomis.
“Sedangkan pendidikan itu harus terbebas dari nilai-nilai yang bersifat eksploitatif,” kata Dedi dalam rekaman video yang diterima
Kompas.com
, Sabtu (26/7/2025).
Ia mengatakan, jika ingin meningkatkan kunjungan wisata, pemerintah kabupaten dan kota harus mulai menata daerahnya, terutama dari aspek kebersihan dan estetika.
Tidak boleh lagi ada bangunan kumuh, dan sungai-sungai harus dijaga agar tetap bersih dan tertata dengan baik.
“Kemudian juga bangunan-bangunan
heritage
-nya harus dijaga estetikanya dengan baik. Bebaskan berbagai pungutan liar dari parkir liar, calo tiket, atau kadang ada satu obyek itu ada dua tiket,” ucap Dedi.
Selanjutnya, pemerintah daerah juga harus bisa menata pedagang di lokasi wisata dengan menyajikan dagangan yang berkualitas serta tidak mematok harga seenaknya kepada para pembeli.
“Yang berikutnya adalah para pemandu wisatanya harus dikembangkan dengan baik dan membangun keamanan dalam lingkungan dengan tempat kunjungan wisatanya,” tuturnya.
Dedi meyakini, bila infrastruktur obyek wisata di daerah ditata dan diperbaiki, maka dapat meningkatkan kunjungan wisatawan tanpa harus mengeksploitasi dari kalangan pelajar sekolah.
“Kalau semuanya dilakukan, daerahnya tertata, bersih, para pedagangnya jujur, tidak ada pungli. Kemudian ada rasa nyaman, infrastrukturnya dibangun agar tidak terjadi kemacetan yang panjang. Jangan khawatir, wisatawan akan datang berbondong-bondong,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/06/19/6853596f3b091.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus… Nasional 26 Juli 2025
18 Tahun Penjara untuk Zarof Ricar Sang Makelar Kasus…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
memperberat hukuman mantan pejabat Mahkamah Agung (MA)
Zarof Ricar
dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.
Zarof merupakan terdakwa kasus korupsi terkait pemufakatan jahat dalam percobaan suap hakim kasasi yang menyidangkan perkara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur dan gratifikasi.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun,” kata kata ketua majelis hakim PT Jakarta Albertina Ho dalam salinan putusan sebagaimana dikutip, Jumat (25/7/2025).
Selain pidana badan, majelis hakim juga tetap menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara itu, barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditetapkan sebagai barang bukti tetap disita untuk negara.
“Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata mantan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tersebut.
Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama, Zarof dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Perbuatannya dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Zarof dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
Atas vonis pada pengadilan tingkat pertama itu, Kejaksaan Agung mengajukan banding.
Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, mengungkapkan alasannya terkait uang senilai Rp 8,8 miliar yang harus dikembalikan kepada Zarof Ricar.
“Kenapa kami banding? Karena pertimbangan barang bukti yang mengarah itu dikembalikan senilai Rp 8 miliar. Kami tidak sepaham dengan itu,” kata Sutikno dikutip dari
Antaranews
, Kamis (26/6/2025).
Setelah putusan banding dijatuhkan, Kejagung belum berkomentar lebih jauh karena belum mendapatkan salinan putusan banding dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“(Kejaksaan) sampai saat ini belum mendapatkan salinan lengkapnya. Saya tidak bisa berkomentar terlalu jauh, tapi saya mendengar hanya dari berita-berita dari luar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Jumat
Anang mengatakan, Kejaksaan baru akan menyatakan sikap setelah menerima dan menelaah putusan banding yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi.
Selain dihukum karena pemufakatan jahat, Zarof kini terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara.
Kasus suap ini terkuak usai Kejagung menemukan uang senilai Rp 920 miliar dan 51 kg emas saat menggeledah rumah Zarof Ricar.
“Ini pengembangan dari data-data yang kita temukan kita geledah di rumah ZR beberapa waktu lalu,” ujar eks Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, 10 Juli 2025.
Harli mengatakan, Zarof bersama dengan Lisa Rachmat (LR) dan Isidorus Iswardojo (II) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung tahun 2023-2025.
Saat itu, Isidorus yang tengah berperkara meminta bantuan Zarof melalui Lisa, pengacaranya, untuk memenangkan perkara di tingkat banding dan kasasi.
“Maka LR (Lisa Rachmat) juga bersepakat dengan II dan meminta ZR untuk melakukan suap,” lanjut Harli.
Komplotan ini diduga menyuap majelis hakim di PT DKI dan di MA, masing-masing senilai Rp 5 miliar.
Sementara, Zarof menerima uang senilai Rp 1 miliar sebagai imbalan.
“Kalau penanganan perkara yang di Pengadilan Tinggi, itu sekitar Rp 6 miliar. Jadi, Rp 5 miliar menurut ZR akan diserahkan ke majelis dan Rp 1 miliar sebagai fee. Sedangkan, di tingkat kasasi sekitar Rp 5 miliar,” lanjut Harli.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/14/68748386e8614.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek Era Nadiem: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet Nasional
Dugaan Korupsi di Kemendikbudristek Era Nadiem: Chromebook, Google Cloud, dan Kuota Internet
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Aparat penegak hukum mencium ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era
Nadiem Makarim
.
Setelah Kejaksaan Agung (
Kejagung
) membongkar kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) membuka penyelidikan soal korupsi di tubuh Kemendikbudristek.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, dugaan korupsi yang diselidiki KPK berkaitan dengan pengadaan
Google Cloud
dan kuota internet gratis.
“Ada perangkat kerasnya (laptop Chromebook), ada tempat penyimpanan datanya (Google Cloud), ada paket datanya (kuota internet gratis) untuk menghidupkan itu (laptop Chromebook). Iya betul (ada penyelidikan kuota internet gratis terkait Google Cloud dan Chromebook),” kata Asep, Jumat (25/7/2025), dikutip dari
Antara
.
Kendati ada kaitannya, Asep menyebutkan bahwa kasus yang diselidiki oleh KPK berbeda dengan
kasus korupsi laptop Chromebook
yang bergulir di Kejagung.
“Terkait dengan Google Cloud, apakah sama dengan Chromebook yang sekarang sedang ditangani? Berbeda jawabannya,” ujar Asep.
Ia menjelaskan, pengusutan kasus laptop Chromebook berkaitan dengan perangkat keras, sedangkan penanganan kasus Google Cloud yang diusut berkaitan dengan peranti lunak.
Meski ada perbedaan di dalam penanganannya, Asep menegaskan, KPK tetap berkomunikasi dengan Kejagung dalam menangani kasus ini.
“Kami tentunya juga sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung untuk penanganan perkaranya karena nanti ini menjadi hal yang berbeda. Walaupun, ini paket yang tidak bisa dipisah antara
hardware
dengan
software
,” kata Asep.
Asep menyebutkan, kasus yang ditangani KPK ini terjadi pada masa pandemi Covid-19 lalu.
“Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep, Kamis (24/7/2025).
Asep mengatakan, penyimpanan data tersebut sangat besar sehingga harus dilakukan pembayaran terhadap Google Cloud.
Dia mengatakan, proses pembayaran tersebut yang tengah diselidiki KPK.
Sementara itu, diketahui bahwa Kemendikbudristek pernah memberikan bantuan kuota internet untuk membantu kelancaran sistem pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19.
Untuk peserta didik jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapatkan 20 GB per bulan, dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB.
Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB.
Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.
Sementara kasus di KPK masih berada dalam tahap penyelidikan, Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Mereka adalah mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih.
Kejagung menduga kasus korupsi pengadaan laptop tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.
Dugaan kasus korupsi ini bermula pada 2020-2022, saat Kemendikbudristek melaksanakan kegiatan pengadaan laptop untuk siswa pendidikan usia dini (PAUD), SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran sebesar Rp 9,3 triliun.
Laptop tersebut nantinya akan dibagikan dan digunakan anak-anak sekolah, termasuk yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Dalam proses pengadaan laptop itu, keempat tersangka diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS atau Chromebook.
Padahal, dalam kajian awal Kemendikbudristek, laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook memiliki sejumlah kelemahan, sehingga dinilai tidak efektif digunakan di Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/25/6883409c3145a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Vonis Hasto: Tak Terbukti Rintangi Kasus Harun Masiku, Dihukum karena Suap Nasional 26 Juli 2025
Vonis Hasto: Tak Terbukti Rintangi Kasus Harun Masiku, Dihukum karena Suap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sidang kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto
telah berakhir.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara terhadap Hasto karena dinilai terbukti menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 Wahyu Setiawan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” kata ketua majelis hakim Rios Rahmanto di ruang sidang Kusumah Atmaja, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Selain pidana badan, Hasto juga dihukum membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
Vonis terhadap Hasto ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 7 tahun penjara.
Hakim menilai, Hasto terbukti menyiapkan uang Rp 400 juta untuk menyuap Wahyu agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu.
Namun, hakim berpandangan bahwa Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan Harun Masiku sebagaimana dakwaan pertama jaksa KPK.
Bagaimana jelasnya putusan hakim pada
sidang vonis Hasto
Kristiyanto kemarin?
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan
kasus Harun Masiku
.
Anggota majelis hakim dalam sidang tersebut, Sunoto, menyampaikan, majelis sependapat dengan ahli pidana Khairul Huda dan Mahrus Ali bahwa Pasal 21 itu merupakan delik materiil yang mensyaratkan adanya bukti nyata penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang yang gagal.
“Namun dalam perkara ini tidak terbukti adanya kegagalan penyidikan karena faktanya penyidikan terhadap Harun Masiku tetap berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku,” kata Sunoto.
Menurut hakim, fakta persidangan menunjukkan bahwa KPK yang mengusut perkara ini, pada kenyataannya, melanjutkan penyidikan kasus Harun Masiku.
Hal ini ditunjukkan dengan terbitnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) tanggal 9 Januari 2020 yang menetapkan sejumlah tersangka terkait Harun Masiku.
Di sisi lain, tudingan jaksa bahwa Hasto memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk merendam handphone pada 6 Juni 2024 juga terbantahkan karena perangkat keras itu disita KPK pada 10 Juni 2024.
“(Handphone) dapat disita KPK pada 10 Juni 2024, pengakuan saksi penyidik bahwa koordinat Harun Masiku sudah diketahui KPK,” tutur Sunoto.
Menurut hakim, jaksa hanya berasumsi bahwa sosok “Bapak” yang memerintahkan Harun Masiku merendam handphone adalah Hasto.
Adapun kata “Bapak” menjadi salah satu materi yang dinilai sebagai indikasi dan terkait bukti bahwa Hasto mengarahkan Harun sehingga lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
Pesan untuk merendam
handphone
disampaikan petugas keamanan Rumah Aspirasi, Nurhasan, kepada Harun melalui telepon yang disadap KPK.
“Menimbang bahwa terhadap replik JPU yang menyatakan Nurhasan dan Harun Masiku sudah jelas memahami siapa ‘Bapak’ yang dimaksud tanpa perlu bertanya lebih lanjut, majelis perlu mempertimbangkan bahwa interpretasi ini bersifat asumtif dan tidak didukung bukti konkrit yang menunjukkan langsung kepada terdakwa,” ujar hakim Sunoto.
Sementara, majelis hakim menyatakan Hasto terbukti menyediakan dana Rp 400 juta untuk menyuap Wahyu Setiawan guna memuluskan pengurusan PAW Anggota DPR Harun Masiku.
“Menimbang berdasarkan analisis komprehensif terhadap bukti komunikasi yang otentik, inkonsistensi pernyataan saksi antara persidangan terdahulu dengan persidangan ini serta analisis linguistik yang memperkuat interpretasi komunikasi, majelis berkesimpulan bahwa dana Rp 400 juta yang diserahkan Kusnadi kepada Doni Tri Istiqomah pada 16 Desember 2019 berasal dari terdakwa (Hasto) bukan dari Harun Masiku sebagaimana yang dipersidangkan terlebih dahulu,” kata hakim.
Hakim mengatakan, pernyataan Hasto yang menyebutkan tidak menyerahkan uang Rp 400 juta tidak dapat diterima dan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
“Menimbang bahwa dengan demikian, pernyataan terdakwa yang tidak menyerahkan dana Rp 400 juta tidak dapat diterima dan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terdakwa yang menyediakan dana tersebut untuk operasional suap kepada Wahyu Setiawan,” ujarnya.
Hakim juga menyebut Hasto Kristiyanto sejak awal berkomitmen menyediakan dana talangan suap sebesar Rp 1,5 miliar untuk Harun Masiku.
“Menimbang pola komunikasi yang konsisten pada rekaman percakapan 13 Desember 2019 yang menyebutkan ‘jadi mas Hasto nalangi full 1,5 (Rp 1,5 miliar)’ menunjukkan sejak awal terdakwa (Hasto Kristiyanto) berkomitmen untuk menyediakan dana talangan penuh apabila diperlukan,” kata hakim Sigit Herman Binaji
Sigit mengatakan, komitmen Hasto tersebut terbukti saat adanya penyerahan dana sebesar Rp 400 juta melalui staf pribadinya.
“Realisasinya terbukti pada penyerahan dana Rp 400 juta pada 16 Desember 2019,” ujar Sigit.
Majelis hakim menilai Hasto telah merusak citra lembaga Pemilu.
Selain itu, Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Perbuatan terdakwa dapat merusak citra lembaga penyelenggara pemilu yang seharusnya independen dan berintegritas,” tutur hakim.
Di sisi lain, ada sejumlah hal yang meringankan
vonis Hasto
.
Hasto telah bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
“Terdakwa (juga) telah mengabdi pada negara melalui berbagai posisi publik,” ucap Hakim.
Hal meringankan selanjutnya adalah Hasto punya tanggungan keluarga.
“Terdakwa memiliki tanggungan keluarga,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di tempat yang sama.
Menanggapi putusan tersebut, Hasto menilai dirinya telah menjadi korban dari komunikasi anak buahnya.
“Saya menjadi korban dari komunikasi anak buah, di mana di dalam persidangan ini juga, seluruh dana, di bawah sumpah ya, itu dana berasal dari Harun Masiku,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa di dalam Putusan Nomor 18 dan 28 Tahun 2020 terkait perkara yang sama telah terungkap bahwa seluruh dana yang diduga dipakai untuk menyuap penyelenggara pemilu berasal dari Harun Masiku.
“Termasuk ada suatu fakta yang sangat penting, bahwa dana dari Harun Masiku yang pertama itu bukanlah Rp 400 juta, sebagai hasil utak atik gathuk Rp 600 (juta) dikurangi Rp 200 (juta) menjadi Rp 400 (juta),” kata Hasto.
“Tetapi adalah Rp 750 juta. Dan itu yang juga kami tegaskan di pleidoi juga di dalam sidang Nomor 18 dan 28/2020 tersebut,” ucap dia.
Kendati demikian, ia menerima vonis tersebut dengan kepala tegak.
“Karena itulah kepada simpatisan anggota PDI-P khususnya dari DPP, DPD, DPC, seluruh anak ranting, ranting PAC, rapdam hingga satgas partai kami mengucapkan terima kasih atas dukungannya, dengan putusan ini kepala saya tegak,” ujar Hasto.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/22/687f51a5771ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Berita Pekan Ini: Banyak Koperasi Merah Putih di Daerah Belum Beroperasi Usai Diresmikan, Masalah Modal Jadi Faktor Utama Regional 26 Juli 2025
Berita Pekan Ini: Banyak Koperasi Merah Putih di Daerah Belum Beroperasi Usai Diresmikan, Masalah Modal Jadi Faktor Utama
Editor
SURABAYA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto meluncurkan secara resmi sebanyak 80.000
Koperasi Merah Putih
pada Senin (21/7/2025).
Sejumlah pejabat tinggi menghadiri acara ini, sebut saja Menko Bidang Pangan Zulhifli Hasan, Menteri Desa Yandri Susanto, Menteri Koperasi Budi Arie, dan Mendagri Tito Karnavian.
Usai diresmikan, ternyata banyak Koperasi Merah Putih yang belum beroperasi.
Umumnya, masalah utama yang menjadi kendala Koperasi Merah Putih berasal dari ketiadaan modal.
Misalnya, di Sikka, Nusa Tenggara Timur, sebanyak 194
Koperasi Desa Merah Putih
belum beroperasi karena masih menunggu modal.
194 Koperasi Desa Merah Putih di Sikka Belum Beroperasi, Pemkab: Masih Tunggu Modal
Juga ada sebanyak 281 Koperasi Merah Putih di Bangkalan, Jawa Timur belum berjalan karena sejumlah kendala.
Selain legalitas yang belum siap untuk meminjam modal ke bank, serta pendamping dari kementerian yang belum datang juga menjadi kendala.
281 Koperasi Merah Putih di Bangkalan Belum Berjalan, Diskop Ungkap Sejumlah Kendala
Masih di Jawa Timur, pendanaan Koperasi Merah Putih di Sumenep juga belum ada.
Karena anggarannya masih tertahan di Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) Perubahan 2025 Pemkab Sumenep.
Pendanaan Koperasi Merah Putih di Sumenep Tertahan di APBD Perubahan
Cerita lucu juga datang dari Ketua Koperasi Merah Putih di Sumenep.
Mereka belum memiliki modal, namun sudah ada yang berencana mengajukan pinjaman sebesar Rp 100 juta ke mereka.
Cerita Ketua Koperasi Merah Putih di Sumenep: Belum Ada Modal, Sudah Ada yang Minta Pinjam Rp 100 Juta
Di Jawa Tengah, Koperasi Merah Putih di Purworejo juga tidak bisa beroperasi karena masalah modal yang belum ada.
Koperasi Merah Putih di Purworejo Mandek, Ketua Kopdes: Bagaimana Mau Jalan Kalau Modal Belum Ada?
Selain modal, masalah legalitas yang belum siap juga menjadi kendala dalam pengoperasian Koperasi Merah Putih.
Di Lhokseumawe, Aceh, belum ada Koperasi Merah Putih yang beroperasi.
Karena koperasi tersebut masih melengkapi dokumen-dokumen usahanya.
Dua Hari Diresmikan Presiden, Belum Ada Koperasi Merah Putih di Lhokseumawe Aceh yang Beroperasi
Sebanyak 205 Koperasi Merah Putih di Lumajang, Jawa Timur juga belum mulai beroperasi karena masih dalam proses pengurusan legalitas.
205 Koperasi Merah Putih di Lumajang Belum Beroperasi (masih pengurusan legalitas
Masalah legalitas ini juga, yang kemudian membuat sejumlah pengurus di Koperasi Merah Putih di Bondowoso, Jawa Timur mengundurkan diri.
Mereka yang mengundurkan diri karena takut berurusan dengan proses hukum karena ketidakjelasan legalitas koperasi tersebut.
Baru Diresmikan, Sejumlah Pengurus Koperasi Merah Putih di Bondowoso Justru Mendadak Mundur
Selain itu, keberadaan pendampingan, baik dari Pemerintah Provinsi maupun pusat juga sangat penting dalam keberlanjutan pengoperasian Koperasi Merah Putih, seperti di Kalimantan Tengah.
Baru Diluncurkan, Koperasi Merah Putih di Kalteng Butuh Pendampingan Pemprov
Masalah modal, manajemen dan pendampingan ini, telah dilakukan pihak swasta seperti PT Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Seperti yang dilakukan terhadap Koperasi Desa Merah Putih Pucangan, Tuban, Jawa Timur.
Namun, karena koperasi tersebut meniadakan kontribusi mereka, Ponpes Sunan Drajat sempat kecewa dan menarik seluruh barang dari koperasi ini pada Selasa (22/7/2025).
Koperasi Merah Putih di Tuban Ditutup 1 Hari Usai Diresmikan, Perusahaan Mitra Tarik Semua Barang
Meski kemudian, Koperasi Desa Merah Putih Pucangan ini kembali buka karena sudah meminta maaf dan Ponpes Sunan Drajat memaafkan dan membuka kembali kontrak kerja sama.
Kepala Desa Pucangan Menyesal: Pihak Pondok Pesantren Sunan Drajat Berperan Besar untuk Koperasi Desa Merah Putih
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/21/687de911f32a2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Berkaca dari Kasus Tom Lembong, Eks Pimpinan KPK Khawatir Kopdes Merah Putih Dapat Dijerat Pidana Nasional
Berkaca dari Kasus Tom Lembong, Eks Pimpinan KPK Khawatir Kopdes Merah Putih Dapat Dijerat Pidana
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Saut Situmorang
khawatir program
Koperasi Desa Merah Putih
dapat dijerat pidana, menyusul vonis 4,5 tahun untuk
Tom Lembong
dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
“Hari ini kan lagi rame. Hari ini diresmikan Koperasi (Desa/Kelurahan) Merah Putih. Hari ini diresmikan. Itu (Presiden) Prabowo bisa dihukum sama 3 hakim (yang memvonis Tom) ini loh, nanti,” kata Saut Situmorang dalam program
Gaspol! Kompas.com
, dikutip Sabtu (26/7/2025).
Pasalnya, vonis itu didapat Tom lantaran majelis hakim menilai mantan Menteri Perdagangan tersebut menganut sistem ekonomi kapitalis dalam mengimpor gula, bukan Pancasila.
Sementara, Saut menyebutkan bahwa program koperasi lekat dengan sistem ekonomi Sosialis, yang sama-sama bukan Pancasila.
Ia tidak memungkiri, tujuan dibentuknya Koperasi Desa Merah Putih sangat baik, yakni agar terjadi pemerataan ekonomi di desa-desa.
Namun, vonis hakim dalam kasus Tom Lembong justru membuktikan bahwa menganut sistem ekonomi tertentu dalam pengambilan kebijakan dapat dijerat pidana.
“Lo bicara koperasi, lo bicara sosialis. Ini kan Lembong ini dikenakan karena kapitalis, kan. Kalau kapitalis bisa dihukum, sosialis bisa dihukum. Hati-hati, Prabowo bakal dihukum sama (tiga) orang (hakim) ini,” ucap Saut.
“Karena dia bilang kalau kapitalis bisa dihukum, sosialis bisa, dong. Jadi hati-hati nih di Koperasi Merah Putih,” imbuh dia.
Karena hal itu pula, ia menilai vonis majelis hakim terhadap Tom sangat tidak beralasan.
Ia tidak menemukan adanya
mens rea
atau niat jahat Tom untuk memperkaya diri sendiri saat mengimpor gula.
Saut pun menilai para hakim yang mengadili Tom perlu dilaporkan kepada Mahkamah Kehormatan Hakim karena dianggap melakukan penilaian subjektif.
“Tiga orang ini mesti dibawa ke Mahkamah Kehormatan Hakim sebenarnya. Bisa dibawa mereka ke sana. Itu bisa dibahas. Yang menurut saya, kalau kita bicara pertimbangan-pertimbangan kapitalis dihukum, sosialis nggak dihukum, itu menjadi aneh,” kata Saut.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dihukum 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Thomas Trikasih Lembong, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika, membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) lalu.
Hakim menilai Tom Lembong mengedepankan ekonomi kapitalis dalam kebijakan impor gulanya, bukan
ekonomi Pancasila
.
Argumentasi soal “ekonomi kapitalis” ini menjadi salah satu hal yang memberatkan hukuman Tom Lembong.
Di sisi lain, argumentasi ini mendapat kritikan dari banyak pihak.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD misalnya, menilai putusan itu keliru.
“Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” kata Mahfud kepada
Kompas.com
, Selasa (22/7/2025).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah juga mengungkapkan belum pernah menemukan putusan pengadilan seperti yang dialami Tom.
Wana menyebut, putusan hakim terkait perbuatan Tom yang menjalankan ekonomi kapitalis perlu didiskusikan di ruang publik.
“Paling tidak sampai saat ini belum pernah menemukan putusan yang semacam itu. Jadi rasanya ini penting juga untuk dijadikan sebagai diskursus publik mengenai kerugian yang mengakibatkan untuk kapitalis,” kata Wana di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (23/7/2025).Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
-
/data/photo/2025/07/25/6883917660128.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lonjakan Harga-harga di Mahulu Dampak Kemarau, Beras Tembus Rp 1,2 Juta Per Karung, Migor Rp 200.000 Per 2 Liter Regional 26 Juli 2025
Lonjakan Harga-harga di Mahulu Dampak Kemarau, Beras Tembus Rp 1,2 Juta Per Karung, Migor Rp 200.000 Per 2 Liter
Editor
MAHAKAM ULU, KOMPAS.com
– Harga-
harga kebutuhan pokok
di Kabupaten
Mahakam Ulu
, Kalimantan Timur, mengalami lonjakan tajam akibat dampak
kemarau panjang
yang mengganggu
akses transportasi
barang ke daerah tersebut.
Harga beras kini mencapai Rp 1,2 juta per karung berisi 25 kilogram, sedangkan elpiji ukuran 3 kilogram dijual dengan harga Rp 400.000 per tabung.
Kenaikan harga ini bisa mencapai lebih dari 100 persen.
Long Pahangai dan Long Apari menjadi kecamatan yang paling terdampak oleh situasi ini.
Surutnya Sungai Mahakam membuat pengangkutan barang menggunakan armada sungai, seperti longboat dan speedboat, tidak dapat dilakukan secara normal.
“Wilayah Long Pahangai dan Long Apari saat ini sangat kesulitan mendatangkan barang karena Sungai Mahakam sudah sangat surut. Armada sungai sulit melintas,” ungkap Huvang, salah satu warga setempat, saat diwawancarai pada Jumat (25/7/2025).
Meskipun terdapat alternatif akses darat, opsi tersebut sangat terbatas.
Mobil jenis double cabin hanya dapat mencapai titik tertentu, seperti Long Lunuk.
Namun, biaya sewa mobil untuk mengantar barang sangat mahal, berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 6 juta per perjalanan.
“Truk agak sulit masuk karena medan berat. Jadi hanya mobil biasa yang bisa, itu pun kapasitasnya kecil,” tambah Huvang.
Dampak dari kemacetan logistik ini sangat terasa dalam lonjakan harga sejumlah bahan pokok.
Rini, warga Long Apari lainnya, menyatakan bahwa harga beras kini mencapai Rp 1,2 juta per karung berisi 25 kilogram.
“Di kampung kami, harga satu sak beras sudah Rp 1,2 juta. Minyak goreng dua liter Rp 200.000, dan yang lima liter Rp 250.000,” ucap Rini.
Harga elpiji ukuran 3 kilogram kini mencapai Rp 400.000, sementara gas ukuran 12 kilogram bahkan bisa menembus Rp 1 juta.
Selain itu, harga gula pasir melonjak menjadi Rp 40.000 per kilogram, dan sebutir telur ayam dihargai Rp 10.000.
Harga-harga itu rata-rata melonjak lebih dari 100 persen.
Rini juga menambahkan bahwa satu-satunya transportasi menuju kampung-kampung terdalam, seperti Nohatifap, hanya dapat menggunakan perahu ces, dengan harga bahan bakar mencapai Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per liter.
“Kalau musim kemarau, jalur air makin sulit. Transportasi darat hanya sampai Tiong Ohang. Selebihnya, semua harus lewat sungai lagi,” ujarnya dengan nada prihatin.
Baik Huvang maupun Rini berharap pemerintah dapat memperhatikan akses darat ke Mahulu, khususnya ke wilayah hulu.
Mereka berpendapat bahwa jika infrastruktur jalan ditingkatkan, distribusi logistik bisa lebih murah dan stabil, terutama saat musim kemarau.
“Kalau akses darat baik, ongkos distribusi bisa ditekan. Sekarang ini, kemarau panjang membuat kami benar-benar terisolasi,” tutur Huvang.
Pemerintah daerah diharapkan segera turun tangan untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang agar krisis logistik seperti ini tidak terus berulang.
(Penulis: Kontributor Kalimantan Timur, Pandawa Borniat)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/22/67b949c960226.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluhan Pengurus Koperasi Merah Putih di Purworejo, Banyak Nombok karena Operasional Belum Cair Regional 26 Juli 2025
Keluhan Pengurus Koperasi Merah Putih di Purworejo, Banyak Nombok karena Operasional Belum Cair
Tim Redaksi
PURWOREJO, KOMPAS.com
– Pengurus
Koperasi Desa Merah Putih
(Kopdes Merah Putih) di Kabupaten
Purworejo
mengeluhkan belum adanya anggaran operasional dari pemerintah.
Akibatnya, banyak pengurus terpaksa merogoh kocek pribadi untuk menjalankan roda organisasi yang belum sepenuhnya bergerak.
Biaya yang harus ditanggung sendiri oleh para pengurus meliputi ongkos fotokopi, pencetakan dokumen, pembelian meterai, pembukaan rekening koperasi di Bank Jateng, hingga keperluan penyusunan administrasi lainnya.
“Banyak ketua atau pengurus lain yang nombok untuk uang fotokopi, print, meterai, buka rekening di Bank Jateng, bikin buku koperasi, dan lainnya,” kata Ketua Kopdes Merah Putih Desa Ngentak, Kecamatan Ngombol, Marnie, pada Jumat (25/7/2025).
Marnie menjelaskan bahwa semua biaya yang dikeluarkan tersebut dapat diklaim ke koperasi jika sudah ada modal, asalkan disertai kuitansi.
Namun, hingga saat ini, belum ada petunjuk teknis mengenai operasional koperasi ke depan. “Sebenarnya bisa diklaimkan ke koperasi jika sudah ada modal asal ada kuitansi,” ujarnya.
Beban yang ditanggung pengurus bukan hanya bersifat administratif.
Biaya transportasi untuk mengurus legalitas koperasi dan koordinasi dengan instansi terkait juga harus ditanggung sendiri oleh Ketua, Sekretaris, dan Bendahara (KSB). “Yang jelas, uang bensin KSB untuk wara-wiri pasti uang kami sendiri,” tambah Marnie.
Kondisi serupa juga dialami oleh banyak pengurus koperasi lain di berbagai desa di Purworejo.
Marnie menegaskan bahwa hingga kini belum ada alokasi anggaran dari pemerintah daerah untuk operasional dasar koperasi.
Satu-satunya dukungan konkret dari pemerintah saat ini adalah bantuan biaya notaris melalui kerja sama dengan Bank Jateng untuk memenuhi legalitas badan hukum koperasi.
Lebih lanjut, Marnie menyampaikan keprihatinannya atas kurangnya arahan teknis atau pelatihan dari pemerintah.
Ia menilai program yang seharusnya dapat menggerakkan ekonomi desa ini terkesan dijalankan terburu-buru dan minim pendampingan.
“Dari ratusan (454) kopdes/koplur, sebagian besar belum jalan. Kendala mendasar adalah permodalan, bagaimana akan jalan kalau modal belum ada?” kata Marnie.
Ia berharap agar ke depan, Pemerintah Kabupaten dan pemerintah pusat tidak hanya mengejar target pembentukan koperasi, tetapi juga memberikan dukungan nyata agar koperasi dapat berdampak pada kesejahteraan warga desa.
“Harapan kami, agar pemerintah benar-benar serius dengan program koperasi Merah Putih ini. Minimal ada pendampingan yang serius,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/24/6881bf5ae8fc1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/10/686fd26fe1c7d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/26/68840d8271906.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)