Dedi Mulyadi Hentikan Penerbitan Izin Perumahan Usai Bandung Raya Dikepung Bencana
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengeluarkan instruksi untuk menghentikan sementara seluruh penerbitan izin perumahan di wilayah Bandung Raya.
Kebijakan ini diatur dalam Surat Edaran Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM yang diterbitkan pada Sabtu (6/12/2025), sebagai respons terhadap bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.
Langkah ini diambil sebagai upaya mitigasi untuk mencegah terulangnya bencana serupa.
Dalam surat edaran yang diterima Kompas.com pada Senin (8/12/2025), pemerintah daerah diminta untuk melakukan kajian risiko bencana secara menyeluruh dan meninjau kembali rencana tata ruang masing-masing wilayah.
Penerbitan
izin perumahan
akan dihentikan sementara sampai ada hasil kajian risiko bencana di masing-masing kabupaten dan kota, atau sampai dilakukan penyesuaian rencana tata ruang.
Pemerintah daerah juga diminta untuk memperketat pengawasan pembangunan.
Jika ditemukan pembangunan yang berada di kawasan berisiko atau berpotensi menimbulkan kerusakan lebih lanjut, pemerintah diinstruksikan untuk melakukan peninjauan kembali.
“Melakukan peninjauan kembali apabila lokasi pembangunan terbukti berada pada kawasan rawan bencana atau berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan,” tulis surat edaran tersebut.
Selain itu, pengawasan teknis pembangunan diharapkan berjalan konsisten, mulai dari tahap perencanaan hingga konstruksi.
Setiap bangunan diwajibkan memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan pelaksanaan pembangunan harus selaras dengan dokumen teknis yang ada.
“Sesuai dengan peruntukan lahan dan rencana tata ruang. Tidak menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan memenuhi kaidah teknis konstruksi untuk menjamin keandalan bangunan gedung,” tambahnya.
Surat Edaran tersebut juga mewajibkan pemulihan lingkungan yang rusak akibat kegiatan pembangunan, termasuk penghijauan kembali.
“Melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung pada kawasan perumahan dan permukiman,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/11/26/69264245ee2b5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Dedi Mulyadi Hentikan Penerbitan Izin Perumahan Usai Bandung Raya Dikepung Bencana Bandung
-
/data/photo/2025/12/07/693543375febc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian Nasional 8 Desember 2025
TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– TNI mengerahkan 10 kendaraan reverse osmosis (RO) untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
“Di tiga provinsi ini, kami melihat sangat dibutuhkan air bersih. Sehingga dalam hal ini
TNI
telah mengerahkan 10 unit mobil RO yang tergelar di tiga provinsi,” kata Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Osmar Silalahi, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (7/12/2025), melansir
Antara
.
Ia menjelaskan, tujuh unit mobil RO ditempatkan di Aceh, sementara dua lainnya di Sumatera Barat, dan satu di Sumatera Utara.
Pengerahan ini dilakukan setelah pimpinan TNI mengecek langsung lokasi bencana dan mendengarkan kebutuhan masyarakat di tempat pengungsian.
“Kami melihat secara langsung bahwasannya kehadiran mobil RO ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mereka dapat mengambil air minum di mobil RO tersebut, kemudian dapat mengonsumsinya secara langsung, ini sangat membantu,” ujarnya.Selain mobil RO, para
pengungsi
juga membutuhkan makanan siap santap. Oleh karenanya, TNI membangun dapur umum dan mengoperasikan 30 dapur lapangan di lokasi pengungsian.
Dapur lapangan ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat terdampak bencana, namun juga turut membantu kebutuhan makanan siap santap bagi petugas dan relawan dari berbagai instansi yang melakukan operasi kemanusiaan di lokasi bencana.
“(Dapur lapangan ini) sangat membantu masyarakat maupun petugas-petugas yang melaksanakan operasi kemanusiaan ini,” tutur dia.
Ia menambahkan pos kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari jajaran pimpinan TNI yang memerintahkan didirikannya 6 pos kesehatan di Aceh, 11 pos kesehatan di Sumatera Utara, dan 16 pos kesehatan di Sumatera Barat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/69355a85b8971.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Pergi Jauh ke Hong Kong Jadi Pekerja Migran, Cerita Tunjinah Berjuang demi Masa Depan Anak Bandung
Pergi Jauh ke Hong Kong Jadi Pekerja Migran, Cerita Tunjinah Berjuang demi Masa Depan Anak
Tim Redaksi
INDRAMAYU, KOMPAS.com
– Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota di Hong Kong, ada Tunjinah (30) yang sedang berjuang mencari nafkah demi memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya di Tanah Air.
Wanita yang akrab dipanggil Anah itu berasal dari Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Sudah lima tahun terakhir, ia mengadu nasib di negeri orang sebagai seorang
pekerja migran Indonesia
(PMI).
Status Anah yang kini seorang
single parent
dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya mau tak mau harus banting tulang mencari nafkah.
“Khawatir tinggalin anak pasti ada, apalagi seorang ibu, mana ada yang mau jauhan sama anak. Tapi ya bagaimana lagi, demi masa depan anak aku,” ujar Anah saat dihubungi lewat telepon, Minggu (7/12/2025).
Sejak ia berangkat, buah hatinya itu tinggal bersama neneknya di kampung halaman.
Anah juga bercerita bahwa sebentar lagi anak laki-lakinya itu akan masuk TK, usianya kini sudah lima tahun.
Namun, di balik itu, Anah mengaku ada rasa dilema yang selalu ia rasakan karena tak bisa menyaksikan dari dekat bagaimana anaknya bertumbuh dan berkembang.
Dari kejauhan, Anah selalu mendoakan agar anaknya tumbuh menjadi anak yang pintar, berprestasi, dan bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin, sesuatu yang dulu tidak bisa ia dapatkan.
Anah yang dulu hanya bisa menempuh pendidikan sampai SMP, ingin nasib anaknya kelak bisa jauh lebih baik dari ibunya dan jadi kebanggaan orangtua.
“Apa yang aku lakukan ini juga demi kebaikan anak, kalau bisa aku pinginnya anak itu sekolahnya lebih tinggi dari orangtuanya, jadi orang yang pintar,” ujar Anah lirih.
Pada kesempatan itu, Anah juga bercerita soal masa mudanya yang sudah terbiasa dengan bekerja keras.
Beragam pekerjaan pernah ia lakukan demi bisa membantu keluarga dan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Namun, karena ijazah SMP, peluang kerja sekarang ini sangat sulit. Kondisi itu yang mendorongnya memilih mencari kerja ke luar negeri.
Di
Hong Kong
, Anah bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Baginya, mencari pekerjaan di luar negeri justru lebih mudah dibandingkan di dalam negeri.
Apalagi dengan gaji sekitar Rp 10 juta per bulan yang didapat, uang itu bisa untuk menabung, membantu orang tua, serta memenuhi kebutuhan anaknya.
“Saya di Hong Kong itu dari 2020, selain karena alasan ekonomi. Alasan utama saya ke luar negeri memang demi anak,” ucapnya.
Dalam perbincangan panjang itu, Anah juga bercerita bahwa untuk mengobati kerinduan, ia bisa menelepon ke kampung halaman.
Hal itu ia lakukan bahkan setiap hari ketika ia punya waktu luang.
Hal ini sekaligus bentuk kontrol Anah sebagai orangtua dalam mengawasi tumbuh kembang anaknya. “
Alhamdulillah
kalau telepon, selalu, setiap waktu, setiap hari,” ujar Anah.
Sebagai ibu muda, Anah juga mencoba untuk mengasah diri menjadi lebih kreatif.
Ibu satu anak ini rupanya aktif di media sosial sebagai kreator konten.
Dari yang awalnya hanya iseng, Anah sekarang punya penghasilan tambahan dari sana. “Iseng-iseng sih ngisi waktu saja,” ujarnya.
Meski sudah terbiasa dengan ritme hidup sebagai pekerja migran, Anah menyampaikan, tidak akan selamanya ia menjadi pekerja migran.
Suatu saat nanti, Anah ingin pulang kembali ke Tanah Air untuk bisa berkumpul dengan keluarga, terutama dengan anaknya.
Oleh karenanya, sedari sekarang Anah sudah memikirkan langkah ke depan yang akan ia lakukan di Indonesia.
Rencana-rencana pun sudah ia mulai susun pelan-pelan, sambil menabung dari penghasilannya selama bekerja untuk modal usaha nanti.
Anah ingin bisa hidup mandiri dengan membuka usaha agar keluarga kecilnya juga bisa selalu tercukupi semua kebutuhannya.
“Alhamdulillah
kalau planning sih banyak ya, malah banyak banget, cuma nanti lihat ke depannya, lihat bujet juga, minta doanya,” ujar Anah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/69359f803ceda.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Prabowo Tegaskan HGU Bisa Dicabut demi Hunian Sementara Warga Terdampak Bencana Nasional
Prabowo Tegaskan HGU Bisa Dicabut demi Hunian Sementara Warga Terdampak Bencana
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
— Presiden Prabowo Subianto mengatakan, hak guna usaha (HGU) yang diberikan pemerintah bisa dicabut sementara untuk memenuhi kebutuhan lahan demi pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat yang lebih penting. Lahan harus ada,” tegas Presiden
Prabowo
saat rapat koordinasi penanganan bencana di Aceh, Minggu (7/12/2025), dalam keterangan tertulis.
Instruksi ini muncul setelah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (
BNPB
) Suharyanto melaporkan bahwa salah satu kendala pembangunan
huntara
dan hunian tetap (huntap) adalah ketersediaan lahan dari pemerintah daerah.
“Kepala daerah harus menyiapkan lahan. Pemerintah pusat yang membangun, Pak Presiden. Nah, lahannya ini kadang-kadang yang agak bermasalah lama,” ujar Suharyanto dalam paparannya.
Menurut Prabowo, negara harus hadir dan memberikan solusi cepat atas persoalan yang dihadapi masyarakat. Kepala Negara juga menegaskan bahwa kebutuhan rakyat adalah prioritas tertinggi.
“Saya kira lahannya harusnya ada. Nanti koordinasi pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, semua K/L, terutama ATR, kehutanan, ATR-BPN dicek semua,” kata Prabowo.
Dalam penjelasannya, Kepala BNPB menyampaikan bahwa huntara dirancang untuk menjadi tempat tinggal yang jauh lebih layak dibanding tenda-tenda pengungsian. Setiap unit diperuntukkan bagi satu keluarga.
“Luasnya tipe 36, Pak Presiden. Delapan kali lima. Daripada mereka tinggal di tenda, lebih representatif mereka tinggal di
hunian sementara
,” kata Suharyanto.
Prabowo lalu menanyakan detail spesifikasi dan biaya konstruksi.
“Harganya berapa?” tanya Presiden.“Sekitar Rp 30 juta, Pak Presiden, satu hunian sementara,” jawab Suharyanto, sembari menegaskan bahwa unit tersebut sudah dilengkapi fasilitas dasar.
“Ada WC, kamar mandi, siap di dalam satu (unit),” jelasnya.
Prabowo menilai harga ini relatif efisien.
BNPB juga menjelaskan bahwa huntara dirancang digunakan maksimal satu tahun sebelum warga dipindahkan ke hunian tetap (huntap). Namun bisa lebih lama bila ketersediaan lahan terhambat.
“Konsep kita hunian sementara tidak lebih dari satu tahun, kecuali beberapa kejadian karena pembagian tugasnya kepala daerah harus menyiapkan lahan,” kata Suharyanto.
BNPB menegaskan bahwa proses pembangunan huntara dapat dipercepat menggunakan Satgas TNI–Polri, sebagaimana pengalaman sebelumnya di Lewotobi.
“Satgas Kodam IX/Udayana memindahkan 8.000 KK… semuanya masuk ke huntara, membangunnya enam bulan, Pak Presiden,” ujar Suharyanto.
Prabowo langsung merespons dengan instruksi percepatan.
“Kalau bisa lebih cepat ya? Kalau bisa lebih cepat dari 6 bulan ya?” ujar Presiden.
Selain huntara tipe rumah keluarga, BNPB juga menyiapkan opsi model barak apabila lahan sangat terbatas. Namun apabila tanah cukup, satu keluarga dapat dialokasikan lahan 8×10 meter yang memudahkan integrasi antara huntara dan pembangunan huntap di fase berikutnya.
Menutup pembahasan, Prabowo kembali menegaskan agar semua kementerian dan lembaga mempercepat penyediaan lahan tanpa terkendala.
Ia juga membuka opsi pemanfaatan desain fabrikasi bertingkat untuk menghemat ruang, bila diperlukan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/03/6908dbea9de6f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BMKG Prakirakan Mayoritas Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini Nasional 8 Desember 2025
BMKG Prakirakan Mayoritas Daerah Berpotensi Diguyur Hujan Hari Ini
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan sebagian besar wilayah Indonesia akan diguyur hujan dengan intensitas beragam pada Senin (8/12/2025), mulai dari hujan ringan, hujan sedang, hingga hujan disertai petir.
Melansir
Antara
, prakirawan
BMKG
Medayu Bestari menyampaikan bahwa beberapa daerah di Indonesia bagian barat maupun timur tercatat memiliki potensi hujan yang perlu diantisipasi masyarakat.
Medayu menyampaikan hujan disertai petir berpotensi terjadi di sejumlah kota, yakni Padang, Sumatera Barat; Jambi; Bengkulu; Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung; Bandar Lampung, Lampung; Semarang, Jawa Tengah; Tanjung Selor, Kalimantan Utara; Samarinda, Kalimantan Timur; dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
“Sementara di wilayah timur, potensi serupa juga diperkirakan terjadi di Ternate, Maluku Utara, serta Merauke, Papua Selatan,” kata Medayu, Senin (8/12/2025).
Berikutnya, ada pula potensi hujan dengan intensitas sedang yang diprakirakan turun di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau; serta di beberapa kota Indonesia timur seperti Mamuju, Sulawesi Barat, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Lalu untuk kategori hujan ringan,
cuaca
diprakirakan terjadi di Medan, Sumatera Utara; Pekanbaru, Riau; Palembang, Sumatera Selatan; Bandung, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; Pontianak, Kalimantan Barat; dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Hujan ringan juga berpotensi mengguyur Denpasar, Bali; Makassar, Sulawesi Selatan; Palu, Sulawesi Tengah; Kendari, Sulawesi Tenggara; Gorontalo; Manado, Sulawesi Utara; Ambon, Maluku; Sorong, Papua Barat Daya; Nabire, Papua Tengah; Jayapura, Papua; serta Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Selain hujan, sejumlah kota juga diprakirakan mengalami cuaca berawan tebal, seperti Banda Aceh, Aceh; Serang, Banten; Jakarta; Yogyakarta; dan Mataram, Nusa Tenggara Barat. Adapun udara kabur diperkirakan terjadi di Manokwari, Papua Barat.
BMKG lalu mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem serta rutin memperbarui informasi cuaca melalui situs www.bmkg.go.id dan aplikasi Info BMKG.
“Pastikan untuk selalu memperbarui informasi cuaca melalui website bmkg.go.id dan media sosial kami di aplikasi Info BMKG,” kata Medayu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/21/68f7450756f63.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Ada Dua Demo di Jakarta Hari ini, Hindari Titik-titik Berikut Megapolitan
Ada Dua Demo di Jakarta Hari ini, Hindari Titik-titik Berikut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sebanyak dua aksi demonstrasi akan digelar di wilayah Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025) hari ini.
Kasi Humas Polres
Jakarta
Pusat, Ruslan Basuki mengatakan, aksi demonstrasi pertama akan digelar di Gambir.
“Pagi ada aksi unjuk rasa dari Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP Apdesi) dan beberapa elemen massa lain,” ujar Ruslan dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Untuk pengamanan unjuk rasa Apdesi ini, polisi menyiagakan 1.825 personil.
Aksi untuk rasa kedua digelar di Kantor Komnas HAM, Menteng, oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan KASUM.
Untuk pengamanan demonstrasi kedua ini, polisi menerjunkan 357 personel.
Ruslan mengimbau agar masyarakat menghindari kawasan sekitar titik demonstrasi untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan lalu lintas.
“Warga bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berjalan. Untuk rekayasa lalu lintas akan dilakukan situasional melihat ekskalasi jumlah massa di lapangan,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/6935fdf035965.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh Nasional 8 Desember 2025
Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
PERISTIWA
menyerahnya empat bupati di Aceh yang tidak sanggup menangani bencana banjir dan longsor cukup menarik perhatian publik.
Bisa saja ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan para kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor ini, apakah benar demikian adanya atau sekadar sindiran, kalau tidak mau disebut tamparan, terhadap pemerintah pusat.
Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh merupakan bencana kedua terbesar di Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004.
Hingga tulisan ini selesai disusun, bencana telah merenggut 940 nyawa, 329 jiwa lainnya hilang dan 5.000 korban terluka.
Bencana juga mengisolasi puluhan desa di berbagai kabupaten. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menepis anggapan bahwa empat kepala daerah itu menyerah.
Keempat kepala daerah tersebut, yaitu Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga.
Mereka secara terbuka menyatakan ketidaksanggupan menangani darurat bencana ini melalui surat resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
Dari kacamata adminstrasi publik, pernyataan para kepala daerah ini bukan sekadar keluhan administratif, melainkan jeritan dari garis depan yang mengungkap celah struktural dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
Tito Karnavian merespons dengan menegaskan bahwa para bupati bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka di tengah keterbatasan.
Muncul pertanyaan, mengapa mereka sampai pada titik bernada putus asa ini? Apakah ini sindiran halus terhadap pemerintah pusat atau murni ketidakberdayaan? Apa implikasinya bagi tata kelola bencana di Indonesia?
Ketidakberdayaan yang diungkapkan para bupati ini bukanlah fenomena baru dalam sejarah bencana Indonesia. Namun, dalam kasus Aceh, ia mencapai puncak yang mengkhawatirkan.
Bupati Aceh Utara, misalnya, membandingkan banjir ini dengan tsunami 2004 yang legendaris, di mana kerusakan kali ini menjangkau 27 kecamatan, jauh lebih luas daripada wilayah pesisir yang terdampak dulu.
Jalan terputus, jembatan ambruk, dan material longsor menumpuk mengakibatkan akses darat lumpuh total.
Sementara itu, tiga bupati lainnya menghadapi situasi serupa, yakni longsor yang mengunci akses dari utara dan selatan, membuat distribusi bantuan justru menjadi mimpi buruk logistik.
Fenomena “ketidakberdayaan” para kepala daerah ini mengingatkan “absurditas” Albert Camus dalam mitos Sisyphus yang sangat terkenal itu.
Para bupati seperti Sisyphus yang mendorong batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya berguling kembali.
Mereka berjuang dengan sumber daya lokal yang terbatas, antara lain anggaran daerah yang tipis, minimnya peralatan darurat, dan tim SAR yang sudah kelelahan, di hadapan bencana yang skalanya melampaui kapasitas manusiawi.
Menyerah memang bukan kekalahan, melainkan pengakuan atas absurditas situasi, mengapa harus mati-matian berpura-pura ketika realitas alam begitu nyata?
Tentu saja ini bukan nihilisme, tetapi panggilan untuk solidaritas lebih besar, di mana individu (daerah) mengakui keterbatasan untuk membuka jalan bagi intervensi kolektif.
Merujuk pada teori “ketergantungan”, dalam sistem dunia modern, Aceh sebagai periferi dalam struktur ekonomi-politik Indonesia, bergantung pada pusat (Jakarta) untuk sumber daya krusial seperti dana darurat, alat berat, dan koordinasi nasional.
Ketidakberdayaan ini mencerminkan ketidakseimbangan struktural di mana daerah otonom dijanjikan kemandirian, tetapi dalam bencana, mereka tetap menjadi subordinate, bahkan terkesan dibiarkan seorang diri dan menderita.
Apakah langkah keempat bupati Aceh ini semacam sindiran? Mungkin benar secara halus.
Surat-surat yang mereka tulis dan ditujukan langsung kepada Presiden bisa dibaca sebagai kritik terhadap Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang masih sentralistik.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memegang kendali utama, sementara daerah hanya pelaksana lapangan.
Atau, ini murni ketidakberdayaan akibat ketiadaan anggaran dan faktor eksternal seperti perubahan iklim yang memperburuk curah hujan, deforestasi hutan lindung di Aceh yang tak terkendali, dan lambannya respons pemerintah pusat.
Dari perspektif sosiologi, para bupati kehilangan “modal simbolik”, yakni kemampuan untuk tampil sebagai pemimpin kuat karena struktur sosial yang menempatkan mereka di posisi lemah.
Harus digarisbawahi bahwa mereka menyerah bukan karena malas, tetapi karena sistem yang gagal memberi mereka alat untuk bertahan.
Bupati Aceh Utara secara eksplisit memohon intervensi Presiden Prabowo Subianto, menyoroti bahwa banjir ini telah “melebihi tsunami 2004.”
Ini adalah seruan untuk deklarasi status darurat nasional, yang akan membuka akses ke dana cadangan negara, dukungan militer (seperti evakuasi udara TNI), dan bantuan internasional jika diperlukan.
Lebih dalam, pesan ini adalah kritik terhadap desentralisasi yang setengah hati dengan jargon terkenal, “dilepas kepalanya tetapi dipegang ekornya”.
Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan tanggung jawab besar, tetapi tanpa dukungan finansial dan teknis yang memadai.
Mereka, keempat kepala daerah itu, ingin menyuarakan dengan lantang bahwa bencana seperti ini adalah isu nasional, bukan regional apalagi lokal, terutama di Aceh yang masih trauma pasca-konflik dan rekonstruksi tsunami.
Mendagri Tito merespons saat
zoom meeting
nasional, meminta daerah lain bahu membahu, tetapi ini terasa seperti pengalihan dengan satu pertanyaan besar; mengapa pusat tidak langsung turun tangan dengan skala penuh?
Padahal, respons ideal pemerintah pusat harus mengikuti prinsip
golden hour
dalam penanggulangan bencana, yaitu aksi cepat dalam 72 jam pertama untuk meminimalkan korban yang notabene rakyat sendiri.
Pertama, deklarasikan status darurat nasional sejak hari pertama, seperti yang dilakukan pada tsunami 2004, untuk memobilisasi BNPB, TNI, Polri, dan relawan secara masif.
Kedua, prioritaskan evakuasi dan distribusi bantuan melalui jalur udara dan laut, mengingat akses darat lumpuh, gunakan helikopter untuk men-
drop
logistik dan tim medis.
Ketiga, alokasikan dana darurat secara transparan, termasuk rekonstruksi infrastruktur seperti jembatan dan jalan, sambil mengintegrasikan pendekatan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi dan sistem peringatan dini.
Keempat, libatkan komunitas lokal dan NGO internasional untuk membangun resiliensi, bukan hanya sekadar respons reaktif.
Apakah ada indikasi pemerintah pusat kewalahan dalam melakukan penangangan bencana Aceh, juga Sumatera Utara dan Sumatera Barat?
Meski tidak diakui secara terbuka, jawabannya mungkin saja “ya”. Konferensi pers Tito Karnavian di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, misalnya, menunjukkan koordinasi sedang berjalan, tetapi jelas lambat.
Hingga 6 Desember 2025, desa-desa masih terisolasi, dan korban hilang belum juga ditemukan.
Pemerintah pusat tampak seolah-olah bergantung pada
zoom meeting
dan seruan solidaritas daerah lain, alih-alih intervensi langsung seperti
deployment
pasukan besar-besaran.
Ini bisa jadi karena beban multi-bencana, yaitu banjir yang juga melanda Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meski fokus pada Aceh.
Atau keterbatasan anggaran di tengah prioritas lain seperti pembangunan IKN atau program andalan yang diusung pemerintahan saat ini?
Namun, kewalahan ini bukan alasan. Ia adalah panggilan untuk reformasi sistem, di mana pusat tidak lagi menjadi pahlawan terakhir, melainkan mitra proaktif bagi daerah.
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, fenomena siklon tropis “Senyar” yang membawa hujan bulanan dalam tiga hari menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
Namun, seperti yang diungkap Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni deforestasi masif dan hilangnya fungsi hidrologis hulu sungai akibat eksploitasi hutan untuk lahan perkebunan sawit dan proyek PLTA.
Pengamat menyebut bencana ini sebagai “dosa ekologis” yang membuat lahan tidak lagi mampu menahan air, memperparah banjir bandang. Bencana akibat ulah manusia sendiri.
Manajemen BNPB seolah-olah tidak berfungsi karena terlambat bertindak dan tidak terkoordinasi.
Penyebabnya bisa saja pengurangan anggaran BNPB, efisiensi ala pemerintahan baru, yang membuat sumber daya mengecil.
Hasilnya? Akses jalan putus total di Tapanuli Tengah (50 km longsor), jembatan ambruk di Aceh Tamiang, dan desa-desa terisolasi seperti di Bener Meriah, yang hanya bisa dijangkau helikopter.
Benar, manajemen seperti amburadul. Bukan karena alam semata, tetapi karena persiapan yang terkesan setengah hati.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyebut situasi “mencekam”
banjir Sumatera
“hanya berseliweran di media sosial.”
Pernyataan yang terlontar pada 28 November 2025, terdengar seperti mengecilkan duka, saat warga menderita terisolasi, listrik padam, telekomunikasi lumpuh serta melalui siang dan malam dikepung air yang meluap.
Dalam situasi
chaos
seperti ini pemerintah seharusnya lebih meningkatkan komunikasi positif, bukan defensif.
Komunikasi antarpejabat seperti
zoom meeting
nasional ala Mendagri Tito Karnavian terasa seperti formalitas, sementara bupati-bupati Aceh “menyerah” via surat karena tidak ada respons cepat.
Namun di sisi lain, daerah juga sebaiknya transparan dan menyederhanakan birokrasi terkait pendistribusian aneka bantuan, baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri yang diperuntukkan bagi masyarakat korban banjir.
Dalam kondisi bencana luar biasa yang terjadi saat ini, ego sektoral dan kekakuan administratif, apalagi masih adanya niat ‘memainkan’ aneka bantuan tersebut justru hanya akan menambah penderitaan rakyat dan akhirnya akan merusak reputasi daerah itu sendiri ke depannya.
Bencana Aceh 2025 bukan hanya tragedi alam, tetapi cermin kegagalan kolektif. Jika tidak diatasi dengan serius, “menyerah” akan menjadi norma baru bagi daerah-daerah pinggiran.
Saatnya pemerintah pusat mendengar jeritan itu bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai mandat untuk segera melakukan perubahan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/69359b4edbbb6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Prabowo Minta Mendagri Proses Bupati Aceh Selatan: Dalam Militer Itu Desersi Nasional
Prabowo Minta Mendagri Proses Bupati Aceh Selatan: Dalam Militer Itu Desersi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto memberi sindiran kepada para bupati yang dinilai tidak siap menghadapi situasi krisis di daerahnya.
Pesan Presiden itu disampaikan di tengah sorotan terhadap Bupati Aceh Selatan, Mirwan, yang pergi menunaikan umrah tanpa izin.
Prabowo
awalnya menyampaikan apresiasi atas kehadiran para kepala daerah dalam rapat tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa para bupati memang dipilih untuk menghadapi situasi sulit, terutama saat bencana terjadi.
“Terima kasih, hadir semua bupati? Terima kasih ya para bupati. Kalian yang terus berjuang untuk rakyat. Memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” katanya saat memimpin
rapat penanganan bencana
di
Banda Aceh
, Minggu (7/12/2025).
Prabowo lalu melontarkan sindiran kepada bupati yang tidak siap bekerja dalam kondisi darurat.
Ia lantas meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk menindak bupati yang meninggalkan wilayahnya saat banjir bandang.
“Kalau ada yang mau lari, lari saja enggak apa-apa… hehe. Copot. Mendagri bisa ya diproses ini?” kata Prabowo.
“Bisa, Pak,” sahut Mendagri Tito Karnavian.
Prabowo melanjutkan bahwa dalam dunia militer, tindakan meninggalkan tugas saat kondisi genting disebut desersi, dan itu tidak dapat ditoleransi.
“Itu kalau tentara namanya desersi. Dalam keadaan bahaya, meninggalkan anak buah, waduh… itu enggak bisa. Saya enggak mau tanya partai mana. Sudah kau pecat?” sentil Prabowo.
Pernyataan tersebut disambut senyum para kepala daerah yang hadir.
Prabowo kemudian menegaskan bahwa pemerintah pusat akan terus memberikan dukungan kepada para bupati yang bekerja di garis depan.
“Baik Mendagri, terima kasih. Saya lihat bupati pada senyum semua itu? Pokoknya kita dukung terus,” kata Presiden.
Bupati Aceh Selatan, Mirwan, disebut tidak izin untuk pergi umrah. Diketahui, kepala daerah yang berpegian ke luar negeri diharuskan izin terlebih dahulu.
“Yang bersangkutan tidak ada izin (untuk pergi umrah),” kata Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto kepada Kompas.com, Jumat (5/12/2025).
Bima menyampaikan, seharusnya kepala daerah dapat menyesuaikan rencana umrah ketika wilayahnya membutuhkan lebih banyak perhatian khusus. Bima meminta kepala daerah fokus pada penanganan bencana.
“Seharusnya dalam kondisi seperti ini rencana umrah bisa disesuaikan. Harus fokus pada penanganan bencana,” ucap Bima.
Terkait sanksi, lanjut Bima, pihaknya akan melihat pemeriksaan terlebih dahulu.
“Kemendagri akan mengirimkan irsus (Inspektur Khusus) besok ke Aceh. Kita lihat hasil pemeriksaan nanti,” tandasnya.
Mirwan sempat memberikan klarifikasi terkait keberangkatannya ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umrah di tengah situasi penanganan musibah banjir yang melanda wilayahnya.
Dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (5/12/2025), Mirwan mengaku turun langsung ke lokasi banjir dan meninjau kondisi para pengungsi sebelum berangkat umrah.
“Sebelum saya berangkat, saya sudah turun langsung mengecek kondisi masyarakat terdampak banjir dan memastikan seluruh OPD bekerja sesuai alur komando. Dari hasil koordinasi, situasi saat itu terkendali sehingga saya dapat menunaikan nazar saya untuk melaksanakan ibadah umrah,” ungkapnya.
Terkait dengan surat Gubernur Aceh yang menolak izin keluar, Mirwan menyebutkan, surat tersebut baru diterima oleh Pemkab Aceh Selatan pada 2 Desember 2025. Sementara ia sudah lebih dahulu berada di Mekkah.
“Informasi dari daerah juga terlambat diterima karena jaringan telekomunikasi dan listrik di Aceh Selatan sempat padam akibat gangguan listrik di Aceh. Inilah yang menyebabkan adanya miskomunikasi,” jelasnya. Mirwan memastikan, penanganan banjir tetap berlangsung efektif di bawah komando posko dan OPD terkait.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/69359b4edbbb6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Tambah Bantuan Daerah Terdampak Banjir Sumatera, Tiap Kabupaten Dapat Rp 4 M Nasional 7 Desember 2025
Prabowo Tambah Bantuan Daerah Terdampak Banjir Sumatera, Tiap Kabupaten Dapat Rp 4 M
Tim Redaksi
KOMPAS.com –
Presiden Prabowo Subianto menyetujui usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memberikan dukungan anggaran kepada daerah terdampak bencana. Bahkan, Presiden menaikkan nilai bantuan yang diminta.
Semula, Tito mengusulkan agar pemerintah pusat memberikan bantuan sebesar Rp 2 miliar untuk masing-masing dari 52 kabupaten/kota yang anggarannya menipis akibat bencana. Presiden langsung merespons dengan menambah besaran bantuan tersebut.
“Baik Pak Mendagri, Anda minta Rp 2 miliar per kabupaten ya, saya kasih Rp 4 miliar,” ujar
Prabowo
, dalam rapat penanganan bencana yang digelar di Banda Aceh, Minggu (7/12/2025).
Prabowo kemudian meminta jajarannya menghitung kebutuhan bantuan untuk tingkat provinsi.
Aceh dikirim Rp 20 miliar sebagai daerah paling terdampak. Sementara, untuk wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara, kepala daerah diminta menghadap.
“Untuk provinsi nanti dihitung. Yang paling besar mana? Aceh. Kirim Rp 20 miliar. Nanti Sumatera berapa, gubernurnya suruh ketemu saya,” kata Prabowo.
Saat itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mengikuti rapat melalui jaringan daring. Presiden sempat memastikan apakah para kepala daerah mendengar arahannya.
“Wah hadir semua ya? Dengar ini? Waduh,” ujar Prabowo yang disambut tawa peserta rapat.
Prabowo menegaskan bahwa pemerintah pusat akan memberikan dukungan penuh kepada para kepala daerah yang berada di garis depan penanganan bencana.
“Kita bantu. Kalian yang di depan, kalian panglima-panglima terdepan. Kalian yang harus bekerja keras untuk rakyat. Yang bisa saya kerahkan adalah dukungan untuk kalian supaya kalian tidak ragu-ragu,” kata Presiden.
“Siap, terima kasih Bapak Presiden,” timpal Bobby Nasution.
Sebelumnya, Mendagri melaporkan kepada Presiden Prabowo bahwa anggaran belanja tidak terduga (BTT) di sejumlah daerah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kini berada dalam kondisi kritis.
“Anggaran mereka yang diandalkan dalam keadaan krisis namanya belanja tidak terduga pak, tapi karena akhir tahun sangat tipis, ada yang cuma Rp 75 juta, ada yang Rp 300 juta,” kata Tito.
Mendagri menjelaskan bahwa meski pemerintah pusat telah menyalurkan bantuan pangan, BBM, dan beras, terdapat kebutuhan-kebutuhan kecil di lapangan yang tidak dapat ditutup oleh anggaran daerah.
“Misalnya popok bayi, kebutuhan perempuan, dan hal-hal kecil lain yang biasanya membuat mereka meminta bantuan tambahan,” katanya.
Tito menyebutkan bahwa Kemendagri telah meminta provinsi dan kabupaten/kota lain yang masih memiliki simpanan anggaran untuk membantu daerah terdampak.
Hingga kini, sekitar Rp 34 miliar bantuan telah tersalurkan, termasuk Rp 3 miliar untuk Kabupaten Lhokseumawe yang dikirim dari daerah lain.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/69359f803ceda.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Saat Suara Prabowo Gemetar Tutup Ratas Penanganan Banjir di Aceh… Nasional 7 Desember 2025
Saat Suara Prabowo Gemetar Tutup Ratas Penanganan Banjir di Aceh…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden RI Prabowo Subianto menutup rapat terbatas (ratas) penanganan dan pemulihan bencana Sumatera yang digelar di Aceh, Minggu (7/12/2025) malam.
Ratas ini dilakukan bersama menteri-menteri Kabinet Merah Putih dan
Gubernur Aceh
Muzakir Manaf, yang biasa disapa Mualem.
Namun, suara Prabowo terdengar gemetar seperti akan menangis saat berterima kasih kepada seluruh menteri dan kepala daerah yang membantu
penanganan bencana
.
“Dan sekali lagi, saya terima kasih, saya bangga, saya bangga dengan pengabdian saudara-saudara, terima kasih, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” kata Prabowo yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (7/12/2025).
Seluruh menteri dan kepala lembaga serta Gubernur Aceh bertepuk tangan mendengar ucapan Presiden Prabowo tersebut.
Prabowo merespons tepuk tangan tersebut dengan mengucapkan selamat malam.
“Baik, selamat malam,” ucap dia.
Pada kesempatan itu, Prabowo mengingatkan bahwa bencana banjir yang terjadi di Sumatera harus dihadapi dengan penuh kepecayaan diri dan semangat.
Dia juga memastikan akan memonitor langsung penanganan bencana banjir tersebut.
“Saya akan terus monitor. Mungkin setiap beberapa hari saya akan datang ke semua daerah. Saya hanya memberi moril saya mau tahu, dengar langsung apa yang dibutuhkan sehingga ada keputusan cepat,” ungkapnya.
“Jadi ratas-ratas kita ada di daerah susah. Jadi kita harus melihat perspektif yang besar,” tuturnya,
Diketahui, Presiden Prabowo kembali mengunjungi Aceh untuk meninjau penanganan bencana pada Minggu (7/12/2025).
Dalam kunjungan ini, Prabowo meninjau penanganan banjir di Kabupaten Bireuen.
Sebelumnya, Prabowo bertolak dari Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, pada pukul 07.55 WIB.
Dalam penerbangan tersebut, Presiden turut didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Luar Negeri Sugiono, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.