Author: Kompas.com

  • Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK Nasional 2 Agustus 2025

    Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PEMBLOKIRAN
    rekening masyarakat sipil yang tidak aktif (dormant) mulai dilonggarkan. Namun, jangan buru-buru spontan memuji.
    Pelonggaran ini bukanlah tanda bahwa kebijakan membaik, melainkan merupakan pengakuan diam-diam atas logika serampangan yang pernah, dan mungkin masih, dijalankan negara atas nama intelijen keuangan (
    financial intelligence
    ).
    Kita pernah, dan tampaknya masih, hidup dalam rezim pengawasan keuangan yang menyamakan rekening pasif dengan potensi kriminal, menukar prinsip kehati-hatian dengan paranoia institusional.
    Tak pernah terbesitkah di benak
    PPATK
    bahwa sebagian rekening yang mereka blokir itu mungkin milik seseorang yang sedang sakit dan tengah menyimpan dana untuk membayar tagihan medis?
    Sebab, sekalipun menggunakan BPJS, tetap ada biaya tambahan (
    out of pocket
    ) yang harus ditanggung sendiri.
    Bagaimana jika rekening itu adalah tempat orang menabung untuk kuliah anaknya lima tahun ke depan? Atau dana darurat yang memang sesuai namanya tidak akan digunakan dalam waktu dekat?
    Negara, melalui PPATK, tampak menjalankan kebijakan seolah semua orang wajib menjadi makhluk transaksional harian agar tidak dianggap menyimpan uang jahat.
    Logika sekelas lembaga negara ini bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga tidak mengenal atau pura-pura tidak paham kompleksitas perilaku ekonomi warga.
    Pemerintah menolak realitas bahwa dalam realitasnya, orang tidak hidup untuk bertransaksi setiap minggu. Ada kehati-hatian, ada perencanaan, ada jeda. Dan jeda semacam itu bukanlah sebuah kejahatan.
    PPATK berdalih bahwa pemblokiran ini merupakan respons atas lonjakan transaksi judi online. Namun, hingga kini, tidak ada data resmi yang dirilis ke publik.
    Sementara di lapangan, rekening milik pelajar, ibu rumah tangga, petani, dan pensiunan turut dibekukan.
    Apakah mereka semua penjudi, atau justru korban dari logika administratif yang malas membedakan mana kehati-hatian dan mana pelanggaran hukum?
    Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin memerangi judi online, maka yang dibutuhkan adalah penelusuran berbasis bukti, audit menyeluruh terhadap sistem pembayaran ilegal, pemantauan digital yang cermat, serta koordinasi lintas aparat penegak hukum.
    Bukannya justru menyebar jaring besar ke seluruh nasabah pasif dan berharap pelaku kejahatan tertangkap di antara jutaan warga yang bersih.
    Hingga Mei 2025, PPATK melaporkan telah memblokir 31 juta rekening nasabah yang berstatus dormant dengan nilai total Rp 6 triliun, sebagai tindak lanjut atas data yang dilaporkan oleh 107 bank.
    Dari jumlah itu, sebanyak 10 juta rekening penerima bantuan sosial tidak pernah digunakan, dengan dana mengendap sebesar Rp 2,1 triliun.
    Sementara lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran juga dinyatakan dormant, dengan total dana hampir Rp 500 miliar (
    Kompas.id
    , 30/7/2025).
    Namun angka-angka ini seolah tak punya bobot, karena dalam logika PPATK, yang dinilai bukan siapa yang menyalahgunakan, tetapi siapa yang tidak bergerak.
    Rekening-rekening ini dibekukan hanya karena terlalu “diam”, terlalu lama tidak menyentuh ATM, terlalu jarang bertransaksi, terlalu sunyi bagi algoritma yang mencurigai apa pun yang tak bergerak.
    Kini, PPATK menyatakan rekening pasif bisa diaktifkan kembali jika tidak terindikasi tindak pidana, seolah melupakan bahwa negara pernah merasa berhak membekukan dana yang secara hukum bukan miliknya, hanya atas dasar kecurigaan massal.
    Inilah kekacauan logika yang kini kita hadapi, kehati-hatian finansial dianggap sebagai penyamaran kriminal; tabungan disamakan dengan pencucian uang; dan warga dipaksa membuktikan bahwa keheningan rekening bukanlah konspirasi jahat.
    Negara tidak lagi bekerja berdasarkan asas praduga tak bersalah (
    presumption of innocence
    ), melainkan dengan logika curiga dahulu, mengumpulkan bukti kemudian (
    presumption of suspicion
    ).
    Dan seperti biasa, yang paling mudah dicurigai adalah yang paling lemah, rakyat biasa yang hanya menabung, bukan terikat pencucian uang.
    Dari semua yang terjadi, satu pertanyaan paling mengganggu dan tak bisa dihindari, mengapa PPATK begitu cepat dan berani memblokir rekening milik rakyat biasa, tapi begitu lamban dan hati-hati, bahkan tidak bernyali saat berhadapan dengan rekening milik pejabat, politisi, atau tokoh berpengaruh?
    Bukankah pada tahun 2024 PPATK telah melaporkan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 80,1 triliun yang melibatkan partai politik, calon anggota legislatif, petahana, dan pejabat aktif? (
    Kompas.id
    , 27 Juni 2024).
    Laporan itu bahkan telah diserahkan ke aparat penegak hukum, tapi tidak ada pemblokiran. Tidak ada pembekuan rekening. Tidak ada tindakan langsung. Hanya menjadi laporan yang dibiarkan menguap di antara kepentingan.
    Sementara itu, jutaan rekening milik masyarakat sipil dibekukan secara cepat dalam hitungan minggu, tanpa perlindungan hukum, tanpa pembuktian, dan tanpa ruang klarifikasi.
    Dalam wajah kebijakan yang seperti ini, kita tak sedang melihat lembaga intelijen keuangan yang profesional, melainkan lembaga yang menjalankan logika ketakutan vertikal dan keberanian horizontal.
    Takut ke atas, berani ke bawah, tajam ke bawah tumpul ke atas.
    Terhadap pejabat yang memutar uang dalam gelap, PPATK cukup mengirim dokumen. Terhadap rakyat kecil yang diam menabung, PPATK langsung bertindak.
    Jika standar keberanian ditentukan oleh posisi sosial, maka yang sedang dijalankan bukan lagi analisis risiko, melainkan politik kepatuhan yang pincang.
    PPATK, yang seharusnya menjadi benteng akuntabilitas dalam lalu lintas keuangan nasional, justru berpotensi menjadi alat seleksi siapa yang layak ditekan dan siapa yang aman dibiarkan.
    Lebih parah dari sekadar salah logika, tindakan PPATK juga menabrak batas kewenangan yang secara eksplisit telah diatur oleh hukum.
    Dalam konstruksi hukum positif Indonesia, PPATK bukanlah aparat penegak hukum. Ia bukan polisi, bukan jaksa, bukan hakim.
    Ia adalah lembaga intelijen keuangan yang tugas utamanya adalah menganalisis, melaporkan, dan memberikan rekomendasi. Bukan mengambil tindakan pemblokiran sepihak atas rekening warga negara tanpa prosedur hukum yang sah.
    Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK hanya dapat meminta pemblokiran kepada lembaga keuangan apabila terdapat dugaan kuat keterkaitan dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme.
    Itu pun bersifat sementara, dibatasi waktu maksimal 30 hari, dan harus ditindaklanjuti oleh penyidik melalui mekanisme hukum yang benar.
    Artinya, PPATK sebenarnya tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengeksekusi pemblokiran rekening secara mandiri, apalagi terhadap jutaan rekening milik warga sipil yang bahkan tidak sedang diperiksa dalam perkara pidana.
    Jika pemblokiran dilakukan tanpa keterlibatan aparat penegak hukum dan tanpa perintah pengadilan, maka itu bukan sekadar pelanggaran administratif, itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang.
    Apa yang dilakukan PPATK tidak hanya keliru secara hukum nasional, tetapi juga menyimpang dari prinsip-prinsip internasional yang mengatur kerja lembaga intelijen keuangan.
    Dalam bukunya,
    Anti-Money Laundering: A Comparative and Critical Analysis
    , Alhosani (2016) mengingatkan bahwa Financial Intelligence Unit (FIU), termasuk seperti PPATK, bukanlah lembaga penegak hukum, melainkan unit analitik yang tugas utamanya adalah mengolah data, menyusun laporan intelijen keuangan, dan menyerahkannya kepada penegak hukum yang berwenang.
    Memberi kewenangan langsung kepada FIU untuk membekukan rekening tanpa perintah pengadilan atau proses yuridis adalah penyimpangan struktural yang membuka ruang bagi otoritarianisme finansial.
    Lebih lanjut, Alhosani menyebutkan bahwa banyak negara yang kini justru terjebak dalam kecenderungan menyerahkan kewenangan eksekutif kepada FIU dengan dalih efisiensi, padahal yang sebenarnya terjadi adalah perampasan prosedur hukum atas nama pencegahan kejahatan.
    Inilah yang disebutnya sebagai “function creep”, saat sebuah lembaga yang semestinya berperan sebagai penganalisis, justru perlahan-lahan berubah menjadi eksekutor, mengaburkan garis batas antara intelijen dan penegakan hukum.
    Dalam konteks Indonesia, tindakan PPATK memblokir 31 juta rekening, tanpa prosedur hukum, tanpa pembuktian, tanpa mekanisme klarifikasi adalah bentuk paling ‘konyol’ dari penyalahgunaan wewenang administratif yang melampaui batas fungsi kelembagaan.
    Ini bukan lagi kerja intelijen keuangan, ini adalah penghakiman sepihak yang diselubungi jargon keamanan.
    Negara seolah sedang membangun logika, “Kami curiga, maka Anda bersalah, dan kami tak perlu pengadilan untuk membenarkannya”.
    Padahal, dalam logika negara hukum, bahkan terhadap seorang tersangka korupsi pun negara tetap wajib memberikan proses yang sah, ruang pembelaan, dan kesempatan untuk menjelaskan.
    Mengapa prinsip yang sama tidak berlaku bagi, perintis usaha kecil, pengemudi ojek online, ibu rumah tangga, pensiunan, atau pelajar yang hanya sebatas menabung? Mengapa asas praduga tak bersalah hanya berlaku bagi pejabat, tapi justru tidak bagi rakyat biasa?
    Inilah yang menjadikan kebijakan pemblokiran massal terhadap
    rekening dormant
    bukan hanya ngawur secara ekonomi, tapi juga cacat secara hukum.
    Negara tidak boleh bertindak atas dasar asumsi sambil mengabaikan prosedur hukum yang menjadi fondasi perlindungan hak sipil.
    Jika PPATK bisa membekukan dana seseorang hanya karena tidak aktif bertransaksi, tanpa indikasi tindak pidana dan tanpa proses hukum, maka kita sedang berhadapan dengan lembaga yang menjelma menjadi hakim, jaksa, dan algojo sekaligus, tanpa pengawasan yudisial.
    Negara hukum tidak memberi tempat bagi logika bahwa dugaan bisa menggantikan bukti, dan kekuasaan administratif bisa menggantikan proses peradilan.
    Bahkan dalam konteks kejahatan keuangan yang kompleks sekalipun,
    legal authority
    tidak pernah lahir dari otoritas fungsional semata.
    Tidak cukup bahwa PPATK tahu, atau menduga, atau mengamati, mereka harus tunduk pada proses, harus tunduk pada pembuktian, harus tunduk pada hukum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Supian Suri Umumkan Sekda Depok Terpilih Paling Lambat September 2025 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Supian Suri Umumkan Sekda Depok Terpilih Paling Lambat September 2025 Megapolitan 2 Agustus 2025

    Supian Suri Umumkan Sekda Depok Terpilih Paling Lambat September 2025
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com
    – Wali Kota Depok
    Supian Suri
    memperkirakan akan mengumumkan sekretaris daerah (Sekda) Kota Depok terpilih paling lambat pada awal September 2025.
    “Ya, Insya Allah dalam waktu dekat kita umumkan. Dan mungkin di akhir Agustus atau di awal September kita sudah bisa melantik Sekda baru,” kata Supian saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (1/8/2025).
    Terpisah, Penjabat (Pj)
    Sekda Depok
    Nina Suzana memastikan bahwa proses seleksi Sekda sudah rampung dari tahap administrasi, tes kompetensi, rekam jejak, dan pemeriksaan kesehatan.
    Saat ini, Supian Suri hanya tinggal memilih mana nama yang dipilih untuk menjadi pembantunya dalam menjalankan pemerintahan di Kota Depok.
    “Kan sudah ada pengumuman tiga besar nya, itu tergantung pak wali kapan mau diumumkan 1 dari 3 nama,” ungkap Nina, Sabtu (2/8/2025).
    Adapun ketiga kandidat Sekda Depok yang lolos hingga seleksi akhir adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok Abdul Rahman; Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Kota Depok Dadang Wihana; dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Depok Mangnguluang Mansur.
    Pemerintah Kota Depok resmi membuka seleksi terbuka untuk jabatan strategis Sekretaris Daerah (Sekda) Tahun 2025.
    Posisi ini menjadi rebutan para pejabat eselon II yang memenuhi syarat secara nasional.
    Penjabat (Pj) Sekda Depok, Nina Suzana menyatakan, pembukaan seleksi ini sudah mengantongi lampu hijau dari Gubernur Jawa Barat, Menteri Dalam Negeri, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
    “Pelamar juga harus memiliki pengalaman kerja relevan sekurangnya lima tahun, memiliki integritas, dan rekam jejak kinerja yang baik,” ujar Nina di Depok, Jumat (13/6/2025), dikutip dari Antara.
    Pelamar wajib berstatus PNS aktif dengan pangkat minimal Pembina Tingkat I (IV/b), dan pernah atau sedang menjabat sebagai Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II.b) minimal dua tahun.
    Kandidat juga harus berusia maksimal 58 tahun dan siap menunda masa pensiun bila terpilih.
    Pelamar wajib mengantongi ijazah minimal S1/DIV, telah mengikuti Diklatpim II atau Pendidikan Kepemimpinan Nasional, serta sehat jasmani dan rohani.
    Kinerja dalam dua tahun terakhir harus bernilai baik, dan pelamar wajib mengunggah bukti LHKPN, SPT Tahunan 2025, serta surat rekomendasi dari PPK instansi asal
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite Nasional 2 Agustus 2025

    Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite
    Alumnus Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota Dewan Pembina Wahana Aksi Kritis Nusantara (WASKITA), Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Saat ini aktif melakukan kajian dan praktik pendidikan orang dewasa dengan perspektif ekonomi-politik yang berkaitan dengan aspek sustainable livelihood untuk isu-isu pertanian dan perikanan berkelanjutan, mitigasi stunting, dan perubahan iklim di berbagai daerah.
    KEPUTUSAN
    Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto menandai peristiwa politik yang jauh melampaui urusan hukum semata.
    Meski dibingkai sebagai upaya meredam kegaduhan politik yang ramai diperbincangkan publik, kenyataannya langkah ini lebih merefleksikan dinamika konsolidasi elite kekuasaan.
    Tidak lama setelah keputusan itu diumumkan, PDI Perjuangan secara terbuka menyatakan akan tetap berada di luar kabinet, tapi sepenuhnya mendukung pemerintahan Prabowo.
    Pernyataan ini mencerminkan kesadaran PDIP sebagai partai yang pernah berkuasa selama dua periode bahwa stabilitas politik merupakan variabel determinan dalam pembangunan politik dan pemeliharaan ketertiban sosial.
    Pandangan ini tak lepas dari pengaruh mazhab pemikiran Samuel Huntington dalam
    Political Order in Changing Societies
    (1968), yang menekankan pentingnya stabilitas politik sebagai syarat utama pembangunan, bahkan jika itu harus mengorbankan dinamika demokratis.
    Mazhab ini pula yang menjadi fondasi justifikasi Orde Baru selama tiga dekade, di mana stabilitas dijadikan nilai utama yang mengalahkan keberagaman suara dan partisipasi rakyat.
    Konsolidasi kekuasaan melalui pengelolaan konflik elite telah menjadi tradisi politik yang hidup kembali dalam lanskap demokrasi Indonesia kontemporer.
    Era pemerintahan Joko Widodo menjadi pelajaran paling nyata bagaimana kekuasaan bisa dibangun bukan dari perlawanan terhadap oposisi, melainkan dari penjinakan dan penyerapan kekuatan-kekuatan yang semula berada di luar lingkaran kekuasaan.
    Burhanuddin Muhtadi (2020) dalam risetnya menunjukkan bahwa Jokowi berhasil meminimalkan fragmentasi elite politik dengan menjinakkan oposisi lewat pembagian jabatan dan pendekatan personal.
    Sementara itu, kelompok-kelompok masyarakat sipil yang kritis diberi tempat di dalam struktur prestisius Istana, strategi kooptasi yang efektif untuk meredam potensi tekanan dari luar (Hadiz, 2017).
    Kini, Presiden Prabowo tampaknya melanjutkan pendekatan tersebut dengan lebih terbuka dan berani.
    Abolisi dan amnesti menjadi bagian dari strategi untuk menyusun ulang konfigurasi kekuasaan nasional.
    Dengan manuver ini, Prabowo berhasil memperlihatkan bahwa ia bukan sekadar penerus kekuasaan, melainkan seorang pemimpin yang mampu mengatur ulang ritme politik nasional dan menciptakan keseimbangan baru dalam relasi antar-elite.
    Di tengah-tengah tren aroma determinasi parlemen, alih-alih menandai kemunduran presidensialisme, keputusan Presiden Prabowo justru memperkuat posisi eksekutif sebagai pusat kekuasaan politik nasional.
    Ia berhasil menunjukkan kapasitasnya sebagai pengendali arah politik, bukan hanya dalam ranah pemerintahan, tetapi juga dalam penataan ulang lanskap elite partai.
    Dalam sistem presidensial yang ideal, presiden memang seharusnya memiliki kemandirian dan otoritas yang kuat dalam menjalankan pemerintahannya.
    Namun dalam praktik politik Indonesia, kekuatan tersebut sering kali ditentukan oleh sejauh mana presiden mampu mengendalikan parlemen—dan di sinilah keberhasilan Prabowo patut dicatat.
    Dengan memberikan abolisi dan amnesti kepada dua figur penting dari kubu politik yang sempat bersitegang dengan kekuasaan, Prabowo membuka jalan bagi rekonsiliasi yang membawa dampak struktural.
    PDIP, partai dengan sejarah panjang dalam kekuasaan, kini memilih untuk tetap berada di luar kabinet, tapi mendukung penuh pemerintahan.
    Ini tentu saja menyusutkan ruang oposisi dan memperkecil kemungkinan adanya kontrol yang efektif terhadap jalannya pemerintahan.
    Dalam jangka pendek, ini menciptakan stabilitas. Namun dalam jangka panjang, stabilitas yang dibangun tanpa keseimbangan kekuasaan justru bisa melemahkan demokrasi itu sendiri (Aspinall & Mietzner, 2019).
    Situasi ini juga memperlihatkan bahwa presiden kini tidak lagi sekadar menjalankan fungsi eksekutif, melainkan juga sebagai tokoh utama yang mengatur arah perdebatan, mengelola konflik, dan mendistribusikan ruang kekuasaan.
    Presidensialisme Indonesia dalam era ini menjelma menjadi sistem yang sangat terpusat, di mana otoritas parlemen menjadi subordinat dari kalkulasi politik eksekutif.
    Hal ini memperkuat temuan Edward Aspinall (2014) yang menyebut bahwa demokrasi elektoral Indonesia semakin bersandar pada konsensus elite, bukan kompetisi gagasan.
    Di tengah konsolidasi elite yang kian menguat, prospek demokratisasi kelembagaan di Indonesia tampak kian suram.
    Demokrasi yang sehat meniscayakan adanya pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta ruang yang memadai bagi oposisi untuk menjalankan fungsi kontrol.
    Namun, ketika semua saluran kekuasaan dikonsolidasikan ke dalam satu poros—yakni eksekutif—maka demokrasi mengalami tekanan dari dalam.
    Kekuasaan hukum pun tak luput dari kecenderungan ini. Ketika keputusan abolisi dan amnesti digunakan untuk menyusun ulang kesepakatan politik, maka independensi hukum tergerus oleh kepentingan strategis.
    Hadiz dan Robison (2005) menyebut kecenderungan ini sebagai bentuk “oligarkisasi demokrasi”, yakni di mana aktor-aktor kuat menggunakan institusi demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan privat dan kelompoknya.
    Di sisi lain, ketiadaan oposisi yang kuat di parlemen melemahkan fungsi pengawasan. Tanpa kekuatan penyeimbang, kebijakan-kebijakan strategis pemerintah akan cenderung disetujui tanpa perdebatan mendalam.
    Demokrasi pun bergerak menjadi prosedural semata, tanpa substansi deliberatif yang semestinya menjadi jantung dari sistem pemerintahan rakyat.
    Masyarakat sipil pun tidak luput dari strategi pengendalian. Kekuatan-kekuatan yang sebelumnya kritis kini banyak yang dilibatkan dalam struktur kekuasaan atau diakomodasi dalam jabatan-jabatan tertentu.
    Ini bukan hanya memperlemah daya kritis mereka, tetapi juga mengaburkan batas antara kekuasaan dan kontrol terhadap kekuasaan.
    Pertanyaan besar yang tersisa adalah: apakah stabilitas politik yang dihasilkan dari konsolidasi elite ini akan digunakan sepenuhnya untuk memajukan kesejahteraan rakyat, atau justru menjadi alat untuk memperpanjang dominasi politik aktor-aktor lama?
    Pengalaman sejarah Indonesia menunjukkan bahwa stabilitas sering kali dimaknai sebagai ketiadaan gejolak elite, bukan sebagai hasil dari terpenuhinya aspirasi rakyat.
    Dalam model seperti ini, stabilitas menjadi alat justifikasi untuk mempertahankan status quo, bukan sebagai jalan untuk transformasi sosial (Sherlock, 2010).
    Tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini bukan sekadar pada siapa yang memegang kekuasaan, melainkan pada bagaimana kekuasaan itu digunakan.
    Jika konsolidasi elite hanya melanggengkan praktik-praktik lama seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka kesejahteraan rakyat akan tetap menjadi janji kosong yang terus ditunda.
    Kekuasaan yang terlalu terpusat rentan digunakan untuk kepentingan jangka pendek. Kebutuhan akan loyalitas politik dan stabilitas internal bisa mendorong pengabaian terhadap isu-isu struktural seperti ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, akses pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan terhadap kelompok rentan.
    Dalam situasi seperti ini, rakyat kembali menjadi penonton dalam panggung besar konsolidasi kekuasaan.
    Negara ini dibentuk untuk menjamin kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa, dan mencerdaskan kehidupan rakyatnya.
    Namun, ketika demokrasi dijalankan dengan cara-cara elitis, ketika hukum dibengkokkan demi rekonsiliasi elite, dan ketika suara oposisi dibungkam demi stabilitas, maka proyek besar bernama demokrasi Indonesia sesungguhnya sedang mengalami erosi dari dalam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas Nasional 2 Agustus 2025

    Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto
    Kristiyanto tersenyum lebar setelah mendapat pengampunan atau amnesti dari Presiden
    Prabowo
    Subianto.
    Dia bebas dari jerat vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus penyuapan korupsi Harun Masiku.
    Hasto dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Jumat (1/8/2025) malam, sekitar pukul 21.20 WIB.
    Dia keluar dari Rutan KPK menggunakan kaus merah, jas berwarna hitam, dan kacamata berbingkai hitam.
    Senyum yang merekah di wajah Hasto itu juga dibarengi dengan pengucapan terima kasih kepada Prabowo atas kebijakan amnesti yang dia terima.
    “Pada prinsipnya saya menghormati keputusan amnesti Presiden Prabowo dan mengucapkan terima kasih atas keputusan amnesti yang telah mendengarkan perjuangan keadilan,” kata Hasto, Jumat.
    Atas keputusan Presiden, Hasto menyampaikan bahwa pihaknya memutuskan tidak akan menempuh upaya hukum banding terhadap vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 25 Juli 2025 lalu.
    Senyum yang sama terlihat di wajah Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    yang bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta pada pukul 22.06 WIB.
    Tom Lembong bebas
    dari Rutan Cipinang karena mendapat abolisi atau penghapusan kasus terkait importasi gula dari Presiden Prabowo.
    Mengenakan kaus berkerah warna biru tua, Tom Lembong mengangkat tangan memberi salam ke orang-orang yang hadir untuk mengiringi kebebasannya.
    Tangan kanannya sempat ditarik oleh pendukungnya dari kaum ibu-ibu, namun Tom tetap terlihat tenang dan tetap menampakkan wajahnya ke orang-orang.
    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong.
    Peristiwa terkait pembebasan para terdakwa kasus korupsi ini sangat jarang terjadi, termasuk terkait abolisi dan amnesti di tengah proses banding yang masih berjalan.
    Bagaimana kronologi pemberian amnesti-abolisi untuk Hasto dan Tom Lembong?
    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan, alasan utama Presiden Prabowo mengusulkan amnesti dan abolisi terhadap sejumlah tokoh, antara lain Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
    Menurut Supratman, usulan tersebut didasarkan atas pertimbangan demi persatuan nasional dan stabilitas politik, sekaligus dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan RI.
    “Pertimbangannya sekali lagi dalam pemberian abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara berpikirnya tentang NKRI. Jadi, itu yang paling utama,” kata Supratman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 31 Juli 2025.
    Kedua, pertimbangannya adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa.
    Pasalnya, tidak hanya Tom Lembong dan Hasto yang menikmati kebijakan tersebut. Supratman menjelaskan, ada 44.000 nama yang diusulkan untuk diberikan amnesti.
    Namun, baru ada 1.178 orang yang memenuhi syarat untuk menerima kebijakan tersebut, enam di antaranya tahanan yang merupakan orang Papua yang dianggap melakukan makar tanpa senjata.
    Usai menghirup udara bebas, Hasto mengatakan, kebebasannya akan digunakan untuk memperjuangkan rakyat kecil dan berorientasi pada tugasnya di PDI-P.
    “Lebih berjuang bagi kepentingan
    wong cilik
    yang harus menjadi orientasi dari seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jumat malam.
    Dia mengatakan, momentum ini akan digunakan untuk lebih mencintai Indonesia.
    “Amnesti dari Bapak Presiden Prabowo telah ikut menjawab keadilan itu, saya akan gunakan momentum ini untuk lebih mencintai Republik ini,” tuturnya.
    Sedangkan Tom Lembong akan bergerak menyuarakan perbaikan hukum di Indonesia setelah mendapat abolisi dari Prabowo.
    Tom mengaku tidak ingin hari kebebasannya menjadi akhir cerita. Sebagai penyintas, dia ingin menguarakan perbaikan hukum.
    “Saya tidak ingin kemerdekaan saya hari ini menjadi akhir dari cerita, saya ingin ini menjadi awal dan tanggung jawab bersama saya ingin menyuarakan, mengingatkan,” kata Tom di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat malam.
    “Bila mungkin membantu agar sistem hukum kita menjadi lebih adil, lebih jernih dan lebih memihak kepada kebenaran alih-alih pada kepentingan sempit tertentu,” ujarnya lagi.
    Tom lantas mengaku merasa beruntung karena kasusnya diperhatikan publik. Dia juga mendapatkan dukungan dari banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh besar dan masyarakat.
    Namun, Tom merasa tak bisa melupakan orang-orang yang senasib dengan dirinya. Mereka, menurut dia, dihadapkan pada ketidakadilan hukum namun tidak bisa bersuara dan tak berdaya.
    “Mereka yang mungkin mengalami nasib serupa tetapi tidak punya suara, tidak punya sorotan, tidak punya perlindungan,” ujar Tom Lembong.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Beda Sikap Supian Suri soal TPA Cipayung: Dulu Mau Ditutup, Kini Ingin Diperluas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Beda Sikap Supian Suri soal TPA Cipayung: Dulu Mau Ditutup, Kini Ingin Diperluas Megapolitan 2 Agustus 2025

    Beda Sikap Supian Suri soal TPA Cipayung: Dulu Mau Ditutup, Kini Ingin Diperluas
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Depok

    Supian Suri
    berubah sikap soal masa depan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipayung.
    Saat awal dilantik menjadi wali kota Depok, Supian sempat berencana menutup operasional
    TPA Cipayung
    .
    Namun, empat bulan berselang, atau tepatnya pada Juli 2025, mantan Sekretaris Daerah Kota Depok itu justru malah ingin memperluas TPA Cipayung.
    Supian Suri sempat berencana akan menutup operasional TPA Cipayung yang sudah kelebihan kapasitas.
    Sebab pada 2024, TPA Cipayung sudah dikategorikan tidak bisa menampung sampah baru setelah mencatat timbulan sampah sekitar 1.200 ton setiap harinya.
    Jumlah itu telah meningkat dari tahun 2023 yang berkisar 900 ton per hari. Lalu tinggi bukit sampah di TPA Cipayung pada saat itu sudah mencapai 300 meter.
    Padahal, batas maksimal tinggi bukit sampah berdasar buku panduan adalah 10 meter.
    “Kita sama-sama memahami bahwa TPA Cipayung sudah pada posisi yang baru. Sehingga TPA Cipayung Insya Allah dalam perubahan yang tidak terlalu lama kita ikhtiarkan untuk tidak lagi (digunakan) atau sudah kita tutup,” ujar Supian Suri, Rabu (5/3/2025).
    Supian menginginkan permasalahan sampah di Kota Depok bisa terselesaikan di hulu. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi lagi penumpukan sampah.
    “Di bidang infrastruktur, pengolahan atau pembangunan pengolahan sampah termaju, ini menjadi satu keharusan (yang perlu dilakukan pemerintah),” ungkap Supian.
    “Karena kita mudah-mudahan punya jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan sampah atau pengolahan sampah di Kota Depok,” sambung dia.
    Salah satu strateginya adalah melakukan budidaya magot di tingkat kelurahan untuk mengelola sampah organik.
    Kedua, pengelolaan bank sampah akan didorong secara optimal untuk mencari nilai ekonomis yang bisa dijual.
    Ketiga, residu sampah dari hasil pembakaran insinerator akan dimanfaatkan sebagai bahan dasar conblock, genteng, dan aspal.
    “Mungkin kalau insenerator itu masih dimungkinkan, ya itu kami jalankan. Tapi kalau kita sudah dapat alternatif pengelolaan sampah lainnya, kita akan ambil itu (enggak pakai insinerator),” kata Supian.
    Ditargetkan, persoalan sampah di Kota Depok selesai dalam kurun waktu maksimal satu tahun.
    Terbaru, Supian menginginkan
    TPA Cipayung diperluas
    . Sebab, tempat sampah ini kini masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN).
    Salah satu syarat untuk bisa menjadi PSN, lahan di TPA Cipayung harus diperluas minimal menjadi lima hektare.
    “Sehingga kita butuh sekitar tiga hektar lagi untuk ditambahkan, untuk kita bisa bersurat ke kementerian bahwa kita, Kota Depok siap menjadi kota untuk dikelola pengelolaan sampah menjadi energi listrik,” ujar Supian Suri di TPA Cipayung, Selasa (29/7/2025).
    Saat ini, luas TPA Cipayung baru 2 hektare. Maka dari itu, Pemkot Depok berencana membebaskan lahan lagi seluas tiga hektare.
    Perluasan ini nantinya akan dipusatkan di sejumlah titik yang sudah dipetakan di sekitar TPA dan tinggal menunggu rencana anggarannya.
    “Dari kesiapan lahan Insya Allah sudah ada, tinggal memang dari sisi prioritas penganggaran untuk bisa membebaskan lahan yang kita butuhkan,” ucap Supian.
    Selain pembebasan lahan, Supian mengeklaim bahwa Kota Depok telah memenuhi syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi sebelum bersurat ke kementerian sebagai kota pengelolaan sampah.
    Adapun syarat yang dimaksud adalah luas lahan TPA minimal lima hektar, timbulan sampah berkisar 1.000 ton per hari, mempunyai alat pengangkut sampah dari masyarakat ke titik pengeloaan sampah.
    Dan keempat, memiliki ketentuan Peraturan Daerah (Perda) soal retribusi sampah yang mewajibkan masyarakat untuk membayar.
    Namun, Pemkot Depok tetap menerapkan pola pengelolaan sampah melalui pihak ketiga atau swasta.
    “Masih ada pola-pola yang dilakukan oleh pihak ketiga yang juga menawarkan pengelolaan sampah melalui mekanisme sampah menjadi hidrogen, ini juga sedang kita jajaki,” lanjut dia.
    Bukit sampah di TPA Cipayung pernah mengalami longsor.
    Hal itu mengakibatkan pihak TPA terpaksa menutup layanan penerimaan sampah selama dua hari, yakni pada 13-14 Mei 2024. 
    “Kemarin, kami sudah beberapa kali mengalami hambatan di pelayanan (menerima sampah) karena terjadi patahan (pada gunungan sampah). Jadi posisinya sampah bukan hanya longsor, tapi putus (terbelah),” ungkap Kasubag Tata Usaha TPA Cipayung Yuyun Andiyana.
    Persoalan over capacity ini telah diawasi pengelola TPA dan sejauh ini ditangani melalui beberapa cara, salah satunya pembuatan lubang pembuangan sampah yang baru.
    “Kita (TPA Cipayung) buru-buru segera membuat manuver (area pembuangan), yaitu lubang pembuangan yang baru. Hal ini dilakukan tahun lalu dan sekarang sudah jauh lebih aman terkendali,” ujar Yuyun.
    Lalu, TPA Cipayung harus melakukan pengoptimalan dan perawatan titik lubang pembuangan baru.
    “Kami selalu mengusahakan lubang pembuangan baru tersebut selalu dijaga supaya tidak terlalu penuh di titik tersebut, dan juga demi mencegah berulangnya insiden yang sama,” jelas dia.
    Pihak TPA Cipayung juga rutin menata bukit sampah dengan memaksimalkan alat berat demi memastikan ketinggian bukit tetap aman dan mencegah longsor ke area air Kali Pesanggrahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Jubir KPK Johan Budi Jadi Komisaris Transjakarta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Mantan Jubir KPK Johan Budi Jadi Komisaris Transjakarta Megapolitan 2 Agustus 2025

    Mantan Jubir KPK Johan Budi Jadi Komisaris Transjakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan juru bicara KPK
    Johan Budi
    Sapto Pribowo ditunjuk sebagai komisaris baru
    Transjakarta
    .
    “Selamat bertugas Bapak Johan Budi Sapto Pribowo sebagai
    Komisaris Transjakarta
    ,” mengutip postingan media sosial Instagram @pt_transjakarta, Sabtu (2/8/2025).
    Selain Johan Budi, Transjakarta juga menunjuk dua komisaris baru lainnya, yaitu Zudan Arif Fakrulloh dan Muhammad Ainul Yakin.
    Ketiga komisaris baru ini diharapkan memberikan perubahan baik untuk Transjakarta ke depannya demi menunjang Jakarta menjadi kota global.
    “Selamat mengemban amanah baru. Terus hadirkan perubahan nyata demi transportasi publik yang lebih modern, aman, dan terjangkau. Bersama membangun Transjakarta semakin inklusif untuk menuju Jakarta kota global,” ujarnya.
    Penggantian
    komisaris Transjakarta
    ini juga beriringan dengan selesainya masa tugas komisaris sebelumnya, yaitu Mashuri Masyhuda dan Bambang Eko Martono.
    “Terima kasih atas dedikasi sebagai Komisaris Transjakarta untuk Bapak Mashuri Masyhuda dan Bapak Bambang Eko Martono,” tuturnya.
    Kompas.com telah mencoba menghubungi Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta Ayu Wardhani terkait perombakan komisaris Transjakarta, tetapi belum mendapatkan jawaban.
    Johan Budi pernah menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi sejak Januari 2016. Sebelum masuk Istana Kepresidenan, dia merupakan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Johan bahkan sempat menjadi pimpinan KPK. Pada Pileg 2019, dia bergabung dengan PDI-P dan menjadi calon anggota legislatif dari partai berlambang banteng itu.
    Johan yang maju di dapil Jawa Timur VII meraih 76.395 suara. Meski kini menjadi politisi dan sebelumnya menjadi “wajah” KPK, Johan memulai kariernya sebagai peneliti dan wartawan.
    Ia pernah menjadi kolumnis Harian Media Indonesia dari 1994 hingga1999. Ia juga menyambi sebagai reporter dan editor Majalah Forum Keadilan pada 1995–2000.
    Setelah itu, Johan Budi bergelut di Majalah Tempo sebagai editor desk Politik selama setahun, dari 2000 ke 2001. Di Majalah Tempo, ia menduduki posisi lainnya menjadi Kepala Biro Jakarta dan Luar Negeri, editor desk Nasional, dan editor desk Investigasi.
    Tak hanya itu, ia sempat menjadi dosen di Fakultas Komunikasi Massa Universitas Indonusa Esa Unggul pada 2004–2005 sebelum akhirnya ditarik jadi juru bicara KPK pada 2006.
    Ia menjadi juru bicara lembaga antirasuah itu selama delapan tahun. Pada 2014, Johan diangkat sebagai Deputi Pencegahan KPK.
    Tahun berikutnya, ia dijadikan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK bersama dua pelaksana tugas lain, yaitu mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan akademisi Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisah Pilu Andree: Vespa Tak Dapat, Dana Sekolah Anak Melayang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Kisah Pilu Andree: Vespa Tak Dapat, Dana Sekolah Anak Melayang Megapolitan 2 Agustus 2025

    Kisah Pilu Andree: Vespa Tak Dapat, Dana Sekolah Anak Melayang
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Sebanyak 63 orang diduga menjadi korban
    penipuan jual beli Vespa
    fiktif oleh seorang pemilik bengkel ternama di Jalan Cipendawa, Rawalumbu, Kota
    Bekasi
    , berinisial AWP.
    Kerugian yang diderita korban ditaksir mencapai Rp 1,5 miliar dengan nilai bervariasi antara Rp 7 juta hingga Rp 150 juta.
    Tak terima, para korban memutuskan menempuh jalur hukum dengan melaporkan pelaku ke Polres Metro Bekasi Kota pada 17 Juli 2025.
    Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor: LP/B/1.722/VII/2025/SPKT.SAT RESKRIM/POLRES METRO BEKASI KOTA/PMJ.
    Kasus penipuan turut mengorbankan seorang warga Jatibening, Pondok Gede, Andree Noviar Pradana (32).
    Saking kecewanya terhadap tindakan pelaku sampai membuat Andree tak bisa menutupi rasa kesedihannya.
    Andree mengaku sangat menyesal berbisnis dengan pelaku. Terlebih, dia kehilangan uang Rp 25,5 juta yang sedianya akan digunakan untuk biaya sekolah anak.
    “Saya merasa bodoh, kok bisa ketipu sama orang kayak dia, dan saya cerita ke dia kalau duit saya tinggal segini,” kata Andree sembari menangis, Jumat (1/8/2025).
    Andre mengaku mendapat tawaran jual beli Vespa oleh pelaku pada Januari 2025.
    Pelaku menawarkan satu unit Vespa jenis PTS milik seseorang yang hendak dilepas dengan harga Rp 26 juta.
    Saat itu, pelaku berjanji akan langsung menjual unit tersebut. Hasil penjualan akan dibagi sesuai kesepakatan di antara keduanya.
    Tawaran ini membuatnya tergiur. Tak berpikir panjang, Andree langsung menyerahkan uang Rp 25,5 juta sebagai modal pembelian unit tersebut ke rekening pribadi pelaku
    Setelah uang diserahkan, unit Vespa tak kunjung diperlihatkan. Bahkan, ia kehilangan jejak setelah pelaku diduga kabur ke Jawa Tengah.
    Ia semakin gundah ketika mengetahui bengkel milik pelaku tiba-tiba tutup secara misterius pada Maret 2025.
    Kondisi ini membuat Andree curiga. Akhirnya, ia mencari informasi mengenai sosok pelaku ke sesama komunitas Vespa.
    Belakangan ia baru mengetahui jika pelaku juga menipu puluhan orang lainnya dengan berbagai modus.
    Modus tersebut mulai dari jual beli Vespa, servis, restorasi, hingga jual beli spare part atau aksesoris Vespa.
    Perlahan, Andree menyadari telah menjadi korban penipuan pelaku. Seketika, mentalnya hancur lantaran sosok yang ia hormati justru meruntuhkan kepercayaannya.
    “Saya kesal, mental saya kena,” ucap Andree.
    Belakangan juga menyadari bahwa total korban mencapai 63 orang dengan kerugian secara keseluruhan sekitar Rp 1,5 miliar.
    Meski mempunyai pemasukan tetap, peristiwa tersebut tetap membuat ekonominya goyah.
    Alhasil, Andree terpaksa menjual salah satu Vespa kesayangannya senilai Rp 15 juta.
    Hasil penjual motornya kemudian ia pergunakan untuk biaya pendaftaran anak masuk taman kanak-kanak (TK).
    “Kebetulan saya punya vespa satu lagi. Vespa yang dijual Vespa Exclusive 1997, saya jual Rp 15 juta,” ujar Andree.
    Kecewa dengan tindakan pelaku, Andree dan sejumlah rekannya terpaksa membuat laporan di Polres Metro Bekasi Kota pada 17 Juli.
    Laporan tersebut teregistrasi bernomor: LP/B/1.722/VII/2025/SPKT.SAT RESKRIM/POLRES METRO BEKASI KOTA/PMJ.
    Berangkat dari laporan ini, Andree berharap pelaku segera ditangkap dan dihukum setimpal atas perbuatannya.
    “Harapannya ini menjadi titik terang, menjadi pintu awal agar pelaku ditangkap dan dimintai pertanggungjawabannya,” imbuh dia.
    Sementara itu, Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Kusumo Wahyu Bintoro membenarkan kasus tersebut. Pihaknya masih mendalami kasus.
    “Masih kita dalami,” tambah Kusumo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramai soal Bendera "One Piece" Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Ramai soal Bendera "One Piece" Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan Nasional 2 Agustus 2025

    Ramai soal Bendera “One Piece” Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    DPR
    RI sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi
    Dasco
    Ahmad menekankan bahwa
    bendera Merah Putih
    merupakan satu-satunya simbol nasional yang akan dikibarkan pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI pada 17 Agustus mendatang.
    Dasco pun mengajak semua pihak untuk merayakan kemerdekaan dengan penuh semangat persatuan.
    Hal tersebut disampaikan Dasco merespons fenomena ajakan pengibaran bendera dari manga 
    One Piece
    menjelang
    HUT RI
    .
    “Pada 17 Agustus, bendera Merah Putih tetap satu-satunya simbol nasional yang dikibarkan. Hal ini sudah jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Mari kita rayakan kemerdekaan dengan penuh semangat persatuan dan kebangsaan,” ujar Dasco dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
    Selain itu, Dasco meminta agar tidak ada yang membenturkan para pencinta
    One Piece
    dengan nilai-nilai kebangsaan dan kecintaan terhadap Merah Putih.
    “Tidak perlu ada narasi yang mendiskreditkan penggemar
    One Piece
    sebagai makar atau upaya menjatuhkan pemerintah,” katanya.
    Dasco mengimbau agar seluruh anak bangsa bersatu dan senantiasa waspada terhadap segala upaya yang dapat memecah belah bangsa.
    Dia juga mengingatkan bahwa generasi muda melihat
    One Piece
    sebagai bagian budaya populer, bukan simbol separatis.

    One Piece
    ini manga yang sudah puluhan tahun tumbuh sama generasi muda kita. Ini salah satu staf saya anaknya sudah tiga, dia juga bilang dirinya Nakama (istilah untuk penggemar
    One Piece
    ),” ujar Dasco.
    Baru-baru ini ramai di media sosial pemberitaan mengenai pemasangan bendera bajak laut ala anime
    One Piece
    di sejumlah wilayah menjelang perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025.
    Dalam video yang viral beredar di medsos, bendera itu banyak dipasang di belakang kendaraan besar seperti truk.
    Selain itu, tidak sedikit orang yang mengibarkan bendera Jolly Roger itu di depan rumah jelang peringatah
    HUT ke-80 RI
    .
    Meski beberapa pihak menilai pemasangan bendera
    One Piece
    sekadar bentuk ekspresi kreatif generasi muda, namun juga memicu kekhawatiran akan potensi gerakan yang bersifat kontra-pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Bebas, Hasto Serahkan Sepenuhnya Posisi Sekjen PDI-P ke Megawati
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Usai Bebas, Hasto Serahkan Sepenuhnya Posisi Sekjen PDI-P ke Megawati Megapolitan 2 Agustus 2025

    Usai Bebas, Hasto Serahkan Sepenuhnya Posisi Sekjen PDI-P ke Megawati
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com

    Hasto Kristiyanto
    menyerahkan sepenuhnya posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDI-P) periode 2025-2029 ke
    Megawati Soekarnoputri
    .
    Hal ini dikatakan Hasto saat ditanya mengenai masa depan posisi sekjen usai Megawati terpilih sebagai ketua umum dalam Kongres ke-6 PDI-P di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, Jumat (1/8/2025).
    “Sedangkan tentang susunan komposisi dari Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan (termasuk posisi sekjen) diserahkan sepenuhnya oleh Kongres kepada Ibu Megawati Soekarnoputri,” ujar Hasto di kediamannya, Taman Villa Kartini, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Sabtu (2/8/2025) dini hari.
    Hasto juga bersyukur bahwa PDI-P kembali dipimpin oleh Megawati.
    “Kami sangat bersyukur, yang paling penting adalah Ibu Megawati Soekarnoputri terpilih secara aklamasi dikukuhkan kembali sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan,” katanya.
    Selain itu, Hasto mengatakan belum bisa memastikan apakah akan menyusul ke Bali untuk menemui Megawati selepas bebas.
    Namun, Hasto memastikan akan menyampaikan terima kasih atas dukungan Megawati selama menjalani proses persidangan.
    “Besok pagi saya akan melaporkan melalui telpon kepada Ibu Megawati Soekarnoputri dan juga mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan dari beliau,” imbuh dia.
    DPR RI memberikan persetujuan permohonan pemberian amnesti terhadap Hasto Kristiyanto yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk calon anggota DPR RI Harun Masiku yang telah divonis 3,5 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada 31 Juli 2025.
    Kemudian, Menteri Hukum Supratman Andi Atgas mengungkapkan, Keputusan Presiden (Keppres) pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.
    Keputusan ini diambil Prabowo karena ingin semua kekuatan politik bersama-sama dalam membangun Indonesia.
    “Presiden punya pertimbangan bagaimana seluruh kekuatan politik bisa bersama-sama membangun Republik ini, apalagi sebentar lagi kita akan merayakan 80 tahun Indonesia merdeka,” ujar Supratman dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (1/8/2025) malam.
    Alasan yang sama juga menjadi latar belakang Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
    Di samping itu, Supratman juga menegaskan bahwa Prabowo tidak mencampuri proses dan mekanisme hukum yang berjalan.
    “Presiden sama sekali tidak mencampuri urusan proses hukum,” tegas Supratman.
    Sebelum mendapatkan amnesti, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
    Majelis hakim menyimpulkan, tindakan Hasto Kristiyanto terbukti memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur delik pemberi suap.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Bebas, Hasto Serahkan Sepenuhnya Posisi Sekjen PDI-P ke Megawati
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Agustus 2025

    Usai Bebas, Hasto Bersyukur Megawati Terpilih Lagi Jadi Ketum PDI-P Megapolitan 2 Agustus 2025

    Usai Bebas, Hasto Bersyukur Megawati Terpilih Lagi Jadi Ketum PDI-P
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
     mengaku bersyukur 
    Megawati
    Soekarnoputri kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI-P periode 2025-2030.
    Hal ini dia katakan saat tiba di kediamannya di Taman Villa Kartini, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Sabtu (2/8/2025).
    Hasto baru dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkat amnesty dari Presiden Prabowo Subianto.
    “Kami sangat bersyukur, yang paling penting adalah Ibu Megawati Soekarnoputri terpilih secara aklamasi dikukuhkan kembali sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan,” ucap Hasto.
    Terkait posisi Sekjen PDI-P pada kepengurusan periode berikutnya, Hasto menyerahkan sepenuhnya ke Megawati.
    “Sedangkan tentang susunan komposisi dari Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan diserahkan sepenuhnya oleh Kongres kepada Ibu Megawati Soekarnoputri,” imbuh dia.
    DPR RI memberikan persetujuan permohonan pemberian amnesti terhadap Hasto Kristiyanto yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk calon anggota DPR RI Harun Masiku yang telah divonis 3,5 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada 31 Juli 2025.
    Kemudian, Menteri Hukum Supratman Andi Atgas mengungkapkan, Keputusan Presiden (Keppres) pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.
    Keputusan ini diambil Prabowo karena ingin semua kekuatan politik bersama-sama dalam membangun Indonesia.
    “Presiden punya pertimbangan bagaimana seluruh kekuatan politik bisa bersama-sama membangun Republik ini, apalagi sebentar lagi kita akan merayakan 80 tahun Indonesia merdeka,” ujar Supratman dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (1/8/2025) malam.
    Alasan yang sama juga menjadi latar belakang Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
    Di samping itu, Supratman juga menegaskan bahwa Prabowo tidak mencampuri proses dan mekanisme hukum yang berjalan.
    “Presiden sama sekali tidak mencampuri urusan proses hukum,” tegas Supratman.
    Sebelum mendapatkan amnesti, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
    Majelis hakim menyimpulkan, tindakan Hasto Kristiyanto terbukti memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur delik pemberi suap.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.