Kebocoran Gas Picu Kebakaran Kios Laundry di Matraman Sabtu Sore
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kebakaran
yang terjadi di sebuah kios laundry di Jalan Pisangan Baru Tengah, Matraman,
Jakarta Timur
, pada Sabtu (2/8/2025) sore diduga dipicu oleh kebocoran gas.
Dugaan tersebut disampaikan oleh Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur.
Kepala Seksi Operasi (Kasi Ops) Gulkarmat Jakarta Timur, Abdul Wahid, menjelaskan bahwa sebelum ledakan terjadi, karyawan laundry sempat berupaya mengamankan tabung gas yang bocor.
“Kebocoran dari salah satu gas, karyawan tersebut berusaha mengeluarkan tabung namun belum sampai keluar sudah terjadi ledakkan,” ucap Abdul Wahid saat dikonfirmasi, Minggu (3/8/2025).
Abdul Wahid juga menyampaikan bahwa peristiwa
kebakaran
tersebut menyebabkan tiga orang yang berada di dalam kios mengalami luka bakar.
“Tiga korban mengalami luka bakar. Ketika tim Gulkarmat sampai, korban sudah dibawa ke RS Matraman untuk menjalani perawatan,” ucap Abdul.
Laporan pertama mengenai kebakaran ini diterima oleh Gulkarmat Jakarta Timur pada pukul 17.01 WIB.
Dalam respons cepat, sebanyak 40 personel dan delapan unit mobil pemadam kebakaran langsung dikerahkan ke lokasi kejadian.
Proses pemadaman api berlangsung relatif cepat. Api berhasil dijinakkan pada pukul 17.23 WIB di ruko berukuran 6 x 9 meter, dan seluruh proses pemadaman dinyatakan tuntas pada pukul 18.30 WIB.
“Kerugian dari peristiwa tersebut sekitar Rp 189 juta,” jelasnya.
Pihak berwenang masih melakukan evaluasi lanjutan untuk memastikan penyebab pasti kebakaran dan tindak lanjut penanganan korban.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/08/02/688e3b14c9408.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perempuan yang Curi Kalung Berlian Rp 50 Juta di Mal Kelapa Gading Ditangkap Polisi Megapolitan 3 Agustus 2025
Perempuan yang Curi Kalung Berlian Rp 50 Juta di Mal Kelapa Gading Ditangkap Polisi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Seorang perempuan berinisial AM (49) ditangkap polisi setelah diduga melakukan
pencurian
kalung berlian senilai Rp 50 juta dari sebuah toko perhiasan di salah satu mal di kawasan
Kelapa Gading
,
Jakarta Utara
.
Kapolsek Kelapa Gading, Kompol Seto Handoko mengatakan, penangkapan pelaku dilakukan pada Jumat (1/8/2025).
“Pelaku atas nama AM ditangkap pada hari Jumat tanggal 1 Agustus 2025 pukul 05.30 WIB di Apartemen Altiz, Jalan Bintaro Utama, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten,” ujar Seto, saat dikonfirmasi pada Minggu (3/8/2025).
Penangkapan dilakukan setelah Polsek Kelapa Gading menerima laporan dari seorang karyawan toko perhiasan berinisial EHR (20).
Dalam laporannya, EHR memberikan ciri-ciri pelaku yang telah mencuri kalung berlian dari tokonya.
“Pelaku adalah seorang perempuan dengan ciri-ciri menggunakan pakaian baju panjang berwarna putih biru, celana panjang putih, jilbab berwarna biru, dan tas berwarna coklat,” jelas Seto.
Bermodalkan ciri-ciri tersebut serta rekaman CCTV, polisi melakukan penelusuran terhadap alamat yang diduga milik AM.
Namun, menurut ketua RW setempat, pelaku sudah tidak tinggal di alamat tersebut karena hanya mengontrak.
Ketua RW kemudian menginformasikan bahwa AM tinggal di sebuah apartemen di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan.
“Setelah itu Tim Opsnal menindaklanjuti lokasi tersebut dan adanya pelaku dengan ciri-ciri yang serupa dengan yang di CCTV,” kata Seto.
Setelah memastikan kecocokan identitas dan ciri-ciri, polisi langsung melakukan penangkapan terhadap AM dan melakukan penggeledahan.
Dalam penggeledahan itu, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain:
“Selanjutnya, pelaku dan barang bukti dibawa ke Polsek Kelapa Gading guna penyelidikan lebih lanjut,” tambah Seto.
Sebelumnya, AM berhasil mencuri kalung berlian senilai Rp 50 juta dengan modus berpura-pura menjadi pembeli. Ia meminta EHR memperlihatkan tiga barang berupa kalung dan cincin.
Saat EHR lengah, AM langsung mengambil satu buah kalung emas dengan liontin berlian dan kemudian berpura-pura tidak jadi membeli.
EHR baru menyadari adanya barang yang hilang setelah membereskan kembali perhiasan yang telah ditunjukkan kepada pelaku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/02/688df5f8b36f5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Siswi SMK Jatuh dari Lantai 4 UT Purwokerto, Kampus Beri Penjelasan soal Tak Ada Pagar Pengaman
Siswi SMK Jatuh dari Lantai 4 UT Purwokerto, Kampus Beri Penjelasan soal Tak Ada Pagar Pengaman
Tim Redaksi
PURWOKERTO, KOMPAS.com –
Universitas Terbuka
(UT)
Purwokerto
,
Jawa Tengah
, angkat bicara mengenai insiden tewasnya seorang siswi SMK berinisial MA (17), yang jatuh dari lantai 4 saat acara peresmian gedung baru kampus pada Kamis (31/7/2025).
“Kami menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya almarhumah di area UT,” kata Direktur
UT Purwokerto
Dr Prasetyarti Utami kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Menurut dia, lokasi jatuhnya korban tidak dilengkapi pagar karena merupakan akses gondola untuk perawatan gedung.
“Jadi itu untuk akses gondola untuk pembersihan kaca, bukan untuk jalur umum,” kata dia.
Prasetyarti menyebut, insiden itu merupakan kelalaian korban. Lokasi jatuhnya korban merupakan area terlarang bagi orang umum.
Pada bagian pintu juga telah terpampang larangan bertuliskan “Dilarang Masuk Area Maintenance, Khusus Petugas”.
“Keluarga (korban) menyadari atas kelalaian almarhumah memasuki area tersebut, karena sudah ada jelas larangannya dan rambu-rambunya,” ujar dia.
Dia juga menegaskan, pembangunan gedung tersebut telah selesai 100 persen.
Sebelum diresmikan, pihaknya juga sudah menggunakan gedung tersebut sejak 14 April 2025.
Dia mengklaim, telah menjalankan SOP pengamanan gedung berlantai 4 tersebut.
“Artinya ada area-area yang tidak boleh dilalui oleh orang umum, dan itu sudah terpampang,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, MA (17) tewas akibat terjatuh dari lantai 4 gedung UT Purwokerto, Kamis sekitar pukul 08.45 WIB.
Insiden itu terjadi saat korban sedang menjadi asisten tata rias untuk para penari yang akan tampil dalam acara peresmian gedung tersebut.
Polisi menyebut, lokasi jatuhnya korban tidak dilengkapi dengan pagar pengaman.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/03/688ea6ae64edd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warung Madura di Bangkalan Terbakar, Tabung Gas Semburkan Api dan Persulit Pemadaman
Warung Madura di Bangkalan Terbakar, Tabung Gas Semburkan Api dan Persulit Pemadaman
Tim Redaksi
BANGKALAN, KOMPAS.com
– Sebuah warung di Desa Martajasah, Kecamatan
Bangkalan
, Kabupaten Bangkalan,
Jawa Timur
, hangus terbakar pada Sabtu (2/8/2025) malam sekitar pukul 23.00 WIB.
Kebakaran di warung
madura
itu dipicu oleh bensin eceran yang tersambar api dari rokok yang sedang dinyalakan di sekitar lokasi kejadian.
Kasi Pemadam Kebakaran (Damkar) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bangkalan, Ortis Iskandar mengungkapkan, kebakaran terjadi ketika pemilik warung baru tiba membeli stok bensin.
Saat bensin dituangkan ke botol ukuran satu liter, bahan bakar tersebut tumpah ke lantai dan langsung tersulut api akibat ada seseorang yang tengah merokok.
“Saat mengisi bensin ke botol eceran, bensinnya tumpah, dan di lokasi ada yang merokok, akhirnya api langsung menyambar,” jelas Ortis yang akrab disapa Dadang, Minggu (3/8/2025).
Api dengan cepat menyebar dan membakar jerigen bensin hingga merembet ke seluruh isi warung.
Warga sekitar yang melihat kejadian tersebut langsung panik dan berusaha menghubungi petugas pemadam kebakaran.
Dadang mengatakan, petugas Damkar sempat mengalami kesulitan dalam memadamkan api karena tabung gas elpiji yang berada di dalam warung meledak.
Elpiji itu menyemburkan api yang semakin memperbesar kebakaran.
“Api makin sulit dipadamkan karena di dalam toko banyak tabung gas yang meledak dan menyemburkan api. Selain itu, ada satu jerigen Pertalite yang ikut terbakar, sehingga kami perlu waktu ekstra,” ungkap Dadang.
Selain menghanguskan warung, dua unit sepeda motor yang terparkir di lokasi turut terbakar. Kerugian akibat peristiwa ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp100 juta.
Petugas Damkar berhasil memadamkan api setelah sekitar satu jam berjibaku di lokasi.
Setelah pemadaman, petugas masih terus melakukan proses pendinginan di area warung untuk memastikan api benar-benar padam.
“Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini,” pungkas Dadang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/02/688dfa20f3ef2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati… Nasional 3 Agustus 2025
Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo Subianto
mengeluarkan keputusan untuk memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
PDI-P
), Hasto Kristiyanto, yang terseret kasus Harun Masiku.
Pemberian amnesti tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang telah mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945.
Secara hukum, amnesti adalah tindakan negara yang menghapus seluruh akibat pidana atas suatu perbuatan, termasuk menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
Melalui amnesti ini, status hukum Hasto dinyatakan berakhir secara permanen, termasuk penyidikan dan penuntutan yang sempat dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Artinya, negara mengambil sikap bahwa perkara tersebut tidak lagi dianggap sebagai tindakan pidana yang perlu diproses lebih lanjut.
Secara politik, keputusan ini menjadi isyarat penting dari pemerintahan Prabowo, terutama dalam menghadapi dinamika relasi dengan partai-partai di luar koalisi pemerintah.
Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai bentuk rekonsiliasi, amnesti terhadap figur sentral PDI-P jelas menyimpan bobot politis yang tidak kecil.
Langkah ini juga mencerminkan pemanfaatan kewenangan konstitusional Presiden untuk mengintervensi proses hukum demi pertimbangan keadilan dan kepentingan nasional yang lebih luas.
Dalam praktik ketatanegaraan, pemberian amnesti kerap digunakan untuk meredam ketegangan politik atau menyelesaikan perkara yang dianggap sarat kepentingan non-hukum.
Sebelum amnesti disampaikan, Ketua Umum
Megawati Soekarnoputri
memerintahkan para kadernya untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Bimbingan Teknis atau Bimtek PDI-Perjuangan di Bali.
Perintah Megawati agar kadernya mendukung pemerintahan Prabowo ini diungkapkan oleh Ketua DPP PDI-P Deddy Yevri Sitorus.
“Sembari juga memastikan bahwa kita punya cukup banyak gagasan dalam rangka menjaga dan mendukung pemerintah agar betul-betul ada pada rel yang seharusnya,” kata Deddy, di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (31/7/2025) malam.
Menurut dia, dukungan yang diberikan itu bagi upaya-upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga negara, bangsa, dan rakyat agar mampu melalui kondisi yang belum baik saat ini.
Dia mengatakan, upaya-upaya yang perlu didukung di antaranya untuk mengatasi kondisi fiskal yang sangat tidak stabil, pemasukan negara yang berkurang, tantangan pembayaran utang luar negeri, hingga tantangan geopolitik dan ekonomi global.
Secara umum, dia mengatakan bahwa Megawati ingin supaya partai berlambang kepala banteng itu tetap solid secara organisasi dengan memiliki frekuensi yang sama.
Untuk itu, menurut dia, Megawati meminta kepada para kadernya untuk turun ke masyarakat agar mengetahui persoalan-persoalan murni yang dialami masyarakat.
Menurut dia, Megawati selalu berpesan bahwa partai politik adalah tiang utama dari pemerintahan.
Dengan landasan undang-undang yang ada, dia mengatakan bahwa partai politik harus solid untuk bisa berperan dengan baik.
“Sudah tentu kita sebagai partai, terutama anggota legislatif kita, sebagai bagian dari negara ini, tentu harus berpikir menyatukan frekuensi. Selain itu, kita juga menggunakan kesempatan itu untuk menemukan inovasi-inovasi baru,” kata Anggota Komisi II DPR RI itu.
Meski tidak menjadi oposisi, partai berlambang banteng moncong putih itu menegaskan tetap berada di luar pemerintahan.
Politikus PDI-P Yasonna Laoly menuturkan, dukungan yang dilakukan PDI-P adalah sebagai penyeimbang atau menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah.
“Kan kalau PDI-P kemarin di bimtek, ibu sudah mengatakan. Kita dukung pemerintahan Pak Prabowo, walaupun kita berada di luar kabinet. Kita tetap mendukung sebagai penyeimbang,” ujar Yasonna, di sela-sela rangkaian Kongres ini.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan, Partai Gerindra yang ia pimpin dan PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri merupakan kakak dan adik.
Meski hubungan kedua partai bagaikan saudara kandung, Prabowo menyebutkan bahwa PDI-P dan Gerindra tidak boleh berada dalam koalisi bila merujuk praktik demokrasi di negara barat.
“Ini sebenarnya PDI-P sama Gerindra ini kakak-adik. Tapi, benar kita ini karena apa ya, demokrasi kita kan diajarkan oleh negara barat, jadi enggak boleh koalisi satu,” kata Prabowo, dalam peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).
Prabowo menuturkan, sebagai negara demokrasi, harus ada pihak yang mengoreksi kebijakan pemerintah.
PDI-P dalam hal ini tidak menjadi bagian dari koalisi bersama Gerindra.
Perwakilan PDI-P juga tidak ada dalam Kabinet Merah Putih dan lebih banyak menduduki kursi di parlemen.
“Itu memang benar, harus ada yang di luar (koalisi), koreksi kita gitu, ngoreksi. Tapi, ya sedulur, ya kan?” ucap Prabowo.
“Kalau bahasanya itu jaksa Agung, hopeng (hao pengyou—teman baik). Bahasanya Pak Utut hopeng, karena suhunya sama dia ini,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2015/05/25/1008166010-fot0160780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum Nasional 3 Agustus 2025
Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum
Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
DALAM
panggung sejarah kekuasaan, keputusan politik kerap menjadi penentu arah nasib individu, bahkan bangsa.
Ketika Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, publik terbelah antara lega dan gusar, antara optimisme dan skeptisisme.
Di satu sisi, tindakan ini dibaca sebagai bentuk keberanian politik untuk memutus lingkaran balas dendam kekuasaan. Di sisi lain, keputusan ini diselubungi tanda tanya: mengapa mereka yang terkena hukuman? Mengapa bukan yang lain?
Amnesti dan abolisi bukan sekadar tindakan administratif, melainkan simbol kebijakan negara dalam memaknai keadilan.
Dalam pengertian hukum positif, amnesti adalah pengampunan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas tindakan pidana tertentu, biasanya bermuatan politik, yang menghapuskan segala akibat hukum.
Abolisi, sebaliknya, adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang dan diberikan atas dasar pertimbangan politik tertentu.
Keduanya diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
Dalam kasus Hasto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan yang terjerat tuduhan
obstruction of justice
dan suap dalam perkara Harun Masiku dengan vonis 3,5 tahun penjara; amnesti menjadi pilihan untuk memulihkan martabat seorang politikus yang dianggap menjadi korban kriminalisasi.
Sementara itu, Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan (2015-2016) terdakwa kasus impor gula dengan vonis hukuman 4,5 tahun penjara, mendapat abolisi yang menghapus semua proses dan putusan hukum.
Kedua tindakan ini, secara hukum sah, tapi secara moral dan politik memanggil renungan lebih dalam.
Apresiasi atas amnesti dan abolisi tak boleh membutakan kita dari ketimpangan hukum yang telah lama menjadi borok tak tersembuhkan dalam demokrasi Indonesia.
Ketika keputusan hakim tampak seperti salinan naskah kekuasaan, dan ketika tuntutan jaksa mencerminkan atmosfer politik ketimbang asas legalitas, maka kita sedang menyaksikan bagaimana keadilan kehilangan sakralitasnya.
Mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diam pada kasus-kasus korupsi yang nilainya jauh lebih besar, bahkan seukuran gajah?
Mengapa kejaksaan lamban dalam mengusut skandal-skandal besar yang menguapkan triliunan rupiah uang rakyat?
Di saat yang sama, aparat penegak hukum tampak sangat aktif ketika berhadapan dengan figur-figur yang berada di luar lingkar kekuasaan.
Pola ini mengulangi siklus gelap dalam sejarah penegakan hukum di negeri ini: selektif, transaksional, dan sarat kepentingan.
Buku Daniel S. Lev berjudul “Legal Evolution and Political Authority in Indonesia” (Equinox Publishing, 2000) menjadi titik awal refleksi penting.
Lev menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak pernah menjadi entitas otonom, melainkan selalu dibentuk dan dibelokkan oleh agenda kekuasaan.
Hal ini masih relevan hingga hari ini. Ketika figur seperti Hasto dan Tom Lembong dijerat atau dibebaskan berdasarkan kalkulasi politik, bukan semata prosedur hukum, maka jelas bahwa supremasi hukum masih menjadi ideal yang jauh dari kenyataan.
Penegakan hukum di Indonesia semakin diragukan setelah KPK dilemahkan melalui revisi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019. KPK yang dahulu independen dan progresif, kini berada di bawah kendali dewan pengawas yang berafiliasi dengan pemerintah.
Hukum menjadi sunyi ketika pelakunya adalah kroni atau bagian dari sistem kekuasaan. Padahal, dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jelas bahwa setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok wajib dihukum berat.
Namun, teks hukum kehilangan makna jika aparatnya tunduk pada perintah kekuasaan.
Hal ini dipertegas oleh Satjipto Rahardjo dalam bukunya “Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan” (Kompas, 2008), bahwa hukum di Indonesia terlalu kaku pada prosedur tetapi gagal pada substansi keadilan.
Ia menyerukan agar aparat hukum lebih berpihak kepada nilai keadilan sosial daripada sekadar teks hukum.
Dalam konteks Prabowo, pemberian amnesti dan abolisi bisa dibaca sebagai upaya koreksi terhadap praktik hukum yang telah kehilangan arah moral.
Sebastian Pompe (2012) juga mencatat bahwa hukum di Indonesia sangat rentan digunakan sebagai alat politik.
Dari Mahkamah Konstitusi hingga Mahkamah Agung, Pompe menunjukkan bahwa tekanan kekuasaan menjadi bagian inheren dalam pengambilan keputusan.
Dengan itu, maka yang dibutuhkan bukan hanya pemimpin yang berani memberikan pengampunan, tetapi sistem hukum yang berani berdiri sendiri.
Apa arti keadilan dalam sistem hukum yang telah dibajak oleh logika kekuasaan? Ketika hukum tidak memberi perlindungan kepada yang lemah, dan justru menjadi senjata untuk menundukkan lawan politik, maka legitimasi hukum pun runtuh.
Rakyat melihat bahwa keadilan hanyalah milik mereka yang dekat dengan kekuasaan, dan hukum adalah panggung sandiwara tanpa penonton yang percaya.
Keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi dapat dipandang sebagai gestur moral yang melampaui prosedur teknis hukum.
Namun, hal ini tak cukup jika tidak diikuti reformasi institusional. KPK harus dikembalikan kepada independensinya.
Jaksa Agung harus benar-benar bebas dari kendali partai politik. Hakim harus memperoleh jaminan keamanan politik dan kesejahteraan agar tidak mudah dibeli atau ditekan. Dan yang terpenting, semua proses hukum harus terbuka untuk diawasi rakyat.
Konstitusi memberikan ruang untuk koreksi politik terhadap kesewenang-wenangan hukum, sebagaimana Pasal 14 UUD 1945 yang menjadi dasar pemberian amnesti dan abolisi.
Namun, koreksi itu tidak boleh menjadi pengganti dari sistem hukum yang rusak. Ia hanya boleh menjadi intervensi moral ketika hukum telah dibajak oleh tirani prosedural.
Di sinilah refleksi penting kita: bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak gagal karena kekurangan undang-undang, melainkan karena lemahnya komitmen politik dan keberanian moral para penyelenggara negara.
Hukum dipakai bukan untuk membangun keadilan, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan dan mengamankan jejaring ekonomi politik para elite. Inilah yang melahirkan krisis sistem penegakan hukum kita.
Apresiasi terhadap keputusan Presiden Prabowo mesti diikuti oleh dorongan publik untuk terus memperjuangkan sistem hukum yang rasional, independen, dan berpihak kepada rakyat.
Jika tidak, maka amnesti dan abolisi hanya akan dipahami sebagai strategi kompromi politik, bukan jalan menuju keadilan sejati.
Dan selama hukum masih berpihak pada mereka yang kuat, bukan pada kebenaran, maka keadilan akan tetap menjadi angan yang dituliskan dalam pasal-pasal undang-undang, tetapi tak pernah benar-benar hidup dalam kenyataan.
Hal ini tentu bertentangan dengan sifat dasar Indonesia yang merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/02/688dcd6982725.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tamini Square Riwayatmu Kini: Dulu Ramai, Kini Mati Suri Megapolitan 3 Agustus 2025
Tamini Square Riwayatmu Kini: Dulu Ramai, Kini Mati Suri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mal Tamini Square
yang berlokasi di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur, tampak sepi
pengunjung
pada Sabtu (2/8/2025) siang.
Pantauan
Kompas.com
, banyak
kios
dan gerai kecil di lima lantai mal tutup. Bahkan, sejumlah gerai dari perusahaan ritel ternama serta dua gerai makanan cepat saji juga tidak lagi beroperasi.
Di salah satu lorong, tampak deretan kursi dan meja yang ditumpuk rapi di depan kios-kios yang sudah tidak lagi beroperasi.
Kendati demikian, masih ada beberapa kios yang bertahan dan menjajakan berbagai produk, mulai dari elektronik, busana, hingga kosmetik.
Aktivitas di sudut-sudut tersebut menjadi satu-satunya denyut kehidupan yang tersisa di pusat perbelanjaan ini.
Salah satu
pedagang
yang masih bertahan adalah Lusi (55), penjual pakaian. Ia menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama banyaknya kios yang tutup.
“Pokoknya banyaknya kios tutup setelah pandemi. Mal tiga tahun tutup. (Kondisi ekonomi) hancur semua,” ujar Lusi saat ditemui Kompas.com.
Lusi mengenang kondisi sebelum pandemi. Saat itu, ia memiliki enam kios—dua milik pribadi dan empat lainnya disewa. Enam karyawan dipekerjakannya untuk menjaga setiap kios.
Lusi menjelaskan bahwa sebelum pandemi, ia bisa menghasilkan keuntungan hingga Rp 7 juta per hari. Capaian tersebut menjadikan masa sebelum pandemi sebagai era keemasan usahanya.
“Sebelum pandemi bagus sekali, sampai saya punya enam toko. Karyawan enam. Untuk pendapatan bisa sampai Rp 7 juta untuk satu toko,” ungkap Lusi.
Namun, setelah pandemi, kondisi berubah drastis. Pendapatannya menurun tajam, memaksanya menutup empat kios dan tidak lagi mempekerjakan karyawan.
“Sekarang saya enggak pakai karyawan, karena sepi. Ini sekarang saja saya baru (mendapatkan) Rp 100.000,” keluhnya.
Subur Kurniawan (35), pemilik kios elektronik di lantai satu Tamini Square, berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi terhadap lesunya ekonomi masyarakat.
Pasalnya, sebelum pandemi, ia mengantongi pemasukan bersih hingga Rp 25 juta per bulan. Namun kini, pendapatannya turun signifikan.
“Kalau sekarang turun banget, dari Rp 25 juta, kadang sekarang Rp 15 juta, kadang Rp 10 juta,” ucap Subur yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Gerai Ramayana yang berlokasi di pusat perbelanjaan Tamini Square, Pinang Ranti, Jakarta Timur, telah menghentikan operasionalnya. Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Sabtu (2/8/2025), lokasi gerai berada di lantai dasar Tamini Square.
Seluruh area gerai tampak tertutup rapat dengan rolling door. Tidak terlihat papan pengumuman dari pihak manajemen yang menjelaskan alasan penutupan tersebut.
Satu-satunya tulisan yang masih tampak adalah sambutan bertuliskan “Hallo, selamat datang di Ramayana Taman Mini” yang tertera di dinding gerai.
Tak hanya Ramayana, dua gerai makanan cepat saji yang sebelumnya beroperasi di lokasi yang sama juga telah berhenti beroperasi.
Lusi menyatakan bahwa gerai Ramayana telah tutup sejak 1 Juli 2025.
“Itu sudah tutup sejak 1 Juli 2025. Ramayana yang besar saja enggak bertahan, bagaimana dengan pedagang seperti saya,” ujar Lusi saat ditemui Kompas.com di lokasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/08/03/688eb30c9a07e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/05/6868dec5659ea.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/03/688e47c0e21d3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)