Perias Jenazah Bukan Sekadar Pekerjaan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Masyarakat perkotaan seringkali berorientasi pada pekerjaan formal, bergaji tetap, dan standar pendidikan tertentu, profesi perias jenazah muncul sebagai sebuah fenomena unik.
Tidak banyak orang yang menekuni bidang ini, dan justru karena kelangkaannya, pekerjaan ini dianggap sebagai sebuah calling, panggilan hati yang tidak hanya soal materi, melainkan dedikasi, kemanusiaan, dan keberanian menghadapi kematian secara langsung.
Kompas.com menelusuri lebih dalam dunia
perias jenazah
melalui wawancara dengan sosiolog Rakhmat Hidayat dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Semakin suatu pekerjaan langka, jarang digeluti, atau tidak menarik bagi sebagian besar orang, maka pekerjaan itu cenderung menjadi panggilan, atau calling,” ujar Rakhmat saat dihubungi Jumat (5/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa perias jenazah adalah antitesis dari orientasi masyarakat perkotaan yang cenderung mengejar pekerjaan komersial, stabil, serta memiliki standar pendidikan dan administrasi formal.
Sementara itu, mereka yang menggeluti profesi merias jenazah justru berhadapan dengan sesuatu yang masih distigmakan, kematian. “Kematian bukan sesuatu yang menyeramkan bagi mereka. Kematian adalah dunia mereka, sesuatu yang mereka hadapi setiap hari secara sosial,” tuturnya.
Dalam perspektif
sosiologi pekerjaan
, profesi ini masuk kategori kerja yang tidak tercatat, tidak terstandar, dan tidak memiliki pengakuan formal.
Karena itu, pelakunya sering mengalami marginalisasi maupun stigma sosial.
“Mereka bekerja dengan hati. Mereka tidak money oriented. Namun secara materi, sering justru tidak mendapatkan kompensasi yang layak,” ujar Rakhmat.
Gloria, Perias Jenazah Salah satu perias jenazah yang menekuni profesi ini di Jakarta adalah
Gloria Elsa Hutasoit
(42).
Gloria bekerja di wilayah DKI Jakarta, namun bila diminta, ia juga menerima jasa di luar kota.
Dalam sehari, ia dapat menangani satu hingga tiga jenazah, tergantung kebutuhan.
“Dalam sehari bisa satu sampai tiga jenazah. Tapi ada hari-hari di mana saya tidak merias sama sekali,” ujarnya ketika dihubungi Jumat (5/12/2025).
Kepiawaiannya merias jenazah bukan datang tiba-tiba. Ia sudah menyukai makeup sejak kecil.
Ibunya, yang berprofesi sebagai perawat sekaligus terlibat dalam pelayanan memandikan jenazah di gereja, memperkenalkannya pada pekerjaan ini sejak muda.
Momen paling menentukan adalah ketika ia merias tante yang meninggal dan berprofesi sebagai pemulung di tahun 2001.
“Di situ saya tergerak. Saya ingin memberikan pelayanan agar pengantin Tuhan dipersiapkan dengan layak di hari terakhirnya,” ujar Gloria.
Sejak saat itu, Gloria pun mulai menekuni profesi sebagai perias jenazah, namun terbatas hanya di kalangan keluarga dan gereja saja.
Barulah di tahun 2016, ia mulai menjalankan karier tersebut secara profesional.
Ia menganggap hal tersebut bukan pekerjaan, melainkan bentuk pelayanan kemanusiaan.
Tentu, tidak semua orang mampu dengan mudah menghadapi tubuh yang telah tak bernyawa.
Gloria mengakui bahwa ada rasa tertentu ketika pertama kali menyentuh atau melihat jenazah yang baru diserahkan untuk dirias. Namun bukan takut yang ia rasakan.
“Yang saya rasakan justru bahagia bisa menolong, terutama jenazah yang tidak mampu,” tuturnya.
Proses merias jenazah tidak sepenuhnya sama dengan merias orang hidup. Ada tantangan teknis yang tidak semua perias makeup biasa bisa hadapi.
Menurut Gloria, kulit jenazah berbeda total dari kulit manusia hidup.
“Struktur kulit jenazah cenderung keras dan kering. Meriasnya seperti merias di atas kaca,” jelasnya.
Tantangan paling besar biasanya muncul ketika jenazah mengalami perubahan warna, luka, atau lebam.
“Paling menantang ketika harus menutup luka, lebam, atau ketika kulit menghitam dan menguning,” katanya.
Untuk kasus tertentu, ia bahkan harus melakukan rebuilding, membentuk kembali bagian wajah atau tubuh yang rusak akibat kecelakaan atau penyakit.
“Paling lama itu ketika harus menutup luka jahitan atau membentuk organ yang rusak,” lanjutnya.
Kemampuan teknis ini membuat perias jenazah berada pada posisi penting dalam proses perpisahan terakhir keluarga.
Setiap keluarga datang dengan kondisi berbeda. Ada yang tenang, ada yang terpukul, ada pula yang histeris.
Bagi Gloria, menjaga batas emosional adalah kunci agar tetap fokus bekerja.
“Sudah terlatih untuk boleh simpati tapi tidak boleh empati. Karena kalau ikut tenggelam dalam kesedihan, kami tidak bisa bekerja,” jelasnya.
Namun ia mengakui bahwa ada momen-momen yang menempel kuat dalam ingatannya, terutama ketika merias orang yang meninggal secara mendadak.
“Keluarga biasanya lebih terpukul. Di situ terasa sekali makna emosionalnya,” katanya.
Gloria juga sering membagikan kisah-kisah tertentu melalui akun Instagram pribadinya @periasjenazah.gloriaelsa sebagai bentuk edukasi kepada publik bahwa pekerjaan ini bukan sesuatu yang tabu.
Untuk mengetahui bagaimana pekerjaan ini dirasakan oleh keluarga, Kompas.com mewawancarai Cristiene Maria (38), warga Jakarta Barat yang menggunakan jasa perias jenazah ketika ibunya meninggal mendadak akibat serangan jantung.
Cristiene tidak menggunakan jasa Gloria, ia menggunakan jasa perias lain.
Namun ia mengaku keputusan memakai jasa perias jenazah datang dari keinginan untuk memberi penghormatan terakhir yang layak.
“Kami ingin wajah Ibu terlihat rapi dan terawat. Mereka menutup pucat dan lebam dengan riasan tipis, sangat natural,” katanya.
Ia menilai komunikasi dengan perias sangat baik. Keluarga bahkan memberikan foto sang ibu ketika masih sehat sebagai acuan.
Biaya yang ia keluarkan sekitar Rp 1,5 juta.
“Rasanya lega ketika melihat Ibu terlihat damai, seperti tidur. Itu membantu kami menerima kepergiannya,” ucapnya.
Baginya,
profesi perias jenazah
layak dihargai jauh lebih tinggi.
“Mereka sangat sabar dan berhati-hati. Rasanya mereka memberi keindahan terakhir bagi orang yang kita cintai,” ujarnya.
Meski mulai banyak keluarga kelas menengah ke atas menggunakan jasa perias jenazah profesional, Rakhmat menilai hal itu belum menjadi transformasi besar dalam budaya kematian di Indonesia.
“Belum ada perubahan mayor. Kematian masih dianggap hal misterius dan menyeramkan, terutama di kelas menengah ke bawah,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan budaya kematian bisa terlihat dari bagaimana sebuah kota merawat pemakamannya.
“Di luar negeri, pemakaman adalah ruang publik. Rapi, bersih, ada kursi, dan berada di tengah kota. Tidak menyeramkan,” jelasnya.
Sementara di Indonesia, pemakaman masih dianggap ruang gelap, tidak terurus, dan tidak ramah bagi masyarakat umum, kecuali beberapa makam komersial milik kelas menengah ke atas.
Pengalaman pandemi Covid-19 juga menunjukkan betapa pentingnya profesi perias dan pengurus jenazah.
Ketika angka kematian melonjak, negara-negara di seluruh dunia sangat bergantung pada mereka yang berani berada di garis depan urusan kematian.
“Mereka bekerja melampaui batas risiko, penyakit, batas geografis, dan latar belakang etnis,” tutur Rakhmat.
Ia melihat profesi ini sebagai pekerjaan kemanusiaan yang melampaui batas profesi resmi.
Meskipun tidak tercatat secara formal sebagai tenaga kesehatan atau pekerja administrasi, kontribusinya sangat besar.
Profesi ini sering dipandang rendah, dianggap tabu, dan tidak dipahami secara luas.
Ketika pekerjaan lain memiliki struktur karier jelas, perias jenazah justru berada pada ruang abu-abu.
“Kita belum memiliki standar profesi untuk perias jenazah. Mereka tidak mendapatkan perlindungan formal seperti pekerja formal lainnya,” kata Rakhmat.
Rakhmat menegaskan bahwa profesi ini harus dilihat sebagai sebuah
panggilan kemanusiaan
.
“Bayangkan jika tidak ada orang yang mau menggeluti pekerjaan ini, maka banyak jenazah yang telantar. Ini pekerjaan sangat berarti secara sosial,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/08/693689e2c115e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perias Jenazah Bukan Sekadar Pekerjaan Megapolitan 8 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/08/69369bdbe4b27.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tetangga Kaget Usaha WO Cipayung Terseret Dugaan Penipuan, Sebelumnya Terlihat Sukses Megapolitan 8 Desember 2025
Tetangga Kaget Usaha WO Cipayung Terseret Dugaan Penipuan, Sebelumnya Terlihat Sukses
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Wedding organizer
(WO) di kawasan Cipayung,
Jakarta Timur
, yang diduga terseret penipuan, selama ini dikenal sebagai usaha yang cukup sukses oleh warga sekitar. Reputasi yang terlihat stabil itu membuat warga terkejut ketika dugaan penipuan mulai ramai dibicarakan pada awal Desember 2025.
Ketua RT 01/RW 05 Ceger, Azli, mengatakan, usaha WO tersebut telah beroperasi sekitar lima tahun. Ia menjelaskan, usaha itu awalnya hanya menyewa satu rumah, kemudian berkembang hingga mengelola tiga rumah lain yang dijadikan kantor operasional.
“Bertahap, pertama satu, dua, tambah lagi, satu lagi, tambah lagi tanah kosong untuk parkiran propertinya. Propertinya (dekorasi pernikahan) untuk pelaminan-pelaminan,” kata Azli, Senin (8/12/2025).
Menurut dia, setiap akhir pekan, warga hampir selalu melihat para pegawai sibuk menyiapkan dekorasi dan kebutuhan pesta. Karena itu, Azli mengaku terkejut ketika mendengar bahwa WO tersebut terseret dugaan penipuan.
“Kalau melihat sukses, tapi tahunya hari Minggu, hari Sabtu kemarin, Tanggal 5, tanggal 6 ya. Baru ketahuan bahasanya tidak sukses, macam-macam, baru ketahuan,” jelasnya.
Azli menambahkan, aktivitas pegawai mulai tidak terlihat sejak Sabtu (6/12/2025) hingga Senin.
“Waktu Jumat pagi masih ramai aktivitas pegawai segala macam. Nah tiba-tiba waktu Minggu baru heboh katanya karena katering gagal melaksanakan tugas,” ujar dia.
Warga lainnya, Girsang (60), mengatakan bahwa selama bertahun-tahun ia belum pernah mendengar WO tersebut memiliki masalah.
“Padahal dari dulu lancar-lancar saja, sudah bertahun-tahun ini mah. Makanya aku kaget kok sekarang begitu sebenarnya dia laris
loh
. Laris dia kateringnya,” ungkap Girsang.
Ia menambahkan, rumah yang dijadikan kantor operasional itu kini tak lagi terlihat dihuni pemilik atau pengelola WO.
“Tapi dia juga belum ada berbulan-bulan pindah. Selamanya ini di sini aman kok, dulu itu suami, suaminya, adiknya, tapi masih sering ke sini cek makanan gitu,” ujarnya.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah seorang perias mengunggah laporan mengenai acara pernikahan bermasalah di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, pada Sabtu (6/12/2025).
“Jadi dia ada beberapa acara hari Sabtu itu, terus ternyata bermasalah. Katering makanannya enggak datang, cuma ada dekornya,” jelas salah seorang korban, Tamay (26), saat dihubungi
Kompas.com
, Minggu (7/12/2025).
Unggahan itu kemudian mendapat respons dari banyak warganet yang mengaku sebagai korban. Mereka lantas membuat grup WhatsApp untuk saling bertukar informasi dan mencocokkan kejadian yang dialami.
Dari percakapan para korban, diketahui bahwa WO tersebut diduga menawarkan paket pernikahan dengan harga yang sangat menggiurkan untuk menarik pelanggan.
Saat ini, pihak WO sudah berada di Mapolres Jakarta Utara bersama para korban yang ingin mendapatkan kejelasan mengenai kasus tersebut.
“Ini semua sudah di Polres Jakarta Utara. Termasuk
owner
-nya, semuanya,
marketing
-nya. Mereka berkelit. Pokoknya enggak jelas lah, kami enggak dapat titik terangnya,” ujar Tamay.
Korban yang acaranya sudah berlangsung dimintai keterangan polisi.
Sementara itu, calon pengantin yang acaranya belum terlaksana—termasuk Tamay yang berencana menikah pada April 2026—belum dapat diproses secara hukum karena peristiwa penipuannya dianggap belum terjadi.
“Yang dipanggil orang-orang yang acaranya udah selesai. Kami yang acaranya masih lama enggak bisa diganti (uangnya), karena acaranya belum terjadi. Cuma kan kami meminimalisasi jangan terjadi,” tutur Tamay.
Beredar pula informasi bahwa pemilik WO sempat dibawa ke Mapolda Metro Jaya oleh salah satu keluarga korban. Setelah pemeriksaan selama empat jam, pemilik WO dibebaskan karena disebut telah melakukan negosiasi dengan pihak korban.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/693689608d0da.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kehidupan Perias Jenazah yang Memberi Keindahan Terakhir bagi yang Pergi Megapolitan 8 Desember 2025
Kehidupan Perias Jenazah yang Memberi Keindahan Terakhir bagi yang Pergi
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Profesi perias jenazah jarang terlihat di tengah kota, namun keberadaannya menjadi bagian penting dalam penghormatan terakhir bagi orang yang telah meninggal.
Gloria Elsa Hutasoit
(42) adalah salah satu sosok yang memilih jalan ini sebagai bentuk
pelayanan kemanusiaan
.
“Saya terjun ke dunia
perias jenazah
dari muda suka sekali makeup, dan kebetulan mama adalah perawat di RS dan pelayanan di gereja untuk memandikan jenazah,” kata Gloria, Jumat (5/12/2025).
Pengalaman pertamanya merias jenazah terjadi pada 2001, saat menyiapkan jenazah bibinya yang bekerja sebagai pemulung.
“Di situ saya tergerak bahwa pengantin Tuhan berhak dipersiapkan dengan layak di hari terakhirnya,” ucap Gloria.
Dari saat itu, ia mulai mendalami teknik pemulasaraan jenazah, memandikan, dan merias jenazah hingga kini.
Bekerja mandiri dari rumah ke rumah, Gloria melayani jenazah di wilayah DKI Jakarta dan terkadang luar kota.
Jadwal tidak menentu, satu hari bisa merias satu hingga tiga jenazah, dan kadang sama sekali tidak ada pekerjaan.
“Kalau saya bisa bantu, saya bantu. Saya ingat tante saya, dan banyak orang yang butuh dipersiapkan dengan layak,” kata Gloria.
Merias jenazah berbeda dengan merias orang hidup.
Kulit jenazah cenderung keras dan kering, dan beberapa jenazah memerlukan rekonstruksi akibat luka, lebam, atau operasi.
“Paling menantang itu ketika harus menutup luka-luka, lebam, atau ketika kulit mengalami perubahan warna seperti menghitam dan menguning,” tutur Gloria.
Selain keterampilan teknis, pekerjaan ini menuntut pengendalian emosi. Ia menekankan profesionalitas.
“Kami boleh simpati, tapi tidak boleh empati. Kami harus tetap fokus mempersiapkan jenazah, bukan terbawa suasana di sekitar,” ucap Gloria.
Cerita dari pengguna jasa menegaskan nilai profesi ini. Cristiene Maria (38) menggunakan jasa perias jenazah untuk ibunya yang meninggal.
“Mereka membersihkan wajah Ibu, merapikan rambut, lalu makeup tipis untuk menutup pucat dan lebam. Hasilnya natural,” katanya.
Biaya sekitar Rp 1,5 juta dianggap sepadan dengan pelayanan dan perhatian yang diberikan.
“Wajah Ibu terlihat damai, seperti sedang tidur. Itu sangat membantu kami menerima keadaan,” ujar Cristiene.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, menyoroti dimensi sosial profesi ini.
Bagi Rahmat, perias jenazah bukan hanya profesi, melainkan panggilan hati.
“Semakin langka sebuah pekerjaan, semakin itu menjadi sebuah calling,” ujarnya.
Profesi perias jenazah, seperti dijalani Gloria, menampilkan lapisan kemanusiaan yang jarang terlihat.
Gloria menjaga martabat mereka yang telah berpulang, sekaligus memberi ketenangan bagi keluarga yang ditinggalkan.
(Reporter: Lidia Pratama Febrian | Editor: Faieq Hidayat)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/693686e4db14a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bisa Rias 3 Jenazah dalam Sehari, Gloria Ungkap Tantangan Menutup Luka dan Rebuilding Wajah Megapolitan 8 Desember 2025
Bisa Rias 3 Jenazah dalam Sehari, Gloria Ungkap Tantangan Menutup Luka dan Rebuilding Wajah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Bagi sebagian orang, pekerjaan perias jenazah masih dipenuhi stigma dan jarak emosional.
Namun, bagi Gloria Elsa Hutasoit (42), pekerjaan tersebut justru telah menjadi bagian dari hidupnya sejak remaja.
“Saya bekerja sehari bisa satu sampai tiga jenazah, kadang seharian tidak merias sama sekali,” ujarnya saat dihubungi
Kompas.com
pada Jumat (5/12/2025).
Gloria bekerja sebagai
perias jenazah
di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Ia menerima panggilan dari rumah sakit, rumah duka, atau langsung dari keluarga mendiang. Tidak ada ritme yang pasti maupun jadwal rutin.
“Saya tidak bekerja sama dengan banyak rumah sakit atau rumah duka, jadi sehari itu tidak pasti. Kadang ramai, kadang sepi,” katanya.
Dalam dunia pekerjaan yang jarang disorot ini, Gloria menautkan pekerjaannya yang ditekuni sejak 2016 bukan hanya pada aspek teknis kecantikan, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan.
Ia meyakini setiap jenazah berhak mendapatkan persiapan terakhir yang layak.
Saat ditanya bagaimana awalnya ia berkecimpung dalam dunia
merias jenazah
, Gloria bercerita panjang.
“Dari muda saya suka sekali
makeup
,” tuturnya.
Pengalaman pertama Gloria merias jenazah terjadi saat tantenya yang bekerja sebagai pemulung meninggal dunia pada 2001. Peristiwa itu meninggalkan kesan mendalam baginya.
“Di situ saya tergerak. Saya merasa pengantin Tuhan berhak dipersiapkan dengan layak di hari terakhirnya,” kenangnya.
Sejak saat itu, ia mulai sering ikut ibunya dalam pelayanan pemulasaraan. Dari satu pengalaman ke pengalaman lain, ia mulai memahami sisi teknis sekaligus emosional dari pekerjaan tersebut.
“Saya membantu mama memandikan jenazah, sambil belajar bagaimana memperlakukan jenazah dengan penuh hormat,” kata Gloria.
Banyak orang membayangkan profesi perias jenazah sebagai pekerjaan yang berat, kelam, bahkan menakutkan. Namun, Gloria justru merasakan sebaliknya.
“Yang saya rasakan saat bertemu jenazah adalah bahagia,” ujarnya.
Kebahagiaan itu muncul karena ia merasa dapat membantu keluarga yang sedang menghadapi kehilangan.
Menurut dia, pelayanan rias jenazah bukan hanya soal berhadapan dengan tubuh yang sudah tidak bernyawa.
Lebih dari itu, pekerjaan ini adalah tentang menjaga martabat seseorang, terutama mereka yang berasal dari keluarga sederhana.
“Saya bahagia bisa menolong mempersiapkan jenazah tak mampu,” ucapnya.
Meski sama-sama menggunakan alat kosmetik dan teknik dasar yang mirip dengan merias orang hidup, tantangan merias jenazah jauh lebih besar. Gloria menggambarkannya sebagai “merias di atas kaca”.
“Struktur kulit jenazah cenderung sudah keras dan kering,” tuturnya.
Permukaan kulit yang kehilangan elastisitas membuat produk
makeup
sulit menempel. Warna kulit pun sering berubah.
Menurut Gloria, salah satu tahap paling menantang adalah ketika ia harus menutup luka atau lebam.
Kondisi tertentu seperti jenazah yang telah lama meninggal, perbedaan penyimpanan suhu, atau riwayat medis membuat beberapa bagian kulit berubah warna menjadi menghitam atau menguning.
Ia menyebut bahwa kondisi rumit biasanya memerlukan waktu jauh lebih lama.
“Yang paling membutuhkan waktu itu kalau kita harus
rebuilding
atau membentuk kembali organ yang rusak, atau menutup luka jahitan,” jelasnya.
Rebuilding
pada jenazah mencakup teknik rekonstruksi wajah, di antaranya memperbaiki bentuk hidung, pipi, atau bagian lain yang rusak akibat kecelakaan, operasi, atau trauma.
Dalam beberapa kasus, ia menggunakan kapas, lem khusus, hingga
foundation
padat berlapis.
“Kadang keluarga tidak mau melihat kondisi jenazah apa adanya. Mereka ingin memberi kenangan terakhir yang damai,” kata Gloria.
Selain tantangan teknis, sisi emosional pekerjaan ini juga tidak ringan. Seorang perias jenazah hampir selalu berhadapan dengan keluarga yang tengah berduka, mulai dari yang masih syok hingga yang dipenuhi penyesalan.
Momen yang paling membekas bagi Gloria adalah ketika merias jenazah yang meninggal secara mendadak.
“Keluarga pasti lebih terpukul. Suasananya berbeda sekali,” ujarnya.
Meski demikian, ia menekankan pentingnya menjaga batas emosional.
“Kami sudah terlatih untuk boleh simpati, tapi tidak boleh empati,” katanya.
Empati yang terlalu dalam dinilai bisa mengganggu fokus dan membuat proses rias tidak optimal.
Gloria mengatakan, ia harus bekerja dengan ketenangan dan konsentrasi penuh.
“Kami harus mempersiapkan jenazah, bukan ikut tenggelam dalam duka keluarga,” tuturnya.
Beberapa kali, ia juga membagikan proses dan hasil rias jenazah di akun Instagram pribadinya, @periasjenazah.gloriaelsa, sebagai bentuk edukasi dan dokumentasi.
Untuk melihat profesi ini dari sudut pandang yang lebih luas,
Kompas.com
mewawancarai Rakhmat Hidayat, sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Ia memandang profesi perias jenazah bukan sekadar pekerjaan.
“Ini bukan semata-mata profesi. Dalam pandangan saya, ini adalah sebuah panggilan atau
calling
,” kata Rakhmat saat dihubungi, Jumat.
Menurut dia, semakin langka sebuah profesi, semakin tinggi nilai sosialnya. Dalam masyarakat perkotaan yang cenderung mengejar pekerjaan formal, bergaji tetap, dan berorientasi komersial, perias jenazah hadir sebagai antitesis.
“Pekerjaan ini langka, tidak banyak orang mau menggelutinya, dan justru karena itulah masyarakat membutuhkannya,” ujarnya.
Rakhmat juga menyoroti stigma yang masih melekat pada profesi ini. Banyak orang menganggap kedekatan dengan kematian sebagai sesuatu yang menyeramkan.
Namun bagi mereka yang bekerja di bidang ini, kematian justru menjadi bagian dari keseharian.
“Bagi mereka, kematian itu melekat secara sosial. Ini bukan hanya tentang teologi atau ritual, tetapi soal kemanusiaan mengurus jenazah tanpa memandang latar belakang agama atau status sosial,” kata Rakhmat.
Ia mengingatkan bahwa pada masa pandemi Covid-19, peran para pekerja pemulasaraan dan perias jenazah sangat vital.
Mereka bekerja di tengah risiko tinggi, sering kali tanpa kompensasi yang memadai.
Selain stigma, para pekerja di bidang ini juga menghadapi marginalisasi dalam sistem kerja modern.
Mereka kerap tidak tercatat sebagai profesi formal, tidak memiliki standar upah yang jelas, dan belum sepenuhnya diakui dalam kerangka sosiologi pekerjaan.
“Ini pekerjaan yang bekerja dengan hati, bukan
money oriented
,” tegas Rakhmat.
Rakhmat menilai penggunaan jasa perias jenazah profesional di Indonesia sebenarnya mulai meningkat, tetapi masih terbatas di kalangan menengah ke atas.
Ia menyebut transformasi budaya kematian di Indonesia belum berkembang secara signifikan.
Meski ada makam-makam komersial yang tertata rapi, kebanyakan pemakaman umum masih dianggap menyeramkan dan kurang terawat.
Berbeda dengan beberapa negara Eropa, di mana makam menjadi bagian dari ruang publik, tempat orang berjalan, duduk, bahkan melakukan wisata religi.
“Di Indonesia, kematian masih dianggap misteri besar. Transformasi budaya kematian belum sepenuhnya terjadi,” ujarnya.
Profesi perias jenazah pun baru dihargai sebagian kecil masyarakat, sering kali karena paket layanan pemakaman komersial.
Untuk melihat dari sisi keluarga,
Kompas.com
mewawancarai Cristiene Maria (38), warga Jakarta Barat, yang pernah menggunakan jasa perias jenazah untuk ibunya.
Meski bukan Gloria yang merias, pengalaman Cristiene memberikan gambaran penting tentang nilai profesi ini.
Ibunya meninggal mendadak akibat serangan jantung. Dalam kondisi panik, keluarga memutuskan mencari jasa perias jenazah profesional.
“Kami ingin Ibu terlihat rapi dan terawat untuk penghormatan terakhir,” kata Cristiene kepada
Kompas.com
, Jumat.
Pihak rumah sakit kemudian memberikan rekomendasi jasa rias. Setelah dihubungi, perias datang lengkap dengan perlengkapan.
Proses berjalan rapi dan cepat, mulai dari membersihkan wajah, merapikan rambut, hingga menggunakan
makeup
tipis untuk menutupi pucat dan lebam.
Cristiene dan keluarganya juga memberikan arahan soal tampilan yang diinginkan.
“Kami kasih foto Ibu waktu masih sehat. Kami minta riasannya natural dan tidak menor,” katanya.
Hasil riasan sang perias membuat keluarga lega.
“Wajah Ibu terlihat damai, seperti sedang tidur. Itu sangat membantu kami menerima keadaan,” ucapnya.
Biaya yang dikeluarkan saat itu sekitar Rp 1,5 juta, termasuk
makeup
dan perapian rambut. Menurut Cristiene, profesi ini penuh dedikasi.
“Mereka bekerja dengan hati-hati dan sabar. Rasanya mereka memberi keindahan terakhir bagi orang yang kita cintai,” katanya.
Dari kisah Gloria, analisis sosiolog, hingga pengalaman keluarga pengguna jasa, terlihat bahwa peran perias jenazah jauh lebih besar daripada sekadar pekerjaan teknis.
Gloria sendiri tetap menjalani profesi ini sebagai sebuah panggilan, bukan sekadar mata pencaharian.
Dalam sehari, ia bisa menangani hingga tiga jenazah; di hari lain, tidak ada satupun. Namun ritme yang tak menentu itu tidak mengurangi dedikasinya.
“Yang penting bagi saya adalah setiap jenazah dipersiapkan sebaik mungkin, dengan layak,” katanya.
Di dunia yang terus berubah, pekerjaan seperti yang dilakukan Gloria mungkin jarang disorot. Namun keberadaannya menjadi tiang kecil yang menopang ritus kemanusiaan—memastikan bahwa, di penghujung kehidupan, setiap orang tetap dihargai.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/07/693507960aa45.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pramono Ungkap Penyebab Banjir Rob Jakarta Awal Desember Megapolitan 8 Desember 2025
Pramono Ungkap Penyebab Banjir Rob Jakarta Awal Desember
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung mengungkapkan penyebab banjir rob yang terjadi di pesisir utara Jakarta pada awal Desember 2025.
Dalam tinjauan pembangunan tanggul pengaman lantai di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (8/12/2025),
Pramono
menjelaskan bahwa tingginya air laut di Muara Angke menjadi faktor utama terjadinya banjir.
Pramono menegaskan bahwa fenomena pasang air laut kali ini merupakan kondisi khusus yang disebabkan oleh
supermoon
.
“Kemarin memang rob yang terjadi karena apa, bulan
supermoon
. Jadi
supermoon
itu bulan penuh, dan dari 15 hari yang lalu kami sudah mempersiapkan di Pemerintah Jakarta, termasuk di beberapa titik terutama di tempat ini,” kata Pramono.
Ia menambahkan beberapa lokasi lain juga dalam pemantauan.
“Kemudian di Muara Baru, di Muara Angke, di Martadinata, dan sebagainya,” kata Pramono.
Menurut dia, persoalan kewenangan antarinstansi turut menjadi kendala dalam penanganan
banjir rob
.
“Karena ada titik yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Pelindo, Kenenterian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemprov Jakarta,” kata Pramono.
Dalam kunjungannya ke pembangunan tanggul pengaman lantai di Muara Baru, Pramono menyebut rob masih berpotensi muncul dalam beberapa bulan ke depan.
Ia menegaskan bahwa periode paling tinggi telah terjadi pada akhir pekan lalu.
“Rob-nya untuk bulan depan atau bulan-bulan ke depan pasti masih ada, tetapi puncaknya memang kemarin ini,” kata Pramono usai peninjauan di Penjaringan, Senin (8/12/2025).
Ia meminta koordinasi penanganan diperkuat di berbagai titik pesisir.
“Untung di Jakarta kemarin kami sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari, penyiapan pompa dan sebagainya. Sehingga ketika air rob-nya naik, yang oleh Pak Ahok diperkirakan kalau jebol bisa sampai banjir di Monas, waktu itu saya jawab dengan, ya serius juga, bahwa mudah-mudahan enggak terjadi,” kata Pramono.
“Dan alhamdulillah tidak terjadi,” imbuhnya.
Pemprov DKI Jakarta, Dinas SDA, Kementerian PU, KKP, dan PT Pelindo dijadwalkan menggelar pertemuan pada Selasa (9/12/2025) untuk membahas koordinasi lanjutan.
Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara menyampaikan kerusakan tanggul di Muara Baru sebagai salah satu faktor masuknya air laut ke permukiman.
Heria Suwandi menjelaskan bahwa struktur tanggul telah melemah akibat usia.
“Ada celah pada sheet pile yang menyebabkan air laut masuk ke belakang tanggul,” kata Kepala Sudin SDA Jakarta Utara, Heria Suwandi.
Ia menjelaskan penanganan darurat sudah dilakukan.
“Selain itu, struktur beton yang mengalami korosi juga ditambal untuk mengurangi laju rembesan,” kata dia.
Menurut Heria, kemampuan tanggul menahan tekanan hanya bersifat sementara. Ia menambahkan bahwa perencanaan struktur permanen sedang disusun.
“Perencanaan teknisnya sedang disusun dan mudah-mudahan bisa direalisasikan pada tahun anggaran 2026 dan selesai pada 2027,” kata Heria.
Ia juga memaparkan faktor kombinasi penyebab kebocoran, termasuk korosi, tekanan air laut tinggi, kenaikan muka air laut, serta penurunan tanah.
“Sudin SDA juga menangani limpasan air laut di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman yang terjadi karena elevasi dermaga lebih rendah dari tinggi rob,” kata dia.
Ketua RT 15 Penjaringan menjelaskan bahwa kondisi tanggul telah lama dikeluhkan warga dan sering menimbulkan rembesan air ke rumah saat pasang tinggi.
Dewi berharap perbaikan segera dilakukan.
“Kami berharap tanggul yang bocor bisa segera diperbaiki dan penanganan akan dilakukan,” kata Ketua RT 15 Penjaringan, Dewi.
Rembesan air laut ini berdampak pada sedikitnya tujuh RT, yakni 04, 05, 06, 11, 12, 14, dan 15.
(Reporter: Dian Erika Nugraheny | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/06/6933b115d10f0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengamat: Jika Tanggul Muara Baru Jebol, Banjir Bisa Merembet hingga Pusat Kota Megapolitan 8 Desember 2025
Pengamat: Jika Tanggul Muara Baru Jebol, Banjir Bisa Merembet hingga Pusat Kota
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Kebocoran
tanggul laut
di
Muara Baru
, Penjaringan, Jakarta Utara, sejak Kamis (4/12/2025), memicu kekhawatiran luas warga. Kondisi itu bukan hanya mencerminkan melemahnya struktur pelindung pesisir, tetapi juga memperbesar risiko banjir saat Jakarta memasuki puncak musim hujan.
Banyak warga resah karena takut tanggul tiba-tiba jebol. Ketinggian air laut yang hampir menyamai tanggul setinggi tiga meter juga membuat masyarakat di sekitar Muara Baru hidup dalam kegelisahan setiap hari.
Pengamat Tata Kota M Azis Muslim mengatakan, pemerintah harus bergerak cepat melakukan mitigasi. Menurutnya, kebocoran yang muncul di banyak titik menunjukkan adanya persoalan serius.
Pasalnya, dalam kondisi tanpa jebol pun, Jakarta tengah menghadapi musim penghujan yang rawan banjir. Jika tanggul jebol secara mendadak, ancaman bagi aktivitas warga akan berlipat ganda. Menurut dia, kebocoran yang tidak tertangani dengan baik berpotensi membuat air laut tumpah hingga ke pusat kota.
“Tidak menutup kemungkinan, kondisi ini merembet sampai ke pusat kota jika tidak ditangani dengan baik,” jelas Azis kepada
Kompas.com.
Azis meminta pemerintah
melakukan
penanganan terukur untuk mencegah banjir besar, terlebih jika air laut yang tumpah bercampur dengan air hujan.
Kebocoran tanggul
laut di Muara Baru dinilai Azis sebagai bukti bahwa pemerintah belum maksimal dalam melakukan perawatan.
“Ini kan menunjukkan bahwa bagaimana pemerintah me-mantaince atau perawatan terhadap infrastruktur itu belum sempurna sepenuhnya efektif dalam melindungi masyarakat dari ancaman banjir,” ungkap Azis.
Menurut dia, kebocoran tanggul ini harus menjadi peringatan dini agar pemerintah memeriksa seluruh tanggul laut di Jakarta.
Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan apakah struktur tanggul masih efektif mencegah limpasan air laut atau sudah membutuhkan perbaikan besar.
Jika monitoring rutin sulit dilakukan, kata Azis, masyarakat sekitar bisa dilibatkan untuk melapor ketika melihat tanda-tanda kerusakan. Pelibatan warga dinilai dapat mempercepat perbaikan sehingga kerusakan tidak berkembang semakin parah.
Tanggul Muara Baru sudah ditambal oleh Suku Dinas Sumber Daya Air (Sudin SDA) Jakarta Utara sejak Kamis (4/12/2025) hingga Jumat (5/12/2025). Ada empat titik yang ditangani menggunakan karung pasir dan semen.
Upaya tersebut bersifat sementara dan bertujuan menahan rembesan air laut. Namun, menurut Azis, metode itu tidak cukup untuk jangka panjang.
“Tentu ini menjadi solusi jangka pendek namun ini tidak akan efektif dalam jangka panjang,” tuturnya.
Azis menekankan perlunya audit struktural untuk mengetahui penyebab kebocoran, apakah karena konstruksi yang kurang kokoh atau faktor perawatan. Dengan mengetahui penyebabnya, perbaikan dapat dilakukan lebih tepat dan berkelanjutan.
Kemudian, pemerintah juga disarankan tidak hanya memperbaiki tanggul hanya karena projek saja, tapi juga berkelanjutan yang disertai dengan mekanisme perawatannya.
Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Budi Heru Santosa, juga meminta perbaikan dilakukan secara maksimal.
“Kebocoran pada tanggul laut berpotensi mempunyai dampak yang serius. Kebocoran tersebut kerusakan struktural yang akan cepat berkembang menjadi semakin parah. Sangat penting untuk menangani masalahnya segera,” ungkap Budi.
Jika dibiarkan, kebocoran dapat menyebabkan piping atau erosi internal, yakni kondisi ketika rembesan air menggerus tanah dasar tanggul dan membentuk rongga yang memicu kegagalan struktur.
Risiko lain adalah degradasi struktur, ketika rembesan air laut menyebabkan korosi pada beton bertulang sehingga tanggul menjadi rapuh.
“Segera dilakukan
grouting
pada bagian tanggul yang bocor dan untuk sementara, bisa dipasang sheet pile sementara di titik bocor untuk menghambat kebocoran agar tidak parah,” ungkapnya.
Ia juga menyarankan inspeksi rutin terhadap tanggul laut. Apabila sulit dilakukan secara berkala, masyarakat dapat dilibatkan sebagai bagian dari sistem pelaporan dini.
“Membangun kesepakatan pemerintah dan warga sekitar untuk sistem monitor dan pelaporan,” ujar Budi.
Kebocoran tanggul di Muara Baru membuat warga di sekitar lokasi semakin resah. Sejumlah warga khawatir tanggul jebol mendadak dan mengakibatkan air laut masuk dalam jumlah besar.
Warga berharap pemerintah memperbaiki sekaligus membangun tanggul baru yang lebih kokoh.
“Diperbaiki lebih bagus dan ada pembangunan tanggul baru biar lebih kokoh karena udah ngeri juga,” ucap Nurhasan (40).
Iis (42) juga menyampaikan harapan serupa.
“Kami berharap ada pembangunan tanggul lebih kokoh lagi, tinggi, itu udah goyang banget kalau enggak ada tanggul udah kelelap kita,” tuturnya.
Jarak tanggul dengan permukiman warga hanya sekitar 800 meter. Empat RT di RW 17, Penjaringan, berada tepat di sepanjang tanggul, mayoritas berupa bangunan semi permanen berbahan kayu dan papan.
Tanpa tanggul, air laut bisa dengan mudah menyapu perumahan warga.
Anggota DPRD Jakarta Tri Waluyo mengatakan pemerintah tidak tinggal diam terkait kebocoran tersebut. Pemprov Jakarta terus berkoordinasi dengan Pelindo selaku pemilik tanggul untuk melakukan perbaikan.
Ke depan, pemerintah akan membangun tanggul National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di sepanjang pesisir Jakarta.
“Ya, memang dari Pemprov sendiri ada pembangunan NCICD yang dibantu dengan kementerian. Akan dibangun NCICD sepanjang pesisir utara Jakarta termasuk Muara Baru, Muara Angke, Cilincing, Marunda,” ucap Tri.
Pembangunan dilakukan bertahap dari Pantai Indah Kapuk (PIK) hingga Marunda, menyesuaikan kebutuhan anggaran.
DPRD juga akan mendorong Pelindo memperbaiki tanggul yang jebol atau membangun tanggul baru untuk mencegah banjir rob berulang.
“Kalau untuk perbaikan tanggul kita berharap agar pihak Pelindo sendiri untuk memperbaiki tanggul yang memang jebol, atau membuat tanggul baru agar tidak terjadi rob berikutnya,” jelas Tri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/08/6936a4224f959.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933755ed361a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/69361774bf162.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/6936439c4045a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)