Hari Ini, Ridwan Kamil dan Lisa Mariana Jalani Tes DNA di Bareskrim
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan tes Deoxyribonucleic Acid (DNA) di kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kamis (7/8/2025).
Berdasarkan agenda, pria yang karib disapa Kang Emil itu bakal menjalani pemeriksaan DNA pada pukul 10.00 WIB.
“Sesuai jadwal, belum ada perubahan,” kata kuasa hukum Ridwan Kamil, Muslim Jaya Butar-butar, Rabu (6/8/2025).
“Saya baru berkomunikasi untuk koordinasi kehadiran, beliau siap lahir batin, insya Allah,” ucapnya.
Selain Ridwan Kamil, selebgram Lisa Mariana dan seorang anak yang diklaim sebagai anak dari Ridwan Kamil juga disebut akan menjalani pengambilan sampel.
Muslim menekankan bahwa pengambilan sampel DNA dilakukan oleh pihak yang berwenang dan juga disaksikan oleh kuasa hukum para pihak.
Dia bilang, pengambilan darah masing-masing pihak dilakukan untuk menghormati proses hukum yang berjalan di Bareskrim Polri.
“Sebagai komitmen menghargai hukum,” ucapnya.
Terpisah, kuasa hukum Lisa Mariana, Jhony Nababan, juga mengonfirmasi kehadiran klien beserta anaknya di Bareskrim Polri hari ini.
“Iya hadir, jam 10,” kata Jhony.
Ridwan Kamil melaporkan selebgram Lisa Mariana ke Bareskrim Polri lantaran diduga telah melakukan tindakan pencemaran nama baik terhadap Ridwan Kamil.
Laporan tersebut telah diterima polisi dan tercatat dengan nomor LP: STTL/174/IV/2025/Bareskrim.
“Pak RK benar membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pelanggaran Pasal 51 juncto Pasal 35, Pasal 48 juncto Pasal 32, Pasal 45 juncto Pasal 27a UU ITE nomor 1 tahun 2024 terhadap orang yang dengan melawan hukum dan secara sengaja menyebarkan tanpa fakta hukum,” ujar Muslim kepada Kompas.com, Jumat (18/4/2025).
Muslim menegaskan, Ridwan Kamil melaporkan Lisa Mariana atas adanya berita bohong soal anak di antara keduanya.
“Terkait klien kami memiliki anak (dengan Lisa) yang merugikan nama baik klien kami,” imbuh Muslim.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/30/6889fc1269b46.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Pemerintah Pangkas Bonus Buat Komisaris dan Direksi BUMN, Hemat Rp 8 Triliun Per Tahun Nasional
Pemerintah Pangkas Bonus Buat Komisaris dan Direksi BUMN, Hemat Rp 8 Triliun Per Tahun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani menyampaikan negara menghemat anggaran sekitar Rp 8 triliun per tahun dengan kebijakan penghematan pemberian tantiem dan bonus manajemen perusahaan BUMN.
Angka itu telah dilaporkan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
“Untuk memberi tahu bahwa penghematannya itu, dari yang kita lakukan itu
conservatively
sekitar Rp 8 triliun per tahun. Jadi kajiannya kita bikin lengkap,” ujar Rosan.
Rosan mengatakan, pihaknya telah melakukan langkah penghematan melalui surat edaran terkait pemberian tantiem dan bonus bagi jajaran komisaris dan direksi BUMN.
“Saya hanya melaporkan penghematan yang kita lakukan dari surat yang kami terbitkan, yang terhadap tantiem dan bonus untuk
board of commissioners
atau komisaris, dan juga untuk direksi yang berhak mendapatkan, manajemen yang berhak mendapatkan tantiem atau bonus sesuai dengan kinerja perusahaannya,” tuturnya.
Lalu, selain soal penghematan, Rosan juga memaparkan perkembangan deregulasi perizinan yang dilakukan Kementerian Investasi dan Hilirisasi.
Rosan menyampaikan bahwa peraturan baru yang mendukung percepatan proses perizinan telah diterbitkan.
“Alhamdulillah, PP-nya (Peraturan Pemerintahnya) baru saja keluar. Jadi untuk semua kementerian yang berhubungan dengan perizinan, apabila sudah sesuai jangka waktunya dan tidak ada tanggapan kembali ke kami, maka otomatis perizinan akan kami keluarkan,” kata Rosan.
Menurut Rosan, langkah tersebut diambil untuk memberikan kepastian waktu dan mendorong efisiensi birokrasi.
Sementara itu, Prabowo, kata Rosan, juga telah meminta agar kementerian atau lembaga lain yang belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem perizinan segera menyesuaikan diri.
“Jadi itu juga memberikan kepastian waktu, itu juga tadi diminta untuk semua kementerian yang belum terintegrasi secara
full
ke kami, untuk segera ditindaklanjuti karena PP-nya itu sudah baru saja keluar,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/22/68077d7c9ce43.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Ungkap Nutrisi Biskuit PMT Dikurangi, Isi Lebih Banyak Gula dan Tepung, Tak Bisa Atasi Stunting Nasional 7 Agustus 2025
KPK Ungkap Nutrisi Biskuit PMT Dikurangi, Isi Lebih Banyak Gula dan Tepung, Tak Bisa Atasi Stunting
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan modus dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Ternyata, nutrisi dari makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil itu dikurangi sehingga komposisinya lebih banyak tepung dan gula.
“Pada kenyataannya, biskuit ini nutrisinya dikurangi. Jadi lebih banyak gula dan tepungnya. Sedangkan premiksnya, nyebutnya premiks nih, karena baru saja kita komunikasikan. Itu dikurangi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Padahal, pengadaan makanan tambahan itu dilakukan untuk mencegah stunting.
“Jadi untuk memberikan nutrisi kepada ibu hamil dan anak-anak yang stunting, maka pemerintah membuat program untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi dan juga bagi ibu hamil,” kata dia.
Asep mengatakan, pengurangan dari nutrisi tersebut membuat kualitas gizi menurun dan harga makanan menjadi lebih murah.
“Di situlah timbul kerugian. Biskuitnya memang ada, tapi gizinya tidak ada. Hanya tepung saja sama gula. Itu tidak ada pengaruhnya bagi perkembangan anak dan ibu hamil sehingga yang stunting tetap stunting,” ucap dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Tindak pidana korupsi terkait itu masih lidik,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Namun, Asep belum merinci soal penyelidikan tersebut karena pelaksanaannya biasanya dilakukan secara tertutup sampai ke tahap penyidikan.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang dihimpun, penyelidikan dilaksanakan sejak awal tahun 2024, sementara itu dugaan korupsi PMT itu diduga terjadi pada 2016-2020.
“Clue-nya adalah (terkait pengadaan) makanan bayi dan ibu hamil,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/06/689356b459086.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menilik Rumah Belajar Merah Putih, Tempat Anak Kolong Jembatan Cilincing Melawan Buta Aksara Megapolitan 7 Agustus 2025
Menilik Rumah Belajar Merah Putih, Tempat Anak Kolong Jembatan Cilincing Melawan Buta Aksara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tawa riang anak-anak menggema di kolong jembatan Kampung Nelayan, Cilincing, Jakarta Utara.
Mereka, anak-anak berusia antara lima hingga 13 tahun, berlarian kecil dengan mengenakan pakaian muslim sederhana.
Dengan wajah sumringah, mereka menuju sebuah bangunan dua lantai yang berdiri di sisi kiri kolong jalan tol, dengan plang bertuliskan “Rumah Belajar Merah Putih”.
Dengan penuh antusias, mereka melepas sandal, masuk ke ruang belajar yang berukuran tak lebih dari 4×5 meter.
Sayup-sayup terdengar suara seorang anak yang tengah menghafalkan perkalian.
“Satu kali satu sama dengan satu, dua kali satu sama dengan dua,” ucap salah satu siswa.
Lantai bawah Rumah Belajar Merah Putih memang disulap menjadi ruang belajar sederhana yang menyerupai suasana kelas sekolah.
Sebuah papan tulis berdiri di bagian depan ruangan, digunakan oleh para pengajar untuk memberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) hingga pelajaran mengaji.
Layaknya ruang kelas di sekolah formal,
kertas tempel berisi tabel perkalian dipasang untuk membantu anak-anak menghafal.
Peralatan belajar berupa pensil, buku gambar, kertas origami, hingga alat tulis lainnya tersedia seadanya.
Naik ke lantai dua, suasana terasa lebih khusyuk.
Anak-anak duduk bersila, belajar melafalkan surat-surat pendek dari Al Quran. Seorang pengajar dengan lembut membimbing dan membenarkan setiap tajwid yang keliru.
Desi Purwatuning, perempuan paruh baya, berdiri di balik semua ini. Ia adalah pendiri sekaligus penggerak Rumah Belajar Merah Putih sejak 2006.
Tempat ini, kata Desi, hadir untuk mereka yang tak bisa mendapatkan pendidikan formal.
“Kalau dilihat sebagian besar anak-anak di wilayah ini (kolong jembatan) tidak memiliki akta kelahiran. Itulah kenapa mereka susah mendapatkan pendidikan, bayangkan urusan akta kelahiran saja mereka tidak punya,” ucap Desi Purwatuning saat berbincang dengan
Kompas.com
, Rabu (6/8/2025).
Desi menyebutkan, banyak dari mereka datang dengan beragam persoalan dunia yang pelik.
Ada anak yang tidak bisa sekolah karena tidak memiliki akta kelahiran. Ada yang putus sekolah karena ketiadaan biaya.
Tak sedikit pula yang sejak kecil tidak merasakan kehadiran orangtua di hidupnya.
“Ada yang orangtuanya dipenjara karena narkoba atau kekerasan. Ada yang enggak mampu bayar sekolah. Ada juga yang memang belum pernah masuk sekolah karena sulit secara administratif,” jelasnya
Fenomena ini menggambarkan bagaimana hak dasar anak, yakni memperoleh pendidikan yang layak dan hidup dalam rasa aman seolah dirampas.
Bayang-bayang buta aksara perlahan menjelma menjadi kenyataan.
“Di sini, banyak yang tidak bisa membaca. Waktu awal saya mendirikan Rumah Merah Putih ada anak yang membaca buku, tetapi bukunya terbalik,” kata dia.
Desi tak bisa tinggal diam. Ia tidak ingin kebodohan dan kemiskinan menjadi warisan turun-temurun bagi anak-anak di wilayah pesisir ini.
Ia percaya bahwa pendidikan bisa memutus lingkaran setan yang selama ini membelenggu masyarakat marjinal Cilincing.
Berangkat dari keyakinan itulah, ia mulai merintis Rumah Belajar Merah Putih pada 2006.
Namun, mendirikan ruang belajar di kawasan yang dikenal sebagai “zona merah” rawan narkoba, kekerasan, dan prostitusi, bukan perkara mudah.
Ia sempat kesulitan mencari tempat. Tak ada yang bersedia menyewakan ruangan untuk kegiatan belajar-mengajar anak-anak.
“Awalnya saya tanya, apakah ada bangunan kosong? Dijawab langsung, ‘enggak ada’,” kata Desi.
Desi mengingat betul bagaimana ia dan murid-muridnya harus belajar di bawah meja biliar.
Tak jarang ia pernah diusir, dipersulit, bahkan dimarahi oleh orangtua murid. Namun, ia tak menyerah.
“Yang penting, anak-anak bisa belajar, bermain, dan mendapatkan akta kelahiran. Arti merah yang berani dan putih yang suci jadi tanda kalau yayasan ini harus diperjuangkan,” tegasnya.
Rumah Belajar Merah Putih bukan sekadar tempat belajar calistung. Tempat ini juga menjadi pelindung bagi anak-anak dari berbagai ancaman luar.
Desi bahkan pernah menangani kasus kekerasan seksual terhadap muridnya dan membawanya ke jalur hukum.
Pelakunya adalah teman dekat ayah korban.
“Pelakunya ditangkap dan dipenjara,” tegasnya.
Peristiwa tersebut membuat ia semakin sadar bahwa anak-anak harus dijaga, bahkan setelah kelas usai.
“Maka dari itu saya kembali membuka Rumah Merah Putih, khususnya kegiatan ngaji di jam-jam rawan. Lebih baik anak-anak berada di sini daripada di luar sana,” tuturnya.
Banyak dari anak-anak di kolong jembatan sebenarnya memiliki potensi.
Namun, lingkungan dan keterbatasan membuat mereka seolah tenggelam.
Desi melihat sendiri transformasi siswa yang bisa berkembang di tengah keterbatasan jika diberi ruang dan perhatian.
“Ada satu anak, dia dahulunya sering diberikan obat batuk jadi tampilannya seperti orang teler dan ngomong meracau. Tapi sekarang, dia sudah bisa membaca, menulis, sudah pintar,” kata Desi.
Namun sampai saat ini, kehadiran negara masih terasa jauh. Anak-anak di bawah kolong jembatan ini belum sepenuhnya disentuh oleh sistem.
Mereka yang tak memiliki akta kelahiran, hidup tanpa orangtua, dan tak pernah duduk di bangku sekolah formal masih terus menunggu.
Bukan sekadar menunggu bantuan, tapi pengakuan. Bahwa mereka ada, mereka berhak, mereka juga bagian dari masa depan bangsa.
Desi tak menuntut banyak. Ia tak meminta bantuan untuk dirinya atau lembaga yang ia kelola.
Yang ia harapkan hanya satu, negara hadir, mulai dari yang paling dasar membantu anak-anak mendapatkan identitas hukum agar bisa mengakses pendidikan seperti anak-anak lainnya.
“Jangan bantu saya, bantu anak-anak ini. Bantu supaya mereka punya akta kelahiran, bisa sekolah seperti anak-anak lain,” ujar Desi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/06/689377180d7aa.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pendaftaran Tiket Tambahan Upacara HUT RI di Istana Dibuka Hari Ini, Cek Ketentuannya Megapolitan 7 Agustus 2025
Pendaftaran Tiket Tambahan Upacara HUT RI di Istana Dibuka Hari Ini, Cek Ketentuannya
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pemerintah kembali membuka pendaftaran gelombang kedua bagi masyarakat yang ingin menghadiri upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta.
Berdasarkan pantauan di situs resmi pandang.istanapresiden.go.id, pendaftaran dibuka mulai hari ini Kamis, (7/8/2025) hingga Jumat (8/8/2025) pukul 10.00 WIB.
”
Ayo… Jangan lewatkan pendaftaran undangan upacara peringatan detik-detik proklamasi dan upacara penurunan bendera sang merah putih, Minggu 17 Agustus 2025 – di Istana Merdeka, Jakarta
,” demikian bunyi pengumuman di laman tersebut.
Gelombang pertama pendaftaran yang dibuka pada Senin (4/8/2025) langsung diserbu peminat. Kuota sebanyak 16.000 kursi ludes hanya dalam hitungan jam.
Menanggapi tingginya animo masyarakat, pemerintah kini mempertimbangkan menambah kuota hingga 2.000 kursi tambahan.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa panitia masih melakukan proses verifikasi terhadap pendaftar yang masuk pada gelombang pertama.
“Tingginya antusiasme publik menjadi pertimbangan bagi kami untuk menambah kapasitas peserta hingga 2.000 orang,” ujar Prasetyo.
Dari total 16.000 kursi yang telah disiapkan, masing-masing 8.000 dialokasikan untuk dua sesi upacara, yaitu:
Sebanyak 80 persen dari jumlah itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, sementara sisanya dialokasikan untuk tamu undangan resmi, pejabat negara, dan perwakilan lembaga.
Bagi masyarakat yang ingin mendaftar, berikut prosedur yang harus diikuti:
Undangan yang sudah dikonfirmasi harus diambil langsung di Sekretariat Negara, dan tidak dapat diwakilkan.
Peserta yang akan hadir di Istana Merdeka wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
Mengingat kuota sangat terbatas dan minat publik tinggi, masyarakat diimbau untuk segera mendaftar sesuai jadwal jika ingin mengikuti HUT ke-80 RI di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/06/68936efebbc91.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo Megapolitan 7 Agustus 2025
Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara beking situs judi
online
(judol) di Kementerian Kominfo (kini Komdigi), Adriana Angela Brigita, menyatakan tak menyesal telah memilih berkata jujur dalam persidangan meski harus menghadapi risiko hukum.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (6/8/2025), Brigita mengaku bangga lantaran tidak menyeret nama Budi Arie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo dalam sidang kasus beking situs judol.
Dia menilai Budi Arie Setiadi tidak bersalah dalam perkara tersebut.
“Namun satu hal yang tidak saya sesali, Yang Mulia, adalah saya dapat meyakinkan suami saya untuk tidak melakukan kesaksian palsu terhadap orang yang tidak bersalah dalam perkara ini, seperti yang saya saksikan di persidangan sebelumnya,” ujar Brigita dengan suara yang sedikit meninggi.
Ia bercerita, dirinya bersama sang suami sempat ditekan untuk menyebut nama Budi Arie selama persidangan.
Namun, mereka menolak permintaan tersebut dengan alasan tidak ingin melibatkan pihak yang tidak berkaitan.
“Tentang menyeret nama Budi Arie, yang kalau saya dan suami tidak melakukannya, saya akan dipenjara. Tapi saya tidak menyesal. Saya tidak menyesal dan saya bangga dengan kenyataan saya telah melakukan kebenaran,” kata dia.
Brigita memilih tetap berkata jujur meski menduga dirinya menjadi korban kriminalisasi oleh oknum tertentu dalam proses hukum kasus ini.
Namun, Brigita memohon agar majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan, dengan alasan bahwa ia tidak mengetahui keterlibatan suaminya dalam bisnis beking situs judol.
Selain itu, ia meminta agar majelis hakim mempertimbangkan nasib kedua anaknya yang masih kecil, serta berharap bisa segera kembali ke rumah.
“Saya ingin dibebaskan dari segala tuntutan dan kembalikan kepada anak-anak saya. Saya hanya ingin berkumpul dan merawat anak-anak saya seperti seorang ibu yang bebas dan normal pada umumnya,” ucap dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Brigita dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun serta denda sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jaksa menilai terdakwa terbukti bersalah menyembunyikan atau menyamarkan sumber harta kekayaan yang berasal dari hasil penjagaan situs judi online.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa penahanan,” kata JPU dalam sidang tuntutan pada Rabu (23/7/2025).
Terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Diketahui, dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/06/689368fbe3a22.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bale Buku, Pos Kamling yang Disulap Jadi Perpustakaan Mini demi Cegah Anak Keranjingan HP Megapolitan 7 Agustus 2025
Bale Buku, Pos Kamling yang Disulap Jadi Perpustakaan Mini demi Cegah Anak Keranjingan HP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dari sebuah pos kamling sederhana di Cakung, Jakarta Timur, lahirlah perpustakaan mini, yang kini menjadi ruang bermain sekaligus belajar bagi anak-anak. Namanya Bale Buku.
Di balik berdirinya Bale Buku, ada kisah tentang kepedulian terhadap anak-anak yang kala itu terlalu larut dalam handphonenya.
Naidih Muhammad Zein (59), salah satu pendirinya, mengenang masa awal pandemi Covid-19 sebagai cikal bakal berdirinya Bale Buku.
Ia resah melihat banyak anak yang usai belajar daring langsung tenggelam dalam layar ponselnya sepanjang hari.
“Awalnya saya prihatin. Saat pandemi banyak anak ketergantungan gawai, selesai belajar langsung main gawai,” kata Naidih, Rabu (6/8/2025).
Keresahan itu rupanya juga dirasakan para pemuda karang taruna di lingkungannya. Mereka lantas mengusulkan ide memanfaatkan pos kamling sebagai perpustakaan mini.
Tujuannya sederhana, menyediakan ruang alternatif agar anak-anak tak terus-menerus terpaku pada layar ponsel.
Naidih yang saat itu menjabat pengurus RT menyambut gagasan tersebut. Bersama warga, ia mengubah pos ronda menjadi tempat baca sederhana.
“Disepakati, pos kamling ini dipakai untuk perpustakaan. Malam untuk ronda, pagi buat baca-baca,” ucap dia.
Sejak dibentuk, Bale Buku mendapat sambutan hangat warga sekitar. Rak-rak yang semula kosong kini terisi buku sumbangan warga, mulai dari buku cerita hingga komik bekas milik anak-anak sekolah.
“Buku-buku itu kebanyakan bekas, tapi anak-anak suka. Ada komik, novel, buku cerita,” ujar Naidih.
Perpustakaan ini pun berkembang jadi ruang aktivitas kreatif. Setiap Sabtu, anak-anak berkumpul untuk mendengarkan dongeng, menggambar, atau bermain bersama.
“Kalau Sabtu biasanya dongeng. Ada juga kegiatan menggambar buat anak-anak di sekitar Bale Buku,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/08/04/68909fc96e270.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/06/68931cec2d10d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/22/68074340656cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/07/689392c52a2b2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)