Unesa Lelang Jersey Bertanda Tangan Shin Tae-yong untuk Korban Bencana Sumatera
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melelang jersey bertanda tangan mantan pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong untuk menggalang dana bantuan korban bencana Sumatera.
Unesa
menggalang dana melalui skema donasi dan lelang produk untuk membantu korban
bencana Sumatera
di Kampus Lidah Wetan, Surabaya, pada Senin (8/12/2025).
Barang yang dilelang yakni jersey bertanda tangan Shin Tae-yong, raket Leani Ratri Oktila peraih medali emas Paralympic Tokyo 2020 dan Paris 2024 hingga jersey Marselino Ferdinan dan Rachmat Irianto.
“Kepedulian itu tidak berhenti di sana, sebab para korban masih membutuhkan bantuan kita semua,” kata Wakil Rektor IV Unesa, Dwi Cahyo Kartiko, Senin.
Sebelumnya, Unesa memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan
living cost
kepada korban terdampak bencana Sumatera. Kemudian, bantuan dilanjutkan dengan penggalangan dana.
“Untuk itu, hari ini kami berdoa bersama, menggalang dana dan melakukan pelelangan barang dan produk Unesa yang hasilnya nanti untuk diserahkan kepada para korban bencana di Sumatera,” ujarnya.
Hasil dari kegiatan penggalangan dana dan lelang produk ini, uang yang terkumpul sebanyak Rp 148 juta.
“Dengan solidaritas nasional, dan dengan bersama-sama, kita bisa melewati bencana ini dan bangkit darinya,” sambungnya.
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS), Mutimmatul Faidah menyebut ada sekitar 458 mahasiswa asal Sumatera, 63 di antaranya yang berasal dari daerah terdampak bencana.
Unesa juga memberikan program pendampingan psikologis secara berkelompok untuk membantu memulihkan kondisi psikis para korban.
“Kami berikan penguatan psikologis, psikososial, konseling dan penguatan spiritual sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata Mutimmatul.
Tim SMCC-PPIS Unesa juga diberangkat ke daerah terdampak bencana dan sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dan jajaran kementerian terkait.
“Tujuannya untuk membawa bantuan pokok yang sudah dikumpulkan sekaligus memberikan
trauma healing
, membuka layanan kesehatan, dan pemulihan kondisi fisik bagi korban di posko pengungsian,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/08/6936bbf1ba950.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Unesa Lelang Jersey Bertanda Tangan Shin Tae-yong untuk Korban Bencana Sumatera Surabaya 8 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/08/6936bbf6742ae.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kisah Una, Mahasiswi Unesa Asal Pidie Jaya Dapat Beasiswa Usai Keluarga Terdampak Bencana Sumatera Surabaya 8 Desember 2025
Kisah Una, Mahasiswi Unesa Asal Pidie Jaya Dapat Beasiswa Usai Keluarga Terdampak Bencana Sumatera
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Unaysah Azkia Madania, mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menjadi satu dari 63 mahasiswa yang mendapatkan beasiswa pendidikan dari Unesa.
Diketahui,
Unesa
memberikan beasiswa biaya pendidikan penuh sampai lulus untuk mahasiswa yang orangtuanya terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera.
Wakil Rektor IV Unesa, Dwi Cahyo Kartiko, mengatakan bahwa dari 458 mahasiswa yang tercatat berasal dari wilayah terdampak, terdapat 63 mahasiswa yang benar-benar terdampak langsung.
“UNESA melalui Cak Hasan sudah komitmen akan memberikan beasiswa full sampai lulus. Artinya sampai semester 8,” kata Dwi di acara Doa Bersama, Lelang Amal, dan Pemberian Beasiswa untuk mahasiswa terdampak banjir Sumatra di Gedung Rektorat Kampus 2 Lidah Wetan, Surabaya, Senin (8/12/2025).
Selain beasiswa pendidikan, mahasiswa yang rumahnya rusak atau kehilangan orang tua juga akan menerima tambahan bantuan living cost. Bahkan, satu dosen yang turut kehilangan rumah di Tapanuli juga mendapat perhatian khusus.
Mendapatkan beasiswa,
Unaysah Azkia Madania
mengaku terharu sekaligus lega karena dia sempat mengkhawatirkan uang kuliah Rp 3,2 juta per semester di tengah musibah yang dialami keluarganya di
Pidie Jaya
, Aceh.
“Satu sisi senang ya, karena kepikiran duh nih semester depan bayar UKT (Uang Kuliah Tunggal)-nya gimana,” kata mahasiswi yang karib disapa Una tersebut.
Saat berbincang dengan
Kompas.com
, Una bahkan mengatakan, sempat berpikir untuk mencari pekerjaan jika keluarganya tak lagi mampu membayar kuliahnya.
Sebab, mahasiswi semester lima ini tetap ingin melanjutkan pendidikannya.
“Tapi, tiba-tiba langsung dihubungi. Alhamdulillah ini bantuan yang membantu banget.” ujarnya sambil tersenyum.
Di tengah kebahagiannya, Una teringat momen paling menakutkan saat keluarganya menjadi korban
banjir Sumatera
.
Una adalah anak pertama dari empat bersaudara. Adik bungsunya yang tinggal bersama orang tua masih berusia 12 tahun. Sementara dua adiknya yang lain tinggal di pondok pesantren di Madura dan tidak memiliki akses ponsel.
“Kami dapat kabar itu tengah malam (tanggal 23 November 2025), dan itu pun notif dari hape gitu, yang ting-ting gitu,” katanya.
Awalnya, dia mengira itu banjir biasa atau banjir tahunan yang tingginya tidak pernah melebihi dari paha atau lutut orang dewasa.
Namun, keesokannya, dia mendapat kabar mengenai bencana banjir dan longsor yang cukup parah terjadi di Sumatera.
Una lantas mencoba menghubungi keluarganya untuk menanyakan kabar. Tetapi, usahanya tidak berhasil.
Dia menjadi panik dan berusaha menghubungi berbagai sosial media milik polisi, keamanan, pemadam kebakaran, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Hari pertama itu frustrasi. Enggak ada yang bisa dihubungi semua,” ucapnya.
Kecemasan soal keselamatan orang tua menjadi hal pertama yang memenuhi kepalanya saat itu.
“Takut orang tua enggak ada aja sih. Keluarga hilang, itu yang paling ditakutin.” Imbuhnya sambil menunjukkan senyum getir.
Hingga pada Rabu pagi, tanggal 26 Desember 2026, dia mendapatkan telepon dari sang ibu.
Namun, suara panik di ujung telepon membuat tubuh perempuan 21 tahun itu gemetar.
“Tanggal 26 pagi, itu ibu saya telepon, panik. Saya kaget, kok sepanik ini. Dan itu ibu saya sudah sampai teriak-teriak untuk minta tolong keluar,” ujar Una dengan raut wajah getir.
Di rumah keluarga mereka di desa atau Gampong Meunasah Mancang, air sudah mencapai sebahu orang dewasa. Ayah dan ibunya hanya bisa naik ke atas meja agar tak tenggelam.
Una bercerita, rumahnya sudah dibuat tinggi, sekitar satu setengah meter dari permukaan tanah, namun air tetap menerobos dan memenuhi seluruh ruangan di rumahnya.
“Dan kondisi di dalam sudah seperti itu, apalagi yang di luar,” katanya memejam sejenak.
Una mengaku semakin takut karena di saat banjir semakin tinggi, ibunya mengabari bahwa sang ayah berada di Panti Asuhan Darul Aitam di Meunasah Lhok, tempatnya bekerja.
“Walaupun enggak jauh dari rumah, tapi posisi mereka terpencar,” tutur Una.
Setelah itu, Una semakin cemas dan kalut karena selama dua hari tidak mendapat kabar lagi dari kedua orangtuanya.
Barulah pada 28 Desember 2025, telepon selularnya kembali berdering. Ayah dan ibunya memberikan kabar.
“Tiba-tiba nelepon, dan habis itu sinyal susah. Tapi, di situ udah sedikit lega, ‘oh Alhamdulillah selamat’,” katanya.
Tetapi, rupanya banjir susulan datang dan kembali memutus akses. Kabar terakhir dari ibunya datang pada Sabtu, 29 Desember 2025, pagi, ketika air kembali naik dan semua harus bertahan di lantai dua panti asuhan.
“Karena di sana itu mau ke mana juga sulit, karena posisi kayu itu di mana-mana,” ujarnya sambil menunjukkan foto tumpukan kayu yang memblokir jalan masuk ke rumah.
Sementara itu, air sungai yang meluap mencari jalannya sendiri, mengisi rumah-rumah warga hingga tidak menyisakan ruang untuk evakuasi.
“Bahkan, untuk pengevakuasian kayak mayat atau bangkai-bangkai gitu sulit. Masih belum bisa, karena enggak ada alat berat,” kata Una dengan suara kecil.
Saat bercerita, Una mengisahkan kembali kesulitan kedua orangtuanya bertahan hidup di tengah kepungan banjir.
“Orangtua saya cuma mengandalkan, ya sehari itu cuma bisa minum dua gelas aqua kecil. Ya itu pun dihemat-hemat,” kata Una.
Untuk makan, mereka menemukan Indomie yang dimakan tanpa dimasak, cukup diremukkan.
Setelah air surut, barulah bantuan makanan mulai masuk, meski tidak banyak.
Tak hanya itu, menurut Una, semua barang di rumahnya rusak karena terendam banjir beberapa hari.
“Motor terendam lumpur. Lumpurnya kan udah mengering. Udah nggak bisa dipakai lagi,” ujarnya.
Namun, kehilangan harta benda tidak membuatnya terpukul karena yang terpenting kedua orangtuanya selamat.
“Yang terpenting ya kondisi keluarga aja sih. Barang itu masih bisa dicari lagi,” katanya.
Di tengah bencana, Una mengaku, tidak ingin bertemu orangtuanya di Pidie Jaya. Sebaliknya, dia berharap ayah dan ibunya yang datang ke Surabaya, untuk mengungsi.
“Kayaknya enggak sih. Cuma orangtua aja yang ke sini. Justru mengamankan diri di sini. Mending ke sini aja,” ujarnya.
Di akhir percakapan, Una sempat terdiam lama ketika diminta menyampaikan sesuatu untuk orang tuanya.
Ketika akhirnya dia berbicara, suaranya pelan tapi mantap, “Alhamdulillah selamat. Enggak apa-apa. Maksudnya, kalau barang masih bisa kita cari, setidaknya kita menyelamatkan diri saja dulu. Terus, bersyukur juga kalau kita masih dikasih kesempatan walaupun kita dapat yang parah, tapi masih ada yang lebih parah dibanding kita”.
Sementara itu, pihak kampus tak hanya memberikan beasiswa, Unesa menyediakan trauma
healing
kelompok bagi mahasiswa yang keluarga terdampak bencana banjir Sumatera.
Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Unesa, Mutimmatul Faidah, mengatakan bahwa trauma akibat kehilangan kabar keluarga membuat banyak mahasiswa rapuh secara mental.
“Sebagian mereka belum terhubung dengan keluarganya. Tidak ada koneksi sama sekali. Sehingga mereka juga belum tahu bagaimana kabar ayah, ibu, dan seterusnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Unesa mengadakan trauma
healing
kelompok, penguatan psikologi, sosial, hingga spiritual.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/6936c3132e4ba.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Kejagung Sebut Kerugian Kasus Korupsi Chromebook Bertambah Jadi Rp 2,1 Triliun Nasional
Kejagung Sebut Kerugian Kasus Korupsi Chromebook Bertambah Jadi Rp 2,1 Triliun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas perkara eks Mendikbudristek Nadiem Makarim terkait dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook ke pengadilan.
Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, mengatakan
kerugian negara
dari kasus tersebut bertambah menjadi Rp2,1 triliun.
“Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun,” kata Riono di Kejagung, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Riono merincikan, angka Rp 2,1 triliun ini berdasarkan kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730.
Menurutnya, kasus terkait dengan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi berupa Chromebook serta Chrome Device Management (CDM) ini terjadi pada 2019-2022.
Dari hasil penyidikan Jampidsus Kejagung, kata dia, Nadiem diduga memerintahkan perubahan hasil kajian tim teknis.
“Awalnya, tim teknis telah melaporkan atau menyampaikan kepada saudara Nadiem Anwar Makarim selaku Mendikbudristek bahwa spesifikasi teknis pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu,” kata Riono.
“Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook,” ujar dia.
Padahal, pada tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome.
Hasilnya, penerapannya dinilai gagal.
Akan tetapi, pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 hingga 2022 tanpa dasar teknis yang objektif.
Riono menambahkan, tindakan tersebut bukan hanya mengarahkan proses pengadaan kepada produk tertentu, tetapi juga telah secara melawan hukum menguntungkan berbagai pihak, termasuk penyedia barang dan jasa.
“Dengan demikian, terdapat dugaan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum, termasuk adanya penerimaan uang oleh pejabat negara,” ucap dia.
Pada Senin sore tadi, Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan Nadiem serta tiga tersangka lainnya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan demikian, Nadiem dan kawan-kawan akan segera menjalani persidangan.
“Pelimpahan berkas ke Pengadilan Tipikor ini menegaskan bahwa seluruh proses penyidikan dan penuntutan telah dilakukan secara cermat, profesional, dan berdasarkan bukti yang kuat,” ucap Riono.
Selain Nadiem, tiga tersangka lainnya yang juga dilimpahkan adalah eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Lalu, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Kemudian, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/6936bf1408ac4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Pelari Meninggal di Siksorogo Lawu Ultra Tak Tercover Asuransi, Keluarga Dapat Santunan Regional 8 Desember 2025
2 Pelari Meninggal di Siksorogo Lawu Ultra Tak Tercover Asuransi, Keluarga Dapat Santunan
Tim Redaksi
KARANGANYAR, KOMPAS.com
– Pihak panitia event lari Siksorogo Lawu Ultra menyebut dua pelari yang meninggal dunia tidak tercover asuransi.
Meski begitu,
keluarga korban
telah diberikan
santunan
.
Selain itu, para peserta juga telah menanda tangani
surat pelepasan tanggung jawab
yang menyatakan tidak akan menuntut panitia apabila terjadi peristiwa luar biasa, salah satunya meninggal dunia.
Dua peserta
event lariSiksorogo Lawu Ultra
2025, dilaporkan meninggal dunia saat mengikuti perlombaan kategori fun trail run 15 kilometer pada Minggu (7/12/2025).
Panitia Siksorogo Lawu Ultra 2025 mengungkapkan, bahwa para peserta telah mengumpulkan dan menyetujui sejumlah dokumen sebagai prasyarat keikutsertaan.
Salah satunya adalah surat
pelepasan tanggung jawab
.
Ketua Panitia Siksorogo Lawu Ultra 2025, Fajar Brilianto, mengungkapkan bahwa surat tersebut menyatakan bahwa para peserta tidak akan menuntut panitia apabila terjadi peristiwa luar biasa.
Dengan menandatangani surat tersebut, peserta telah memahami risiko-risiko yang mungkin terjadi saat mengikuti race.
“Kami menyadari bahwa olahraga ini bukan olahraga sepele. Tetapi benar-benar olahraga yang tingkat risikonya tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DPRD
Karanganyar
, Jawa Tengah (Jateng), Senin (8/12/2025).
Brilianto menjelaskan, salah satu peristiwa luar biasa itu adalah meninggal dunia saat race.
Selain itu, cuaca ekstrem juga dianggap sebagai situasi luar biasa karena peserta dituntut meiliki ketahanan tubuh yang ekstra.
Dewan Pembina Siksorogo Lawu Ultra 2025, Tony Harmoko, menambahkan bahwa event Siksorogo memiliki standard operating procedure (SOP) yang ketat.
Selain menandatangani, para peserta wajib menandatangani surat pelepasan tanggung jawab, dan mereka juga harus menyerahkan surat keterangan sehat dari dokter.
“Semua SOP itu sudah ada, baik itu surat sehat atau surat pelepasan tanda tangan. Itu semua sudah menjadi SOP kami,” tegasnya.
Tony menambahkan bahwa pihaknya telah menjelaskan peristiwa yang terjadi kepada pihak kepolisian dan
asuransi
.
Asuransi yang diberikan hanya mencakup kecelakaan seperti jatuh ke jurang, kejatuhan pohon, dan tersandung.
“Itu merupakan kedua korban terkena serangan jantung. Korban tidak mendapatkan asuransi,” bebernya.
Namun demikian, Tony menegaskan bahwa pihak keluarga telah mendapatkan uang santunan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/6936c18bb2b0d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Nasib Abu-abu Tenaga Honorer di Magelang usai Gagal Jadi PPPK Paruh Waktu Regional 8 Desember 2025
Nasib Abu-abu Tenaga Honorer di Magelang usai Gagal Jadi PPPK Paruh Waktu
Tim Redaksi
MAGELANG, KOMPAS.com
– Ratusan pekerja honorer di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menghadapi ketidakpastian menjelang pergantian tahun.
Meskipun tahun baru segera tiba, mereka masih dihadapkan pada pertanyaan krusial: apakah mereka akan tetap bekerja atau menjadi pengangguran.
Ketidakpastian ini muncul setelah status honorer dihapus pada 31 Oktober 2023.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (
Kemenpan RB
) kemudian mulai melakukan penataan pegawai non-aparatur sipil negara melalui skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan PPPK paruh waktu.
Namun, masih ada sejumlah
pekerja honorer
yang tidak terdaftar dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga nasib mereka tetap menggantung.
Agung Prabowo
, ketua forum pekerja honorer non-database BKN, mengungkapkan kebingungannya.
“Saya belum mengetahui apakah saya akan tetap bekerja di Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah
Kabupaten Magelang
,” ujarnya.
Kelompok yang dipimpin Agung ini terdiri dari 166 orang yang menuntut diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
Pada medio November 2025, perwakilan tenaga honorer tersebut, bersama Komisi I DPRD dan pejabat Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah Kabupaten Magelang, mengunjungi Kemenpan RB untuk menyampaikan tuntutan mereka.
“Hasil pertemuan saat itu (nasib pekerja honorer) dikembalikan ke daerah masing-masing,” kata Agung saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/12/2025).
Kemenpan RB memberikan solusi bagi pemerintah daerah yang ingin tetap mempekerjakan tenaga honorer melalui skema alih daya (outsourcing).
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten Magelang, Ari Handoko, menjelaskan bahwa skema outsourcing hanya bisa diterapkan pada posisi tertentu, seperti sopir, petugas kebersihan, dan petugas keamanan.
“Tidak bisa jabatan ASN di-outsourcing-kan,” ujarnya setelah kegiatan pengangkatan PPPK paruh waktu di Gedung Olahraga Pakubumi, Senin.
Mengenai nasib pekerja honorer, Ari menyatakan bahwa instansi terkait yang mengetahui situasi tersebut, karena hal itu berada di luar kewenangan BKPPD.
Bupati Magelang, Grengseng Pamuji, juga menegaskan bahwa pihaknya hanya mengikuti aturan yang menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.
“Kami tidak punya kewenangan buat regulasi. Kewenangannya ada di BKN,” cetusnya dalam kesempatan yang sama.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/04/69315f6fae64d.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Zulhas, Political Selfie, dan Literasi Visual Publik Nasional 8 Desember 2025
Zulhas, Political Selfie, dan Literasi Visual Publik
Pengamat Komunikasi Politik dan Sosiologi Media
VIDEO
dan foto kunjungan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, di lokasi banjir bandang Sumatera beredar luas di berbagai platform. Ia tampak memanggul karung beras, melangkah di tengah genangan, dengan kamera yang terus mengikuti setiap gerakan. Potongan lain memperlihatkan ia ikut membersihkan rumah warga terdampak banjir.
Paket visual ini dengan cepat diberi label “
pencitraan
” dan “akting” oleh banyak warganet. Setelahnya, unggahan dan pemberitaan itu direspons dengan kalimat sinis, kritis dan skeptis. Di mata para pengkritik, adegan memanggul beras dan menyapu lumpur itu tampak lebih mirip set pengambilan gambar daripada kerja darurat di tengah krisis.
Tak ayal, perang klaim antara “turun langsung membantu” dan kecurigaan “sekadar pencitraan” menjadi sumbu polemik. Semua terjadi di tengah bencana yang skalanya jauh dari ringan. Pertanyaan utama tak pelak langsung mendera benak publik, bukan hanya apakah
Zulkifli Hasan
tulus atau tidak ketika memanggul karung beras.
Yang lebih krusial, apakah praktik pejabat yang mengemas kehadiran di lokasi bencana sebagai materi visual ini dapat dipahami sebagai
political selfie
dalam pengertian yang dikaji di banyak negara. Bila ya, kita perlu menimbang dampaknya bagi korban, bagi kualitas demokrasi, dan bagi cara negara memaknai kehadiran di tengah bencana.
Achilleas Karadimitriou dan Anastasia Veneti (2016) menyebut
political selfie
sebagai “image event” baru di medan komunikasi politik digital. Menurut mereka, ada empat fungsi utama
political selfie
, yaitu menghasilkan materi visual sendiri di luar filter redaksi, menciptakan rasa intim, menjadi alat branding politik, dan menarik perhatian media.
Dalam kerangka ini, selfie bukan lagi foto spontan, melainkan bagian dari strategi permanen membangun citra. Dengan demikian,
political selfie
adalah momen ketika tubuh politisi dan kamera sengaja dipertemukan untuk tujuan politik, bukan sekadar dokumentasi.
Melalui perspektif ini, video karung beras tampak sangat pas dengan anatomi
political selfie
. Materi visualnya diambil dari akun Instagram resmi @zul.hasan yang sepenuhnya dikelola tim. Sudut pengambilan gambar menonjolkan beban di pundak dan kedekatan fisik dengan warga, membangun kesan pemimpin yang “turun tangan”. Dari sana, potongan gambar diangkat ulang oleh media daring dan menjadi berita. Ini mengunci frame: menteri pekerja keras hadir di tengah lumpur banjir.
Penelitian Mireille Lalancette dan Vincent Raynauld (2017, 2019) tentang Instagram Justin Trudeau menunjukkan pola serupa. Selfie dan potret santai sang perdana menteri dipakai untuk menjual citra pemimpin muda, dekat, dan hangat. Isu kebijakan hadir sebagai latar naratif, bukan pusat gambar.
Penelitian ini menemukan bahwa logika “viral” dan estetika positif dalam membentuk persepsi publik sering kali menutupi konflik kebijakan yang jauh lebih kompleks.
Studi lain tentang
selfie journalism
di pemilu Siprus (Papathanassopoulos et al., 2018) menunjukkan hampir seluruh selfie politisi yang dianalisis menggambarkan momen positif dan emosional, dengan konteks politik yang minim.
Selfie menjadi alat mobilisasi kesan, bukan penjelasan kebijakan. Pola ini tampak berulang di banyak negara ketika kampanye dan kerja pemerintahan melebur dalam satu arus konten yang mengumbar visual dramatis. Di titik itu, bencana alam menyediakan panggung yang sangat “fotogenik” bagi politisi.
Lebih jauh, Jeremiah Morelock dan Felipe Narita (2021) meyakini masyarakat sekarang hidup dalam
society of the selfie
, di mana promosi diri menjadi logika dasar yang merembes ke hampir semua ruang sosial, termasuk politik dan kebencanaan. Dalam logika ini, tidak cukup hadir dan bekerja, seorang pejabat juga harus terlihat bekerja, sebaik mungkin, dalam format yang mudah dibagikan.
Bencana lalu berisiko direduksi menjadi panggung yang menyediakan “stok gambar” bagi politisi, alih alih momentum untuk mengakui kegagalan tata kelola dan memperbaikinya.
Sejalan dengan banyak teoretisi yang mengkaji gejala
political selfie
, Kuntsman dan Stein (2017) memperkenalkan gagasan
selfie citizenship
untuk menjelaskan bagaimana warga biasa menggunakan selfie sebagai klaim kewargaan. Seturut itu, Butkowski (2023) lewat studi “I voted selfies” menunjukkan bahwa swafoto usai mencoblos dapat menjadi cara warga menegaskan diri sebagai bagian dari komunitas politik yang peduli.
Dalam kedua kasus ini, selfie mengalir dari bawah ke atas, dari mereka yang lemah kuasa ke ruang publik yang sering mengabaikan suara mereka. Sebaliknya,
political selfie
pejabat di tengah bencana bergerak dari atas ke bawah, dari pemegang kekuasaan kepada warga yang baru kehilangan rumah dan keluarga. Korban tidak benar-benar memiliki kuasa untuk menolak ikut masuk frame, apalagi mengatur bagaimana gambarnya akan digunakan.
Ketika tubuh mereka hadir sebagai latar yang memperkuat citra empatik pejabat, mereka lebih menjadi properti visual daripada subjek politik yang setara. Di titik ini, adalah krusial mengajukan kriteria etis terkait fenomena
political selfie
.
Pertama, siapakah yang menjadi pusat visual dalam
political selfie
di lokasi bencana: wajah pejabatkah atau informasi penting bagi korban? Kedua, apakah warga memiliki cukup ruang aman untuk mengatakan ‘tidak’ untuk difoto, tanpa tekanan simbolik dari aparat, staf, dan suasana resmi? Ketiga, apakah gambar tersebut disertai penjelasan kebijakan yang konkret, atau berhenti pada dramatisasi empati dan ketegasan?
Jika tiga pertanyaan itu diajukan pada video karung beras, jawabannya mengkhawatirkan. Frame jelas memusatkan tubuh pejabat, sementara korban dan relawan berada di belakang sebagai latar. Mustahil membayangkan pengungsi yang kelelahan berani menolak ketika anggota rombongan menjepret.
Sudah menjadi tabiat umum bahwa keterangan yang menyertai unggahan lebih banyak bicara tentang kehadiran pemerintah, bukan rincian langkah struktural untuk memulihkan nasib ratusan ribu pengungsi.
Pembelaan “memanggul beras bukan pencitraan, tetapi tugas pejabat sesuai Undang-Undang Penanggulangan Bencana” tidak cukup menjawab problem ini. Undang-Undang memang mewajibkan pejabat turun membantu, tetapi tidak pernah memerintahkan setiap gerak dijadikan konten yang memusatkan figur pejabat.
Justru di titik ini, kepekaan terhadap hierarki kuasa dan martabat korban harus menjadi perhatian utama, termasuk dalam keputusan sederhana: siapa yang diundang ke depan kamera, dan untuk tujuan apa.
Kontroversi
political selfie
di Sumatera sebenarnya menunjukkan tumbuhnya literasi visual publik. Ketika warganet cepat mengenali
staging
dan simbolisme yang berlebihan, hal itu secara implisit menunjukkan bahwa medan politik layar sudah tidak bisa lagi dianggap ruang pasif yang hanya menghamburkan agenda simbolis.
Namun literasi ini perlu diarahkan lebih bermakna, agar kritik tidak berhenti di soal gaya, tetapi menyasar juga pola komunikasi kekuasaan yang mereduksi lokasi bencana menjadi panggung citra.
Ringkasnya, alih-alih sebagai jembatan informasi yang menyejukkan, praktik
political selfie
(amat dikhawatirkan) menggeser fokus dari hak korban ke hak pejabat untuk tampil ‘sempurna’ bak pahlawan di layar. Padahal, dalam bencana sebesar ini, ukuran utama seharusnya terletak kepada seberapa jauh kebijakan yang lahir (setelah kamera dimatikan) mampu memulihkan asa korban dan berdampak signifikan terhadap mitigasi bencana ke depan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/693686f686fa8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Waspada, BMKG Ingatkan Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sumut 8-15 Desember Medan 8 Desember 2025
Waspada, BMKG Ingatkan Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sumut 8-15 Desember
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 1 memprediksi akan ada cuaca ekstrem, berupa intensitas hujan tinggi, yang melanda Sumatera Utara dari rentang 8-15 Desember 2025.
Masyarakat diminta waspada untuk mengantisipasi dampak dari
cuaca ekstrem
tersebut.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada karena dalam beberapa minggu ke depan wilayah di
Sumatera Utara
diperkirakan akan mengalami peningkatan intensitas hujan,” ujar Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah 1, Hendro Nugroho, dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/12/2025).
Hendro juga mengharapkan masyarakat memiliki langkah mitigasi menyikapi
prediksi cuaca
ekstrem tersebut.
“Masyarakat diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif agar aktivitas harian tetap dapat berlangsung aman dan lancar,” katanya.
Adapun wilayah yang berpotensi
hujan lebat
ialah Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Langkat, Deli Serdang, Karo, Simalungun, Samosir, Serdang Bedagai, dan Labuhanbatu Selatan.
Selanjutnya, wilayah lainnya, Kota Gunungsitoli, Sibolga, Padang Sidempuan, Medan, Binjai, dan Pematang Siantar.
Hendro mengatakan, prediksi cuaca ekstrem diketahui setelah dilakukan identifikasi adanya bibit siklon tropis 91S di Samudera Hindia Barat Daya Lampung, yang mengakibatkan adanya belokan angin dan konfluensi atau pertemuan massa udara di Sumatera Utara.
Kehadiran bibit siklon tropis 91S juga didukung oleh aktifnya gelombang atmosfer dan MJO di sekitar pusat sirkulasinya.
“Kondisi IOD negatif masih akan berlangsung hingga bulan Desember 2025. Selain itu, suhu muka laut terpantau hangat berkisar 29–30 derajat selsius dan kelembapan udara yang tinggi di semua lapisan atmosfer,” ujar Hendro.
Hendro mengatakan, dengan adanya faktor tersebut, wilayah Sumatera Utara diprediksi akan menerima tambahan uap air sehingga terjadi peningkatan pembentukan awan-awan hujan, khususnya di wilayah pantai barat.
Mengingat cuaca bersifat dinamis, masyarakat juga diharapkan untuk terus memantau informasi terkini dari BMKG.
“(Begitu juga) Para Kepala Daerah juga diimbau untuk dapat berkoordinasi dengan BPBD, TNI, Polri setempat untuk terus mengikuti informasi yang disampaikan oleh Balai Besar MKG Wilayah I Medan,” tutup Hendro.
Sebelumnya, peringatan serupa juga disampaikan Prakirawan BMKG Wilayah I Sumut, Endah Paramita.
Dia mengatakan meski intensitas hujan di bulan Desember lebih rendah dari bulan November 2025, masyarakat tetap diminta waspada, terutama yang rumahnya di wilayah berbukit dan di sekitar aliran sungai.
Terkhusus di wilayah Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Kota Medan.
“BMKG juga mengingatkan masyarakat yang tinggal di wilayah berbukit dan di sekitar aliran sungai untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir dan tanah longsor,” kata Endah saat press conference di Pemprov Sumut, Kamis (4/12/2025).
Sementara itu, sebelumnya banjir dan longsor menerjang 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara sejak Senin (24/12/2025).
Data terbaru BPBD Sumut, Senin (8/12/2025) pukul 08.00, jumlah korban meninggal akibat musibah itu berjumlah 338 jiwa, 138 hilang, terluka 650, dan 42.686 mengungsi.
Lokasi terparah di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Korban meninggal tercatat 110 orang, hilang 94 orang, dan luka-luka 524 orang.
Terparah kedua terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Korban meninggal 85 orang, 30 orang hilang, dan 69 orang luka-luka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/08/6936bb2dd90b4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/6936bcaa11bf5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/6936af594ea76.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)