Kisah Fristo Kerja Pulang Pergi Cipanas-Jakarta, Menembus 85 Kilometer Tiap Hari
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jam di dinding baru menunjuk pukul 04.00 WIB. Udara Cipanas, Puncak, Jawa Barat, begitu dingin, menusuk tulang.
Saat kebanyakan orang masih terlelap, Fristo (30) sudah bersiap menantang pagi.
Hari ini, seperti ratusan hari sebelumnya, ia menempuh perjalanan panjang menuju kantornya di Tebet, Jakarta Selatan.
Dengan mata setengah terpejam, ia menyeret langkah ke kamar mandi.
Air dingin yang menggigit kulit menjadi “ritual wajib” sekaligus tantangan terberat yang harus ia taklukkan sebelum mengayuh roda nasib ke ibu kota.
“Bayangin aja kalian lagi di dalam ruangan AC yang suhunya around 16°-19° C terus kalian guyur badan kalian pakai air es yang banyak. Nah, sebegitu menggigilnya saya tiap mandi untuk berangkat kerja,” ucap Fristo saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Usai berpakaian rapi dan menyandang tas, ia keluar rumah ketika langit masih pekat.
Pukul 05.00 WIB, suara mesin motor maticnya memecah kesunyian di halaman.
Mantel tebal menjadi senjata utama untuk menembus hawa dingin jalur Puncak.
Dari Istana Cipanas, melewati Puncak Pass, Taman Safari, hingga Tajur, Bogor, ia mengendarai motornya sambil ditemani matahari yang perlahan muncul di balik Gunung Gede Pangrango.
Bagi Fristo, perjalanan kerja menuju ibu kota layaknya liburan.
“Berangkat jam segitu tuh seger banget dan view-nya bagus banget, terlebih jam segitu tuh belum macet alias lowong banget jalannya,” kata Fristo.
Setiap hari kerja, Fristo menempuh total jarak sekitar 85 kilometer.
Dari rumahnya di Cipanas, ia lebih dulu melaju dengan motor menuju Stasiun Bogor, lalu berganti moda transportasi dengan KRL menuju Tebet, Jakarta Selatan.
Rata-rata, perjalanan itu memakan waktu 3 hingga 3,5 jam sekali jalan.
Kalau sedang beruntung, ia bisa tiba dalam 2,5 jam, namun, kondisi seperti itu bisa dihitung dengan jari.
“Paling cepat 2,5 jam, tapi seringnya sih 3 sampai 3,5 jam kalau lagi rame banget atau macet di Bogornya. Kalau sekarang sepertinya sih 3,5 jam-an karena di Tajur, tiba-tiba ada galian tanah yang bikin super duper macet,” ucap Fristo.
Perjalanan Fristo tak selalu mulus. Mengingat Bogor dikenal sebagai “kota hujan”, ia kerap harus menepi ketika hujan deras mengguyur.
“Pernah kalau dalam perjalanan tiba-tiba hujan deras banget, jadi jalannya harus pelan banget takut jatuh soalnya,” kata dia.
Bagi sebagian orang, jalur Cipanas–Jakarta identik dengan perjalanan wisata.
Namun bagi Fristo, itu adalah rute sehari-hari untuk mencari nafkah.
Setiap tikungan, tanjakan, hingga pemandangan kebun teh yang biasanya dinikmati wisatawan, sudah menjadi bagian dari rutinitasnya.
Banyak orang mungkin akan memilih ngekos di Jakarta demi menghemat waktu dan tenaga.
Namun bagi Fristo, pilihan itu tidak pernah terasa pas.
Ia memang pernah sekali mencoba tinggal di kosan dekat kantor, tapi justru tidak betah.
Malam-malamnya terasa hampa, Fristo sulit tidur, alasannya terlalu rindu dan tidak bisa berjauhan dengan anak dan istrinya di Cipanas.
“Anak istriku di Cipanas, saya homesick banget kalau tidak pulang ke rumah. Apalagi kalau ngekos, malah tidak bisa tidur kalau tidak ada mereka, saya sudah pernah nyoba soalnya,” kata dia.
Selain alasan keluarga, ia juga merasa biaya PP tidak lebih mahal dibandingkan ngekos.
Dalam seminggu, ia menghabiskan sekitar Rp300 ribu untuk bensin, makan, dan biaya penitipan motor di Stasiun Bogor.
“Lagian sama aja sih kalau ngekos juga biayanya, seminggu sekitar 300 ribuan lah PP sudah semua termasuk transport, makan, dan titip motor,” ujarnya.
Selain udara dingin pagi hari, perjalanan pulang di malam hari juga memiliki tantangan tersendiri.
Beberapa titik di jalur Puncak minim penerangan sehingga pengendara harus ekstra hati-hati.
“Ada spot yang gelap gulita, jadi harus waspada kalau ada lubang atau hambatan,” ungkapnya.
Meski demikian, Fristo mengaku menikmati perjalanan setiap hari.
Pemandangan alam, udara segar, dan suasana pagi di Puncak menjadi “bonus” yang membuatnya betah menjalani rutinitas tersebut.
“Dulu saya sama istri kerja di Jakarta, liburnya malah ke Puncak. Sekarang setiap hari lewat sini, rasanya seperti liburan gratis,” kata dia.
Bagi Fristo, pulang adalah alasan, dan keluarga adalah tujuan yang membuatnya tak pernah berhenti mengayuh langkah.
Di ujung setiap perjalanan, lelahnya luruh bersama senyum anak dan istrinya, hadiah paling berharga yang tak tergantikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/08/15/689e91d6c2f17.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wapres Ke-11 RI Boediono Hadiri Sidang Tahunan MPR 2025 Nasional 15 Agustus 2025
Wapres Ke-11 RI Boediono Hadiri Sidang Tahunan MPR 2025
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Presiden (Wapres) ke-11 RI Boediono turut hadir dalam perhelatan Sidang Tahunan MPR RI yang digelar pada Jumat (15/8/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Kehadiran Boediono melengkapi daftar para mantan Wapres yang hadir dalam Sidang Tahunan perdana pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebelum Boediono datang, para Wapres RI terdahulu sudah tiba lebih awal di Kompleks Parlemen.
Mereka adalah Wapres ke-6 Try Soetrisno, Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, serta Wapres ke-13 Ma’ruf Amin.
Sebagai informasi, Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD bakal digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, hari ini.
Berdasarkan informasi yang diterima, acara akan dimulai pada pukul 09.00 WIB, dengan diawali pembukaan sidang oleh Ketua MPR Ahmad Muzani.
Muzani pun akan menyampaikan pidato pengantar sidang tahunan tersebut.
Lalu, pidato Sidang Bersama DPR-DPD tahun 2025 akan dibacakan oleh Ketua DPR Puan Maharani pada pukul 09.36 WIB.
Pukul 10.00 WIB, Presiden Prabowo Subianto bakal berpidato mengenai laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan melakukan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 RI.
Prabowo diberikan waktu selama 45 menit. Ini bakal menjadi pidato perdana Prabowo di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD.
Ketua DPR Puan Maharani akan melanjutkan sidang tahunan sekaligus menutupnya sekitar pukul 11.00 WIB.
Acara kembali dilanjutkan pada pukul 14.30 WIB.
Prabowo, didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka, akan menghadiri Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026.
Prabowo kembali diberi kesempatan selama 45 menit pada pukul 14.57 WIB.
Dia akan menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka penyampaian pengantar atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya.
Sekitar pukul 16.07 WIB, rapat paripurna di DPR berakhir.
Prabowo dan Gibran meninggalkan lokasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/15/689e8a274942c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Jokowi Hadiri Sidang Tahunan MPR 2025 Nasional
Jokowi Hadiri Sidang Tahunan MPR 2025
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) telah tiba di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, untuk menghadiri sidang tahunan.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, Jumat (15/8/2025), Jokowi datang ke Gedung DPR. Jokowi tampak mengenakan setelan jas, bukan baju adat.
Pasalnya, ketika masih menjabat sebagai Presiden dalam sidang tahunan yang lalu, Jokowi selalu memakai baju adat.
Adapun Jokowi hadir didampingi oleh ajudannya, Kompol Syarief.
Sementara itu, hingga pukul 08.13 WIB, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri masih belum terlihat.
Terlihat pula, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yakni Sinta Nuriyah Wahid, hadir di lokasi.
Diketahui, Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD bakal digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, hari ini.
Berdasarkan informasi yang diterima, acara akan dimulai pada pukul 09.00 WIB, dengan diawali pembukaan sidang oleh Ketua MPR Ahmad Muzani.
Muzani pun akan menyampaikan pidato pengantar sidang tahunan tersebut.
Lalu, pidato Sidang Bersama DPR-DPD tahun 2025 akan dibacakan oleh Ketua DPR Puan Maharani pada pukul 09.36 WIB.
Selanjutnya, pukul 10.00 WIB, Presiden Prabowo Subianto bakal berpidato mengenai laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan melakukan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 RI.
Prabowo diberikan waktu selama 45 menit.
Ketua DPR Puan Maharani akan melanjutkan sidang tahunan sekaligus menutupnya sekitar pukul 11.00 WIB.
Acara kembali dilanjutkan pada pukul 14.30 WIB.
Prabowo, didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka, akan menghadiri Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026.
Prabowo kembali diberi kesempatan selama 45 menit pada pukul 14.57 WIB.
Dia akan menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka penyampaian pengantar atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya.
Sekitar pukul 16.07 WIB, rapat paripurna di DPR berakhir.
Prabowo dan Gibran meninggalkan lokasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/10/24/6719fe1487daa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Antrean Stunting: Retorika Generasi Emas yang Tak Terkawal Nasional 15 Agustus 2025
Antrean Stunting: Retorika Generasi Emas yang Tak Terkawal
Alumnus Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota Dewan Pembina Wahana Aksi Kritis Nusantara (WASKITA), Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Saat ini aktif melakukan kajian dan praktik pendidikan orang dewasa dengan perspektif ekonomi-politik yang berkaitan dengan aspek sustainable livelihood untuk isu-isu pertanian dan perikanan berkelanjutan, mitigasi stunting, dan perubahan iklim di berbagai daerah.
DI TENGAH
gegap gempita menyambut hari kemerdekaan ke 80 tahun Indonesia, sayup-sayup terdengar rintihan lirih anak-anak usia di bawah lima tahun (balita). Hingga kini jutaan balita masih harus berjuang melepaskan diri dari status stunting.
Retorika pembangunan dan ambisi besar bangsa seperti kehilangan makna ketika tubuh-tubuh kecil itu terus tumbuh dalam kekurangan gizi, dan perlahan masa depannya terampas.
Jika ulang tahun kemerdekaan adalah momentum reflektif, maka pertanyaan yang layak diajukan bukanlah seberapa jauh kita melangkah, melainkan siapa saja yang tertinggal dalam perjalanan panjang republik ini.
Target ambisius pemerintah untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024 resmi meleset.
Data dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting nasional turun dari 21,5 persen di tahun 2023 menjadi 19,8 persen atau setara dengan sekitar 4,48 juta balita, dengan sekitar 377.000 kasus baru berhasil dicegah.
Meski demikian, pemerintah membungkus penurunan stunting dari tahun ke tahun dengan retorika statistik.
Penurunan diglorifikasi sebagai keberhasilan, meski tak sesuai target dan menyamarkan realitas lambatnya kerja di bawah kendali birokrasi.
Kegagalan memenuhi target ini sudah dapat diduga. Pada 2023, penurunan stunting hanya 0,1 persen dari tahun sebelumnya.
Atas dasar itu pencapaian penurunan di 2024 oleh pemerintah dianggap sebagai keberhasilan, meski hanya turun 1,7 persen.
Sementara dana yang digelontorkan untuk isu tersebut pada tahun 2024, lebih dari Rp 186,4 triliun (APBN, 2024).
Artinya, anggaran yang tergolong besar tersebut belum mampu membuat program percepatan penurunan stunting memutus siklus kegagalan pertumbuhan anak secara signifikan.
Ironis memang, di tengah jargon “Indonesia Emas 2045”, masalah stunting masih bergerak seperti antrean panjang tanpa ujung yang jelas.
Anak-anak dengan tinggi badan yang tak sesuai usia karena kekurangan gizi kronis—baik sejak dalam kandungan maupun dua tahun pertama kehidupan, lalu terganggu perkembangan kognitifnya—seolah dipaksa menjadi penumpang gelap dalam perjalanan menuju cita-cita besar bangsa.
Jika menelisik akar masalah lambannya penanganan stunting, dua batu sandungan utama tampak nyata: birokrasi yang kaku dan ketergantungan pada pendanaan negara yang tidak selalu tersedia tepat waktu.
Banyak program penanganan stunting di daerah harus menunggu pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) atau instruksi vertikal dari kementerian teknis, sementara kebutuhan di lapangan mendesak dan tidak bisa ditunda.
Pola tersebut membuat kader-kader posyandu yang menjadi garda terdepan dalam penanganan stunting, kerap mengelus dada karena tidak mampu berbuat maksimal di tengah realitas masalah yang mereka pahami.
Stunting bukan sekadar soal fisik, tetapi tentang peluang hidup anak di masa depan—dan setiap hari yang terlewat tanpa penanganan adalah kerugian bersama sebagai bangsa.
Lebih jauh, pelibatan masyarakat dalam program ini minim. Padahal, kunci keberhasilan program berbasis perubahan perilaku—seperti pola makan, sanitasi, dan pemantauan kehamilan—tidak bisa hanya bertumpu pada intervensi pemerintah.
Pengalaman di isu lain menunjukkan bahwa ketika masyarakat dilibatkan dalam identifikasi masalah dan solusi, hasilnya lebih berdampak dan berkelanjutan.
Salah satu fase krusial yang kurang menjadi perhatian adalah masa remaja. Padahal, inilah jembatan penentu generasi berikutnya. Remaja putri yang mengalami anemia karena pola makan buruk berisiko tinggi melahirkan anak stunting.
Di banyak daerah, praktik perkawinan dini masih berlangsung karena tekanan adat dan kemiskinan struktural. Tubuh remaja yang belum matang secara biologis maupun psikis dipaksa mengandung dan membesarkan anak, dengan konsekuensi buruk bagi tumbuh kembang anak tersebut.
Lebih dari itu, banyak remaja korban kekerasan seksual, pernikahan paksa, hingga penyalahgunaan narkoba—semuanya berdampak langsung pada kesehatan reproduksi, kondisi mental, dan masa depan mereka sebagai calon orangtua.
Tanpa intervensi serius pada fase ini, kita justru memperkuat mata rantai kegagalan tumbuh dari satu generasi ke generasi berikutnya. Maka, memperkuat remaja hari ini adalah fondasi penting bagi anak-anak bebas stunting di masa depan.
Salah satu ironi terbesar dalam narasi penurunan stunting nasional adalah kenyataan bahwa penurunan angka tidak selalu berbanding lurus dengan perbaikan kondisi anak.
Anak-anak yang melewati usia lima tahun secara otomatis tidak lagi masuk dalam kategori pengukuran stunting, walaupun mereka tetap mengalami dampak jangka panjang akibat pertumbuhan yang terganggu.
Statistik nasional pun “kehilangan” mereka, dan ini yang membuat keberhasilan semu dari penurunan angka stunting.
Penurunan ini, jika ditelusuri lebih lanjut, bukan karena keberhasilan pelayanan gizi atau perubahan perilaku di tingkat keluarga.
Sebaliknya, banyak terjadi karena perpindahan usia—anak yang dulunya teridentifikasi stunting, kini tidak tercatat lagi karena melewati usia 59 bulan. Pemerintah tidak memiliki data yang memadai untuk konteks tersebut.
Namun, penulis menemui fakta lapangan di berbagai daerah, bahwa pergantian umur menjadi faktor yang determinan dari penurunan angka stunting.
Jika hal ini berlaku umum, maka muncul pertanyaan mendalam: apakah kita benar-benar menyelesaikan masalah, atau hanya memindahkannya dari satu kategori statistik ke kategori tak terlihat?
Laporan UNICEF dan WHO secara konsisten menekankan bahwa dampak stunting bersifat jangka panjang—menurunnya kecerdasan, produktivitas, dan meningkatnya risiko penyakit kronis di usia dewasa.
Tanpa strategi komprehensif berkelanjutan, kita bukan hanya kehilangan satu generasi, tetapi mewariskan kelemahan struktural pada generasi berikutnya.
Jika pemerintah benar-benar serius menuju “Generasi Emas 2045”, maka pendekatan dalam penanganan stunting harus berubah drastis.
Kita membutuhkan desentralisasi kendali, pelibatan aktif masyarakat sipil, dan pembiayaan fleksibel yang bisa merespons kebutuhan cepat.
Pemerintah daerah hingga di tingkat desa harus diberi ruang untuk berinovasi tanpa terbelenggu oleh sistem keuangan yang terjeda.
Lebih penting lagi, indikator keberhasilan tidak boleh semata-mata berdasarkan penurunan angka di atas kertas, melainkan perubahan nyata dalam kualitas hidup anak-anak.
Sistem pemantauan perlu diperluas hingga usia sekolah dasar agar anak-anak yang pernah stunting tetap menjadi bagian dari intervensi, bukan sekadar bayang-bayang statistik.
Langkah lain yang mendesak adalah memperkuat kolaborasi lintas sektor—pendidikan, kesehatan, pertanian, hingga perlindungan sosial.
Sebab stunting bukan masalah gizi semata, tapi cerminan dari ketimpangan akses terhadap sumber daya dasar: makanan bergizi, air bersih, sanitasi, dan informasi kesehatan.
Sudah saatnya pemerintah berhenti dengan berbagai jargon populis tanpa peta jalan yang rasional dan komprehensif. Jargon-jargon populis tidak akan membuat antrean panjang menuju stunting berhenti.
Jumlah anak-anak stunting bukan sekadar data, tetapi mereka berhak menjadi calon-calon pemimpin masa depan. Hak itulah yang direnggut secara sistemik akibat kegagalan pembangunan.
Generasi emas tak akan lahir dari tubuh yang lemah dan pikiran yang tertinggal. Kita tidak bisa membangun Indonesia 2045 dengan mengabaikan anak-anak hari ini.
Menangani stunting harus menjadi panggilan moral, bukan sekadar proyek tahunan. Karena dalam setiap tubuh kecil yang gagal tumbuh, tersimpan dosa sejarah: masa lalu, saat ini, dan masa depan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 MK Kembali Tegaskan SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis Nasional
MK Kembali Tegaskan SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak dipungut biaya.
Penegasan MK ini dituangkan dalam pertimbangan putusan MK dalam perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 terkait pengujian materi UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Gugatan yang ditolak MK dengan nomor perkara 111/PUU-XXIII/2025 itu meminta agar MK menyatakan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggarakannya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Meskipun perkara ini ditolak, dalam pertimbangannya MK kembali menyebut putusan nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menyebut pendidikan dasar usia 7-15 tahun (SD-SMP) tidak dipungut biaya.
“Dalam amar putusannya (3/PUU-XXII/2024) Mahkamah menyatakan pada pokoknya bahwa Pasal 34 ayat 2 UU 20/2003 bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” tulis putusan yang dibacakan, Kamis (14/8/2025).
MK kemudian menyebut telah berpendirian dalam menyelenggaranan sistem pendidikan nasional, selain negara harus mengalokasikan anggaran 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan APB Daerah, anggaran pendidikan juga harus berfokus pada pendidikan dasar, bukan jenjang pendidikan yang lain.
Karena menurut Mahkamah, kewajiban pendidikan dasar adalah amanat konstitusi sesuai Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang disertai dengan penyelenggaraan tanpa memungut biaya.
“Sebagaimana telah diputus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024,” bunyi putusan MK dalam perkara 111/PUU-XXIII/2025.
Adapun putusan MK terkait pendidikan dasar baik negeri maupun swasta tanpa memungut biaya pernah diputuskan MK pada 27 Mei 2025.
MK saat itu memutuskan bahwa Pasal 21 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang mewajibkan pendidikan dasar harus dimaknai yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam hal ini swasta.
Mahkamah juga menyebut, secara faktual masih ada warga negara yang harus membayar untuk mengikuti pendidikan dasar yang diselenggarakan swasta.
Hal ini dinilai MK tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh UUD 1945 karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan mengenai pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai negara.
Namun yang pasti, norma tersebut mewajibkan negara membayar biaya pendidikan dasar dengan tujuan agar warga negara bisa melaksanakan kewajiban mengikuti pendidikan dasarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/14/689da32096f23.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Jejak Uang Rp 2 Miliar di Balik Cicilan Rumah Mewah Nikita Mirzani Megapolitan
Jejak Uang Rp 2 Miliar di Balik Cicilan Rumah Mewah Nikita Mirzani
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik dan dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Nikita Mirzani kembali mengungkap fakta baru.
PT Bumi Parama Wisesa (BPW), perusahaan properti di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, membenarkan adanya pembayaran cicilan rumah Nikita yang dilakukan oleh dokter kecantikan Reza Gladys.
“Ada waktu itu satu kali pembayaran atas nama dokter Reza Gladys kalau tidak salah,” ujar tim marketing PT Bumi Parama Wisesa, Bambang Sumanto, saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).
Bambang menyebut, uang sebesar Rp 2 miliar ditransfer Reza Gladys kepada PT BPW atas nama Nikita Mirzani.
Menurutnya, mekanisme pembayaran seperti ini diperbolehkan asalkan pembeli lebih dulu memberi tahu perusahaan dan menyertakan informasi terkait unit yang dibeli.
“Waktu itu disampaikan bahwa akan ada pembayaran dari salah satu temannya Ibu Nikita,” jelas Bambang.
Setelah itu, ia menerima bukti transfer yang dikirimkan Nikita.
“Ada, ada bukti transfernya. Ada nama pengirimnya, Reza Gladys, jumlah uangnya Rp 2 miliar,” tambahnya.
Adapun rumah yang dibeli Nikita sejak 2023 itu bernilai Rp 33,5 miliar dengan skema 17 kali cicilan.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Nikita meminta Reza mengirim Rp 2 miliar ke rekening PT BPW pada 14 November 2024.
Saat itu, asisten Nikita, Ismail Marzuki, meminta agar Reza menuliskan catatan “Nikita Mirzani” pada kolom transfer.
“Selanjutnya sekira pukul 17.18 WIB, saksi Reza Gladys mengirimkan bukti tangkapan layar sudah mentransfer uang sebanyak Rp 2 miliar ke rekening PT Bumi Parama Wisesa,” ungkap jaksa Refina Donna Sihombing.
Kasus yang menjerat Nikita bermula dari siaran langsung di akun TikTok @nikihuruhara.
Dalam siaran itu, ia berulang kali menjelek-jelekkan produk kecantikan milik Reza Gladys dengan menuding kandungannya berpotensi menyebabkan kanker kulit.
“Kalian tahu enggak, kalian pake bahan-bahan yang lama-lama, kalian bisa kena kanker kulit. Udah kalian enggak punya uang, kena kanker kulit, aduh repot,” tutur jaksa Refina menirukan pernyataan Nikita.
Tak hanya itu, Nikita juga mengajak warganet agar berhenti menggunakan produk apa pun dari merek Glafidsya.
Tindakan tersebut membuat kredibilitas Reza terancam dan penjualan produknya berpotensi menurun.
Satu minggu kemudian, seorang dokter bernama Oky mendorong Reza agar memberikan uang kepada Nikita supaya produknya tidak lagi dijelek-jelekkan.
Reza pun merencanakan pertemuan mediasi dengan Nikita melalui asistennya, Ismail. Namun, pertemuan itu justru berujung ancaman.
Melalui Ismail, Nikita disebut meminta uang tutup mulut Rp 5 miliar dengan dalih bisa menghancurkan bisnis Reza. Merasa tertekan, Reza akhirnya menyerahkan Rp 4 miliar.
Uang inilah yang diduga digunakan Nikita untuk membayar sebagian cicilan rumah mewahnya di BSD.
“Terdakwa Nikita Mirzani bersama-sama dengan saksi Ismail Marzuki sangat mengetahui dan menyadari telah menerima uang sebesar Rp 4 miliar yang berasal dari saksi Reza Gladys merupakan hasil dari kejahatan,” kata jaksa Refina dalam persidangan sebelumnya.
Kasus ini pun terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan sorotan publik yang kian besar terhadap jejak aliran dana hingga kepemilikan properti sang selebritas.
(Reporter: Hanifah Salsabila | Editor: Fitria Chusna Farisa)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2022/01/14/61e15513ab48d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Sidang Tahunan MPR 2025 Digelar Hari Ini, Berikut Susunan Acaranya Nasional
Sidang Tahunan MPR 2025 Digelar Hari Ini, Berikut Susunan Acaranya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD bakal digelar di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Jumat (15/8/2025) hari ini. Berikut susunan acaranya.
Berdasarkan informasi yang diterima, acara akan dimulai pada pukul 09.00 WIB, dengan diawali pembukaan sidang oleh Ketua MPR Ahmad Muzani.
Muzani pun akan menyampaikan pidato pengantar sidang tahunan tersebut.
Lalu, pidato Sidang Bersama DPR-DPD tahun 2025 akan dibacakan oleh Ketua DPR Puan Maharani pada pukul 09.36 WIB.
Selanjutnya pukul 10.00 WIB, Presiden Prabowo Subianto bakal berpidato mengenai laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan melakukan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 RI.
Prabowo diberikan waktu selama 45 menit.
Ketua DPR Puan Maharani akan melanjutkan sidang tahunan sekaligus menutupnya sekitar pukul 11.00 WIB.
Acara kembali dilanjutkan pada pukul 14.30 WIB.
Prabowo, didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka, akan menghadiri Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026.
Prabowo kembali diberi kesempatan selama 45 menit pada pukul 14.57 WIB.
Dia akan menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka penyampaian pengantar atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya.
Sekitar pukul 16.07 WIB, rapat paripurna di DPR berakhir. Prabowo dan Gibran meninggalkan lokasi.
Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengungkapkan bahwa Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi bakal hadir dalam sidang tahunan nanti.
Hal itu disampaikan Muzani saat menjelaskan soal konfirmasi kehadiran para presiden terdahulu yang telah diundang untuk menghadiri agenda tahunan parlemen kali ini.
“Untuk sementara konfirmasi yang dapat kami sampaikan, rencananya Pak SBY insya Allah akan hadir, dan Pak Jokowi juga insya Allah akan hadir,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Sementara untuk Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, lanjut Muzani, pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut terkait kehadirannya ke kompleks parlemen.
Namun, Politikus Gerindra itu memastikan bahwa undangan sidang tahunan untuk Megawati telah disampaikan secara langsung oleh Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
“Kemudian untuk presiden, kita sedang menunggu konfirmasi dari Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Muzani.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/08/15/689e9464e282f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/14/689dbdde262a8.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/14/689db248ae1f9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/13/689c5c3683feb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)