Jejak Penipuan WO Ayu Puspita, dari Pesta Gagal hingga Ratusan Korban Menggeruduk
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
— Dugaan penipuan layanan pernikahan oleh wedding organizer (WA) Ayu Puspita kini menyeret ratusan korban dari berbagai wilayah.
Kasus ini mulai terungkap setelah seorang perias pengantin melaporkan dua pesta bermasalah yang digelar di Jakarta Barat dan Jakarta Utara pada Sabtu (6/12/2025).
Tamay (26), salah satu korban, mengatakan acara yang ditangani WO tersebut kacau karena layanan yang dijanjikan tidak terpenuhi.
“Jadi dia ada beberapa acara hari Sabtu itu, terus ternyata bermasalah. Katering makanannya enggak datang, cuma ada dekornya,” ujar Tamay saat dihubungi, Minggu (7/12/2025).
Unggahan tentang kejadian itu memicu gelombang respons di media sosial.
Banyak warganet mengaku mengalami kasus serupa dan berkumpul dalam grup WhatsApp untuk mencocokkan informasi.
Dari situ, muncul dugaan bahwa WO menawarkan paket yang sama kepada banyak pasangan secara bersamaan hingga kewalahan memenuhi pesanan.
Pemilik WO Ayu Puspita kemudian dibawa ke Mapolres Jakarta Utara bersama para korban yang ingin mendapatkan penjelasan.
“Ini semua sudah di Polres Jakarta Utara. Termasuk owner-nya, semuanya, marketingnya. Mereka berkelit. Pokoknya enggak jelas lah, kami enggak dapat titik terangnya,” kata Tamay.
Pada Minggu (7/12/2025) malam, sekitar 200 orang mendatangi rumah Ayu Puspita di kawasan Kayu Putih, Jakarta Timur.
Aksi itu membuat aparat dari berbagai wilayah turun tangan mengurai situasi.
Para korban menilai Ayu harus bertanggung jawab atas kerugian yang mereka alami.
Kanit Reskrim Polsek Cipayung Iptu Edi Handoko mengatakan sejumlah korban sempat melapor ke Polsek Cipayung.
Namun karena jumlah laporan membludak dan melibatkan korban lintas daerah, mereka diarahkan membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
“Jadi korbannya ke sini, ke Polsek semua nih. Namun, begitu sampai ini, diarahkan lah karena LP itu sudah ada yang buat ke Polda Metro,” ujar Edi.
Ia menyebut laporan datang dari berbagai daerah seperti Cimanggis, Cileungsi, Bogor, dan Bekasi, sehingga penanganan dipusatkan di Polda.
Warga sekitar kantor WO Ayu Puspita di Jakarta Timur mengatakan tidak lagi melihat aktivitas sejak Sabtu.
“Hari Jumat pagi masih ramai, Sabtu, Minggu dia sudah begitu,” kata Azli.
Menurutnya, sejak malam kejadian, korban mulai berdatangan menanyakan keberadaan Ayu.
“Malam Minggu kemarin jam 22.00 WIB, datang ke rumah saya melaporkan bahwa kena tipu, katering Mbak ADP. Wah itu banyaklah, ada ratusan juta gitu,” ujar Azli.
Dalam video klarifikasi yang diterima Kompas.com, Ayu Puspita mengaku akan menjual aset miliknya untuk membayar uang klien yang merasa dirugikan.
“Cuma saya ada KPR, cuma memang kan di situ saya DP-nya lumayan besar. Nah, itu saya lagi berusaha untuk saya jual. Itu asetnya nanti bisa untuk refund inilah, salah satu usaha saya,” ujarnya.
Ayu juga menyebut kejadian ini merupakan masalah pertama sejak ia menjalankan bisnis WO.
“Makanya itu kemarin benar-benar yang waktu bermasalah, yang masalah katering itu, itu memang baru sekali. Sebelumnya, kami tidak pernah untuk kekurangan katering, malah lebih,” kata Ayu.
Polisi kini masih menghimpun laporan berbagai korban untuk menelusuri kemungkinan penipuan berulang dalam bisnis WO tersebut.
(Reporter: Febryan Kevin Candra Kurniawan | Editor: Faieq Hidayat)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Author: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/09/6937cc911adc3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak? Megapolitan 9 Desember 2025
Grafiti Liar di Ruang Publik, Ekspresi Seni atau Merusak?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Suatu pagi pada awal tahun ini, Tedi (45) dibuat terperangah di depan tokonya di Kramat, Senen, Jakarta Pusat.
Rolling door
ruko yang sehari-hari digunakan untuk usaha fotokopi dan alat tulis kantor (ATK) itu penuh oleh coretan tebal berwarna hitam.
Tulisan tak beraturan itu menutupi hampir seluruh permukaan pintu logam.
Belum sempat pulih dari kejadian itu, baru sebulan terakhir bagian samping dinding rukonya kembali menjadi sasaran.
“Sudah dua kali. Pagi mau buka toko, saya lihat lagi penuh tulisan,” kata Tedi saat ditemui
Kompas.com
di rukonya, Senin (8/12/2025).
Tedi harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengecat ulang. Namun, yang lebih ia cemaskan adalah persepsi pelanggan terhadap tempat usahanya.
“Saya takut pelanggan mikir ini tempat enggak aman. Jadi menurunkan citra usaha saya juga,” ujar dia.
Namun, ia tak berani menegur pelaku karena tidak mengenalnya.
Tedi memahami, sebagian orang menyebut
grafiti
sebagai seni jalanan. Namun baginya, seni tetap harus menghormati ruang milik orang lain.
“Kalau asal coret di tempat orang, itu bukan seni. Itu merusak,” katanya tegas.
Sementara diskursus seni dan hak berekspresi terus bergulir, warga seperti Tedi harus menghadapi kerugiannya sendiri.
Bagi pelaku usaha kecil, penurunan citra berarti hilangnya pendapatan.
“Saya menghargai kreativitas, tapi harus ada batasnya,” kata Tedi.
Coretan ini tidak hanya mengusik Tedi.
Pengamatan
Kompas.com,
Senin (8/12/2025), di sejumlah wilayah Jakarta Pusat, Selatan, dan Timur, grafiti dalam bentuk mural maupun coretan spontan semakin banyak ditemui.
Wilayah Gondangdia dan Cikini menjadi titik dengan temuan grafiti paling menonjol. Tepatnya di Jalan Cut Nyak Dien dan Gondangdia 3.
Di dua lokasi, terlihat pembatas bangunan dekat sebuah
guest house
tampak penuh graffiti bombing yang menumpuk, mengontraskan bangunan modern di sekitarnya.
Coretan lain berupa karakter kartun cerah menghiasi lorong sempit di kawasan itu.
Kemudian di bawah
flyover
dan jalur kereta, struktur beton jembatan layang menjadi kanvas bagi karya besar berwarna ungu, biru muda, pink, dan kuning.
Sementara di Jalan Medan Merdeka Barat, Menteng Raya, Kramat Kwitang. Terlihat banyak
rolling door
ruko dan fasad bangunan tak terawat ditutup coretan
bubble
atau
throw-up
hitam-putih dan biru.
Mayoritas coretan ditemukan pada pagar seng proyek, bangunan tua dan ruko hingga dinding pembatas jalan besar yang dicoret huruf tebal tanpa pesan jelas.
Dalam beberapa lokasi, grafiti dianggap mempercantik suasana.
Namun, di titik lain, warga mengeluhkan bahwa coretan yang hadir tanpa izin justru memberi kesan kumuh dan mengganggu identitas lingkungan.
Untuk memahami pandangan para pelaku karya jalanan atau seniman grafiti, Kompas.com mewawancarai Haikal Nugroho (27), seniman grafiti dari Jakarta Timur.
Haikal mengakui sebagian besar masyarakat melihat grafiti identik dengan perusakan fasilitas publik. Namun ia menegaskan banyak seniman ingin berkarya secara bertanggung jawab.
“Bagi kami tantangannya tetap berkarya tanpa bikin orang merasa dirugikan,” ujar Haikal saat dihubungi, Senin.
Menurutnya, batas seni dan vandalisme terletak pada izin dan konteks.
“Kalau kita dapat izin pemilik bangunan, itu seni. Kalau kita coret di tempat orang tanpa izin, ya itu vandal,” katanya.
Haikal berharap pemerintah menyediakan ruang legal untuk mural agar para seniman bisa menyalurkan kreativitas tanpa mengganggu warga.
“Jangan hanya ditertibkan, tapi kasih wadah. Kalau ada tembok legal, grafiti liar bisa berkurang,” lanjutnya.
Ia juga berpesan agar warga tidak hanya melihat sisi negatif coretan jalanan, melainkan ada ruang dialog dan kolaborasi.
Kasatpol PP Jakarta Pusat Purnama Hasudungan Panggabean saat dikonfirmasi menyatakan sudah ada langkah penindakan bagi pelaku coret-coret sembarangan.
“Kalau kepergok akan kita tangkap dan suruh hapus serta buat pernyataan,” kata Purnama.
Bagi pelajar yang tertangkap, pembinaan akan melibatkan sekolah mereka.
Namun Purnama membedakan grafiti yang dianggap merusak dengan mural yang mendukung keindahan wilayah.
“Kalau berbentuk mural untuk menambah keindahan, itu boleh dilakukan di area agak dalam. Bukan di jalan-jalan protokol,” tegas dia.
Fenomena grafiti dan vandalisme di kota tak dapat dipotong hanya dari sisi estetika dan pelanggaran.
Menurut Sosiolog UNJ Rakhmat Hidayat, grafiti memiliki sejarah panjang sebagai simbol perlawanan dan ekspresi identitas kelompok muda perkotaan.
Rakhmat menjelaskan grafiti tumbuh dari street culture yang lekat dengan marjinalisasi.
“Ini ekspresi identitas, sering muncul dari mereka yang kecewa terhadap sistem,” kata Rakhmat.
Dalam beberapa tahun terakhir, coretan di ruang publik kerap memuat kritik sosial terhadap kebijakan dan elite politik.
“Vandalisme yang sarkastik sering menunjukkan kota itu hidup. Ada dinamika, ada suara rakyat yang tidak tertampung dalam kanal formal,” ujarnya.
Namun ia menyadari sebagian aksi corat-coret dilakukan tanpa pesan, hanya sebagai bentuk provokasi kelompok anak muda, misalnya supporter sepak bola atau siswa sekolah terlibat konflik.
Meski begitu, bagi Rakhmat, ruang publik tetap bagian dari hak warga kota.
“Ekspresi itu nggak bisa dibungkam. Secara sosiologis, setiap warga kota punya hak untuk memiliki kota,” katanya.
Penertiban menurutnya harus berimbang, tidak semata represif, tetapi juga membuka ruang alternatif untuk berekspresi.
Rakhmat menilai, jika Jakarta membuka lebih banyak ruang yang dikelola dengan baik, dinamika ekspresi bisa diarahkan ke bentuk yang produktif.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/09/69379f6bad813.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Momen Pramono Minta Bola Sepak ke Wali Kota Jaksel untuk Anak-anak di RPTRA Rasamala Megapolitan 9 Desember 2025
Momen Pramono Minta Bola Sepak ke Wali Kota Jaksel untuk Anak-anak di RPTRA Rasamala
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyempatkan diri berinteraksi dengan siswa-siswa sekolah dasar (SD) saat meresmikan kembali ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) Rasamala di Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).
Momen tersebut menjadi ajang bermain sekaligus motivasi bagi para siswa untuk menekuni olahraga futsal.
Saat peresmian, para siswa tengah bermain futsal di lapangan yang terletak di bagian tengah RPTRA. Pramono pun menyapa mereka dan menanyakan seberapa sering mereka bermain bola.
“Sering ya main bola di sini? Ada yang cita-citanya jadi pemain bola?” tanya Pramono.
Anak-anak menjawab kompak, “Sering Pak.”
Beberapa di antaranya juga menyatakan ingin menjadi pemain bola profesional.
“Kayak siapa? Messi? Ronaldo? Idolanya siapa pemain bola? Marselino?” tanya Pramono lagi.
“(Idola saya) Messi,” jawab seorang siswa.
Pramono lantas bertanya lebih detail pada siswa tersebut.
“Kamu sudah masukin bola belum hari ini? Mana bolanya? Pakai bola beneran atau bola biasa?” tanya Pramono.
Siswa tersebut menyebutnya memakai bola plastik. Pramono kemudian bertanya kepada siswa lain.
“Kalian pakai bola dibawa sendiri atau dikasih Pak Wali Kota?” ujar Pramono.
Para siswa menunjukkan bola plastik yang mereka gunakan. Menanggapi itu, Pramono langsung meminta Wali Kota Jakarta Selatan, Muhammad Anwar, untuk memberikan bola sepak sungguhan.
“Pak Wali, minta tolong diberikan bola untuk anak-anak ini. Supaya sungguhan latihannya,” tutur Pramono. Wali Kota Anwar pun langsung menyanggupi.
Pramono lantas berpesan agar para siswa rajin belajar dan berlatih.
“Harus belajar yang baik dan latihan yang baik ya. Kalau nanti sudah diberi bola sungguhan pakai dipakai latihan yang baik,” ujarnya yang disambut senyum para siswa.
Pada hari yang sama, Pramono meresmikan kembali
RPTRA Rasamala
di Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. RPTRA ini sebelumnya pernah diresmikan oleh Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pada 2016.
Menurut Pramono, sebelum peresmian kembali dilakukan renovasi untuk meningkatkan fasilitas RPTRA Rasamala. Renovasi ini merupakan kerja sama antara pengelola RPTRA Rasamala dengan dukungan Yayasan Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir.
“Tentunya kami membuka diri—seperti yang saya katakan berulang kali—untuk RPTRA-RPTRA dan juga ruang-ruang terbuka hijau,” kata Pramono.
“Kalau ada yayasan, masyarakat, siapapun yang ingin bekerjasama melakukan perbaikan, kami dengan senang hati melakukan itu,” lanjut dia.
Pramono berharap RPTRA Rasamala dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat sekitar. Selain lapangan futsal, fasilitas RPTRA kini dilengkapi dengan bank sampah, penyemaian jamur, pojok baca,
green house
, hingga posyandu balita.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/09/6937c5b4d066b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Selera Anak Menuntun Menu Bergizi SPPG Darul Ihsan
Ketika Selera Anak Menuntun Menu Bergizi SPPG Darul Ihsan
Tim Redaksi
KOMPAS.com –
Ketika sebagian besar warga Menganti masih terlelap, lampu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Darul Ihsan sudah menyala terang.
Waktu baru menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dari balik pintu dapur, suara gemericik air, denting wajan, dan langkah cepat para petugas menandai dimulainya rangkaian panjang penyediaan
Makan Bergizi
Gratis (
MBG
) untuk ribuan siswa di sekitar Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur.
Sembilan anggota tim masak yang dipimpin satu juru masak telah mengenakan apron, masker, penutup kepala, dan baju kerja steril.
Mereka bergerak lincah dalam rutinitas yang telah tertanam kuat dalam ingatan dan memastikan 2.111 porsi makanan siap dikirim tepat waktu setiap Senin hingga Sabtu.
Ribuan porsi makanan itu menyasar siswa taman kanak-kanak (TK), termasuk kelompok bermain (KB) dan raudatul atfal (RA), sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah sanawiah (MTs), hingga sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliah (MA).
Jumlah itu akan terus bertambah seiring peningkatan penerima manfaat. Namun, beban produksi bukan satu-satunya tantangan. Ada satu lagi tantangan yang tidak kalah besar, yakni menjaga kualitas pangan sekaligus merespons selera anak-anak.
“Kami menerima masukan dari anak-anak, mau menu seperti apa. Lalu, kami koordinasikan dengan ahli gizi. Jadi, menu kekinian juga bisa dimasak dengan gizi cukup,” ujar Kepala
SPPG
Darul Ihsan Monica Kopda Sari.
Dari sinilah, SPPG Darul Ihsan mengambil tempat yang berbeda. Dapur ini bukan sekadar fasilitas penyedia makanan, melainkan ruang dialog, yakni dapur yang mendengarkan.
Di ruang lain, ahli gizi SPPG Darul Ihsan Indri Dewi Listiani menyiapkan perencanaan menu harian. Semua menu disusun berdasarkan prinsip gizi seimbang dan mengacu pada petunjuk teknis Kementerian Kesehatan (
Kemenkes
).
“Anak TK perlu sekitar 200 kalori sekali makan. Anak SD 300–400 kalori, SMP sekitar 500 kalori, dan SMK lebih dari 700. Kalori ini harus dipenuhi dengan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, dan buah. Susu pun kami berikan setiap Jumat,” tutur Indri.
Penentuan menu dilakukan sehari sebelumnya serta melibatkan juru masak dan akuntan agar rencana tidak hanya tepat gizi, tetapi juga efisien dalam anggaran. Variasi dibuat sedemikian rupa agar anak-anak merasa tertarik.
“Biar anak-anak tertarik, nasinya bisa dibuat nasi kuning atau ayamnya dimasak krispi. Pokoknya tetap kekinian, tapi gizinya harus cukup,” kata Indri.
Karbohidrat tak selalu hadir dalam bentuk nasi. Sesekali roti, jagung manis, atau ketela menjadi pengganti.
Lauk pun divariasikan menjadi lebih renyah, seperti ayam krispi atau tahu krispi. Semua dilakukan agar makanan sehat terasa lebih dekat dengan dunia anak-anak. Menu ini diharapkan tidak hadir sebagai penggugur kewajiban, tetapi juga memberikan kenikmatan.
Penjagaan kualitas dimulai bahkan sebelum bahan makanan masuk ke dapur. Setiap barang datang, Monica dan tim akan memeriksanya secara ketat.
“Kami pastikan bahan baku masih segar dan berkualitas bagus,” ujarnya.
Setelah lolos pengecekan, bahan ditimbang sesuai nota, lalu diserahkan kepada tim persiapan untuk dicuci dan dibersihkan.
Pukul 02.00–04.00 menjadi waktu tersibuk. Mereka memotong sayur, menggoreng menu batch pertama, merebus sop, serta mematangkan protein hewani.
Pukul 04.00, pengemasan pun dimulai. Porsi untuk TK dan MI kelas 1–3 dikerjakan lebih dulu karena jadwal pulang mereka lebih pagi. Tepat pukul 07.00, kotak-kotak makanan itu diantar ke sekolah-sekolah.
Salah satu contoh menu sederhana yang diolah adalah nasi, telur mata sapi, sop, tahu krispi, dan jeruk. Terlihat biasa, tetapi setiap porsinya sudah dihitung secara cermat agar memenuhi standar gizi.
Di balik alur yang tampak mulus itu, kebersihan menjadi prinsip tak tergantikan. Petugas tidak boleh membawa baju kerja dari rumah. Masker, sarung tangan, dan penutup kepala wajib dikenakan. Higienitas bukan sekadar prosedur, melainkan bagian dari komitmen moral.
“Seluruh aktivitas dipantau agar tetap steril, meski volume pekerjaan tinggi,” tutur Monica.
Dia merinci, SPPG Darul Ihsan digerakkan 40 petugas yang terbagi dalam tiga tim besar, yakni tim sayur, tim masak, dan tim pengemasan. Mereka bekerja layaknya roda-roda dapur industri yang padat dan cepat, tetapi rapi.
Dampak program MBG terasa langsung di sekolah. Banyak orangtua menyampaikan bahwa anak-anak makin terbiasa makan sayur dan buah serta lebih berani mencoba menu baru.
Bagi sebagian siswa yang sering melewatkan sarapan di rumah, MBG juga memberi energi yang cukup untuk memulai pelajaran.
“Respons orangtua positif karena program ini meningkatkan kebiasaan makan sehat,” kata Monica.
Namun, hal paling menarik adalah cara SPPG Darul Ihsan membuka ruang bagi anak-anak untuk bersuara.
Setiap permintaan menu dicatat, dirapatkan, lalu dipikirkan kemungkinan penerapannya. Masukan tersebut memang tidak semua bisa diwujudkan seketika. Akan tetapi, SPPG Darul Ihsan selalu berupaya untuk memasukkannya ke perencanaan menu berikutnya selama tetap memenuhi standar gizi.
Bagi Monica, mendengarkan anak-anak berarti memberikan mereka peran dalam pengalaman makan sehat. Dengan begitu, program tersebut bukan hanya layanan, melainkan pendidikan rasa.
“Menu kekinian yang dibuat lebih padat gizi tidak hanya meningkatkan minat makan, tetapi juga menjadi media edukasi bahwa makanan sehat bisa tetap lezat dan menyenangkan,” ujarnya.
Di dapur yang hidup sejak dini hari itu, program MBG tidak sekadar menyiapkan ribuan kotak makanan.
Program tersebut turut menanamkan kebiasaan, membuka ruang partisipasi, dan mengajarkan bahwa perhatian dapat hadir dalam bentuk paling sederhana, yakni seporsi makanan bergizi yang dibuat dengan sungguh-sungguh.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/09/69375abbb067c.jfif?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemilik WO Ayu Puspita Ditahan, Ada 4 Tersangka Lain Megapolitan 9 Desember 2025
Pemilik WO Ayu Puspita Ditahan, Ada 4 Tersangka Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus penipuan oleh wedding organizer di wilayah Cipayung, Jakarta Timur.
Dalam kasus ini, pemilik WO bernama
Ayu Puspita
dan seseorang berinisial D telah ditahan.
“Tersangka A dan D, ditahan di Polres Metro Jakarta Utara,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Bhudi Hermanto saat dikonfirmasi, Selasa (9/10/2025).
Sementara tiga tersangka lainnya ditangani oleh Polda Metro Jaya karena lokasinya berada di luar Jakarta Utara. Belum diketahui identitas dan peranan para tersangka tersebut.
Sebelumnya, 87 orang melaporkan Ayu Puspita atas dugaan penipuan dan penggelapan biaya resepsi pernikahan.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Onkoseno Grandiarso mengatakan, laporan terus masuk sejak dugaan penipuan ini mencuat beberapa hari terakhir.
Pola penipuan yang dialami korban berkaitan dengan paket pernikahan yang dijanjikan pihak WO, tetapi tidak direalisasikan.
“Dia (WO) menawarkan paket pernikahan, pada kenyataannya dia tidak memenuhi ketentuan itu,” kata Onkoseno.
Terkait dugaan bahwa pihak WO sempat menghilang dan sulit dihubungi, polisi masih mendalaminya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/09/6937d156622d2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/07/693581fea511c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/10/6707afce3b72b.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69378299507a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6937c32b06e29.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)