Author: Kompas.com

  • 72 Siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Diberhentikan, Ombudsman Akan Panggil Kepala Sekolah, Panitia dan Dinas
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Agustus 2025

    72 Siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Diberhentikan, Ombudsman Akan Panggil Kepala Sekolah, Panitia dan Dinas Regional 23 Agustus 2025

    72 Siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Diberhentikan, Ombudsman Akan Panggil Kepala Sekolah, Panitia dan Dinas
    Tim Redaksi
    BENGKULU, KOMPAS.com –
    Kisruh diberhentikannya 72 siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu secara sepihak oleh sekolah, padahal telah belajar sebulan, terus meluas.
    Asisten Muda Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu, Hendra Irawan, menyatakan pihaknya secara cepat akan memanggil pihak sekolah, dinas, dan pihak terkait.
    “Senin (24/8/2025), kami akan memanggil pihak sekolah, panitia, dan dinas untuk dimintai klarifikasi atas kekisruhan yang terjadi,” kata Hendra saat dikonfirmasi melalui telepon, Sabtu (23/8/2025).
    Pemanggilan oleh Ombudsman, kata Hendra, merupakan inisiatif lembaga tersebut. Kalaupun ada laporan, maka Ombudsman akan tetap menindaklanjuti.
    Ia katakan pemeriksaan akan dilakukan secara transparan.
    Ombudsman juga akan melakukan pemeriksaan untuk mendalami dugaan malaadministrasi dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 di SMAN 5 Kota Bengkulu.
    Sebelumnya diberitakan, puluhan wali murid SMA Negeri 5, Provinsi Bengkulu, mendatangi gedung DPRD setempat, Rabu (20/8/2025).
    Puluhan wali murid protes karena anak mereka sudah sebulan menjalani proses belajar, tiba-tiba dikeluarkan dari sekolah dengan alasan tidak memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
    Total keseluruhan siswa yang dituding tidak memiliki Dapodik di SMA 5 ada 72 orang, namun hanya 42 orang wali murid yang mendatangi DPRD.
    Preseden ini merugikan siswa baik secara psikis, waktu, dan lainnya.
    Banyak anak-anak yang dikeluarkan tersebut, menurut orang tua, tak berhenti menangis.
    “Anak saya selalu menangis. Begitu pedih saya merasakannya,” ujar Hi, salah seorang wali murid.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wakil Kepala SMP di Tangerang Diduga Cabuli Murid Sesama Jenis 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Wakil Kepala SMP di Tangerang Diduga Cabuli Murid Sesama Jenis Megapolitan 23 Agustus 2025

    Wakil Kepala SMP di Tangerang Diduga Cabuli Murid Sesama Jenis
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – SY, Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) salah satu SMP negeri di Kota Tangerang diduga mencabuli muridnya berinisial RA (14).
    Kuasa hukum korban, Tiara Nasution, mengatakan, pencabulan sesama jenis itu terjadi di lingkungan sekolah sebanyak tiga kali.
    “Betul (tiga kali pencabulan). Dari Mei atau Juni, sekitar seminggu hingga tiga minggu jaraknya antar-kejadian. Saya perlu cek lagi tanggal pastinya,” ujar Tiara saat ditemui
    Kompas.com,
    Jumat (22/8/2025).
    Adapun peristiwa pertama terjadi sekitar Mei 2025, ketika korban jatuh dari motor saat hendak berangkat sekolah.
    Dalam kondisi kesakitan, korban tetap melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Setibanya di sekolah, RA dibopong oleh teman-temannya ke ruang UKS.
    “Di sana pelaku datang, bertanya kenapa korban kesakitan. Lalu dengan alasan ingin mengobati, korban dipindahkan ke ruangannya,” kata Tiara.
    Di ruangannya, SY menutup tirai dan mengunci pintu. Sedangkan teman-teman RA yang sempat menemani korban diminta pergi dengan dalih mencari minyak angin.
    Beberapa kali teman-teman korban mengetuk pintu ruangan SY dan mengatakan bahwa minyak angin yang diminta tak ditemukan. Akan tetapi pelaku tetap meminta teman-teman korban terus mencari. 
    “Itu hanya akal-akalan supaya teman korban pergi,” kata Tiara.
    Saat korban tinggal berdua dengan pelaku di ruangan tersebut, pencabulan terjadi. 
    Ketika itu, kata Tiara, korban tidak berani melawan mengingat pelaku merupakan wakil kepala sekolah.
    “Di ruangan itu, korban ditelentangkan. Saat itu, tirai ditutup dan pintu dikunci. Korban dipijat-pijat oleh pelaku. Celana korban sempat diturunkan, tubuhnya diraba,” jelas dia.
    Sepekan kemudian, pelaku kembali mendekati RA dan menanyakan kabar korban. Pelaku menawarkan korban untuk kembali dipijat. 
    Korban yang merasa takut dengan pelaku tak mampu menolak. Saat itulah pencabulan kedua terjadi.
    “Di ruangan pelaku, korban kembali tidak berdaya. Pelaku kembali memijat, menurunkan celana, lalu melakukan tindakan cabul. Korban benar-benar tidak bisa melawan,” jelas Tiara.
    Adapun pencabulan ketiga terjadi saat korban hendak melakukan remedial pelajaran Bahasa Indonesia. Saat itu ibu korban ikut ke sekolah untuk mengurus rencana kepindahan anaknya.
    Korban dipanggil ke ruang guru untuk melakukan remedial pelajaran Bahasa Indonesia. Sementara ibunda korban diminta menunggu anaknya di luar ruangan. 
    “Si korban doang karena dia minta remedial sama guru Bahasa Indonesia dan guru Bahasa Indonesia itu di situ kalau enggak salah enggak ada dan diganti oleh pelaku,” kata Tiara. 
    Ibu korban sempat curiga karena remedial yang seharusnya sebentar, berlangsung hingga 1,5 jam. Ibunda korban pun memasuki ruang guru dan mendapati anaknya tergeletak lemas di lantai.
    Sementara, pelaku duduk di dekat korban dengan celana yang belum diritsleting.
    Melihat kondisi itu, ibunda RA berteriak histeris. Ia kemudian membopong anaknya seorang diri keluar dari ruangan.
    Saat itu, korban baru menceritakan pencabulan yang dilakukan SY.
    “Di situ korban mengaku kembali dilecehkan, celananya diturunkan, hingga membuat korban muntah,” kata Tiara.
    Berangkat dari pengakuan itu, pada 25 Juni 2025, keluarga melaporkan pelaku ke polisi.
    Sementara itu, Kasie Humas Polres Metro Tangerang Kota AKP Prapto, membenarkan adanya peristiwa tersebut. Saat ini pihaknya masih menyelidiki kasus itu. 
    “Saat ini perkara masih dalam penyelidikan. Dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur,” kata Prapto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Noel, Mentalitas Korup, dan "Indonesia Sold Out"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 Agustus 2025

    Noel, Mentalitas Korup, dan "Indonesia Sold Out" Nasional 23 Agustus 2025

    Noel, Mentalitas Korup, dan “Indonesia Sold Out”
    Antropolog, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember
    SIAPA
    tidak kenal Immanuel Ebenezer Gerungan? Pria kelahiran Riau yang populer dengan sapaan Noel adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Kabinet Merah-Putih pimpinan Presiden Prabowo Subianto.
    Noel dikenal sebagai aktivis 98 yang mengklaim punya komitmen terhadap demokrasi dan pemberantasan korupsi.
    Suaranya menggelegar, tegas, berwibawa. Ucapannya penuh dengan kata-kata yang mengekspresikan idealisme.
    ”Kami tidak mau pemerintahan awal Prabowo dirusak oleh brutus, para klepto. Dalam pidato Pak Prabowo disampaikan, jangan kirim orang yang mau nyopet anggaran APBN dan APBD. Pidato itu cocok dengan karakter saya sebagai aktivis 98 yang punya komitmen dengan demokrasi dan pemberantasan korupsi,” kata Noel seusai dipanggil Prabowo Subianto pada 15 Oktober 2024 menjelang pelantikan presiden (
    Kompas.id
    , 21/08/2025).
    Ucapan yang penuh idealisme itu dibatalkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Noel ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).
    Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama 10 orang lain dalam kasus pemerasan terhadap perusahaan terkait pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). KPK menyita berbagai mobil dan motor mewah.
    Noel adalah pejabat kelas menteri pertama pada pemerintahan Presiden Prabowo yang tersangkut korupsi.
    Noel menambah panjang deret pejabat kelas menteri sejak era reformasi yang meringkuk di penjara akibat korupsi. Belum pejabat lain di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
    Siapa akan menyusul? Apakah kita yakin bahwa tak akan ada lagi pejabat kelas menteri pada pemerintahan Prabowo yang tersangkut korupsi, kendati sang presiden selalu bicara keras tentang korupsi?
    Dulu saya mengira bahwa korupsi hanya dilakukan oleh kalangan tak berpunya. Tak berpunya secara ekonomi, pun tak berpunya secara kekuasaan.
    Bila pendapatan naik, kesejahteraan meningkat, korupsi hilang dengan sendirinya. Ternyata, hal itu ilusi belaka.
    Ternyata, ada gaya korupsi kelas kakap, korupsi kaum atasan. Mereka golongan berpunya secara ekonomi, sekaligus berpunya secara kekuasaan.
    Yang terakhir, berpunya secara kekuasaan, justru kategori yang melipatgandakan nilai yang dikorupsi, pola/modus, dan komplotannya.
    Di tangan mereka, korupsi dilakukan dengan menggunakan ilmu. Bukan sekadar ilmu memanfaatkan celah di dalam sistem, melainkan ilmu menyusun celah di dalam sistem.
    Untuk kasus Noel, ternyata, pengurusan sertifikat K3 memberikan ruang bagi pemegang kekuasaan untuk “mengambil keuntungan” berlipat-lipat yang dilarang oleh peraturan dan berakibat pidana korupsi. Nilainya tentu sangat besar dilihat dari barang bukti yang disita KPK.
    Saya lalu teringat teori budaya kemiskinan yang ditemukan Oscar Lewis. Kemiskinan ternyata bukan soal struktural belaka. Bukan urusan sistem distribusi kue pembangunan saja.
    Menurut Lewis, kemiskinan dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan budaya yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri.
    Kemiskinan ternyata bisa membentuk nilai-nilai, etos, dan mentalitas tertentu yang membuat kaum miskin sulit keluar dari kubangan kemiskinan.
    Nilai-nilai, etos, dan mentalitas produk kemiskinan itu sebut saja “mentalitas miskin”. Perubahan sistem distribusi kue pembangunan tidak dengan sendirinya mengubah mentalitas miskin itu.
    Saya melihat, realitas korupsi di negeri menyerupai kemiskinan dan membentuk “mentalitas korup”. Perubahan dari pemerintahan Soeharto ke pemerintahan reformasi terbukti tak membuat kita keluar dari kubangan korupsi. Meski disediakan lembaga dan perangkat hukum untuk memberantas korupsi.
    Bourdieu menyebutnya habitus. Ia bukan sekadar kebiasaan atau kecenderungan, melainkan sistem disposisi yang tertanam di dalam diri individu.
    Siapapun bisa terjangkiti. Tinggal ada kesempatan atau tidak. Tak mudah melawannya, karena mentalitas korup yang menjadi habitus akan membuat seseorang kehilangan kepekaan dan daya tolak, alias kebal. Bahasa awamnya, “mendarah daging”.
    Mereka tahu tindakannya melanggar hukum, korup, dan merugikan negara dalam jumlah yang tidak kecil, tapi tak cukup berdaya untuk menghindarinya. Bahkan, secara sadar dijalaninya. Muncullah pola atau modus secara berulang.
    Saya melihat, mentalitas korup itu terkesan diamini di zaman komodifikasi yang digerakkan kapitalisme pasar.
    Di zaman pasar, nyaris tak ada hal yang tak bisa dijajakan, dikapitalisasi. Tentu saja demi keuntungan material.
    Sebagaimana hukum pasar, bukan sekadar keuntungan, tapi keuntungan yang berlipat-lipat. Tak peduli urusan sakral, sosial, dan kemanusiaan.
    Apa yang bisa menjelaskan korupsi di urusan haji, bantuan sosial, covid-19, dan sejenisnya kalau bukan mentalitas korup?
    Ternyata, ucapan Noel yang penuh idealisme tak mampu menyelamatkannya. Habitus itu membuat jurang antara ucapan dan tindakan, memproduksi perilaku hipokrit.
    Noel seharusnya mendekonstruksi sistem pengurusan sertifikat K3 yang korup, tapi malah terjerembab di dalamnya.
    Air matanya yang meleleh saat mengenakan rompi oranye dengan tangan terborgol bukan lagi ekspresi kesedihan, melainkan olok-olok terhadap diri sendiri.
    Kita sudah melampaui vampir. Bila vampir menghisap darah orang lain untuk bertahan hidup, kita menghisap darah untuk kemewahan.
    Yang menarik, meski kebetulan saja, pada hari itu juga sejumlah massa dari Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat (Gemarak) membentangkan spanduk besar bertuliskan “Indonesia Sold Out” di depan pintu gerbang Gedung DPR/MPR RI (
    Kompas.com
    , 21/08/2025).
    Bertambahlah kosakata yang menjadi antitesis “Indonesia Emas”. Sebelumnya ada “Indonesia Gelap” dan “Indonesia Cemas”, kini bertambah “Indonesia Sold Out”.
    Tak sulit membaca nalarnya. Kaum muda membaca bahwa negeri ini telah habis terjual. Harta kekayaannya dikeruk dan digadaikan kepada rentenir.
    Kaum muda itu melihat Ibu Pertiwi bersedih hati. Ternyata, putra-putrinya tak setia menjaga harta pusaka. Mereka lah yang akan menanggung akibatnya. Karena itu, sangat logis bila mereka berteriak keras.
    Nalarnya sama dengan Prabowo saat presiden kita itu menulis buku berjudul
    Paradoks Indonesia dan Solusinya
    . Negeri yang kaya raya, tapi sebagian besar rakyatnya miskin. Penyebabnya adalah “serakahnomics”.
    Mentalitas korup dan serakahnomics bagaikan dua sisi pada mata uang yang sama. Saling melengkapi, saling mengondisikan. Keduanya menjelma sebagai habitus. Membutakan mata hati dan menumpulkan ketajaman akal sehat.
    Kita lalu tak mampu merasakan dan mencerna secara kritis bahwa tata kelola negeri ini sungguh bobrok, yang kebobrokannya mengancam eksistensi Indonesia. Inilah sesungguhnya musuh utama bangsa Indonesia.
    Siapa yang akan kebal di kubangan semacam itu? Barangkali hanya “kegilaan” dalam bentuk lain.
    Tesis hanya bisa dilawan dengan antitesis yang setara. Bila mentalitas korup dan serakahnomics dianggap kegilaan, maka hanya bisa ditandingi oleh kegilaan yang lain.
    Sejarah membuktikan. Indonesia pun lahir dari kegilaan lain pada zamannya. Perubahan besar di dunia ini selalu muncul dari kegilaan lain. Kini, sejarah Indonesia menuntut kegilaan lain.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Penguras Rekening Penumpang Pesawat Kabur, Info Penangkapan Diduga Bocor
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    2 Penguras Rekening Penumpang Pesawat Kabur, Info Penangkapan Diduga Bocor Megapolitan 23 Agustus 2025

    2 Penguras Rekening Penumpang Pesawat Kabur, Info Penangkapan Diduga Bocor
    Tim Redaksi

    TANGERANG, KOMPAS.com
    – A dan M, dua dari tiga pelaku penipuan modus tukar kartu ATM yang merugikan penumpang pesawat berinisial MN (51) senilai Rp 41 juta di Bandara Soekarno-Hatta masih buron.
    Kedua pelaku sebelumnya sempat teridentifikasi. Bahkan, upaya penangkapan sempat dilakukan di sebuah kos di Tangerang.
    Namun, upaya tersebut gagal dan keduanya melarikan diri.
    “Diduga informasi penangkapan sudah bocor, sehingga mereka berhasil kabur lebih dulu,” ucap Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2025).
    Hingga kini, baru pelaku berinisial MAZ (58) yang ditangkap. MAZ dibekuk di Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/8/2025).
    “MAZ yang sudah kami tangkap berperan sebagai sosok yang berpura-pura memiliki usaha di luar negeri. Dia yang mengajak korban untuk bekerja sama bisnis sehingga korban mau memperlihatkan saldo rekeningnya,” kata Yandri.
    Adapun pelaku berinisial A berperan menukar kartu ATM milik korban. Saat korban memperlihatkan saldo rekening, A sekalian menghafalkan PIN korban.
    “Dialah yang kemudian menukar kartu ATM dengan kartu lain yang mirip, lalu menguras saldo rekening korban,” ujar Yandri.
    Sementara, pelaku M bertugas sebagai sopir. Ia mengantar dua rekannya saat mencari target hingga mengantar korban berpindah lokasi.
    “Perannya sebagai
    driver
    yang memfasilitasi pergerakan para pelaku dan korban, mulai dari terminal hingga mobil mereka,” ucap dia.
    Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
    “Kami mengimbau masyarakat agar selalu waspada, jangan mudah percaya dengan modus bisnis instan, apalagi sampai memberikan kartu ATM dan PIN kepada orang lain,” kata Yandri.
    Yandri menjelaskan, peristiwa ini terjadi pada Jumat (20/6/2025) sekitar pukul 09.00 WIB.
    Saat itu, korban baru tiba dari Kupang dengan pesawat Citilink QG603 dan tengah menunggu penerbangan lanjutan menuju Lampung di terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta.
    Korban kemudian didekati oleh dua pria yang menawarkan kerja sama bisnis elektronik dengan syarat memperlihatkan saldo rekening.
    MN lantas diajak ke mesin ATM di terminal 2. Salah satu pelaku lebih dulu memperlihatkan saldo miliknya untuk meyakinkan korban, lalu meminta kartu ATM MN.
    Tanpa disadari, kartu ATM korban ditukar dengan kartu lain yang serupa. Korban bahkan sempat diajak masuk ke mobil pelaku sebelum akhirnya diantar kembali ke terminal 1.
    Tidak lama kemudian, korban menerima notifikasi adanya transaksi mencurigakan dari rekeningnya senilai Rp 41 juta.
    Merasa curiga, korban akhirnya melapor ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Penguras Rekening Penumpang Pesawat Kabur, Info Penangkapan Diduga Bocor
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Tipu Penumpang Pesawat di Bandara Soetta, Pelaku Ngaku Punya Bisnis di Luar Negeri Megapolitan 23 Agustus 2025

    Tipu Penumpang Pesawat di Bandara Soetta, Pelaku Ngaku Punya Bisnis di Luar Negeri
    Tim Redaksi

    TANGERANG, KOMPAS.com 
    – MAZ (58), satu dari tiga pelaku penipuan modus tukar kartu ATM yang merugikan penumpang pesawat berinisial MN (51) senilai Rp 41 juta di Bandara Soekarno-Hatta mengaku punya bisnis elektronik di luar negeri. 
    MAZ menjadi tokoh sentral yang meyakinkan korban hingga bersedia memperlihatkan saldo rekening dan berujung ditukar kartu ATM-nya. 
    “Dialah yang mengajak korban bekerja sama bisnis sehingga korban mau memperlihatkan saldo rekeningnya,” ujar Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2025).
    Sementara, pelaku berinisial A berperan menukar kartu ATM milik korban. Saat korban memperlihatkan saldo rekening, A sekalian menghafal PIN korban.
    “Dialah yang kemudian menukar kartu ATM dengan kartu lain yang mirip, lalu menguras saldo rekening korban,” ujar Yandri.
    Sementara, pelaku M bertugas sebagai sopir. Ia mengantar dua rekannya saat mencari target hingga mengantar korban berpindah lokasi.
    “Perannya sebagai
    driver
    yang memfasilitasi pergerakan para pelaku dan korban, mulai dari terminal hingga mobil mereka,” ucap dia.
    Pelaku MAZ (58) ditangkap di Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/8/2025). Sementara, dua pelaku lain berinisial A dan M hingga kini masih buron.
    Kedua pelaku sebelumnya sempat teridentifikasi. Bahkan, upaya penangkapan sempat dilakukan di sebuah kos di Tangerang.
    Namun, upaya tersebut gagal dan keduanya melarikan diri.
    “Diduga informasi penangkapan sudah bocor, sehingga mereka berhasil kabur lebih dulu,” ucap Yandri.
    Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
    “Kami mengimbau masyarakat agar selalu waspada, jangan mudah percaya dengan modus bisnis instan, apalagi sampai memberikan kartu ATM dan PIN kepada orang lain,” kata Yandri.
    Yandri menjelaskan, peristiwa ini terjadi pada Jumat (20/6/2025) sekitar pukul 09.00 WIB.
    Saat itu, korban baru tiba dari Kupang dengan pesawat Citilink QG603 dan tengah menunggu penerbangan lanjutan menuju Lampung di terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta.
    Korban kemudian didekati oleh dua pria yang menawarkan kerja sama bisnis elektronik dengan syarat memperlihatkan saldo rekening.
    MN lantas diajak ke mesin ATM di terminal 2. Salah satu pelaku lebih dulu memperlihatkan saldo miliknya untuk meyakinkan korban, lalu meminta kartu ATM MN.
    Tanpa disadari, kartu ATM korban ditukar dengan kartu lain yang serupa. Korban bahkan sempat diajak masuk ke mobil pelaku sebelum akhirnya diantar kembali ke terminal 1.
    Tidak lama kemudian, korban menerima notifikasi adanya transaksi mencurigakan dari rekeningnya senilai Rp 41 juta.
    Merasa curiga, korban akhirnya melapor ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramai-ramai Tolak Usul DPR soal Gerbong Khusus Merokok: Tak Nyaman dan Tak Sehat
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Ramai-ramai Tolak Usul DPR soal Gerbong Khusus Merokok: Tak Nyaman dan Tak Sehat Megapolitan 23 Agustus 2025

    Ramai-ramai Tolak Usul DPR soal Gerbong Khusus Merokok: Tak Nyaman dan Tak Sehat
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Usulan anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan gerbong khusus bagi penumpang yang merokok panen kritik.
    Usul itu disampaikan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Direksi PT KAI di Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
    “Karena perjalanan bisa sampai delapan jam, masa kereta tidak ada ruang untuk
    smoking area.
    Saya yakin satu gerbong bisa. Ini aspirasi masyarakat,” kata Nasim.
    Namun, banyak warga yang menilai usulan itu tidak perlu. Selain mengganggu kenyamanan, gerbong kereta khusus merokok juga dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan penumpang. 
    Dewi (32), penumpang kereta tujuan Surabaya, Jawa Timur yang ditemui di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, menilai, gerbong kereta khusus merokok berisiko mengganggu kenyamanan dan kesehatan.
    “Gerbong untuk perokok tuh tetap berisiko, misal mengganggu kenyamanan dan kesehatan penumpang lain, apalagi kalau ada anak-anak,” kata Dewi kepada
    Kompas.com,
    Jumat (22/8/2025).
    “Kereta itu ruang tertutup. Mau dipisah pun, asap rokok bisa merembes. Saya pribadi tidak setuju, lebih baik KAI konsisten bebas asap rokok,” lanjutnya.
    Senada dengan Dewi, Ilmah (21), mahasiswa asal Bandung, Jawa Barat, juga menolak gagasan tersebut. Menurut dia, kereta berfungsi sebagai transportasi umum, bukan tempat merokok.
    “Tempat khusus merokok ya adanya di luar, bukan di gerbong. Kalau enggak tahan enggak merokok 5-6 jam, ya sudah, enggak usah naik kereta aja,” ujar Ilmah di Stasiun Gambir.
    Bukan cuma asapnya yang dinilai berbahaya bagi kesehatan, bau bakaran rokok pun dianggap mengganggu kenyamanan.
    “Saya kurang setuju karena baunya mengganggu dan kenyamanan jadi berkurang,” tambahnya.
    Sementara, Wiwien (40), pekerja swasta, sangat menyayangkan usulan tersebut karena justru seolah memberi ruang bagi perilaku yang terbukti merusak kesehatan.
    “Sebagai wakil rakyat kok bisa punya opini seperti itu. Kita semua kan sama-sama tahu kalau rokok itu bisa menyebabkan penyakit, kanker, dan lain-lain,” kata Wiwien. 
    Menurut Wiwien, waktu perjalanan panjang di kereta seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat.
    “Kalau bosan di kereta 5–6 jam, bisa diisi dengan hal lain yang lebih bermanfaat, bukan dengan merokok,” lanjutnya.
    Ia menilai, keberadaan gerbong khusus merokok justru kontraproduktif terhadap upaya menjaga kesehatan masyarakat.
    “Seolah-olah diberi insentif, padahal itu merusak tubuh sendiri. Jadi sangat tidak setuju,” ujarnya.
    Wiwien menambahkan, akan lebih baik bila DPR mendorong fasilitas yang benar-benar mendukung kenyamanan penumpang.
    “Saya akan senang sekali kalau ada gerbong ibu menyusui atau anak-anak. Di Jepang misalnya, ada gerbong bertema Hello Kitty, lebih ramah untuk anak. Itu jelas lebih bermanfaat,” kata dia.
    Pendapat senada juga disampaikan Gale (32), penumpang lainnya. Ia menilai usulan gerbong merokok tidak sejalan dengan kebutuhan utama pengguna kereta.
    “Kalau dipikir, ada baiknya dipisahkan, tapi di sisi lain itu buang-buang anggaran. Lagi pula buat apa juga merokok di kereta, kalau ada gerbong tambahan, ya mending untuk ibu menyusui atau anak-anak,” ucap Gale.
    Namun, ada sejumlah warga yang menilai usulan gerbong khusus merokok patut dipertimbangkan. Sony (32) misalnya, menyebut bahwa perjalanan jarak jauh seringkali membuat penumpang perokok kesulitan menahan diri.
    “Kalau menurut saya bagus, ya. Biar ada tempatnya sendiri, jadi enggak ganggu penumpang lain. Saya pribadi juga perokok, jadi kalau perjalanan panjang pasti kepikiran gimana caranya merokok,” ujar Sony.
    Ia menilai, jika usulan tersebut direalisasikan, PT KAI tetap bisa menjaga kenyamanan dengan mengisolasi gerbong khusus.
    “Yang penting jangan sampai asapnya nyebar ke gerbong lain. Kalau ditata dengan baik, saya rasa bisa,” katanya.
    Sementara itu, Ratih (42), pekerja swasta, menilai wacana tersebut masih bisa dipertimbangkan dengan syarat ada aturan yang jelas agar tidak mengganggu penumpang lain.
    “Enggak masalah sih kalau ada gerbong merokok, karena saya juga sering pulang-pergi Jakarta–Bandung sama suami yang perokok,” ujar Ratih.
    “Kadang kasihan juga kalau dia kepengin merokok di perjalanan. Tapi tentu harus ada aturan khusus biar enggak ganggu penumpang lain,” lanjutnya.
    Meski berbeda pandangan, para penumpang sepakat bahwa PT KAI sebaiknya fokus meningkatkan pelayanan.
    Jika ada tambahan fasilitas, mereka berharap hal itu diarahkan untuk mendukung kenyamanan bersama, bukan sekadar memenuhi kebiasaan merokok.
    Merespons hal tersebut, PT KAI telah menegaskan bahwa moda transportasinya bebas dari asap rokok.
    “Sampai saat ini kereta api bebas asap rokok,” kata Vice President Public Relation PT KAI, Anne Purba, kepada
    Kompas.com
    , Kamis (21/8/2025).
    Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mengaku mengutamakan keselamatan hingga kenyamanan penumpang.
    “Kami mengelolanya dengan baik dengan tetap mengutamakan keselamatan, pelayanan, dan kenyamanan pengguna kereta api secara menyeluruh,” ujar Anne.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kecelakaan 3 Kendaraan di Koja Jakut, Motor Masuk Kolong Transjakarta 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Kecelakaan 3 Kendaraan di Koja Jakut, Motor Masuk Kolong Transjakarta Megapolitan 23 Agustus 2025

    Kecelakaan 3 Kendaraan di Koja Jakut, Motor Masuk Kolong Transjakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kecelakaan lalu lintas terjadi di Jalan Yos Sudarso dari arah Tanjung Priok ke Cempaka Putih, Koja, Jakarta Utara, Jumat (22/8/2025) pukul 18.30 WIB.
    Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menyampaikan, kecelakaan ini melibatkan tiga kendaraan.
    “Kendaraan yang terlibat, Bus TransJakarta B 7054 XT, sepeda motor Honda Vario B 3423 PKR, dan Toyota Avanza B 1995 UYV,” kata Ojo saat dikonfirmasi, Sabtu (23/8/2025).
    Ojo belum menjelaskan kronologi kecelakaan lalu lintas ini. Namun, ia memastikan tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. 
    “Pengendara sepeda motor mengalami luka ringan,” tegas dia.
    Ojo juga memastikan bahwa kecelakaan ini telah diselesaikan secara kekeluargaan.
    “Kasus diselesaikan musyawarah, tidak buat LP (Laporan Polisi),” ucapnya.
    Adapun berdasarkan unggahan video Instagram @jakut.info, terlihat bus Transjakarta tengah berhenti di lajur kanan. Tampak sepeda motor yang dikendarai pria berinisial IR berada di kolong bus.
    Posisi kendaraan roda dua itu tepat berada di bagian belakang roda sebelah kanan Transjakarta.
    Narasi dalam video menyebutkan, kecelakaan terjadi di depan Halte Plumpang, Koja. 
    “Sepeda motor masuk ke kolong bus dan alami kerusakan ringan. Sementara pengendara motor berhasil selamat dari kecelakaan tersebut,” bunyi keterangan tertulis dalam unggahan @jakut.info.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menguji Keadilan Tunjangan DPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 Agustus 2025

    Menguji Keadilan Tunjangan DPR Nasional 23 Agustus 2025

    Menguji Keadilan Tunjangan DPR
    Dosen Fakultas Hukum Universitas YARSI Jakarta

    Bangsa Mati di Tangan Politikus
    ” -M. Subhan S.D.
    HIDUP
    dalam kemewahan di tengah penderitaan. Mungkin itulah gambaran yang muncul di benak banyak rakyat Indonesia ketika mendengar kabar tunjangan dan fasilitas yang dinikmati oleh para Wakil Rakyat di Senayan, Jakarta.
    Di satu sisi, jutaan rakyat masih berjuang untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar, bahkan sulit mendapatkan tempat tinggal yang layak, mencari pekerjaan, atau sekadar makan sehari-hari.
    Namun, di sisi lain, pejabat negara yang seharusnya menjadi jembatan aspirasi rakyat justru diselimuti segudang fasilitas yang dianggap tidak masuk akal.
    Tambahan tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan dengan total penghasilan sekitar Rp 100 jutaan per bulan, menjadi sorotan tajam yang membuat publik bertanya: apakah para wakil rakyat ini benar-benar mewakili penderitaan kita, ataukah mereka hanya mementingkan kesejahteraan pribadi?
    Isu ini semakin memanas ketika Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan klarifikasi. Ia membantah adanya kenaikan gaji yang fantastis tersebut, tapi membenarkan bahwa tunjangan kompensasi uang rumah diberikan karena para anggota Dewan tidak lagi mendapatkan rumah dinas.
     
    Sebuah pernyataan yang, alih-alih meredam amarah, justru semakin memicu perdebatan publik tentang urgensi dan kewajaran tunjangan tersebut.
    Para pihak yang pro (mungkin saja anggota DPR itu sendiri) terhadap tunjangan ini berargumen bahwa fasilitas tersebut adalah bentuk apresiasi negara atas tanggung jawab besar yang diemban oleh anggota Dewan.
    Mereka adalah pejabat tinggi negara yang bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, untuk merumuskan undang-undang, mengawasi pemerintah, dan mengemban amanah rakyat.
    Tunjangan ini juga dianggap sebagai kompensasi agar anggota Dewan dapat fokus bekerja tanpa perlu memikirkan kebutuhan finansial pribadi.
    Pandangan ini juga seringkali menyebut bahwa tunjangan ini sah secara hukum karena telah diatur undang-undang.
    Dengan demikian, apa yang diterima oleh para anggota Dewan adalah hak mereka yang dilindungi oleh hukum positif.
    Alasan ini menjadi tameng yang kuat bagi DPR untuk menepis kritik publik, seolah-olah apapun yang legal sudah pasti etis dan adil.
    Dalam konteks tata kelola pemerintahan modern, tentu diperlukan sistem penggajian dan tunjangan yang memadai untuk menjamin independensi lembaga legislatif dari intervensi eksternal, terutama dari pihak swasta yang berpotensi menyuap.
    Namun, persoalan ini tidak sesederhana itu. Perlu ada kajian lebih mendalam untuk melihat isu ini, yang tidak hanya terpaku pada legalitas formal semata.
    Ada asas-asas hukum dan etika publik yang seharusnya menjadi pedoman dalam menentukan kewajaran suatu kebijakan, apalagi yang menyangkut uang rakyat.
    Di sinilah letak pertentangan utama antara legalitas dan moralitas. Adagium hukum Latin
    fiat justitia ruat caelum
    , yang berarti “tegakkan keadilan walau langit runtuh,” mengingatkan kita bahwa keadilan substantif jauh lebih penting daripada sekadar kepatuhan formal terhadap undang-undang.
    Asas Keadilan (
    Principle of Justice
    ) menjadi pilar pertama yang perlu dipertanyakan. Gaji yang fantastis, bahkan tunjangan untuk biaya sewa rumah saja, sangat kontras dengan realitas ekonomi masyarakat.
    Ketika miliaran rupiah dari pajak rakyat dialokasikan untuk memfasilitasi gaya hidup mewah para pejabat, sementara di luar sana masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan, lantas di mana letak keadilan sosial yang selalu digaungkan?
    Pemberian tunjangan ini seolah-olah menciptakan kasta sosial antara para wakil rakyat dan rakyat yang mereka wakili.
    Bahkan salah satu politisi sampai mengatakan “jangan samakan DPR dengan rakyat jelata”, pernyataan yang menusuk hati terdalam masyarakat Indonesia.
    Kondisi ini secara etis tidak sesuai dengan semangat demokrasi di mana para pejabat seharusnya hidup berdampingan dengan rakyat, memahami, dan merasakan langsung penderitaan mereka.
    Asas keadilan menuntut adanya kesetaraan dan proporsionalitas dalam alokasi sumber daya negara.
    Selanjutnya, kita harus menguji dengan Asas Kemanfaatan (
    Principle of Utility
    ). Tunjangan besar yang dikeluarkan dari kas negara haruslah memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi publik.
    Pertanyaannya, apakah tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan benar-benar meningkatkan kinerja anggota Dewan?
    Apakah tunjangan tersebut secara signifikan mendorong mereka untuk merumuskan undang-undang yang lebih berkualitas atau melakukan pengawasan lebih ketat?
    Alih-alih menjadi pendorong kinerja, tunjangan dan fasilitas berlebihan justru berpotensi menjadi bumerang.
    Rakyat melihatnya sebagai pemborosan dan penyalahgunaan wewenang, yang pada akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap institusi DPR.
    Hal ini berujung pada menurunnya partisipasi politik dan sikap apati masyarakat, yang sangat berbahaya bagi keberlanjutan demokrasi.
    Ketidakwajaran tunjangan ini juga dapat dianalisis melalui Asas Kepatutan dan Kewajaran (
    Principle of Appropriateness and Reasonableness
    ).
    Dalam konteks Indonesia sebagai negara berkembang dengan keterbatasan anggaran, apakah pantas bagi para pejabat negara menerima tunjangan yang melebihi kebutuhan dasar?
    Seberapa rasional pengeluaran puluhan juta rupiah per bulan hanya untuk biaya sewa rumah, ketika banyak masyarakat bahkan tidak memiliki tempat tinggal permanen?
    Tunjangan perumahan hanyalah salah satu dari sekian banyak tunjangan yang diterima. Para anggota Dewan juga menikmati tunjangan komunikasi intensif, tunjangan alat kelengkapan, hingga tunjangan dana aspirasi.
    Jika semua tunjangan ini dijumlahkan, total yang dikeluarkan negara untuk satu orang anggota Dewan dalam satu tahun mencapai angka miliaran rupiah, belum termasuk biaya perjalanan dinas dan fasilitas pendukung lainnya.
    Pajak yang dibayarkan rakyat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A, harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    Tunjangan yang tidak proporsional ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan pajak rakyat, karena penggunaannya tidak efektif dan tidak memenuhi prinsip keadilan sosial.
    Terdapat ketidakseimbangan yang mencolok antara kewajiban rakyat membayar pajak dan pemanfaatannya oleh para wakilnya.
    Masyarakat sipil, akademisi, dan media massa secara luas menyoroti isu ini sebagai cerminan dari kegagalan para wakil rakyat untuk berempati.
    Pandangan kontra ini menganggap bahwa tunjangan dan fasilitas berlebihan hanyalah bentuk legitimasi atas prinsip oligarki, di mana kekuasaan dan kekayaan hanya berputar di kalangan elite.
    Isu ini menjadi salah satu pemicu utama rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
    Lebih jauh, isu ini juga terkait erat dengan Asas Akuntabilitas Publik. Sebagai lembaga perwakilan, DPR memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan setiap penggunaan anggaran kepada publik.
    Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya berarti melaporkan angka-angka, tetapi juga menjelaskan dasar dan urgensi dari setiap pengeluaran.
     
    Ketika tunjangan tidak dapat dijelaskan dengan rasionalitas yang memuaskan publik, maka asas akuntabilitas ini telah gagal ditegakkan.
    Inilah ironi terbesar yang harus kita hadapi. Di tengah janji-janji kesejahteraan yang sering digaungkan, para Wakil Rakyat justru menikmati kemewahan yang jauh dari realitas kehidupan mayoritas masyarakat.
    Mereka seolah hidup dalam gelembung yang terpisah dari penderitaan rakyat, mengabaikan fakta bahwa masih banyak anak kekurangan gizi, pembangunan infrastruktur yang belum merata, dan layanan publik yang masih jauh dari kata ideal.
    Melihat praktik di beberapa negara lain, sistem penggajian dan tunjangan bagi legislator seringkali disesuaikan dengan standar hidup umum dan diawasi oleh komite independen.
    Hal ini bertujuan mencegah potensi konflik kepentingan dan memastikan bahwa fasilitas yang diberikan benar-benar proporsional dengan kebutuhan dan tanggung jawab, bukan hanya didasarkan pada keinginan pribadi.
    Maka secara tegas seluruh kalangan harus menyerukan agar DPR melakukan kajian ulang secara menyeluruh terhadap semua tunjangan dan fasilitas yang mereka terima.
    Kajian ini harus dilakukan secara transparan, melibatkan partisipasi publik, dan didasarkan pada asas-asas hukum yang berpihak pada keadilan, kemanfaatan, dan kewajaran.
    DPR harus membuktikan bahwa mereka benar-benar mewakili rakyat, bukan sekadar memanfaatkan pajak rakyat.
    Sudah saatnya DPR kembali pada khittah-nya sebagai lembaga yang berjuang untuk rakyat, bukan untuk kemewahan pribadi.
    Penggunaan anggaran negara harus dipertanggungjawabkan dengan penuh integritas dan keberpihakan pada kepentingan umum.
    Tunjangan yang berlebihan bukan hanya masalah legalitas, tetapi juga masalah moralitas dan etika yang akan menentukan apakah DPR pantas disebut sebagai lembaga perwakilan rakyat atau hanya perwakilan elite.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Pipa PAM Bocor akibat Ekskavator, Pembangunan RS di Tangerang Tetap Lanjut
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Usai Pipa PAM Bocor akibat Ekskavator, Pembangunan RS di Tangerang Tetap Lanjut Megapolitan 23 Agustus 2025

    Usai Pipa PAM Bocor akibat Ekskavator, Pembangunan RS di Tangerang Tetap Lanjut
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Proyek pembangunan Rumah Sakit Dspec di Gading Serpong, Pagedangan, Kabupaten Tangerang, tetap berjalan usai terjadi kebocoran pipa diduga milik Perusahaan Air Minum (PAM), Kamis (21/8/2025). 
    Mario (30), sekuriti yang bertugas di lokasi mengatakan, pipa yang pecah langsung diperbaiki sehingga aktivitas proyek tidak terganggu.
    “Langsung ditangani malam itu juga. Kalau proyek biasa ya gitu, kerja target,” ujar Mario saat ditemui
    Kompas.com
    di lokasi, Jumat (22/8/2025).
    Mario mengatakan, pengerjaan proyek dilakukan dari pagi hingga sore. Pekerja bahkan terkadang lembur hingga malam jika ada kebutuhan pengerjaan khusus.
    “Proyek mah tetap jalan. Biasanya kerja dari pagi sampai sore. Kalau lembur bisa sampai malam, misalnya untuk ngecor,” kata dia.
    Meski begitu, Mario mengaku tidak melihat langsung insiden bocornya pipa karena saat malam kejadian ia sedang tidak bertugas. Mario hanya melihat sisa genangan air ketika masuk kerja keesokan paginya.
    Dia juga tak mengetahui kronologi kejadian maupun penyebab bocornya pipa. 
    “Kalau saya sih pas pagi-pagi itu lihat lagi dibersih-bersihin aja. Pas kejadian itu kan airnya hitam ya,” jelas dia.
    Adapun pembangunan rumah sakit ini disebut sudah berlangsung cukup lama. Mario yang baru empat bulan bekerja di lokasi memperkirakan proyek berjalan sekitar dua tahun.
    “Kayanya dua tahun ada, kalau tiga tahun enggak ya. Soalnya saya juga jarang nanya. Saya kerja kan cuma ditugasin jaga di sini,” ucap dia.
    Sebelumnya diberitakan, kebocoran pipa yang diduga milik Perusahaan Air Minum (PAM) terjadi di lokasi pembangunan Rumah Sakit (RS) DSPEC Gading Serpong, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Kamis (21/8/2025).
    Peristiwa tersebut terekam dalam sebuah video yang beredar di media sosial.
    Dalam video yang diunggah akun Instagram @gadingserpongupdate, terlihat enam pria dengan pakaian dan helm pelindung tengah berupaya menghentikan aliran air yang meluap di area galian proyek.
    Keenamnya nyemplung di area galian yang tergenang air sambil berjibaku melakukan perbaikan darurat terhadap pipa yang pecah.
    Keterangan dalam video menyebutkan, peristiwa terjadi sekitar pukul 18.30 WIB di Jalan Vivaldi Selatan II, Medang, Pagedangan, Kabupaten Tangerang.
    Akibat kebocoran pipa, aliran air bersih di sejumlah perumahan sekitar Gading Serpong, seperti Aniva Junction, Malibu Village, Samara Village, dan Pasadena Residence, terdampak.
    “Ada pipa PAM pecah karena terkena ekskavator proyek di Boulevard Gading Serpong samping Pasadena. Area terdampak, sekitaran Samara, Malibu, Pasadena, Aniva, dan sekitarnya,” tulis narasi video.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Penguras Rekening Penumpang Pesawat Kabur, Info Penangkapan Diduga Bocor
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Agustus 2025

    Aksi 3 Penipu di Bandara Soetta: Modus Tukar ATM, Kuras Rekening Penumpang Rp 41 Juta Megapolitan 23 Agustus 2025

    Aksi 3 Penipu di Bandara Soetta: Modus Tukar ATM, Kuras Rekening Penumpang Rp 41 Juta
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Polresta Bandara Soekarno-Hatta membongkar kasus penipuan bermodus tukar kartu ATM dengan korban penumpang pesawat berinisial MN (51). Akibat aksi kejahatan ini, korban kehilangan saldo rekening hingga Rp 41 juta.
    Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Jumat (20/6/2025) pagi di Bandara Soekarno-Hatta. 
    Saat itu korban baru tiba dari Kupang menggunakan pesawat Citilink QG603 dan tengah menunggu penerbangan lanjutan ke Lampung.
    Yandri menerangkan, korban yang berada di terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta mulanya didatangi dua pria yang kemudian menawarkan kerja sama bisnis elektronik.
    “Dengan syarat, korban diminta memperlihatkan saldo rekening miliknya,” kata Yandri saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2025).
    Korban kemudian dibujuk untuk ikut bersama pelaku ke mesin ATM di terminal 2 bandara. Sesampainya di mesin ATM, salah satu pelaku berpura-pura lebih dulu memperlihatkan saldo rekening miliknya untuk meyakinkan korban.
    Setelahnya, giliran korban yang diminta memasukkan kartu ATM dan memperlihatkan saldo rekeningnya.
    Pada saat itu, pelaku menghapalkan PIN korban dan diam-diam menukar kartu ATM dengan kartu lain yang serupa.
    “Korban tidak menyadari bahwa kartunya sudah diganti. Ia bahkan sempat dibawa ke dalam mobil pelaku sebelum akhirnya diantar kembali ke terminal 1,” jelas Yandri.
    Tidak lama kemudian, korban menerima notifikasi transaksi mencurigakan senilai Rp 41 juta dari rekeningnya.
    Menyadari ada kejanggalan, korban langsung melaporkan kasus tersebut ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta.
    Aksi penipuan ini ternyata dilakukan oleh tiga orang yakni MAZ (58), A, dan M. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa tiga pelaku berbagi peran dalam melancarkan aksinya.
    MAZ berperan sebagai sosok yang mengaku memiliki usaha di luar negeri. Ia menjadi tokoh sentral yang meyakinkan korban hingga bersedia memperlihatkan saldo rekening.
    “Dialah yang mengajak korban bekerja sama bisnis sehingga korban mau memperlihatkan saldo rekeningnya,” ujar Yandri.
    Pelaku berinisial A berperan menukar sekaligus menghapalkan PIN kartu ATM korban. A pula yang kemudian melakukan transaksi hingga saldo korban terkuras.
    Sementara itu, pelaku lain berinisial M bertugas sebagai sopir. Ia mengantar rekan-rekannya mencari target hingga memfasilitasi perpindahan korban dari satu terminal ke terminal lain.
    “Perannya sebagai
    driver
    yang memfasilitasi pergerakan para pelaku dan korban, mulai dari terminal hingga mobil mereka,” ucap Yandri.
    Polisi sejauh ini baru menangkap satu pelaku berinisial MAZ. Pelaku dibekuk di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (12/8/2025).
    MAZ diketahui merupakan residivis kasus serupa dan baru beberapa bulan bebas dari penjara di Bogor.
    Namun, dua pelaku lain, A dan M, masih buron. Polisi sebelumnya sempat melakukan upaya penangkapan di sebuah rumah indekos di Tangerang, tetapi keduanya melarikan diri.
    “Diduga informasi penangkapan sudah bocor, sehingga mereka berhasil kabur lebih dulu,” kata Yandri.
    Kini, polisi masih memburu A dan M yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
    Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
    “Kami mengimbau masyarakat agar selalu waspada, jangan mudah percaya dengan modus bisnis instan, apalagi sampai memberikan kartu ATM dan PIN kepada orang lain,” tutur Yandri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.